Beranda / Pernikahan / Undesirable Wedding / Aisha Dianitha Pramono

Share

Undesirable Wedding
Undesirable Wedding
Penulis: Bubibupeach

Aisha Dianitha Pramono

Penulis: Bubibupeach
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aisha Dianitha Pramono.

Batin Dean melonjak senang saat indera penglihatannya menangkap sosok pemilik nama itu. Ia buru-buru menuruni tangga agar bisa cepat sampai di ruang televisi. Sudah dua hari ia berkeliaran di rumah Arya karena sedang membuat kamar untuk Gibran, anak baru di rumah sahabatnya itu. Tak disangka-sangka, hari ini Dian datang ke rumah ini.

"Jadi nggak bisa nih, Mas?"

Dian terlihat merajuk dan Dean merasa suara rajukan Dian seperti alunan lagu di telinganya.

"Nggak bisa, Dek. Di rumah lagi ada yang kerja." jawab Arya. Bapak itu terlihat sibuk dengan dua anaknya. "Kenapa nggak ke tempat belajar nyetir aja. Bayar paling berapa?"

"Nggak mau, Mas. Nggak berani."

Dean yang sampai di ruang televisi itu lalu duduk tanpa diperintah. Duduk di sofa yang lain dari Dian duduk. Sengaja, agar dia bisa melihat wajah ayu Dian dengan leluasa. "Ada apa, sih?" tanyanya kepo.

"Kepo kayak dora." gumam Arya dan mendapat lirikan maut dari Dean.

Dian terlihat cemberut. Ia bersedekap dan duduk menyandar pada punggung sofa. "Pengen belajar nyetir, Kak. Tapi Mas Arya ternyata nggak bisa ngajarin." ujar gadis itu menyahuti ucapan Dean. Sebenarnya tak ingin, tapi tak sopan jika dia mengabaikan. Dian masih merasa agak canggung jika bertemu dengan salah satu sahabat kakaknya itu.

"Kakak bisa kok ngajarin." seru Dean, semangat. "Nyetir mobil 'kan?"

Dian menoleh pada Dean. Menimbang-nimbang sebentar apa dia minta tolong saja pada Dean? Sebenarnya, ayahnya sudah mengajarinya dua kali. Tapi dia masih merasa kurang dan belum yakin jika harus membawa mobil sendiri.

"Heh, kerjaan Lo emang udah selesai?" tanya Arya yang mendengar penuturan Dean. Bisa-bisanya pria itu ingin lari dari tanggung jawab.

"Dikit lagi beres. Jojo sama Nisa juga bisa." jawab Dean yang menyebut nama rekannya dalam mendesain kamar untuk Gibran. Bukan dengan Raka karena bosnya itu tidak butuh uang tambahan. Sejujurnya Dean juga tak begitu butuh karena lebih baik hari akhir pekannya ia habiskan untuk istirahat. Tapi, dia merasa sungkan jika menolak. Raka bisa beralasan jika Tiara, istrinya itu sedang tidak mau ditinggal karena sedang hamil muda. Lah, kalau dia harus beralasan apa.

"Nggak ngrepotin, nih, Kak?" tanya Dian tak enak hati. Ingin menolak, tapi dia juga tidak mungkin menyia-nyiakan bantuan dari Dean. Gadis itu sudah ingin sekali bisa menyetir sendiri. Dan semangatnya sore ini sedang sangat membara.

"Ya nggak lah. Ayo sekarang aja, keburu sore." ajak Dean lalu beranjak bangun dari tempatnya duduk. Pria itu naik ke lantai atas dimana dua rekannya masih bekerja. Ingin pamitan dulu.

×

"Udah Magrib, cari makan dulu, Di ...."

Dian menoleh ke samping kirinya, hanya sekilas. Dahinya mengernyit. Dimana-mana kalau waktu Magrib itu yang dicari Masjid, bukan makanan.

Mereka sudah berputar-putar di jalan raya. Dian termasuk pintar dan cara menyetirnya juga sudah lumayan lancar. Dean bahkan tadi sempat tertidur sesaat. Dasar pengajar tak bertanggung jawab memang.

"Mau makan di mana, Kak? Nanti Dian traktir deh, itung-itung balas jasa Kak Dean udah ngajarin nyetir dan minjemin mobil. Cari tempat yang ada musholanya, ya." seru Dian tanpa menoleh dan memilih fokus pada jalanan. 

