Suasana siang ini begitu panas dan terik. Matahari yang kini posisinya tepat di atas kepala, membuat siapa saja yang berada di bawahnya kegerahan. Namun, panasnya matahari itu tidak menurunkan semangat kaum adam yang tengah berlarian kesana kemari untuk mengejar sebuah benda bernama bola.
Hari ini adalah hari Sabtu, hari dimana kegiatan belajar di sekolah, diganti dengan kegiatan ekstrakurikuler. Ada begitu banyak ekstrakurikuler yang ditawarkan di Bayanaka High School, sekolah tempat Kia menuntut ilmunya sekarang.
Sebelum membahas tentang ekstrakurikuler yang ditawarkan di sekolah tersebut, mari kita mengenal sedikit tentang Bayanaka High School. Bayanaka High School dibangun oleh seorang Profesor bernama Bayu Andakha. Diberi nama Bayanaka karena merupakan singkatan dari nama Bayu Andakha. Bayanaka sendiri sebenarnya mempunyai arti. Bayanaka diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti ‘luar biasa’. Sesuai dengan arti nama sekolah itu, visi Bayanaka High School adalah “Menciptakan generasi penerus bangsa yang luar biasa berbakatnya di bidang akademik dan non-akademik, yang tentunya diimbangi dengan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak yang mulia.”
Bayanaka High School adalah sekolah menengah atas termahal yang ada di kotanya. Maka tak heran, bila di Bayanaka, rata-rata muridnya ialah tergolong kaya. Banyak anak pengusaha ang disekolahkan di Bayanaka mengingat betapa berkompetennya sekolah ini dalam mendidik, termasuk Kia dan Astri. Bayanaka High School memiliki 3 jurusan yang bisa dipilih oleh muridnya. Jurusan pertama ialah Ipa, jurusan kedua Ips, dan jurusan ketiga ialah bahasa.
Gedung Bayanaka High School terbagi menjadi 3. Gedung utama atau yang disebut GU Bayanaka adalah gedung yang terdiri dari semua ruangan kelas setiap angkatan beserta kantor guru serta staff Tu. Gedung kedua, yaitu gedung ekstrakurikuler (GE) terdiri dari semua ruangan yang digunakan pada saat ekstrakurikuler. Gedung ketiga yaitu gedung perlengkapan (GP) memuat kantin, perpustakaan, dan gudang penyimpanan.
Untuk kegiatan ekstrakurikuler tersendiri, Bayanaka memiliki lebih dari 20 ekstrakurikuler, yang terbagi menjadi 7 cabang utama. 7 cabang itu ialah cabang olahraga, cabang seni musik, cabang bahasa dan sastra, cabang seni teater, cabang pecinta alam, cabang seni media dan cabang bela diri. Dari sekian banyak ekstrakurikuler itu, hanya ada 3 ekstrakurikuler yang sangat menonjol di Bayanaka, yaitu basket, sepak bola, dan fotografi.
Seperti sekarang ini, tim pesepak bola dari Bayanaka tengah berlatih untuk mempersiapkan diri di turnamen sepak bola nasional yang akan diadakan bulan depan. Kali ini, tim pesepak bola dari Bayanaka tengah melawan tim dari Sparta High School. Tim Bayanaka itu berusaha berlatih dengan semaksimal mungkin, agar tidak mengecewakan sekolah ketika turnamen nanti.
“Semangat Elvan dan tim! Ayo, kami yakin kamu pasti bisa mencetak gol!” Teriakan itu berasal dari tim cheerleader yang diikuti oleh para siswi di Bayanaka. Personil cheerleader itu tentunya memiliki kelebihan dari siswi lainnya di Bayanaka, yaitu wajah mereka yang super cantik. Selain teriakan semangat dari tim cheerleader, terdengar juga sorakan dari siswi lainnya yang jika dibulatkan, maka hampir dari mereka semua menyoraki nama Elvan. Hal itu juga dilakukan oleh Kia, namun bedanya gadis itu hanya berani menyemangati Elvan dari dalam hatinya.
Elvan Mirza Mahaprana, nama lengkap dari lelaki yang dikagumi hampir semua siswi di Bayanaka. Wajahnya yang begitu tampan dengan hidung mancung yang dianugrahkan padanya, membuat lelaki itu benar-benar menjadi pujaan bagi setiap perempuan. Kia adalah salah satu dari sekian banyak pengagum Elvan di Bayanaka. Jika semua perempuan berusaha untuk terang-terangan menyatakan perasaannya kepada Elvan, maka Kia tidak. Gadis itu merasa minder dengan kondisi wajahnya yang tidak sempurna. Oleh karena itu, Kia hanya berani mengagumi sosok Elvan dalam diam.
