Knock! Knock !!
Sebuah ketukan di pintu mengagetkan Silvya. Ia segera bangun dari acara berbaringnya sambil mengerutkan kening. Siapa yang mengetuk pintu? Jelas itu bukan Jim! Jim bisa membuka pintu kamar ini sendiri. Tidak perlu mengetuk pintu seperti ini. Silvya berjalan ke arah pintu dengan penuh pertanyaan. Mungkinkah room boy? Tapi ia tidak merasa memesan apapun.
"Ya? Ada apa?" Ia melihat seorang pria yang usianya masih terlihat muda berdiri di depan pintunya.
Wajah pria itu sangat tegas dan maskulin. Kulitnya berwarna sawo matang dengan garis rahang yang tegas. Alisnya tebal demikian juga bibirnya. Tubuhnya tinggi namun tidak setinggi Jim. Ia mengenakan kaos yang memperlihatkan bentuk tubuhnya yang keras dan sedikit berotot. Dan ... dia cukup tampan ...!
"Maaf, apakah benar ini adalah kamar dari ..." Pria itu mencoba memancing Silvya untuk menyebutkan namanya.
"Jim Cartersville ..." sahut Silvya
"Ah, ya benar! Dan anda adalah ...?" Pemuda itu masih berusaha memancing agar Silvya sekali lagi menyebutkan namanya.
"Nyonya Cartersville," sahut Silvya masih dengan ekspresi bingung.
"Ah, ya! Benar, tentu saja anda adalah Nyonya Cartersville." Pria itu membeo dengan tampang bodoh.
"Saya diperintahkan oleh suami anda untuk memberikan ini kepada istrinya." Pria itu memberikan sebuket kecil bunga yang indah dengan warna-warna yang memikat.
"Anda yakin?" Silvya seperti tidak percaya menerima sebuket bunga itu. Sejak kapan Jim memberinya bunga? Bahkan berkali-kali salah pun, ia tidak pernah mengirim bunga dan bersikap romantis seperti ini.
"Tentu saja," jawab pemuda itu sambil tersenyum.
Ia menatap Silvya dari atas ke bawah dengan perasaan gemas. Silvya sedang mengenakan dress terusan bermotif bunga-bunga dengan model V neck di bagian leher . Bajunya tidak terlalu ketat dan seksi namun cukup memperlihatkan bentuk tubuh Silvya yang ramping. Dan sekalipun belahan dadanya tidak terlalu rendah, mata pria itu seperti bisa membayangkan apa yang terdapat di balik dress yang sedang dikenakan oleh Silvya.
Silvya masih memperhatikan bunga-bunga yang baru saja ia terima dengan penuh kekaguman. Bunga-bunga kecil itu dirangkai sedemikian rupa dengan warna-warna yang cantik dan memikat hati. Ada seutas pita berwarna merah tua yang membingkai buket bunga itu. Dan tanpa sadar, Silvya tersenyum, hatinya seketika merasa baik ketika mengetahui bahwa Jim ternyata masih memikirkan perasaannya.
Jika saat pacaran dulu, Jim hanya hobby ngegombal dan minta maaf, tapi setelah menikah keliatannya ia lebih tau sopan santun dan mengerti cara memperlakukan istri dengan baik. 'Ah! Kamu ini manis sekali, Jim,' Silvya berucap dalam hati.
"Emm? Oh ya sebentar!" Silvya baru sadar bahwa pria tadi ternyata masih ada di hadapannya.
Ia segera masuk untuk mengambil uang lalu kembali keluar dan memberikannya ke pemuda pengantar bunga tersebut.
Sang pemuda mengerjapkan matanya melihat Silvya memberinya uang. Apakah tampangnya terlihat seperti room boy atau kurir? Ia jadi merasa insecure sendiri.
"Oh! Tidak perlu, Nona. Saya tidak bisa menerima tips seperti ini." Pria itu menolak dan tersenyum kecut melihat perlakuan Silvya padanya.
