Share

Bab 79

Penulis: Silla Defaline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dengan segala rencanaku aku pindah ke sebuah kota yang menurutku lebih tenang. Semua kulakukan sendiri mulai dari mengurus kepindahan kependudukan hingga mencari tempat tinggal baru.

Di sini aku mencari pekerjaan baru. Aku benar-benar memulai semuanya dari nol.

Semua ini aku lakukan untuk menghindari orang-orang yang berpotensi bisa menyakiti hatiku dan juga putriku. Aku juga ingin menjauhi Rangga yang bisa saja menjadi Malapetaka baru.

Jujur saja aku tak ingin jika orang-orang melanjutkan gosip tentang diriku dan Rangga. Kemarin belum juga menikah orang-orang sudah membicarakan diriku dan tentu saja memojokkan aku. Padahal sebenarnya aku tak membutuhkan orang-orang seperti Rangga. Daripada berdampak buruk lebih baik kuhindari saja semuanya. Mencari dunia baru itu lebih baik.

Di sini aku menata hidup kembali.

Dengan persiapan yang matang Di sini aku menemukan sebuah pekerjaan dengan gaji yang belum terlalu besar, tapi insya allah masih bisa mencukupi kebutuhan ku dan clara.

Kehidupa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 80

    "Nak Vina masih punya uang nggak? Boleh Ibu pinjam barang sebentar?" Bu Ratih menghampiri Vina dengan raut muka pucat. Sepertinya kesehatan wanita paruh baya itu sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja.Vina mengerlingkan mata merasa tak senang dengan pertanyaan itu."Ibu mau apa sih tanya-tanya uang aku?" respon Vina seperti menyepelekan."Maksud ibu kalau kamu masih punya uang, ibu mau pakai sedikit aja buat suruh Dira beli sesuatu yang bisa kita makan. Di kulkas persediaan lalu kita udah nggak ada lagi.""Lo, Ibu kok mintanya sama aku? Kenapa nggak minta sama anak Ibu aja?""Valdi lagi nggak ada duit, Nak," bu Ratih menjawab lirih."Aduh tuh anak ibu emang kagak becus cari nafkah! Masak ngehidupin istri satu aja ngos-ngosan! Nggak nyangka aku bakalan jadi kayak gini!" Vina menggerutu."Eh, Bu, atau gini aja, ntar aku minta uangnya sama Mas Valdi, nah udahnya ntar baru Ibu ajak tuh Dira buat beli apa aja kek buat makan. Tapi ingat beli mentah aja, biar ntar ibu yang masak di rumah

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 81

    Bab 81"Hai mbak Vina, Mbak Vina itu nyadar diri ya, belagak banget ngusir ngusir kami dari sini! Masih untung kakak aku mau nikahin janda kayak kamu!" Dira mengomel."Aku ini lagi hamil anak kakak kamu, Dira! Jadi jangan macam-macam.""Aku nggak peduli kamu hamil atau apa, yang jelas sejak Kakak aku nikahin kamu kakak aku nggak pernah lagi rutin kasih uang sama kami, sama ibu juga nggak pernah! Nggak kayak dulu! Kamu emang biangnya, Mbak Vina!" Dira sama sekali tidak mau kalah."Capek-capek Ibu aku ngurusin Mas Valdi dari kecil, tapi udah besar kayak gini malah diperbudak sama kamu buat cari uang buat menuhin kebutuhan kamu juga. Nggak tahu diri! Padahal seharusnya kami yang lebih berhak," Dira terus saja bicara tanpa menelan ludah.Vina mendengarnya merasa panas hati. Tidak mau dan tidak terima di kata-kata demikian."Jadi mau kalian Valdi nggak usah kasih uang sama aku kasih sama kalian aja semuanya gitu?" Tatapan mata Vina melirik ke arah bu Ratih dan Dira secara bergantian."Jel

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 82

    Bab 82"Ya wajarlah kalau Valdi mengusir Vina! kenapa ya kita selalu aja dapat ipar-ipar yang kelakuannya buruk semua?" Salma dan Mel bercengkrama."Iya dih. Mentang-mentang dia cantik, adik kita dia bikin sesuka hati. Dia pikir kita rela apa adik laki-laki kita dibikin budak kayak gitu. Mungkin aja dia memang nganggap kalau Valdi itu tukang cari uang aja. Nggak mau menghormati suami, nggak mau menghormatin keluarga suami juga. Sama kita-kita juga nggak sopan. Iih, ntar lebih baik kita suruh Valdi buat buang aja wanita kayak dia ke tong sampah," Mel berbicara tidak kalah mencibir."Kalau menurut cerita Dira kayaknya Vina tuh sering bilang kalau dia bersikap seolah kayak enggak butuh Valdi aja. Sok banget gitu cara ngomongnya," ujar Salma."Ibu juga sering bilang Vina suka menyinggung soal masalah aku sama Fahri juga. Padahal aku sama Mas Fahri kan emang beda konteks. Emang Mas Fahri yang salah. Kalau masalah dia sama Valdi itu jelas-jelas Valdi nggak salah. Yang salah dia sendiri kok