Kia bukan tipikal orang yang dengan mudahnya menjatuhkan cintanya kepada kaum adam. Akan tetapi, kali ini berbeda. Elvan berhasil menarik semua perhatiannya dan menjadi cinta pertama bagi Kia. Ada begitu banyak hal yang disukai Kia dari sosok Elvan, selain wajahnya yang tampan. Sosok lelaki itu memiliki jiwa pemimpin yang besar, dapat dilihat dari terpilihnya Elvan sebagai ketua OSIS merangkap ketua HSPB, atau Himpunan Sepak Bola Bayanaka. Elvan juga tipikal orang yang memiliki sopan santun yang tinggi dan sosoknya yang begitu digandrungi tidak membuatnya menjadi angkuh. Elvan juga merupakan salah satu siswa berprestasi di sekolah secara akademik. Semua kelebihan Elvan itu membuat Kia semakin jatuh hati kepada sosok lelaki itu.
“Kalau suka ya diungkapin lah, jangan main dipendam gitu aja. Kasihan hatinya kalau dipendam terlalu lama.”
Ucapan Karen sontak menyadarkan Kia dari fokusnya. “Apaan sih, Ren?”
“Udahlah, gak usah sok gak tahu gitu, aku tahu kok daritadi kamu itu fokus banget ngelihatin Elvan.” Kia hanya tersenyum, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Apa sebegitu kelihatannya cara Kia melihat Elvan?
“Kia, kalau suka ya ungkapin dong. Jangan dipendam gitu, kalau kamu pendam rasa kamu, gimana caranya Elvan bisa tahu?”
Kia menghela napasnya. “Aku gak bisa ngungkapin perasaan aku, Ren.”
“Kenapa? Kamu malu ngungkapinnya? Kenapa harus malu? Sekarang itu udah ada yang namanya emansipasi wanita, jadi wanita juga memiliki hak dong untuk menyatakan perasaannya sekarang.”
“Ya, aku tahu itu. Cuma aku minder lah. Elvan itu ganteng, Elvan itu nyaris sempurna, lah aku? Aku gak cantik, wajah aku banyak bekas lukanya. Mana mau Elvan sama aku, aku cukup tahu diri ajalah, Ren.”
“Selalu alasan itu yang kamu lontarkan. Kia, gak semua cowok itu memandang fisik dalam mencintai. Dan aku yakin kok, Elvan salah satu cowok yang tergolong di kategori itu.”
“Kamu yakin banget?”
“Yakin lah. Kamu lupa kalau Elvan dan abang aku itu bersahabat karib? Abang aku sendiri aja berani bertaruh kalau Elvan bukan tipikal cowok yang suka sama cewek dari fisiknya doang.”
Mendengar ucapan Karen, Kia terdiam. Jadi, apakah Kia harus menyatakan perasaannya? Kia menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian melihat Karen. “Enggak, Ren. Tetap aja aku nggak pede buat nyatain perasaan aku ke Elvan.”
“Ya udah, Kia. Itu hak kamu, itu pilihan kamu, kamu mau nyatain perasaan kamu atau enggak. Yang jelas, aku sebagai sahabat kamu akan selalu ngedukung keputusan kamu,” ucap Karen lalu merangkul Kia. “Karena, sebagai seorang sahabat, sudah sepatutnya kita saling mendukung satu sama lain.”
“Terima kasih, Ren. Kamu itu memang sahabat aku yang terbaik. Aku benar-benar bersyukur telah dianugrahkan Tuhan seorang sahabat seperti kamu, yang selalu ngedukung aku.” Karen yang mendengar ucapan Kia merasa terharu, ternyata sahabatnya itu benar-benar bersyukur atas kehadirannya.
“Aku juga beruntung punya sahabat seperti kamu, Kia. Kamu yang selalu tegar dalam menjalani beratnya beban kehidupan kamu. Terima kasih juga, Kia untuk selalu membantu aku memahami setiap pembelajaran yang susah aku pahami.” Karen tersenyum mengakhiri ucapannya. “Itulah sebab mengapa Tuhan kirimkan aku di hidup kamu, karena Tuhan tahu, kita akan saling membutuhkan.”