"Ohh! Terus?" Silvya jadi bingung, kenapa pria ini tetap bertahan di sini jika dia tidak membutuhkan tips? Dan dia barusan memanggilnya apa? Nona? Bukankah tadi sudah jelas bahwa ia memperkenalkan dirinya sebagai nyonya Cartersville? Ah sudahlah !
"Terus?? Terus apa?" Si pemuda garuk-garuk kepala dengan tampang bodoh karena tidak mengerti dengan maksud Silvya.
"Kenapa kamu tidak pergi dan masih tetap di sini?" Silvya menatap pemuda itu dengan heran.
"Ohh! Ya! Ya!! Itu, ya itu baiklah, saya akan pergi sekarang. Terimakasih!" Pemuda itu pun segera berlalu.
Namun baru beberapa langkah berjalan, pemuda itu masih menyempatkan dirinya untuk menoleh ke arah Silvya sekali lagi. Dan begitu tatapan mereka bertemu, pemuda itu malah tersenyum dan melambaikan tangannya sok akrab.
Silvya jadi sedikit melotot dibuatnya. Ia menatap punggung pemuda itu sambil geleng-geleng kepala. Lalu ia pun masuk. Dan sepanjang siang itu, sambil menunggu kedatangan Jim, ia mengagumi keindahan bunga pemberian suaminya.
***
"Sial! Dia malah menyebutkan nama belakang suaminya!" Pria pengantar bunga itu terlihat gemas dan frustrasi.
Keliatannya ia harus mencari cara lain untuk bisa mengenal Silvya lebih dekat. Baru saja ia menghempaskan pantatnya di ranjangnya, ponsel pemuda itu tiba-tiba berdering. Ia bergegas mengangkatnya begitu tau nama yang muncul di sana.
"Halo, selamat siang, Pak Jim?"
"Rey! Kamu apakan istriku semalam? Apakah kamu membiusnya?" tanya Jim dengan nada menuduh.
"Oh! Maaf, pak Jim. Istri anda berontak. Dan saya takut beliau tau bahwa saya bukan anda. Makanya terpaksa harus saya lakukan dengan cara itu. Tapi ... saya sudah menunjukkan rasa penyesalan saya, Pak Jim. Saya sudah mengiriminya bunga atas nama anda. Mohon saya dimaafkan," kata pemuda bernama Rey itu dengan nada sungguh-sungguh.
"Kau? Mengiriminya bunga??? Lancang sekali kau!!!" Jim terdengar marah.
"Tapi, itu atas nama anda, Pak Jim. Bukan atas nama saya." Rey berusaha menjelaskan.
"Aku? Untuk alasan apa aku harus mengiriminya bunga?? Kau jangan lancang Rey!!! Aku takkan menggunakan jasamu lagi!!" Jim semakin marah dan ia hendak menutup panggilannya tapi dengan cepat Rey menahannya.
"Pak Jim!! Tunggu sebentar, Pak!! Saya sedang butuh uang saat ini. Please, kasi saya kesempatan, Pak! Saya tidak akan mengulangi kecerobohan saya lagi. Saya janji!!" Rey berkata dengan nada penuh permohonan.
Tidak! Dia tidak siap jika harus putus hubungan dengan Silvya saat ini. Ia mulai terobsesi dengan wanita itu. Wajah Silvya sejak semalam selalu menghantuinya dan ia benar-benar menderita karenanya. Bahkan ia rela membayar kamar hotel yang mahal ini demi untuk mengenal Silvya lebih dekat.
"Kau sudah berani meminjam namaku, Rey!! Aku tidak suka kau terlalu terlibat dalam urusan pribadiku. Tugasmu hanya melakukan apa yang kuperintahkan! Tidak lebih!! Apa kau mengerti?" Jim berkata penuh penegasan.
"Iya, Pak Jim. Saya sangat mengerti! Saya memang salah. Saya hanya takut istri anda menganggap anda kejam karena tindakan saya semalam, itu sebabnya saya memakai nama anda untuk minta maaf," tukas Rey lagi.
