7. Shocking News
Angkot berhenti tepat di seberang lorong tempat tinggal Alya. Gadis berambut panjang itu turun dan segera menyeberang menuju lorong rumahnya. Ditelusurinya lorong itu sekitar lima belas menit lalu sampailah ia di sebuah rumah sedehana, kalau tak mau dikatakan jelek. Rumah usang yang seperti sudah lama tak di perbaiki. Bagian depan terlihat pintu rumah yang sudah soak disana sini. Dan ada sebuah kursi yang tak kalah usangnya dengan daun pintu rumahnya.
Gadis itu menggapai gagang pintu dan mendorongnya. Terkunci, Apa ibu belum pulang kerja ya? Alya melirik benda di pergellangan tangannya. Sudah jam satu. Biasanya jam sebelas ibu sudha di rumah. Karena hanya ibu hanya mengantarkan cucian yang dekat-dekat sini. Kalau yang agak jauh Alya lah yang mengantarkannya. Lalu Nadine kemana? Biasanya jam setengah satu ia sudah sampai di rumah. Alya risau. Ia mindar mandir di depan pintu rumah.
“Al...”
Suara terdengar dari luar pagar.
“Nah Buk Santi. Lihat ibu saya gak? Biasanya jam segini sudah di rumah tapi dari tadi saya ketok ketok gak ada yang buka.”
“Iya, saya kesini juga mau kasih tahu kamu.”
“Kasih tahu apa buk?
“Itu rumah kamu kosong. Tadi bu.. nitip kunci rumah ke saya.”
“Emang ibu saya kemana ya buk?”
“Ibu kamu ke rumah sakit.”
“Rumah sakit! Emangnya ibu saya sakit ya? “
Alya sedikit shock.
“Ibu kamu ke rumah sakit lihat Nadine. Tadi guru di sekolah Nadine kesini. Katanya Nadine pingsan di sekolah.”
“Apaaa... Nadine pingsan bu”
“Iya, kata gurunya sih begitu.”
“Ya Allah. Jadi keadaannya gimana buk.”
“Ibu kurang tahu Al. Lebih baik kamu cepat susulin ke rumah sakit. Biar gak bertanya - tanya.”
”Iya buk, rumah sakit mana ya?”“Ini, tadi gurunya sudah nulis di kertas” Kata bu Rike sambil memberikan selembar kertas kecil pada Alya. Alya menerimanya dan mengucapkan terima kasih.
‘Ya Allah Nadine kenapaaa’ Lirih Alya berkata.
Buru - buru perempuan berhidung bangir itu kembali berjalan keluar rumah menuju pangkalan ojek dan bergegas menuju rumah sakit yang tertera di kertas yang diberikan oleh bu Santi tadi.
Jam di pergelangan tangan Alya menunjukkan pukul dua kurang lima menit saat ia menjejakkan kaki di lantai rumah sakit. Segera ia menuju ke suster jaga menanyakan tentang Nadine.
“Paviliun Kenanga nomor dua belas. Itu yang disebutkan suster tadi. Segera Alya menuju ruangan yang dimaksud. Ruang kelas tiga yang satu ruangan ada enam pasien. Alya berjalan menuju tirai tiga. Dibukanya tirai. Tampak Ibu dan dua orang wanita sedang mengelilingi ranjang rumah sakit yang ditempat Nadine. Nadine tampak pucat dengan mata tertutup dan infus di pergelangan tangan kanannya.
“Buk...” Ujar Alya.
Ibu yang tak sadar akan kehadiran Alya menoleh ke sumber suara. Tampak Alya masuk ke kamar Nadine.
“Nadine kenapa bu?” Ujar Alya
“Ibu juga gak tahu. Tadi siang sekitar jam sebelas wali kelasnya Nadine ke rumah menginformasikan kalau Nadine pingsan di kelas.” Ujar ibu terbata - bata.
“Kok bisa bu?” tanya Alya lagi
“Gini mbak...” Wanita berhijab di sebelah ibu buka suara.
“Sebelumnya perkenalkan saya Ibu Diah, wali kelas Nadine dan ini Ibu Pratiwi, wakil kepala sekolah.”