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 83

    Bab 83Salma benar-benar merasa kasihan terhadap dirinya sendiri. Ia meratapi nasibnya yang tidak bisa dibilang baik-baik saja.Ia tak henti bertanya-tanya mengapa dirinya selalu saja terlilit hutang. Ditambah lagi dengan sang suami yang bertingkah seolah sudah tak peduli lagi.Seketika wanita itu teringat pada sosok Rika, wanita yang ia benci. Entah kenapa bagi Salma rikalah yang menjadi dalang semua dari ketidakberuntungan hidupnya."Pokoknya aku nggak mau tahu aku perlu uang uang itu, Sal. Udah untung aku mau kasih toleransi 3 bulan belakangan. Masak kamu belum juga dapat uangnya? dan sekarang mau nggak lagi?" Bu Yuni berceloteh menjengkelkan Salma."Ya aku harus gimana lagi Bu, aku benar-benar gak punya uang sekarang?" Salomah tidak tahu kata-kata apa lagi yang bisa ia lontarkan untuk menjawab ocehan Bu Yuni."Kamu sih cuma bisa ngomong Rika aja. Ternyata kamu sendiri lebih parah," cibir Bu Yuni."Nggak usah banding-bandingin aku sama Rika dong Bu. Jelas aku sama dia beda. Dulu tu

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 84

    "Ya udahlah kalian nggak usah percaya lagi sama tuh Salma. Selalu selama ini tahu nggak kalian itu dibohongi sama dia!" "Tuh majikan aku udah jadi korbannya. Salma dulu kan sering bilang dan ngumbar-ngumbar berita buruk tentang si Rika. Tapi tahu nggak kalian ternyata sama sendiri tuh jauh lebih buruk daripada Rika, Si mantan ipar yang selalu ia jelek-jelekin. Utang dia sana majikan aku udah berbulan-bulan gak paje dibayar. Pokoknya pelajaran bagi kita deh, kalo dia mau pinjem duit nggak usah dikasih kalau nggak mau rugi!" ucap Giyem, art sebelah rumah."Bagi aku sih jauh lebih mending Rika daripada Salma. Si Rika yang aku tahu emang beneran punya pekerjaan bagus. Sedangkan Salma, aku ggak pernah liat dia bekerja. Udah gitu kalau sama kita omongannya gede mulu. Pakai acara pamer-pamerin duitnya yang katanya banyak, terus terusan juga ngebanggain faldi. Padahal setahu aku faldi baru aja dipecat dari perkantoran tempat dia kerja selama ini! pinter bohong si Salma,"Dada Salma dag dig

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 85

    Bab 85"Kamu beneran kurang ajar, Vina! Gara-gara kamu Valdi jadi nggak peduli lagi sama kami! Gara-gara kamu juga Valdi kehilangan pekerjaan!" Salma menghardik.Vina menatap Salma dengan tetapan heran. Sikap-sikap Salma yang blak-blakan dalam hati membuat Vina tertawa. Sebab bagi Vina orang seperti Salma tampak begitu kampungan dalam mengekspresikan sifatnya."Kenapa kamu malah nyalahin aku Kak Salma? Apakah Kak Salma Nggak bisa mikir penyebab kenapa Valdi kehilangan pekerjaannya?" Tanya Vina."Emang mau mikirin yang kayak gimana lagi? Udah jelas-jelas kamu yang jadi penyebabnya. Semua berubah setelah Valdi nikahin kamu?" Serobot Salma"Aduh bener-bener nggak bisa gitu dong, Kak! Seharusnya Kakak itu bisa mikir kayak gini, Kenapa Valdi bisa dipecat? Ya itu karena faldi sendiri yang bodoh! Artinya kemampuan Valdi nggak cocok di bidang itu! Bukan karena gara-gara aku! Tuh Di sini aku jadi korban loh, seandainya aja dulu aku tahu kalau faldi kayak gini, nggak ada apa-apa, mana keluargan

