"Rik! Kok mukamu pucat sih? Baru saja aku datang dia sudah menyambut dengan pertanyaan.Emang tadi sebelum berangkat kerja sempat ini kepalaku agak pusing. Tapi melihat banyaknya kerjaan yang harus aku selesaikan hari ini, membuatku mau tidak mau harus tetap ngantor juga."Kepalaku agak pusing, Nia. Perutku juga kayak melilit banget. Aku gak tahu kenapa. Kurang fit banget nih.""Mungkin kamu belum sarapan kali. Kita ke kantin bareng mau nggak? Ntar aku yang traktir.""Makasih, Ni. Tapi kayaknya ntar aja, deh. Aku mau duduk dulu. Mataku agak berkunang-kunang." Aku menjatuhkan bobot tubuhku ke kursi."Hmmm, kamu capek banget kayaknya. Habis mikirin Pak Rangga, ya?"Ada-ada aja kamu ini nia! Kayak kurang kerjaan aja mikirin Rangga!""Tapi beneran, Rik. Kemarin ketika kamu gak masuk nampaknya pak Rangga kurang bersemangat tuh." timpalnya."Kali aja bukan karena aku, Ni. Kamu aja yang berpikirnya sembarangan,"Nia cuma senyum-senyum saja. Teman satu ini memang terlalu sering mencandaiku.
Bab 67Mata pak Rangga menatapku tajam. Ya Rabb, habislah aku dimarah oleh laki-laki seram ini."Pekerjaan kemarin sudah selesai?" tanyanya.Aku langsung bisa bernafas lega, setidaknya ia tidak bertanya soal guyonanku dan Nia barusan. Secepatnya aku mengambil semua lembaran yang selesai aku kerjakan. Kemudian bergegas mengirim file-fileku padanya.Lelaki itu hanya diam.Sedangkan kepalaku masih terasa pusing. Ditambah sekarang perutku terasa melilit. Pandangan mataku juga rasanya semakin kabur.Atau jangan-jangan ucapannya tadi ada benarnya. Aku harus sarapan lebih banyak supaya tenaga juga tersuplai cukup.Aku berusaha bangkit dari tempat dudukku. Agak sempoyongan memang."Rika kenapa kamu kelihatan lemah sekali? apa kamu sakit?" Tiba-tiba saja laki-laki sialan di depanku ini bertanya. Ingin sekali rasanya aku menjawab Aku begini karena terlalu banyak mengerjakan pekerjaan yang kamu beri.Tapi mengingat apa jabatannya di kantor saat ini aku jadi mengurungkan untuk bertanya terlalu a
Bab 68Samar-samar mataku terbuka. Tidak terlalu jelas namun aku bisa menangkap jika aku berada di sebuah ruangan putih dan bersih. Pandangan mataku menangkap sesosok bayang-bayang seorang perempuan berhijab yang tengah berada di dekatku. Kukedip-kedipkan mata untuk memperjelas Siapa yang kulihat.Ternyata dia adalah seorang wanita paruh baya berkerudung tengah tersenyum ke arahku. Parasnya cantik, meski ada beberapa kerutan di wajahnya wanita ini masih tetap kelihatan awet muda. Aku bingung Siapa perempuan ini? Mengapa tiba-tiba ada di dekatku? "Sudah siuman, Nak?" Tegurnya dengan suara lembut sekali."Dimana ini? Dan ibu siapa?" Tanyaku masih di ambang kesadaran."Kita sedang di klinik, Nak. Barusan Nak Rika pingsan." Ibu tersebut menjelaskan padaku.Aku coba untuk mengingat-ingat. Oh iya aku hampir lupa jika tadi Aku tinggal di kantor dengan keadaan tubuh yang kurang fit. Lambat laun ingatanku pulih kembali.Astaga ternyata aku pingsan. Lalu siapakah yang membawaku kemari? Nia,
Bab 69Uhukk! Uhuk! Aku terbatuk-batuk mendengar ibu tersebut bicara. Mengapa sampai berpikir demikian padahal sama sekali aku tak memiliki hubungan apapun dengan anaknya. Apa yang sudah Rangga ceritakan pada beliau? "Bu," Aku memulai pembicaraan setidaknya aku harus menjelaskan pada beliau tentang kebenarannya.Tok tok tok!"Assalamualaikum!"Baru saja Aku ingin memulai tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu diiringi dengan salam, pertanda seseorang datang."Waalaikumsalam dengan sigap Ibu tersebut berjalan menuju ke pintu.Seseorang masuk dengan senyum mengembang, di sampingnya terlihat Clara yang sedari tadi ku khawatirkan keberadaannya."Maa!" Anak lucu ini menghambur ke pelukanku.Rupanya tadi Rangga benar-benar menjemput putriku. Dan itu ia lakukan tanpa seizin ku terlebih dahulu? Seandainya saja tidak ada ibu ini pasti sudah kutanyakan mengapa Ia melakukan semua ini?"Bapak menjemput Clara?" Aku menatap Rangga.Rangga kembali tersenyum dan menganggukkan kepala."Kalau begitu