Alya mengangguk seraya tersenyum pada kedua wanita itu. Lalu mencium punggung tangan mereka satu persatu.
“Saya Alya buk, kakaknya Nadine.”
“Iya, ini lho mbak Alya. Tadi pagi saat proses belajar mengajar tiba -tiba Nadine pingsan di kelas. Jadi kami bawa ke puskesmas terdekat. Jelas bu Diah, wali kelas Nadine.
“Apa tadi pagi Nadine tidak sarapan mbk? atau... memang Nadine sedang tidak enak badan?” Kali ini Bu Pratiwi yang bertanya.
Alya menoleh ke arah ibunya. Tadi pagi Alya berangkat jam setengah enam untuk mengambil cucian kotor di rumah pelanggan lalu pergi ke pasar untuk membeli bahan kue. Jadi ia tak sempat melihat Nadine sarapan atau tidak.
Ibu Kartika mencoba mengingat apa yang dikerjakan Nadine tadi pagi.
“Seingat ibu Nadine sarapan kok Al. Dia makan nasi goreng sama kerupuk terus minum teh manis buatan ibu.” Jawab bu Kartika setelah berfikir sejenak.
Alya mengenyitkan dahi. Berarti penyebab Nadine pingsan bukan karena tidak sarapan. Seingat Alya Nadine juga tidak sakit belakangan ini. Fisik Nadine memang lemah. Gadis berumur dua belas tahun itu memang tak bisa terlalu lelah. Jika kelelahan dia pasti akan jatuh sakit. Tapi sekali lagi seingat Alya, belakangan ini Nadine sedang dalam kondisi yang baik.
“Tadi pagi Nadine menghabiskan sarapannya juga pergi ke sekolah dalam keadaan sehat buk.”
Alya menjelaskan kepada kedua guru sekolah Nadine.
“Oooh begitu ya. Kalau Nadine tadi pagi sarapan dan pergi ke sekolah dalam keadaan sehat. Berarti ada sebab lain yang membuat Nadine tak sadarkan diri” Ujar bu Pratiwi.
“Iya, seperti yang di bilang oleh dokter puskesmas tadi. Kalau Nadine harus di periksa intensif. Oleh karena itu puskesmas merujuknya ke Rumah sakit karena alatnya jauh lebih lengkap daripada di puskesmas.
“Oh, dokternya bilang seperti itu ya buk?”
tanya Bu Kartika yang dibalas anggukan oleh wali kelas Nadine.
‘Harus diperiksa intensif ? Apa yang terjadi pada Nadine?’
Alya berkata dalam hati.
“Dokter menyarankan Nadine diperiksa secara keseluruhan agar bisa diketahui apa penyebab Nadine sering tak sadarkan diri” jelas ibu Diah.
“Sering? Maksud ibu Nadine sering pingsan?” Alya kaget mendengar pernyataan ibu Diah.
Ibu Diah memandang Alya lalu menjawab.
“Ini kali ke lima Nadine pingsan di kelas selama menjadi siswi saya mbak Alya.”
Bu Diah menjelaskan.
“Kali kelima buk?”
Alya luar biasa kaget begitupun bu Kartika yang duduk di sebelah Alya.
“Iya mbak. Apa Nadine tak pernah bercerita pada ibu atau mbak tentang ini?”
Tanya bu Diah.
“Tidak buk. Nadine tak pernah cerita kalau iya sering pingsan di kelas.” jawab Alya. Alya merasakan tangan ibu menggenggam tangannya.
Ibu Diah dan ibu Pratiwi berpandangan lalu beberapa saat mereka terdiam. Bu Dian menghela nafas dan mulai menjelaskan.
“Ini bukan kali pertama Nadine pingsan. Selama hampir setahun di kelas saya Nadine sudah lima kali pingsan hanya memang tidak separah sekarang. Saat pelajaran berlangsung Nadine sering tiba-tiba pingsan tapi setelah di beri minyak kayu putih dia sadar kembali. Sedangkan hari ini tidak seperti biasanya. Walau di beri tretament yang sama seperti yang sudah sudah, dia tetap tak sadarkan diri. Akhirnya kami bawa ke rumah sakit.”