Dean yang semenjak tadi melihat ke arah Dian, hanya tersenyum. Ini kali pertama gadis itu bicara cukup panjang padanya. Gadis kecil yang dulu ingusan dan dekil itu kini menjelma menjadi sosok yang sangat cantik. Tak lagi suka menangis walaupun dikerjai olehnya. Kulitnya sekarang bersih, Dean bisa lihat dari pergelangan tangan gadis itu yang putih. Wajahnya juga cerah dan siapapun yang melihatnya akan merasakan ketenangan. "Terserah kamu aja."

Mobil merah itu melambat dan berbelok ke sebuah restoran ayam bakar. Dian memarkirkannya agak kesulitan karena tempat parkir yang lumayan penuh. Dan Dean kali ini bertindak seperti penjaga parkir, menginstruksikan arah mana yang harus Dian ambil.

"Aku mau ke mushola dulu, Kak." ujar Dian setelah selesai melepaskan sabuk pengaman. Gadis itu lalu membuka pintu.

Dean hanya menjawab dengan anggukan. Setelahnya ikut turun dari mobil.

×

Dua porsi ayam bakar lengkap dengan nasi putih dan lalapan serta sambal sudah tersaji di atas meja. Dian juga sudah kembali dari mushola. Mereka berdua makan dengan tenang sampai Dean tak tahan dengan keheningan itu. Dia memulai obrolan. "Dek, soal yang waktu itu ...." Ada jeda sejenak, Dean menunggu reaksi Dian. "Kakak serius."

Dian melihat Dean sekilas, tapi tak menjawab karena gigi-giginya masih mengunyah.

"Waktu Kakak mau nungguin kamu." sambung Dean lagi, dia memang tidak sabaran.

Uhuk.

Gadis itu tersedak nasi dan sambal yang baru akan ditelannya. Ia raih gelas es teh manisnya dan meneguknya cepat. Tenggorokannya terasa perih.

"Kak Dean beneran mau nungguin Dian?" tanya gadis itu belum percaya. Ia mencelupkan tangan kanannya ke dalam air kobokan.

Dean mengangguk, ia jeda acara makannya. 

"Tapi Dian masih kuliah. Dan nanti masih mau lanjut S2."

"Ya, nggak pa-pa." tukas Dean santai. Ia mulai lagi menyuap nasi dan sesuir ayam yang sudah dicocol sambal.

"Berarti Kak Dean bakal jadi Om-om dong."

Uhuk.

Gantian Dean yang tersedak. Batuknya bahkan lebih parah dari Dian tadi.

Dian menyodorkan minuman Dean. Ia agak meringis melihat Dean yang sepertinya sangat kaget dan merasa kesakitan di tenggorokannya. Dia tadi tidak salah bicara 'kan. Dean adalah sahabat Arya, kakak lelakinya itu bahkan sudah mau punya anak dua. Raka yang menikah dua tahun yang lalu itu juga sudah mau memiliki anak. 

Dean berdehem sebentar demi menguasai kontrol dirinya sendiri. "Ya, asal kamu mau sama Om-om ganteng kayak aku." sahutnya percaya diri. Dia tidak bohong, Dean memang ganteng. Wajahnya khas jawa, tapi aliran darah dari ayahnya yang berasal dari Norwegia membuatnya memiliki paras yang rupawan. Hidungnya mancung walau tak lebih mancung dari Raka. Alisnya juga tebal. Rambutnya di cat agak merah kecoklatan dengan potongan rapi ala pria mapan jaman sekarang. Walau rahangnya tak kaku dan terkesan sangat tegas macam Arya, tapi wajahnya tak akan membosankan bila dipandang. Badannya agak berisi, ya, karena dia mudah sekali menjadi gemuk. Tapi masih dalam batas wajar karena Dean rutin berolahraga.

Dian menunduk, dalam hati bertepuk tangan atas ke-pe-de-an Dean. Gadis itu sejujurnya tidak mati rasa pada salah satu sahabat kakaknya itu. Memang sejak dulu Dean sering sekali menjahilinya dan lama-kelamaan Dian juga sudah merasa biasa. Saking terbiasanya hingga dia sudah menganggap Dean seperti kakaknya sendiri. Sama seperti halnya ia menganggap Elyas dan Raka. 