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 86

    Bab 86Pov RanggaAku menatap ke kursi dan meja yang ada di hadapanku. Meja dan kursi itu telah kosong sejak beberapa waktu yang lalu. Hati ini terasa sakit bila mengingat wanita yang pernah duduk di posisi kursi itu.Rika! Wanita itu telah menghilang tanpa jejak, tanpa memberitahuku sebelumnya, dan juga ia pergi dengan mengabaikan lamaranku padanya.Mengapa dia tak percaya padaku? Mengapa dia tak memikirkan bagaimana perasaanku? Apa Aku ingin selalu membosankan baginya? Apa dia pikir aku ini hanya main-main saja?Oh ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? "Selamat siang, Pak! Boleh aku titip salam dati Dira, khusus buat Pak Rangga!" Senyum Melia mengembang mendekatiku."Oh iya tentu dalam dari aku juga, dong! Penggemar setia Pak Rangga," celoteh Melia berbisik manja.Ada apalagi dengan mereka-mereka ini? Ucapan Melia yang menyebut nama Rika membuat hatiku sedikit tak nyaman, sebab keluarga Dira telah menorehkan luka di hati Rika. Entah mengapa, rasanya aku menyimpan dendam pada siapap

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 87

    Pov VinaKeluarga itu mengusirku. Mungkin saja mereka pikir aku tidak punya tempat untuk kembali pulang. Mereka keluarga yang benar-benar tidak bisa menghargai orang. Tanpa mereka tahu aku justru merasa bersyukur dengan pengusiran yang dilakukan oleh Salma. Dengan mereka yang mengusirku, aku bisa pergi dari rumah ini dengan tanpa harus mencari alasan lagi. Jika orang-orang bertanya maka orang-orang itu bisa melihat jika akulah yang menjadi korbannya di sini.Aku memesan sebuah mobil taksi untuk membawa barang-barang pribadiku. Kulihat beberapa pasang mata melihat aneh kepada mereka. Untuk tidak memicu aura negatif, Kakak sudah seharusnya aku memasang wajah sedih dan patut untuk dikasihani.Sebelum aku benar-benar pergi, beberapa orang menghampiriku dan menyarankanku untuk bersabar dan memberi pesan padaku untuk berhati-hati.Aku tidak keberatan dengan saran mereka, yang penting aku tidak terlihat buruk di mata mereka.Huuh... Di perjalanan itu aku menghubungi mas Fahri, laki-laki y

Bab terbaru

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 147

    Bab 147Beberapa tahun kemudian...Aku dan Rangga baru saja keluar dari sebuah area sekolah berbasis internasional terkemuka di pusat ibukota. Iya Clara anakku sekarang sedang menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Di sekolah berbasis internasional itu Clara telah mengukir berbagai prestasi. Hingga membuatnya mendapat beasiswa. Bahkan prestasi yang telah dia dapatkan membuatnya bisa mendapatkan beasiswa hingga ke fakultas kedokteran nanti. Itu adalah salah satu kebahagiaan terbesar yang pernah aku miliki. "Sedangkan disampingku, seorang pria tampan nan gagah tengah mendorong stroller dengan seorang bayi lucu yang tengah berada di dalamnya. Sesekali terdengar gelak tawa lucu menggemaskan yang berasal dari sang baby. Pria tampan yang sedang mendorong stroller itu adalah Rangga. Ya, kalian tidak sedang salah baca, pria itu adalah Rangga.Iya orang-orang mengatakan jika sekarang aku dan Rangga adalah sepasang suami istri. Akan sulit untuk dipercaya mengingat dulu kami hanyalah rekan bi

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 146

    Bab 146Apapun yang terjadi, aku tak akan pernah mengabulkan permintaan keluarga mereka untuk mencabut laporan itu. Apapun alasannya! Hingga keputusanku membuat mereka kelihatan seperti enggan untuk menghampiriku lagi. Tapi tidak mengapa aku justru bersyukur dengan sikap mereka demikian. Menurutku akan jauh lebih baik dihindari oleh orang-orang seperti mereka, lebih baik dianggap jahat daripada dianggap baik tapi selalu dimanfaatkan. Mungkin saja mereka berpikir jika aku bisa kembali bersikap seperti dulu. Tapi itu tidak akan pernah terjadi lagi. Sikap Valdi terhadap putriku telah menghancurkan semuanya. Laki-laki itu tidak pernah bisa menjadi Ayah maupun suami yang baik. Lebih baik Aku mengucapkan selamat tinggal kepada pria model begitu.***Beberapa waktu telah berlalu semua vonis yang ditujukan kepada Valdli resmi diputuskan oleh hakim. Karena kesalahan yang telah Dia berbuat maka dia harus menuai hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa ada keringanan dari pihak manapun.