Ibu Diah menjelaskan panjang lebar.
“Kami tidak tahu kejadiannya buk” Jawab Alya.
“Saat kali kedua Nadine pingsan di kelas sebenarnya kami sudah memberikan surat panggilan untuk wali Nadine tapi Nadine beralasan kalau ibunya tidak bisa datang karena bekerja. Jadi kami memaklumi dan meninta Nadine untuk menyampaikan kepada ibunya untuk memeriksakan kesehatannya ke dokter.”
“Tidak buk, Nadine tidak pernah menceritakan ini pada saya. Saya tidak tahu kalau pihak sekolah meminta saya untuk datang”
Kali ini ibu Kartika yang menjawab.
“Berarti Nadine tak menyampaikan pesan saya pada ibu”
Kata bu Diah.
“Aduh Nadine, ini anak kenapa masalah penting seperti itu malah ibu gak diberitahu. Ini adekmu in kenapa tho Al?” Ujar bu Kartika dengan nada khawatir.
“Mungkin Nadine tidak mau kita khawatir bu. Ibu kan tahu sendiri sifat Nadine”
Jawab Alya.
Kali ketiga, empat dan hari ini sudah lima kali Nadine tiba-tiba tak sadarkan diri di kelas dan kali ini lebih parah makanya kami berinisiatif untuk membawanya ke puskesmas.”
“Iya, terima kasih ya buk Diah dan bu Pratiwi atas pertolongannya pada anak saya Nadine”
Ujar ibu Kartika.
“Iya bu, sama-sama. Ini kan memang tugas kami sebagai guru Nadine di sekolah.”
“Tadi dokter sudah memeriksa Nadine. Mungkin untuk lebih jelasnya nanti bisa ditanyakan kepada dokter yang bersangkutan”
Kali ini bu Pratiwi yang menjelaskan.
“Oh iya buk. Nanti detailnya saya akan tanyakan pada dokter yang memeriksa Nadine. Terima kasih bu atas pertolongannya”
Alya menjawab sambil menangkupkan kedua tangannya ke depan dada dan menundukkan kepala pada bu Pratiwi dan bu Diah yang dibalas dengan anggukan oleh keduanya.
“Kalau begitu kami permisi dulu ya mbak Alya, bu Kartika.” ujar bu Pratiwi.
“Oh iya bu” Alya membalas.
Bu Pratiwi berdiri dari tempat duduknya dan disusul oleh bu Diah yang juga melakukan hal yang sama.
“Semoga Alya segera pulih ya mbak, bu. Semoga tidak ada penyakit serius di tubuh Nadine sehingga Nadine bisa kembali sekolah seperti biasa.”
Harap bu Diah.
“Amiin ya rabb”
Alya dan Ibu Kartika menjawab serempak.
Lalu kedua guru Nadine itu berjalan menuju pintu ruang rumah sakit yang di ikuti oleh Alya dan ibu Kartika.
“Nanti kalau sudah pulang dari rumah sakit, Nadine istirahat di rumah saja dulu. Agar kondisinya bisa benar-benar pulih”
Bu Pratiwi berkata.
‘Iya buk, terima kasih atas pengertiannya”
Jawab Alya.
Lalu bu Kartika menyalami kedua guru Nadine itu yang diikuti Alya yang mencium tangan kedua guru itu lalu mereka meninggalkan ruangan tempat dimana Nadine dirawat.