"Kak." Dian mengangkat wajahnya. Dia menatap Dean dengan teduh. "Aku masih kuliah. Aku bahkan belum mikirin tentang pasangan. Aku masih mau lanjut ambil spesialis anak. Dan itu nggak sebentar, Kak. Maaf... aku nggak bisa." Gadis itu mengembuskan napas teratur. Melihat Dean yang menjadi kaku. Dian lalu mengangguk. "Engg... Aku pulang dulu, ya, Kak. Terima kasih udah ngajarin aku nyetir mobil. Aku doain yang terbaik untuk Kakak." Setelahnya, Dian beranjak tanpa memikirkan nasi dan ayam yang masih tersisa di piringnya. Menuju kasir untuk membayar dan pergi.

Bersambung.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Maia Kasbah
kak, covernya kok sama persis sama ceritKu yg di kbm ya. semoga aja ini kebetulan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Undesirable Wedding   Kerasnya Hidup

    Seperti paku berdiri yang dipukul palu. Dean terpaku di tempatnya duduk. Alunan nada dari Dian kali ini sungguh menyayat hati.Apa tadi?Masih ingin kuliah.Belum memikirkan pasangan.Sudah dianggap seperti kakaknya sendiri.Perlahan kesadaran Dean mulai merayapi. Ujung bibirnya sedikit naik. Masih tak percaya akan penolakan itu. Dia ditolak mentah-mentah oleh Dian.Dean sangat sadar dengan ucapannya. Dia juga tahu jika Dian pasti lebih mementingkan pendidikannya. Tapi, Dean juga tidak pernah main-main. Andai Dian menjawab iya, maka dia akan menunggu se-lama apapun sampai gadis itu siap.×Mobil merah itu berhenti di pinggir jalan depan rumah. Dean tidak bisa membawanya masuk ke halaman rumah karena sedang ada mobil lain terparkir di sana. Mungkin ibunya sedang mendapat tamu. Masih lemah dan lunglai, pria itu keluar dari kendaraannya itu. Dia tadi tidak kembali ke rumah Arya. Dia langsung pulang ke rumahnya sendiri.Tepa

  • Undesirable Wedding   Janji

    Dean memijit kepalanya yang seketika merasa pening. Ternyata bukan ibunya yang dilamar. Tapi, dia sendiri. Sudah 2020, pihak wanita yang melamar pihak lelaki itu tak masalah. Itu namanya emansipasi."Om ini hanya menyampaikan amanat Almarhum bapakmu. Kalau kamu mau ya syukur, kalau tidak, ya tidak apa-apa." Pria tua bernama Om Dedi itu ikut bersuara. "Jaman sekarang mana ada yang mau dijodohkan. Pasti Nak Dean juga sudah punya pacar."Pacar dari hongkong. Yang mau diseriusin aja udah kabur duluan Om. Dean menjawab dalam hati, miris."Dean belum punya pacar kok." Tiba-tiba Ibu Lis yang menjawab. Beliau masih tersenyum pada tamunya itu."Oh ya. Ha ha ha ...."Bang***. Maki Dean dalam hatinya lagi. Dia ditertawakan bapak-bapak ini. "Ehm, gini Om. Maaf, bukan maksud saya mau menolak atau ....""Biar mereka ketemu dulu aja, Mas Ded. Urusan iya atau tidak itu nanti belakangan. Biasanya kalau sudah saling ketemu, yang awalnya nggak mau bisa jadi ma

  • Undesirable Wedding   Perjanjian

    Ibu Lis adalah orang yang tak suka dibantah. Begitu pula dengan Dean. Tapi, lelaki itu tak akan bisa membantah sang ibu jika beliau sudah mengeluarkan perintah. Seperti siang ini, seperti anak kecil yang akan mendapat hukuman jika tak mau menuruti ucapan ibunya. Dean sudah duduk malas di sebuah cafe bersama seorang perempuan yang katanya anak Om Ded-ded itu. Alya Savira."Jadi, apa alasan lo nerima perjodohan ini?" tanya Dean setelah basa-basi mereka yang benar-benar basi. Alya bilang dia akan menerima perjodohan itu. Gampang sekali dia.Alya menoleh sekilas pada pria itu. Punggungnya masih bersandar dan kedua tangannya masih bersedekap. "Ya... Cuma biar ganti status aja. Lagian lo juga nggak buruk rupa." jawabnya santai. Gadis itu tak berniat menyeruput kopinya lagi.Dean berdecak dalam hati. Perempuan ini cocok sekali dengan sang ibu. Buruk rupa? Hah?"Bokap gue udah tua. Dia minta gue cepet-cepet nikah." sambung Alya.Dean melirik Alya sekilas.