Rey mendengar Jim mendengus kesal. Hatinya sangat berdebar, takut jika Jim tiba-tiba memutuskan hubungan kerja dengannya.
"Kau bilang apa padanya tadi?" tanya Jim akhirnya.
"Saya bilang, anda mengiriminya bunga. Hanya itu saja. Dan beliau terlihat senang menerima bunga dari anda."
"Huh! Aku tidak butuh kata-kata manis darimu!" Lalu panggilanpun ditutup sepihak.
Hati Rey seperti dihempaskan. Jadi? Apa artinya itu? Apakah Jim sudah memutuskan hubungan kerja dengannya? Atau apa? Ah! Perasaan Rey jadi kacau seperti orang yang baru putus dengan kekasih kesayangan.
Ia kembali duduk menghadap jendela dengan tirai yang sedikit disingkapkan. Ia ingin melihat Silvya keluar dari kamarnya. Tapi mungkinkah? Wanita itu sepertinya lebih senang di dalam kamar.
Jadi apa yang harus dia lakukan agar bisa menemuinya?
****
Hari sudah sore, namun Jim belum juga kembali. Astaga! Hati Silvya seperti sesak rasanya. Memiliki suami tapi seperti wanita jomblo. Ia bahkan tidak tau Jim ada di mana sekarang. Namun untuk menelponnya, Silvya takut mengganggu privacy Jim. Apa kata teman Jim nanti? Dia memiliki seorang istri yang posesif? Ah! Tidak! Silvya tidak ingin membuat Jim merasa tidak nyaman memiliki istri yang posesif.Silvya keluar kamar untuk menenangkan hatinya, melihat tanaman hijau mungkin bisa sedikit membawa ketenangan bagi batinnya. Atau ... Berenang? Ah tidak! Kolam renang itu terlalu sepi, ia akan jadi pusat perhatian jika berenang sendirian di sana. Jadi yang Silvya lakukan akhirnya hanya menceburkan kedua kakinya ke dalam kolam berwarna biru itu.Silvya kembali meraba kalungnya. Mengingatkannya pada sosok Chris. Akankah nasib pernikahannya akan seperti ini jika ia menikah dengan Chris? Mungkin tidak. Chris adalah pria yang memegang komitmen. Chris tidak pernah
Silvya menatap punggung Jim dengan frustasi. Ia tidak percaya Jim malah menyerahkan dirinya kepada Bill. Orang yang membuatnya tidak nyaman beberapa menit terakhir."Hey, let's sit!" Bill menarik lengan Silvya dan mengajaknya untuk duduk di sofa yang tersedia di balkon itu.Anggur yang Silvya letakkan di dinding balkon juga diambil oleh Bill dan diletakkan di meja yang ada di depan sofa."Bill! I ...""Hey, don't worry. I'm a good person!" Bill seolah mengerti kekhawatiran Silvya.Wajah lugu dan ekspresinya yang mudah terbaca membuat Bill semakin tertarik dengannya. Dan Silvya yang manis ini menjadi istri Jim? Yang benar saja! Mimpi buruk apa yang membuat Silvya mau menjadi istri Jim? Bill tanpa sadar menggelengkan kepalanya memikirkan semua kemungkinan itu."What's wrong?" Silvya merasa aneh melihat Jim menggelengkan kepalanya."Oh, nothing! I'm j
Mobil Bill berhenti di sebuah rumah yang elite. Rumah itu memiliki pagar besi otomatis yang bisa membuka pagar sendiri hanya dengan men-screening wajah Bill dari jendela mobil yang transparan. Bill memasukkan mobil Porsche-nya ke garasi lalu ia hendak menggendong Silvya ala bridal style ke dalam rumah. Namun baru saja Bill melingkarkan tangan Silvya di lehernya bibir tipis milik Silvya tanpa sengaja menyentuh miliknya. Dan Silvya memagutnya dengan lembut.Bill mematung sesaat lamanya merasakan pagutan lembut Silvya! Cara Silvya menciumnya seperti seorang anak sekolahan. Tidak liar dan penuh kelembutan. Otak Bill seketika berhenti beroperasi. Perasaan apa ini? Bill masih berusaha menikmati perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Wanita ini benar-benar membuatnya merasa seperti remaja yang baru mengenal cinta.Silvya terus menggerakkan bibirnya menikmati bibir Bill yang tebal seolah ia sedang menik