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 145

    Bab 145"Eh, Pa. Papa ngapain kesini? Udah Papa pulang duluan sana. Aku masih mau nemuin temen aku." Ucap Mel dengan terburu-buru."Dek, kok kamu ngomong kayak gini? Panggilan tiba-tiba berubah. Biasa panggil "Mas", kok sekarang bisa panggil"Papa"?" Suaminya nampak heran. Namun Mel dengan cepat cepat memberi isyarat pada suaminya untuk diam segera."Heyy... Aku bilang kamu pulang dulu, banyak bicara banget, pulang dulu ganti baju sana. Kok kucel banget!" Mel mengomel. Meski omelan itu tidak terlalu keras namun kami masih bisa mendengar dengan baik.Sebenarnya aku mau tertawa mendengarnya, selama yang aku tahu, Mel memanggil suaminya bukanlah dengan panggilan Papa melainkan Mas. Aneh saja mendengar panggilannya berubah tiba-tiba begini."Dek, Mas cuma mau ambil kunci kontrakan," Ucap suaminya."Ooh, kunci kontrakan kita, bentar," Mel merogoh tas."Nih! Cepat pergi sono!" Usir Mel setelah menyodorkan kunci.Mungkin melihat raut muka Mel yang sangat berubah naik pitam, suami Mel langsu

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 144

    Bab 144"Lho Mel, limit tarik tunai via atm kan cuma bisa sebatas sepuluh juta? Kok kamu bisa narik lima puluh juta sekaligus sih?"Ha... ha... aku ikut terkekeh mendengarnya. Pertanyaan Dini memang menyerang mental."Nggak, nggak, maksudku bukan gitu, Ah udahlah lupakan kata-kata aku yang tadi," ujar Mel."Maaf banget ya, Din. Aku tadi cuma pengen pinjem uang gitu sama kamu, soalnya kan nggak lama. Sampai sore besok aku kembaliin," ujar Mel kembali."Mana ada aku uang segitu Mel, gaji aku juga cuma UMR. Lagian juga penghasilan kamu dan suami kamu kan udah puluhan juta. Masa iya kamu nggak malu bilang mau pinjam sama karyawan yang gaji UMR kayak aku. Kalau kamu sama suami kamu emang punya gaji gede, Nggak mungkin lah mau pinjam sama aku. Aneh," ujar Dini."Eh kamu nggak usah ngomong kayak gitu Din. Aku bilang pengen pinjam sama kamu tuh karena uang aku barusan aja dipinjam sama orang." "Loh kamu udah tahu kalau kamu sedang butuh uang kenapa malah minjemin orang?" sambar Dini."Idih k

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 143

    Bab 143"Mel, kamu dimana sih sekarang? Udah lama banget nggak ngeliat kamu? Aku liat kontrakan yang lama udah kosong tuh," salah seorang perempuan muda berkata pada Mel."Aku enang udah lama pindah, Say. Kamu aja yang ketinggalan informasi. Aku udah pindah ke rumah baru aku," ucap Mel."Rumah baru? Kamu udah punya rumah sendiri, Mel?" Teman wanitanya kembali bertanya."Ya iya, dong. Aku udah bosen hidup di kontrakan mulu. Jadi Alhamdulillah Tuhan kasih rezeki lebih, jadi aku bisa membangun rumah tiga lantai, Say. Alhamdulillah banget aku bisa bikin rumah mewah ala-ala klasik gitu lho, yang ada pilar-pilarnya," Mel bercerita bangga.Mungkin saja Mel tidak menyadari jika aku ada di dekat mereka. Aku memang duduk di kursi agak pojokan, sendirian saja. Sedangkan dia ada di sebelah kanan, jarak satu meja denganku. Aku pura-pura tidak melihatnya. Lagipula apa yang dia katakan juga tidak ada urusannya denganku."Rumah tiga lantai? Waw, kamu keren banget, Mel. Di mana itu rumah kamu? Boleh d