A story by Ryunee Samaya
Menghadapi kenyataan yang menyakitkanSepeninggalan kedua guru Nadine, Alya mengajak bu Kartika untuk kembali duduk di sebelah ranjang Nadine. Ada raut khawatir di wajah keduanya. Kekhawatiran yang sama yaitu tentang hasil pemeriksaan Nadine.“Semoga Nadine cepat sembuh ya Al. Ibu gak tega lihat Nadine seperti ini. Ibu takut Nadine kenapa kenapa.”Ujar bu Kartika dengan suara serak.“Alya yakin Nadine bisa segera sembuh buk Tenang saja.. Yang penting sekarang kita berdoa. Memohon pada Allah untuk kesehatan Nadine.”Jawab Alya. Gadis itu berushaa menenangkan sang ibu.Bu Kartika menggenggam tangan Alya yang diikuti oleh Alya yang juga menggenggam tangan sang ibu. Keduanya saling berpandangan namun tak sepatah katapun yang keluar dari mulut keduanya. Mereka hanya saling memandang dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Lalu keduanya larut dalam
Alya, You are not aloneAlya berjalan pelan menelusuri bangsal rumah sakit dengan langkah gotai. Fikirannya masih tertuju pada kata-kata dokter Ridwan.‘Delapan juta! Nominal yang tidak sedikit untuk orang seperti Alya. Bagaimana ia bisa mendapatkannya dalam waktu yang singkat?’Di depan Alya tampak kursi tunggu pasien. Gadis itu berjalan mendekati kursi dan duduk di salah satu kursinya. Mungkin ada baiknya ia menenangkan diri dulu. Fikirannya yang kalut tentu akan memberikan efek yang tidak baik pada ibunya nanti. Sebaiknya ia menenangkan diri dulu sebelum menyampaikan kondisi kesehatan Nadine pada ibu agar ibu tidak ikut-ikutan panik.‘Pletaak’Bunyi benda jatuh di belakang Alya. Gadis sembilan belas tahun itu menoleh. Tampak seorang ibu yang sedang menggendong anaknya berusaha meraba-raba tongkat yang jatuh tapi tak berhasil
Langkah kaki Alya sampai di depan pintu ruangan Nadine. Gadis manis itu sejenak menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lalu tangannya meraih gagang pintu menuju ranjang Nadine.Disana sang ibu sedang duduk dengan raut wajah khawatir. Rasa sedih kembali menyeruak di hati Alya.‘ Bagaimana perasaan ibu kalau aku ceritakan tentang keadaan dan biaya pemeriksaan Nadine’Alya berkata dalam hati.“Nadine belum siuman buk?” Kata Alya.Bu Kartika yang tak menyadari kedatangan anak sulungnya itu menoleh ke arah Alya dan segera ia menghapus air mata di kedua pipinya agar Alya tak melihatnya.“Eh, iya Al, Nadine belum siuman. Kata susternya mungkin sebentar lagi.”Jawab ibu dengan senyum dipaksakan.Alya tersenyum untuk menutupi gundah hatinya. Ia menarik kursi yang ada di sebelah sang ibu dan menghempaska
Alya baru saja menyelesaikan sholat magribnya saat pintu rumah diketuk dari luar. Gadi muda itu bergegas membuka mukena, melipatnya asal-asalan dan segera menuju pintu. “Assalamualaikum” Ujar seseorang dari luar sana dan sepertinya Alya mengenal suara itu. “Waalaikumussalam” balas Alya sambil membuka kunci pintu dan membukanya. Tampak dihadapannya bu Santi tetangganya sedang berdiri mengenakan baju daster warna merah dan sebuah mangkuk di tangannya. “Iya buk” Kata Alya sambil mempersilahkan tetangga sebelah rumahnya itu masuk. “Habis sholat ya Al” sapa bu Santi seraya masuk ke dalam rumah dan duduk di sebuah kursi usang yang ada disana. “Iya buk, abis sholat magrib tadi” jawab Alya. “Oh iya, tadi ibu dengar ada suara air hidup di belakang, ibu fikir kamu sudah pulang. Alya mengangguk sambil tersenyum. “Ini Al” kata