Silvya memegang kepalanya yang terasa pening. Ia mengerjapkan matanya ketika sinar matahari menembus tirai jendela dan menerpa wajahnya."Ah! Dimana aku?" Silvya menatap ruangan tempat ia berbaring.Ini bukan kamarnya, ini juga bukan kamar hotel dan apakah ini kamar di rumah Jim? Silvya belum pernah tinggal di rumah Jim. Ia hanya mampir sekali saja dan itu pun hanya duduk di ruang tamu. Silvya duduk dan terkejut ketika mendapati tubuhnya tidak berbusana."Hah!!? Apa yang sudah terjadi semalam?" Silvya bergumam dengan bingung. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi. Ia memejamkan matanya membayangkan apa hal terakhir yang bisa ia ingat."Emm .... tidak, Jim meninggalkanku dan seingatku Jim tidak kembali untuk menjemputku. Jadi?" Silvya kembali membelalakkan matanya ketika mengingat wajah Bill.Bill lah yang terakhir kali bersamanya. Jadi? Oh tidak!!!! Apakah ini rumah Bill? Dan apakah Bill telah menye
Bill berkali-kali menatap Silvya yang duduk di sampingnya. Silvya diam seribu bahasa dan pandangannya terlihat kosong dan tak terarah.Jim mengarahkan mobilnya menuju hotel tempat Silvya menginap. Silvya memutuskan untuk mengambil barangnya dan pergi dari sana. Setelah kemarin ia sendirian di hotel, sekarang Jim malah mempercayakan Bill untuk menjaganya. Silvya benar-benar merasa jadi orang yang tidak berguna! Pernikahan apa yang sebenarnya sedang ia jalani saat ini?Saat semua para pengantin baru menikmati hari-hari indahnya bersama pasangan, ia malah seperti orang jomblo yang mengenaskan. Dan tanpa bisa ditahan, airmata Silvya kembali menetes! Tapi Silvya dengan cepat menghapusnya.Mereka sudah sampai di depan lobby hotel. Silvya menyuruh Bill untuk pergi meninggalkannya namun Bill yang melihat Silvya seperti orang linglung, jelas tidak mungkin rela membiarkan Silvya sendirian. Tanpa bisa dicegah, Bill pun mengikuti langkah Silvya
Silvya sedang mematut di depan cermin. Ia mengenakan atasan berbahan rajut warna cream dengan lengan 3/4 dipadu dengan celana panjang kulit berwarna hitam. Rambutnya diangkat keatas berbentuk cepolan kecil dengan anak-anak rambut yang menjuntai ke bawah mulai dari dahi sampai tengkuknya. Menimbulkan kesan seksi yang menggoda.Silvya melirik jam tangannya, ini sudah pukul 6 malam. Ia masih sabar menunggu Jim datang. Setau Silvya, Jim bilang bahwa ia sudah memberitahukan bahwa ia akan off dalam urusan pekerjaannya selama 3 hari karena menikah. Tapi, selama dua hari ini, ia bahkan hanya menemani Silvya hanya beberapa menit saja. Lalu kemana waktu sisanya ia gunakan?Silvya berjalan mondar mandir di kamarnya menunggu kabar dari Jim. Hatinya mulai resah ketika penunjuk menit sudah bergerak ke angka 9, ini artinya sudah 45 menit ia menunggu. Ah ya! Mungkin makan malam kan sebagian orang dimulai pada pukul tujuh. Silvya masih berusaha berpikir positi