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 142

    Bab 142Setelah aku mendengar rentetan cerita yang diceritakan secara detail oleh Rangga, tentang bagaimana kronologi aku mendapatkan informasi penting itu dari Melia, barulah aku bisa percaya. "Nah sekarang kamu tentu sudah tahu apa yang akan kita lakukan setelahnya, kan? Tapi tenang saja kamu tidak perlu membuang-buang banyak waktu untuk mengurus semua masalah ini. Kamu hanya butuh istirahat sekarang, untuk masa penyelesaian masalah tersebut biar kami yang melakukannya." ujar Rangga.***Aku baru saja keluar dari ruang sidang. Lihat beberapa wajah yang mungkin saja kecewa dengan apa yang terjadi dengan sidang siang ini. Beberapa diantara mereka memang menelan karena kejahatan mereka benar-benar terkuak dan mereka akan sulit sekali untuk mengelak. Rangga memang bisa mengumpulkan informasi sedetail mungkin. Apa yang telah dipersiapkan olehnya memang berdampak positif pada jalannya sidang. Mereka dibuat kalah telak dengan bukti-bukti yang ada di pihak kami. Sebentar kemudian samar-sa

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 141

    Bab 141"Tentu saja. Ketika seseorang sedang membutuhkan pertolongan, sedangkan aku bisa untuk mengulurkan bantuan tersebut, maka tidak mungkin aku mengabaikannya. Demikian juga hal-nya denganmu," ucapku berusaha untuk menarik kepercayaannya."Sebenarnya...," Melia tidak melanjutkan kata-katanya, seperti ada keraguan pada wajahnya.Namun aku tetap sabar menunggunya untuk mengumpulkan keberanian terlebih dahulu."Pak, apakah anda benar-benar akan menolongku?" "Ya, bukankah tadi kamu bilang kalau kamu mencintaiku, jadi apa salahnya aku seseorang yang di mana aku ada di hatinya,"Melia tersenyum."Pak, Rangga. Karena tadi tadi anda juga bilang sudah membenci Rika, jadi kurasa aku harus jujur sama anda sekarang. Jujur saja sebenarnya perempuan itu terlalu berbahaya untuk didekati. Dia tak pantas untuk dijadikan teman apa lagi partner hidup. Karena bu Ratih sudah menceritakan semua rahasianya. Sebenarnya sebelumnya aku marah pada bu Ratih karena menceritakan aib Rika sama aku, tapi belaka

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 140

    Bab 140Aku tidak habis pikir dengan wanita ini, mengapa harus berkata seperti itu sedangkan dia sendiri masih mempunyai seorang kekasih."Oke, oke, terima kasih. Aku senang dengan kejujuranmu. Tapi sepertinya, kamu lebih baik berkata seperti itu sama Roy saja." Ucapku kemudian."Aku dan Roy akan segera putus. Aku tidak mencintainya sana sekali. Aku hanya mencintai anda Pak Rangga," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.Sebenarnya aku sama sekali tidak bersimpati dengan kata-kata yang dia ucapkan. Aku tidak bisa tertarik pada seseorang yang suka menghianati sebuah hubungan. Aku menganggapnya menghianati karena dia berkata seperti itu di tengah-tengah hubungannya dan Roy yang masih belum berakhir. Tapi untuk sementara biar ku hal yang lebih penting, jika kira-kira pembahasan ini bisa membuatku banyak mendapatkan informasi, maka aku akan melanjutkan. Ide segera muncul di otakku."Melia, kemarin aku melihat kamu bertemu dengan Bu Ratih dan Mel, ibu dan saudari Valdi. Kalau boleh tahu, apa k

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 139

    Bab 139Tengah berbicara, dering telepon Melia mengganggu obrolan. Cepat-cepat Melia melirik ke arah ponsel."Bu Ratih?" Kulihat matanya sedikit terperanjat.Dia menyebut nama Bu Ratih? Itu kan nama ibunya Valdi. Apa ada Bu Ratih yang lain. Sedangkan raut mukanya terlihat cemas dan sesekali ia menatapku.Aku pikir ada yang mengganggunya dari orang yang sedang menghubunginya tersebut."Sebentar, ya. Aku mau ngomong sama temenku. sebentar aja, kok," ucapnya sembari melangkah cepat menuju ke luar kafe. Aneh bin ajaib, cara berjalannya yang tadi agak terseok-seok, kini terlihat malah lancar sekali langkahnya. Tidak ada tanda-tanda menahan sakit sana sekali. Aku mulai curiga dengan wanita ini. Tapi untuk sementara aku menyembunyikan rasa ganjil yang mulai muncul.Melihat raut mukanya yang seperti panik tadi, aku tersentil untuk menelisik apa yang akan dia bicarakan pada seseorang yang tadi dia panggil Bu Ratih.Maafkan aku, kali ini aku terpaksa mencuri obrolan mereka. Kalau saja tadi aku

DMCA.com Protection Status