***
Setiap kali menatapmu, rasanya duniaku seperti teralihkan. Apa itu hebatnya cinta?
“Astri, ada yang mau aku tanyain sama kamu.”Mendengar namanya terpanggil, Astri hanya mengedikkan bahunya. Gadis itu masih fokus dengan layar ponselnya yang menampilkan video-video lucu.“Astri, aku pengen ngomong sama kamu. Ponselnya ditaruh dulu.”Astri tetap saja tidak bergeming, sepertinya gadis itu memang sengaja tidak menjawab ucapan Kia. Astri pura-pura tidak mendengar, padahal gadis itu sama sekali tidak menggunakan earphone di telinganya yang membuatnya tidak bisa mendengar. Kia yang merasa Astri tidak menanggapi ucapannya, menarik ponsel Astri dari tangan pemiliknya kemudian meletakkan ponsel itu di atas meja.“Kamu apa-apaan sih, Kia? Aku lagi seru-seruan nonton video, main tarik aja ponselku. Mana ponsel aku, sini kembaliin,” kesal Astri.Kia menggelengkan kepalanya. “Aku pengen ngomong dulu sama
Di sebuah gedung bernuansa serba putih, di sinilah Kia berada sekarang ini. Langkah kakinya yang dipercepat membawanya ke bagian administrasi rumah sakit.“Selamat pagi, Sus.”“Iya, selamat pagi, Dek. Ada yang bisa saya bantu?”Kia mengangguk. “Iya, Sus. Saya baru dapat kabar, kalau teman saya mengalami kecelakaan dan dibawa ke rumah sakit ini.”“Maaf, kalau boleh tahu, nama temannya siapa ya? Biar saya bisa mengeceknya.”“Nama teman saya Karenina, Sus. Lengkapnya Karenina Agastya.”“Baik, tunggu sebentar ya, Dek. Saya cek dulu namanya.” Suster dengan name tag bertuliskan Linda itu segera mengetikkan nama yang disebutkan Kia di kolom pencarian pasien. “Mohon maaf, Dek. Tidak ada pasien bernama Karenina Agastya di sini.”Kia mengernyitkan dahinya. &ld
Di pojokan ruangan nan besar itu, terlihat Kia tengah sibuk mengatur lensa kameranya. Gadis itu juga beberapa kali meniup lensa kameranya yang terkena debu. Kamera yang diberikan oleh mendiang neneknya itu akan menemaninya dalam ekskul fotografi hari ini.Setelah sekian lama ekskul ini diliburkan karena sang kakak pengajar fotografi tengah di luar kota, akhirnya pada hari ini ekskul itu kembali dibuka. Kia merasa begitu antusias ketika ekskul yang dipilihnya itu akhirnya kembali dapat berjalan. Kia melihat kamera yang berada di tangannya lalu tersenyum.“Akhirnya, setelah sekian lama gak ekskul, hari ini mulai ekskul lagi. Aku senang banget, akhirnya bisa ditemani sama kamu lagi dalam ekskul ini,” ucap Kia kepada kamera kesayangannya. Selama ekskul ditiadakan, selama itu pula Kia menyimpan kameranya dengan baik. Ia tidak mau sembarang menggunakannya, jika bukan untuk ekskul dan memotret senja.