  • Undesirable Wedding   Tercekik

    Entah ungkapan apa yang tepat untuk menggambarkan situasinya saat ini. Dean merasa seperti tercekik. Isi kepalanya sudah penuh dengan rencana untuk membalas Alya. Tapi semuanya buyar saat ada Dian. Adik sahabatnya itu masih menguasai hatinya. Sejak tadi pria itu memilih diam dan fokus pada kemudinya. Alya yang duduk di sampingnya santai saja memainkan gawai. Gadis itu tadi sempat bercengkrama sebentar dengan Dian yang duduk di belakang.Mobil berhenti di pinggir jalan di depan sebuah rumah bernuansa klasik. Tak begitu besar karena pagarnya tak cukup tinggi dan Dean bisa melihat Om Ded-Ded itu di teras bersama seorang wanita, mungkin istrinya. Oh, berarti Om Ded-Ded itu tidak single."Mampir dulu, Nak." seru Om Ded-Ded itu dari tempatnya duduk.Dean akhirnya keluar untuk sekadar menyapa pria tua itu. Dia tidak mau dianggap tidak memiliki sopan santun. Dean meninggalkan Dian sendirian di dalam mobil.Tegur sapa itu hanya sebentar karena Dean beralasan harus

  • Undesirable Wedding   Sandiwara

    Tak langsung ke kamarnya saat ia sampai di rumah. Dean memilih naik ke kamar adik bungsunya, Lintang. Dia tadi langsung kabur setelah terjadi prahara di rumah Arya. Kinan dan Tiara ngambek kepada suami-suaminya. Sukurin, salah siapa menantang duluan."Dek, udah tidur?" tanyanya setelah mengetuk pintu itu dua kali."Belum, Kak." Terdengar jawaban dari dalam."Kakak boleh masuk?" tanya Dean lagi."Iya, Kak. Nggak dikunci kok."Dean membuka pintu itu. Melangkah masuk dan duduk di atas tempat tidur Lintang. Melihat adiknya yang masih sibuk belajar di meja belajarnya. "Gimana temenmu?"Lintang menoleh sebentar. "Iya, udah aku telpon tadi. Katanya juga mau ke toko buku. Udah sampai rumah kalau sekarang."Dean melongo, tapi dia masih bisa menutupi keterkejutannya. Kok bisa sama begitu. Dia tadi kan hanya mengarang saja.×××Ibu Lis dan Om Ded-Ded itu memang orang yang gercep sekali. Kini mereka semua sudah ada

  • Undesirable Wedding   Kejutan Untuk Sahabat

    "Turunin gue di depan situ aja."Dean menoleh ke samping kirinya. Melihat Alya yang menunjuk ke arah pinggir jalan. Mereka pulang berdua dengan dalih akan mencari baju pengantin. Berdua saja karena mereka tak mau diganggu. Pria itu sebenarnya heran dengan maksud Alya, tapi dia menepikan mobilnya juga."Gue tahu kalau lo lagi sibuk. Biar gue aja yang cari bajunya. Percaya sama gue, selera gue bagus." ucap Alya seraya melepaskan sabuk pengaman yang membelit badannya. Ia lalu membuka pintu.Dean mengangguk saja. Toh apa yang dikatakan Alya itu memang benar. Eh, tapi bagaimana bisa gadis itu tahu jika dia sedang sibuk. Apa memang kentara sekali jika dia sesibuk itu?×Pukul setengah empat sore, rapat dengan klien besar itu sudah selesai. Raka bilang dia boleh langsung pulang dan tak perlu kembali ke kantor. Katanya si bos itu juga akan langsung pulang. Kangen pada istri dan calon bayi kembar mereka begitu ucapnya. Dean bisa melihat dengan jelas k