Jam di tangan Alya menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit saat motor yang dikendarai bu Santi berhenti di sebuah rumah mewah yang ada di komplek sebelah. Alya melepaskan helm lalu turun dari motor sedangkan bu Santi juga melepaskan helm hijau dari kepalanya lalu merogoh saku bajunya dan mengeluarkan secarik kertas dari sana.“ Kayaknya bener ini rumahnya Al.”Ujar bu Santi dengan mata yang masih memandang ke secarik kertas yang di pegangnya.Alya agak mendekat ke bu Santi yang belum turun dri motornya lalu melihat alamat yang tertulis di secarik kertas yang di pegang bu Santi.‘komplek kenanga blok sembilan nomor 35.’Alya membaca dalam hati alamat di kertas yang dipegang bu Santi.“Iya bu, sesuai dengan alamat yang diberikan wak Kalsum”Kata Alya mengiyakan perkataan bu Santi.Bu santi mengangguk lalu turun dari motornya da
13. “Syaratnya apa tante?” Alya tak sabar mendengar lanjutan kalimat tante Altum. Teringat olehnya Nadine yang terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit dan wajah tua ibu yang pastinya menunggu kabar baik darinya. “Syaratnya gampang kok. Gampang dan enak” Sekali lagi tante Altum menampakkan senyum culasnya pada kedua perempuan dihadapannya ini. Alya dan bu Santi salin berpandangan saat mendengar apa yang dikatakan tante Altum. “Loe boleh pinjem sama gue berapapun yang loe mau asalkan loe mau kerja sama gue” Ujar tante Altum sambil memandang Alya dengan intens. “Kerja? Kerja apa tante ?” tanya Alya sedangkan raut wajah bu Santi yang ada di samping Alya sudah menampakkan perubahan karena ia mengerti pekerjaan apa yang akan ditawarkan tante Altum kepada gadis muda seperti Alya. “Kerja di cafe gue yang baru. Minggu
14.Hari masih pagi saat Alya turun dari angkot yang membawanya ke rumah sakit tempat dimana Nadine dirawat. Ia memberikan beberapa lembar ribuan kepada supir sebagai ongkos perjalanan. Gadis itu memandang bagian depan rumah sakit yang di cat warna putih tulang. Perlahan ia melangkahkan kakinya memasuki gerbang rumah sakit. Beberapa mobil dan motor terlihat masuk dan keluar parkiran rumah sakit. Beberapa orang juga tampak berjalan keluar masuk pada pintu yang telah disediakan. Rata-rata mereka menunjukkan wajah sedih, mungkin mereka memikirkan keluarga mereka yang sedang dirawat di rumah sakit ini. Sama seperti Alya yang bingung dengan biaya pemeriksaan lanjutan Nadine. Kalau banyak orang bilang sangat sulit menemukan wajah bahagia di rumah sakit, mungkin kalimat itu benar adanya. Memang nyatanya hanya wajah sedih dan tegang yang kita temui di rumah sakit. Hampir tak bisa menemukan raut bahagia di rumah sakit kecuali rumah sakit persalinan yang mungkin awal masuk akan menunju
15.“ maaf sus, tapi... kami belum membayar biayanya” jawab Alya.“Tapi biasanya kalau dari dokter sudah mengintruksikan untuk melakukan tindakan lanjutan berarti seluruh biaya sudah diselesaikan ibu, mbak.”“Maksudnya sus?”tanya Alya tak mengerti sedangkan bu Kartika yang tak mengerti apa-apa hanya melongo.“Iya, kalau sudah ada catatan dari doketr untuk mengadakan tindakan selanjutnya berarti semua biaya sudah dibayarkan.” kata suster.“Tapi kami belum membayarnya dok”sekali lagi Alya berkata kalau ia belum membayarkan biaya pemeriksaan lanjutan Nadine.“Kalau masalah itu saya kurang tahu mbak. Untuk lebih detailnya mungkin mbak bisa tanyakan pada bagian administrasi di depan” Kata suster.“Kalau begitu saya kesana dulu ya mbak” kata Alya. 