Baru saja berbunyi, sebuah bel kebahagiaan yang selalu dinantikan oleh setiap murid di seluruh penjuru dunia. Para tenaga didik berjalan keluar terlebih dahulu dari dalam kelas, menandakan bahwa kegiatan belajar-mengajar telah selesai dilaksanakan. DI belakangnya, puluhan murid berbondong-bondong keluar dari dalam ruangan kelas. Wajah mereka semua terlihat begitu sumringah, bagaikan telah terbebas dari penjara kesengsaraan.“Kia, mau pulang bareng Karen gak? Kebetulan hari ini Karen bawa motor nih.” Kia menimang sebentar ajakan Karen, beberapa detik kemudian gadis itu menggeleng. Kia baru teringat dengan janji Elvan yang akan mengantarnya ke tempat teman lelaki itu untuk memperbaiki kameranya.“Oh, kalau begitu, Karen pulang duluan ya. Kia nanti hati-hati pulangnya.”“Iya, Karen. Hati-hati.”Kia segera membereskan buku-bukunya ke dalam tas ranseln
Di bawah terang bulan yang bersinar menerangi kegelapan malam, Kia yang tengah duduk di koridor kamarnya itu menghela napasnya. Bukan kehidupan ini yang Kia inginkan. Kehidupan yang bergelimang harta dan miskin akan kasih sayang.Kia akui, keluarganya itu tidak seharmonis yang ditampilkan di depan khalayak umum. Papa dan mamanya sering bertengkar karena masalah pekerjaan. Entah itu dimulai dari papa yang menuduh mamanya berselingkuh dengan rekan kerjanya atau sebaliknya. Padahal, itu adalah hal yang lumrah ketika seorang pengusaha akan lebih sering bergaul dengan rekan kerjanya.Di setiap malam, Kia selalu memanjatkan doanya untuk kedua orang tuanya. Namun, sepertinya belum ada satupun doanya yang dijamah oleh Yang Maha Esa. Keluarganya masih tetap tidak seharmonis itu.Kia memeluk dirinya sendiri dengan erat. Rasa dingin mulai menelusuk ke tulang-tulangnya. Gadis itu memutuskan untuk masuk ke dalam kam
Memang betul apa yang dikatakan oleh bi Tari, keadaan sekolah pagi-pagi ini masih sepi. Bahkan, belum ada seorang guru, staff, ataupun murid yang datang. Yang ada hanyalah pak Muhardi—satpam yang sudah sedari tadi stand by di posnya.Kia berdiri di koridor kelasnya. Pandangannya ia arahkan ke langit biru yang begitu cerah pagi ini. Sayangnya, kondisi hati Kia tidak secerah keadaan langit itu. Jika dilakukan suatu pengandaian, maka hati Kia bagaikan langit yang tengah mendung dan siap menumpahkan hujannya kapan pun ia mau.Gadis itu menghela napasnya. Rasanya kehidupannya begitu berat untuk dijalani. Hidupnya bagaikan sebuah kesalahan, sehingga tak ada satupun orang yang mampu menghargainya. Hanya bi Tari dan Karen yang membuat hidupnya terasa masih berguna. Mungkin, jika tidak ada bi Tari dan Karen yang selalu menyemangatinya, Kia sendiri tidak tahu lagi apa yang mesti ia lakukan.“Pagi-pagi
Dengan kedua tangan yang terisi penuh, dengan perlahan Kia berjalan menuju meja makan. Masing-masing piring yang berada di kedua tangannya, satu persatu ia letakkan di atas meja. Gadis itu kemudian tersenyum puas, kala mendapati meja berbentuk persegi panjang itu sudah terlihat begitu menarik dengan beberapa jenis makanan yang sudah ia siapkan bersama bi Tari.“Wah, non Kia pintar banget tata letak makanannya. Jadi kelihatan seperti makan di restoran, non,” puji bi Tari.“Bibi bisa aja deh. Lagian, ini bukan karena penataannya yang bikin jadi menarik, melainkan karena masakan Bi Tari yang super lezat.” Kia membalikkan pujiannya kepada wanita paruh baya yang berdiri di sebelahnya.“Kia yakin, pasti papa, mama, dan Astri mau makan malam di rumah sekarang. Secara, ini kelihatan enak banget. Iya kan, Bi?”Bi Tari mengangguk. “Bibi juga yakin banget ka
Di dalam sebuah ruangan bernuansa merah muda, seorang gadis tengah terbaring di atas ranjang empuknya. Tatapannya ia arahkan ke atas, melihat sebuah poster besar yang tertempel di langit-langit ruangannya. Poster itu bergambarkan pasangan suami istri yang merupakan pasangan artis terkenal, sekaligus menjadi panutan hidup bagi gadis itu.Pasangan suami istri itu ialah Hidayat Athafariz dan Dania Ghaisa. Sosok yang begitu menginspirasi Kia sedari kecil. Kia yang sedari dulu memiliki hobi menonton televisi seputar dunia artis, akhirnya memilih menjadikan pasangan suami istri itu sebagai panutan hidupnya. Hidayat dan Dania juga merupakan teman dari Aris dan Gea.Kehidupan Hidayat dan Dania yang dulu tidaklah sesukses sekarang. Mereka berulang kali harus mengalami hilangnya eksistensi mereka di dunia hiburan. Namun, kegagalan itu tidak membuat mereka menyerah begitu saja. Mereka selalu berusaha bangkit dengan semua jerih payah mereka.