'Bill? Kok Bill bisa tau nomorku? Apakah Jim yang memberitahu? Ah! Tapi untuk apa?' Dalam kebingungannya, Silvya langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas dan menghapus pesan Bill. Ia tidak ingin mendapat masalah dengan Jim jika sampai Jim tau Bill mengatakan hal yang tidak-tidak padanya."Let's go, Sayang!" Jim berdiri begitu melihat Silvya sudah turun dengan membawa kopernya."Aku panggil mama dan papa dulu," ucap Silvya.Dan setelah berpamitan, Jim membawa Silvya menuju apartemen yang memang ia beli untuk mereka tinggal. Sebuah apartemen premium kelas atas yang banyak dihuni oleh para expatriat. Memiliki private lift dan kode rahasia ketika kita ingin memasuki ruangan.Tapi ... sesuatu yang layak dikagumi, tidak direspon demikian oleh Silvya. Wajah Silvya terlihat datar dan biasa saja ketika melihat perabotan bermerk yang mahal. Sofa empuk berwarna krem pucat yang terletak di tengah ruangan dengan Smart TV beruk
WARNING ! Bab ini tidak diperuntukkan bagi usia di bawah umur ya!! Karena konten mengandung adegan dewasa 21++Dosa dan nafsu, silahkan tanggung sendiri! Jangan nyalahin siapa-siapa termasuk Silvya!****Pria itu tersenyum melihat Silvya tertidur pulas. Ia duduk dan meraba wajah Silvya yang terlihat cantik dan polos."I miss you so bad, Silvya! Why you didn't reply my message, hm?"Melihat Silvya tidak meresponnya, pria itu semakin tersenyum senang. Keliatannya Silvya benar-benar sudah lumpuh total. Dan jika semalam ia tidak mendapatkan kepuasan, kali ini ia memutuskan untuk bisa mendapatkannya."Let's have fun, Girl!" Pria itu mulai meraba tubuh Silvya.Ia melepas pakaiannya sendiri dan mulai menjarah tubuh Silvya penuh nafsu. Melakukan hubungan dengan wanita yang sedang pulas jelas tidak seasyik dengan wanita yang bisa membalas. Namun begitu, Bill tetap merasa senang. Bisa
Ada sedikit adegan vulgar. Harap bijak memilih bacaan.Silvya menunduk dan menangis tersedu. Ia tidak percaya Jim melakukan ini padanya. Setelah kemarin seharian ia dibuat bahagia olehnya, kini ia harus menangis lagi."Kenapa kamu lakukan ini padaku, Jim? Kenapa? Kamu baru saja memberi kebahagiaan padaku ... dan kini, kamu kembali membuatku bersedih ..." Silvya berkata sambil menangis tersedu.Seorang pria di hadapannya menatap Silvya dengan tatapan sayang dan prihatin. Ia meraih tangan Silvya dan menggenggamnya erat."Aku harus melakukannya, Sayang. Aku tidak bisa hidup dengan perasaan bersalah seperti ini." Jim berusaha menjelaskan.Wajahnya melihat Silvya dengan tatapan iba."Dan aku, kamu biarkan hidup sendiri? Betapa teganya kamu!" Silvya menatap Jim sambil berderai air mata."Berdoalah supaya hukumanku tidak berat, Sayang. Doa kita
Bab ini mengandung adegan 21++Silahkan di skip bagi yang tidak tahan godaan.Namun, bagi yang suka digoda silahkan baca terus. Inget! Segala dosa dan racun yang timbul akibat membaca bab ini silahkan tanggung sendiri! Jangan nyalahin Silvya, apalagi Kaesang!Satu minggu berlalu ... Jim dan Silvya lebih banyak tinggal di rumah ..."Silvya, aku merasa sangat tidak tenang ... perasaan bersalah ini, bagaimana aku harus mengatasinya?" Wajah Jim terlihat depresi."Sebaiknya kamu berusaha melupakannya, Sayang ..." Silvya yang membawa kudapan duduk di samping Jim yang sedang menonton TV di ruang tengah.Jim sedang menonton berita TV tentang kisah pembunuhan di sebuah desa di jawa timur. Seorang suami yang cemburu dengan tega membakar istrinya sendiri."Aku tidak bisa hidup dengan perasaan seperti ini, Sayang ..." Suara Jim terdengar penuh penyesalan.Silvy