29.PENJELASAN OMA ROSIELangit menginjak rem dan mobil berhenti di sebuah taman tempat bunda Widya mengajak anak-anaknya bermain saat Langit dan Tasya masih kecil. Langit menghela nafas dengan kasar tanda emosinya belum terlalu stabil. Beberapa kali ia mengusap wajah untuk menghilangkan rasa kesalnya atas apa yang terjadi hari ini. Lalu ia melirik Dyana yang duduk di sampingnya tanpa suara. Gadis itu hanya diam, tak ada lagi luapan kemarahan seperti yang ia tunjukan di jalan tadi. Sungguh Dyana terlihat sangat cantik dalam keadaan seperti ini. Sifatnya yang seperti inilah yang dulu membuat Langit jatuh cinta padanya. Sifat yang hampir sama dengan dia... ah, Langit tak mau mengingatnya lagi. Langit mungkin mencintai Dyana tapi tak pernah bisa untuk setia. Karena dendam masa lalunya pada seseorang membuatnya menjadi angkuh dan arrogan.“Ehm...”Langit mencoba menarik perhatian Dyana yang tampak enggan bersuara dan b
PERTENGKARAN LANGIT DAN DYANA“Omaaa...”Alya memandang oma seakan meminta penjelasan.“Oma apa-apan sih?”Kali ini Langit yang bersuara. Sedangkan Dyana tak berkata apa-apa hanya menoleh ke arah Langit. Dengan muak merah padam tanda menahan marah ia memandang kekasihnya itu untuk meminta penjelasan. Sementara Danie, mbok Darmi dan pak Darto saling berpandangan karena apa yang dikatakan oma benar-benar mengejutkan mereka semua.“Kenapa? Semua kaget ya mendengar apa yang oma katakan?”Kata oma enteng seperti tak ada beban.“Maaf kalau kalian kaget, terutama kamu ya Dyana”Kata oma dengan senyum jahatnya.“Oma sudah mendiskusikannya dengan Langit dan Alya dan mereka tak keberatan atas perjodohan ini, ya kan Alya, Langit?”Sangking
PERNYATAAN MENGEJUTKAN DARI DARI OMA ROSIE‘Ya Allah, rupanya laki-laki angkuh ini’ pekik Alya dalam hati.Sementara Langit juga tak kalah kagetnya melihat gadis yang sudah mempermalukannya di depan umum beberapa waktu yang lalu ada di rumah omanya.‘Ini gadis kampung yang menolong oma kemarin kan? Yang mempermalukan gue di jalan waktu itu’ kata Langit dalam hati.‘Kenapa dia ada di rumah oma?’ fikir Langit.Belum sempat keduanya berfikir panjang, Dyana kembali mendekati Alya dan kembali menyerangnya. Alya pun tak tinggal diam ia juga berusaha membalas pukulan membabi buta Dyana. Langit dan Danie kembali berusaha melerai mereka. Kali ini Langit memeluk Dyana dan Danie menarik tubuh Alya agar menjauh dari Dyana.“Stop Dy, kamu kayak orang gak waras!”bentak Langit sambil terus me
26.“Kamu!”Lalu tangan gadis yang sudah merambah dunia model internasional itu kembali terayun. Bukan untuk memukul mbok Darmi tentu saja tapi memukul orang yang sudah mendorongnya tadi tapi tangan Dyana ditahan oleh seseorang yang sudah menolong mbok Darmi tadi dan menahan tangan Dyana saat model cantik itu hendak melepaskan tangannya.“Lepasin tangan saya!” teriak Dyana.“Saya gak akan tinggal diam kalau kamu nyakitin mbk Darmi!” jawab orang itu.“Kamu siapa? Jangan ikut campur urusan saya”bentak Dyana pada orang yang masih memegang tangannya itu.“Saya harus ikut campur karena kamu sudah buat kekacauan di rumah ini”Jawabnya lagi.“Shut up! Gak usah sok belain orang lain. Kamu siapa? Anaknya pembantu tua ini? Berani kamu sama saya! Tanya sama ibu kamu ini siapa saya!” bentak Dyana marah.“Saya gak perduli siapa k