  • Undesirable Wedding   SAH

    Saya terima nikah dan kawinnya Alya Savira Wiryawan binti Dedi Wiryawan dengan mas kawin uang senilai dua juta dua puluh ribu rupiah dibayar tunai. Teringat akan ucapannya yang lantang dan mantap. Dean menggerakkan lehernya yang kaku. Sampai malam ini pun dia masih belum percaya jika statusnya sudah berganti. Dia kini sudah menikah. Dia menjadi suami dari seorang perempuan bernama Alya. Gadis santai yang menurutnya unik dan manis di saat tertentu. Dean melirik istrinya yang duduk di kursi kecil yang menghadap meja rias. Perempuan itu sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan bantuan hairdryer. Dengan tubuh yang dibalut handuk model kimono. Dean memperkirakan jika di dalamnya belum ada pakaian lain. Dasar memang. Sementara pria itu sendiri sejak tadi memilih tiduran di sofa sambil memainkan gawainya. Usai acara akad dan resepsi tadi, mereka pulang ke rumah keluarga Alya. "Lo nggak mandi?" tanya Alya tanpa menoleh. "Bentar." jawab Dean sek

  • Undesirable Wedding   Rumah Pinjaman

    Alya sudah sampai di teras, sementara Dean masih menurunkan barang bawaan mereka dari bagasi mobil. Sore di hari ke-tujuh mereka sah menjadi suami istri, mereka langsung pindah ke rumah baru. Atau lebih tepatnya rumah pinjaman dari Raka. Mereka beralasan pada kedua orang tua Alya jika mereka butuh waktu lebih banyak untuk berdua. Sebenarnya itu alasan Alya dan Dean hanya senyam-senyum menyetujui dengan segala cercaan dalam hati."Apa nggak kegedean ini rumah?" tanya Alya sambil mendongak, melihat lantai atas bangunan itu."Kecil begini dibilang gede." sahut Dean sambil memasukkan ujung kunci pada lubangnya.Alya membantu suaminya yang memasukkan koper-koper ke dalam rumah. Ada lima buah koper, satu milik Dean dan sisanya semua miliknya. Alya membawa pakaian, tas, sepatu dan peralatan make-upnya semua. Dean sempat protes tentang barang bawaan Alya yang begitu banyak, tapi kata Alya semua itu penting dan tidak boleh ada yang tertinggal. Daripada bolak-balik untuk

Bab terbaru

  • Undesirable Wedding   TAMAT

    Dean mendorong troli belanja dengan Ana yang duduk di dalamnya. Sesekali pria itu memaju-mundurkan troli hingga tawa Ana yang gemelikik terdengar renyah. Anak itu suka dengan salah satu wahana permainannya ini. Semacam sudah hapal, Ana akan minta naik ke atas troli ketika mereka akan belanja bulanan. Agak di depan, Alya tak jarang mengomel pelan. Selalu mengingatkan sang suami agar tetap menjaga keselamatan sang buah hati. Di saat seperti itu hanya decakan kesal yang Dean berikan, tanpa disuruh pun dia akan menjaga keselamatan Ana.Usia kandungan Alya sudah lima bulan. Perutnya sudah terlihat dari balik gamis panjang yang ia kenakan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, kesehatan Alya dan bayi di dalam kandungannya semua baik-baik saja. Dean mengucap syukur. Allah memang Maha Baik."Jangan kenceng-kenceng, Ana lagi makan.""Mama bawel." Dean pura-pura berbisik pada Ana yang sudah mengunyah biskuit coklat. Ketika ibunya menaruh makanan ke dalam troli, bocah yang s

  • Undesirable Wedding   Kebahagiaan

    Sebelah tangan jatuh di pangkuan Dean. Pria itu menoleh ke samping kiri, menatap sang istri yang menyandar lemah di bahunya. "Capek banget, tolong pijitin sebentar, Kang."Alya Savira Wiryawan.Perempuan cantik yang dikirim Tuhan untuk melengkapi hidup seorang Dean Giriandra. Datang saat hati Dean baru dibuat patah sepatah-patahnya. Dean tidak pernah menyangka jika akhirnya dia bisa jatuh cinta kepada istrinya tersebut. Bagi Dean, cinta datang karena terbiasa bersama itu tidak ada dalam kamusnya.Tentang Dian, Dean tak mau menampik jika di dalam hatinya masih tersimpan sedikit tempat untuk gadis itu. Adik sahabatnya yang manis dan mampu menggetarkan hatinya di saat ia baru mulai mengenal apa itu cinta. Dean sudah berusaha sekuat tenaga. Dia sudah jatuh dalam pesona seorang Alya, tapi Dian, dia tetap istimewa.Serakah? Tidak. Dean tidak pernah ingin memiliki keduanya.Alya sudah banyak mengorbankan hidupnya untuk semua. Alya yang begitu hebat ketika