Mulut Silvya seketika menganga dengan kedua tangan menutupi bibirnya. Apa yang barusan Jim katakan? Ia membunuhnya?? Tap-tapi kenapa?"Ya! Aku membunuhnya, Silvya!!" Jim menghentikan mobilnya di pinggir jalan lalu menelungkupkan wajahnya di atas kemudi dan menangis sesenggukan."Astaga, Jim. Kenapa bisa begitu? Apa yang terjadi sebenarnya?" Silvya berusaha menenangkan perasaannya sendiri lalu memeluk Jim yang menangis dengan frustrasi.Jujur saja, baru kali ini ia melihat suaminya sesenggukan seperti ini. Jim yang biasanya santai dan penuh senyuman bisa terlihat rapuh seperti ini."Ak-aku sangat marah padanya, kami bertengkar dengan hebat ... dan ... dan kami sama-sama emosi. Ak-aku tidak tau ... apa yang menguasai pikiranku. Ia berteriak marah lalu mengancamku, kami ... kami terlibat pertengkaran mulut yang hebat sampai ... ia mengambil pisau ... ia tidak mengijinkan aku pergi. Ia takut aku tidak kembali
"Ini bukan kisah khayalan, kalo kamu mau, aku bisa kenalin kamu. Sebut saja namanya Zizi, dia seorang wanita dengan pergaulan bebas, hidupnya penuh dengan dunia malam, diskotik, narkoba bahkan bergonta ganti pasangan. Suaminya pun juga orang diskotik sebut saja Adam, mereka berdua menjalani kehidupan kelam, bandar narkoba dan membuka usaha diskotek. Dan dalam menjalani pernikahan, baik Adam maupun Zizi tetap menjalani kehidupan seperti itu. Mereka dugem berdua dan sesekali berganti pasangan. Mereka sangat kaya dari penghasilan haramnya itu. Dan apakah mereka butuh Tuhan? Tentu saja tidak! Mereka tidak pernah beribadah tapi kekayaan berlimpah ... sampai suatu hari, diskotek mereka terbakar. Kehidupan mereka berubah, dari kaya menjadi miskin. Usaha mereka sebagai bandar narkoba terciduk dan Adam sang suami harus mendekam di penjara. Zizi sangat stress sampai ia berniat untuk bunuh diri. Hutangnya bernilai milyaran, tanpa pekerjaan dan tanpa sang suami membuat Zizi tidak bisa berpikir
"Siapa, Sayang?" Jim yang melihat Silvya terdiam seketika menatapnya."Bukan siapa-siapa. Hanya orang salah sambung, Sayang!" Silvya lalu menutup panggilan Mark sepihak tanpa mengatakan apapun.Tangan Silvya menggenggam tangan Jim dan wajahnya menunjukkan sebuah senyuman yang cantik."Kamu yakin itu salah sambung?" tanya Jim dengan tatapan curiga."Iya, Sayang," bohong Silvya berusaha meyakinkan.Jim menatap jendela kaca, hatinya merasa tidak tenang. Entah kenapa ia sangat yakin bahwa itu adalah Mark. Silvya pasti sedang berusaha menghalanginya untuk berhubungan dengan mantannya itu.Jim kembali melirik Silvya. Tapi wajah Silvya sangat datar dan tanpa ekspresi.Ponsel Jim kembali berdering dan Silvya kembali mengangkat panggilan itu."Silvya! I need to talk with Jim. Don't hang up the phone!" Suara Mark kembali terdengar, kali ini lebih t
Keesokannya, Silvya dan Jim pergi ke rumah teman Silvya yang bernama William.Hati Jim sudah cemas saja. Sekalipun Silvya sudah meyakinkan bahwa aibnya tidak terbongkar, tapi ia masih tidak yakin. Apa yang akan dibahas jika tidak membongkar aib?Jim dan Silvya tiba di sebuah rumah yang terlihat mungil dan serba minimalis dari segi bangunan. Halamannya juga terlihat rapi dan sangat terawat. Rumput pendek seperti sebuah karpet beludru berwarna hijau terhampar di sisi kanan dan kiri jalan setapak yang terbuat dari batu alam. Terlihat sangat asri dan menenangkan."Ini rumahnya temanku, William," ujar Silvya sambil menggandeng Jim untuk memasuki halaman.Silvya mengetuk pintu rumah dan sebentar kemudian, muncullah seorang pria bertubuh jangkung dengan kacamata berbingkai hitam menyambut mereka dengan ramah."Hai Silvya, kamu benar-benar tepat waktu ya?" William berkata sambil tersenyum.