Langit mengusap wajahnya berkali-kali setelah melihat video di handphone Danie. “Siapa yang kirim?” tanya Langit pada Danie. “Pak Darto, kayaknya tu perempuan sekarang masih disana Lang” kata Danie. “Nekat banget itu perempuan. Gue fikir dia gak bakal berani kesana sejak accident sama oma waktu itu” jawab Langit. “Loe kayak gak tahu sifat Dy lang. Diakan orangnya suka nekat” “Iy, gue tahu dia nekat tapi gak nyangka bakal senekat ini” Jawab Langit lalu laki-laki berhidung mancung itu menyambar jas di atas meja dan mengenakannya. “Loe mau kemana Lang?” “Ya ke rumah oma, kemana lagi” Kata Langit sambil bergegas menuju pintu keluar. “Gue ikut Lang” kata Danie sambil berjalan menyusul Langit yang sudah menuju ke luar ruangan” *** DI RUMAH OMA “Kamu jangan bohong ya mbok. Cepetan kasih tahu saya La
24.“Please move on Lang. Lupakan Alana. Jangan melampiaskan sakit hati loe sama Alana dengan menyakiti perempuan-perempuan lain yang ada di sekeliling loe. Mereka gak tahu apa-apa Lang. Loe harus...”“Cukup Dan! Gue minta jangan pernah bahas dia lagi!Langit menggebrak meja.“Loe minta gue buat gak bahas tentang Alana lagi tapi loe gak pernah mau membuang semua kenangan tentang dia dari hati loe! Itu namanya munafik!”Bentakan Langit di balas telak oleh Danie.Langit terdiam. Dia tak bisa berkata apapun untuk membantah ucapan Danie karena semua yang dikatakan Danie adalah benar. Langit tak mau membahas tentang Alana Langit juga membuang semua benda kenangan bersama gadis itu tapi sayangnya ia tak pernah sanggup membuang semua tentang gadis itu dari hati dan fikirannya. Secara fisik dia mahluk bebas yang bisa melakukan apapun tapi secara psikis ia terpenjara. Terpenj
23.“Loe gila ya!” Maki Danie pada sahabat dekatnya itu sedangkan orang yang dimaki tampak terlihat dengan santai menghisap rokok yang ada di sela jarinya.“Loe yang tu kalau melakukan sesuatu gak di fikir dulu ya Lang. Bisa-bisanya pulang dari luar kota bukannya istirahat malah ketemu sama si Dyana itu” kata Danie sewot.Langit melirik sahabatnya lalu tertawa melihat reaksi Danie yang berlebihan.“Reaksi loe lebay banget Dan! Lagak loe kayak gak pernah dengar gue ngamar aja ” kata Langit santai.“Bukan masalah loe ngamarnya Lang. Gue tahu loe udah ngamar berapa puluh kali sama si Dyana atau... sama perempuan-perempuan lainnya dan gue gak bisa batasi hidup loe. Cuma yang gue sesalkan itu loe ngelakuin kerjaan laknat itu di waktu yang gak tepat” jelas Danie.“Maksud loe?” tanya Langit tak mengerti.
22.“Maaf pak. Permisi” kata Adelia pada laki-laki itu. Laki-laki yang ternyata Danie itu terkejut melihat mata Adelia yang merah dan suaranya yang serak seperti habis menangis. Belum sempat ia berkata apapun Adelia sudah berlalu meninggalkan ruangan Langit. Danie yang masih terlihat kaget masuk ke dalam dan mendapati Langit sedang merokok di atas sofa.“Itu kenapa Adelia Lang ?” tanya Danie.“Memangnya kenapa?” Langit balik bertanya tanpa melihat ke arah Danie,“Itu kenapa dia nangis?” tanya Dannie lagi.Lalu ia melihat Jas Langit yang tergeletak di sofa dan tiga kancing baju kemeja sahabatnya itu sudah tak terkancing sempurna. Melihat itu timbul fikiran negatif di otak Danie. Ia berjalan mendekat ke arah Langit dan berkata.“Loe gak macem-macemin dia kan Lang?”Langit tak menjawab pert
“Oh, ehm... maaf pak. Saya... tidak tahu kalau bapak sudah datang. Saya fikir ruangan kosong jadi saya mau beres-beres sebentar” katanya terbata-bata.Langit menatap wajah ketakutan di hadapannya lalu melirik tumpukan map yang dibawanya dan ia menunduk sambil memijat dahi dengan tangan kanannya.‘Siapa perempuan ini, sepertinya aku tak pernah bertemu dengannya’Fikirnya dengan tangan masih memijat dahi.“Sekali lagi saya mohon maaf pak Langit. Saya fikir bapak belum datang karena hari masih pagi jadi saya masuk tanpa mengetuk pintu. Sekali lagi saya mohon maaf atas kelancangan saya pak”Sekali lagi dengan wajah menyesal perempuan ini meminta maaf.“Kamu siapa? Saya gak pernah lihat kamu disini”Kata Langit tanpa melihat ke arah perempuan itu.“Sayaa...Adeli