  • Undesirable Wedding   Hijrah

    Seminggu kemudian, Alya dan bayinya sudah diperbolehkan pulang. Dan yang membuat Dean terkejut adalah para sahabatnya sudah ada di sana. Setelah ditelisik, ternyata itu adalah kerjasama antara Raka dengan Ibu Lis. Bosnya itu juga sudah mengubah kamar kosong di lantai bawah menjadi sebuah kamar anak yang bernuansa pink. Khusus untuk Ana, kata Ara waktu mereka sampai di rumah."Om, ini yang pilih aku lho." ucap Ara menunjuk sebuah boneka beruang seukuran melebihi badannya yang berwarna pink. "Ini juga aku... Ini, ini, ini juga." imbuhnya sambil menunjuk sebuah lemari pakaian kecil, lemari mainan dan sofa mini. Semuanya berwarna merah muda.Dean berlutut di depan Ara. Ia mengusak poni yang menutup dahi. "Oh ya? Ara ikut Papa sama Om Raka belanja?"Ara mengangguk semangat hingga poninya terayun. "Heem, Ara ikut bikin juga. Ara juga punya boneka yang kayak gini." ujarnya yang sekarang sudah tak cadel lagi. Dia sudah bisa mengucap huruf R dengan cukup jelas. Anak itu

  • Undesirable Wedding   Sadar

    Dua hari setelah Alya sadar dari koma. Kini dia sudah diperbolehkan pindah ke ruang perawatan. Bertemu langsung dengan anaknya. Perempuan itu menangis lagi, tak bisa membendung keharuan yang menyelimuti. Sekali lagi, tak bosan ia mengucap terima kasih kepada Sang Maha Pencipta."Ayo... Ayo Ana pinter... Cucunya Mbah Uti pinter." Ibu Lis membantu Alya yang sedang menyusui Ana. Bayi itu bingung puting karena sebelumnya sudah minum menggunakan botol susu. Putingnya kali ini tak sebesar puting buatan pabrik.Alya terus menyodorkan dadanya. Air susunya sudah deras, tapi Ana malah menangis tak mau menyedot. Tiba-tiba Ibu Lis mendekatkan posisi wajah Ana ke dada sang ibu. Beliau memasukkan puting Alya ke dalam mulut Ana yang terbuka. Bayi itu masih menolak. Tangisnya semakin kencang. Alya sendiri juga sudah tak tega. Namun, Ibu Lis tak menyerah begitu saja. "Masukin, Al. Biar asinya nggak ada yang keluar. Masak orang segini banyak kalah sama bayi." ucapnya gemas. "Nah begitu.

  • Undesirable Wedding   Mimpi?

    Kematian adalah perpisahan paling kejam. Jauhnya jarak tak akan bisa ditempuh dengan kendaraan apapun"Al, jangan pergi, Al. Jangan tinggalin kita... Ana gimana kalau kamu pergi."Gelisah, panik, takut, kosong.Dean meraih tangan Alya dan menggenggamnya erat untuk menyalurkan suhu tubuhnya yang hangat. Pria itu masih menangis di samping tubuh istrinya yang dingin."Al!"Plak plak."Bangun woe...!"Terperangah bangun ketika ia merasakan sakit di lengannya. Seketika kepalanya juga terasa sangat pusing. Dadanya berdegup kencang. Badannya lemas. Dean mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan putih itu. Ada ibu, ayah mertua dan sahabat beserta istrinya masing-masing. Kinan menggendong Ana dan Tiara berada di dekatnya. Mereka semua nampak bingung membalas tatapannya.Dean lalu beralih melihat ranjang pasien. Kosong. Benarkah Alya sudah pergi meninggalkannya? Meninggalkan anaknya juga?"Dih nangis."Dean menutu

  • Undesirable Wedding   Nyonya Ratu

    "Kira-kira nanti aku bisa masuk surga, nggak ya?"Dean menoleh kepada istrinya yang masih memakai mukena. Seusai sholat subuh berjamaah, tiba-tiba Alya bertanya seperti itu. "Ngomong apa kamu?" Pria itu mendekap badan sang istri dari samping."Aku dulu nggak pernah sholat. Sering keluar malem. Mabuk juga... Aku pikir ini emang cara Allah ngehukum aku. Telat banget nggak sih? Aku inget Allah pas keadaanku udah begini?"Dean mengusap-usap bahu Alya, tak melarang wanita itu menangis di dadanya. Jika bicara dosa, dia lebih banyak berdosa. Tak hanya meninggalkan kewajiban lima waktu, mabuk dan keluar malam. Dean juga berzina. Jujur, sama seperti Alya. Dia juga baru ingat untuk menjalankan perintah-Nya setelah keadaan seperti ini. Lelaki tersebut sekarang rajin memohon kepada Allah, semoga istri dan anaknya selamat semua. Semoga nanti mereka berdua bisa mendampingi anak mereka melihat dunia. Egois, tak tahu diri...ya itulah dia. Ibaratnya baru sekali mendekat, tapi su