Jim menangis sambil memeluk tubuh Silvya dengan erat! Rasa penyesalan begitu menguasai dirinya! Ia menyesal telah mempertaruhkan hidup Silvya dalam sebuah pernikahan semu dengannya."Maafkan aku, Silvya! Maafkan aku!" Jim terus menceracau tidak jelas.Jim menangis untuk pertama kalinya demi Silvya. Rasa penyesalan itu seperti tidak bisa ditebus lagi."Apakah kamu mau bertobat jika aku memaafkanmu?" Suara Silvya mengagetkan Jim yang masih menangis penuh penyesalan.Jim seketika membuka matanya. Dan dari arah sebelah sana, ia melihat beberapa orang datang ke arahnya sambil menodongkan senjata dengan sikap waspada.Jim menoleh ke sebelah kanannya, di sana ia melihat tubuh Mark rebah dengan kondisi sudah tertembak.Jim lalu menatap Silvya yang masih terbaring di dadanya sambil tersenyum. Silvya keliatannya baik-baik saja. Dan bunyi yang tadi ia dengar keliatannya adalah bunyi tembak
Mark tertawa mendengar kata-kata Silvya. Ketika Jim memohon kepadanya untuk mengampuni nyawa wanita ini, si wanita malah sok-sok an jadi pahlawan."Okay, so are you really not afraid to day? How about this?" Mark mengarahkan pistolnya ke arah Jim.Dan kali ini ekspresi Silvya yang terlihat tegang."Mark, if you want me you better kill me now! Jim has nothing to do with you! You hate me, don't you?" Silvya berusaha mempengaruhi Jim agar tidak menyakiti Jim.Dan Mark semakin tertawa keras. Keliatannya ia sangat menyukai situasi ini. Jim mengkhawatirkan Silvya dan demikian juga sebaliknya."Ohh, you're so sweet, Silvya!" Mark menyentuhkan ujung pistolnya ke dagu Silvya.Pelatuk pistol sudah ditarik dan itu bisa meledak kapan saja."Mark, please let her go! Listen, actually, I want to recover our relationship. I've been looking for you
Jim seketika terkesiap mendengar suara orang yang sangat ia kenal! Suara itu, sedang ia cari saat ini!"Mark? Is that you?" tanya Jim memastikan."Yeah, honey! I'm with your wife now. Did you ever miss me?" Suara Mark terdengar serak."Mark, I'm looking for you all this time. Where have you been?" Jim tidak percaya bahwa Mark malah menghubunginya."Listen, Honey! I'll take your wife with me and please, don't call the police or I'll kill her!" Mark berkata dengan nada mengancam."No Mark! You don't have to! I won't call the police. Please! I promise!" Jim berusaha meyakinkan."I'll call you later, Jim!" Panggilan pun diputus sepihak.Jim langsung terkesiap. Silvya bersama dengan Mark!Jim tidak punya pilihan selain menelpon Tony! Niatnya untuk bertemu baik-baik dengan Mark kini malah hancur bera