  • Undesirable Wedding   Penantian

    Dua bulan lagi, Alya melingkari kalender di tangannya. Kurang lebih hanya tinggal enam puluh hari lagi dan dia akan bertemu dengan anaknya. Minggu lalu sudah diadakan acara tujuh bulanan. Alya berdoa, semoga nanti anaknya baik-baik saja.Pemeriksaan telah rutin dilakukan. Bahkan yang terakhir, Alya sampai di tes darah dan urine. Tekanan darahnya tinggi dan hal itulah yang sangat dikhawatirkan."Jangan banyak pikiran, nanti kalau sudah cukup umur. Bayinya bisa segera dilahirkan tanpa menunggu hari perkiraan lahir."Begitu kata sang dokter, membeberkan fakta dan sedikit menghiburnya.Namun, bagaimana caranya untuk tetap bersikap tenang? Kepalanya sudah penuh dengan segala kemungkinan yang ada.Bagaimana jika anaknya tak bisa bertahan?Bagaimana jika dia yang tenyata dipanggil duluan?Bagaimana jika mereka tak bisa saling menjaga satu sama lain?Hasil pemeriksaan USG menyatakan jika anaknya berjenis kelamin perempuan. Wanita itu meras

  • Undesirable Wedding   Preeklamsia

    Alya mengelus perutnya dengan perlahan. Di sampingnya sang suami masih fokus menyetir. Pikiran mereka mengelana tanpa tahu ujungnya.Kehamilan Alya sudah lima bulan lebih. Perutnya sudah membuncit dan terlihat lucu. Dean sering memainkannya jika akan tidur. Sering mengajaknya bicara pula. Saat-saat seperti itu adalah waktu yang membuat keduanya sangat dekat.Mobil berhenti di carport rumah. Dari kejauhan azan isya terdengar berkumandang. Seperti bulan-bulan sebelumnya jika waktu cek kehamilan tiba, sepulang dari kantor mereka akan langsung ke rumah sakit. Sekalian jalan, begitu kata Alya.Bulan pertama sampai ke-empat semua berjalan lancar. Meski Alya selalu kelelahan dan mual, tapi kandungannya terdeteksi baik-baik saja. Hingga sampailah pada pemeriksaan yang ke-lima. Dokter menyatakan jika Alya terkena preeklamsia, keadaan dimana kehamilannya ini sangat beresiko tinggi baik bagi janin maupun ibunya. Ternyata wajahnya yang dulu bengkak itu adalah sa

  • Undesirable Wedding   Alex?

    "Gue cuma makan siang sama dia. Nggak usah lebay deh." Alya membanting tasnya ke atas sofa ruang tamu. Lalu duduk sembari melepaskan sepatu pantofelnya.Suaminya itu marah, tak berhenti mengomel sejak ia naik ke mobil. Hanya karena tadi siang ia pergi makan siang dengan Alex. Alya sudah mengirim pesan pada Dean, tapi pria itu tak membacanya. Ponselnya tertinggal di kantor saat pergi ke kantor Alya, katanya. Pertengkaran memang seolah tak mau pergi dari kehidupan rumah tangga mereka.Sebenarnya yang salah siapa? Alya sudah mengirim pesan, tapi tak dibaca oleh si penerima. Atau ponsel yang tertinggal di meja."Gue udah WA lo juga ngasih tahu kalau lo nggak usah jemput ataupun bawain makanan buat gue. Salah gue dimana?" Penjelasan dari Alya diakhiri dengan kalimat tanya pembelaan diri."Salah lo karena nggak ngabarin gue dari pagi. Lo WA pas gue udah jalan ke kantor lo." sergah Dean tak mau mengalah. Marah, cemburu bercampur menjadi satu seperti es buah di d

DMCA.com Protection Status