"Ih denger-denger si Pak Rangga atasan baru kita kayaknya lagi ngincar si Rika. Maklum kayaknya si janda kembang sukses menarik perhatian." Tanpa sengaja aku mendengar celotehan seseorang di kantin."Iya sih kayaknya Pak Rangga emang tertarik sama Rika.""Eh nggak ada salahnya juga sih kalau saling mencintai Ya kenapa nggak," ujar Rafli yang juga menimbuhi percakapan tersebut."Iya iya emang nggak apa-apa Tapi sikonnya kan Rika itu baru aja cerai dari suaminya. Kamu tahu nggak kenapa alasannya cerai? Aku tuh ya kemarin dengar-dengar rumornya tuh si Rika punya masalah sama keluarga mantan suaminya," ucap Melia yang sedari tadi bercerita. "Kebetulan gang rumahku nggak terlalu jauh dari gangnya rumah Rika dulu sama suaminya. Jadi gang rumahnya tuh udah rame banget gosip-gosip tentang Rika," Melia melanjutkan ceritanya."Salah kamu sih percaya sama gosip. Zaman sekarang tuh nggak usah percaya sama omongan tetangga lihat aja realnya gimana. Aku lihat selama ini Rika bukan orang macam-maca
Bab 71Pagi ini aku bersiap-siap lebih cepat. Di kantor sengaja aku lewatkan ruangan yang biasanya merupakan ruangan kantorku. Tujuanku adalah sebuah ruang yang khusus untuk ditempati oleh orang penting di perusahaan ini.Aku meminta izin kepada penjaga yang tengah bertugas.Seseorang kelihatan begitu serius menatap layar komputer di hadapannya. "Permisi! Boleh aku masuk?"Melihat kedatanganku, laki-laki itu mendadak menghentikan kinerjanya."Rika!" ucapnya spontan."Boleh aku masuk?" Ku ulangi perkataanku sekali lagi."Oke, baik, silakan masuk!"Aku melangkah masuk dengan sebuah map di tanganku."Silakan duduk!" ujarnya."Terimakasih!" ucapku."Ada apa, Rika? Apa kamu punya kendala dalam bekerja? Kau bisa meminta bantuanku.""Bukan, Pak! Masalahnya bukan itu.""Lalu?" Rangga mengernyitkan dahi."Aku ingin menyerahkan ini?" Aku meletakkan map yang kubawa ke atas meja tepat di hadapan Rangga."Apa ini?" Sembari berkata demikian ia membuka map tersebut.Aku diam saja. Biarkan dia mel
Bab 72Aku pusing dengan kemauan Rangga yang seperti setengah memaksa. Untuk apa dia mengajakku ke rumah orang tuaku? Pagi ini aku tak terlalu berselera untuk memasak atau melakukan apapun. Hanya kusempatkan diri untuk membuat bekal sekolah untuk Clara. Kebetulan hari ini Clara banyak jadwal les, kuserahkan semuanya pada Bik Inah, seorang pengasuh yang kupercaya untuk mengurus Clara. Seorang single parent yang terbiasa bekerja sepertiku, tentu sangat memerlukan bantuan seseorang cekatan seperti Bu Inah.Tiba-tiba terdengar klakson di depan rumah. Aku melongokkan kepala. Sebuah mobil yang tak asing berhenti tepat di depan rumahku."Rangga? Dia benar-benar datang? Darimana dia tahu aku tinggal di sini?"Tuuut ... Tuuut!Ponselku berdering.Nama Rangga terpampang di sana. Dia menelpon."Hallo!""Ya,""Aku sudah di depan rumahmu! Keluarlah!"Dengan muka kusut dan penampilan yang masih tak kalah kusut aku keluar. Buar saja aku menampakkan penampilan acak-acakan begini. Siapa tahu debgan b
Bab 73Ketika perjalanan menasuki area pegunungan. Aku mulai merasa menggigil kedinginan. Kurapatkan tubuhku dengan jaket.Tiba-tiba saja mesin mobil mati. Berulang kali Rangga mencoba untuk menghidupkan kembali namun hasilnya tetap saja nihil. Aku mulai was-was. Sementara hujan mulai turun. Apalagi karena terjebak macet, membuat perjalanan ini terasa lebih lama."Bagaimana kalau kita berhenti saja di sini sebentar, Rika!""Lebih baik kita menelpon seseorang siapa tahu ada yang bisa bantuin kita di sini. Ini hari udah mulai siang banget. Atau kalau nggak biarkan aku kembali pulang aja.""Tidak bisa begitu, Rika! Baiklah ayo kita berteduh dulu!"Rangga menunjuk ke sebuah cafe. Entah kesal ataupun apa aku tidak banyak berbicara. Sial saja hari ini harus bepergian dengan pria menyebalkan ini. Kuturuti langkah kaki pria itu. Hatiku mulai was-was, aku menutup diri Kenapa tadi harus menyetujui usulnya. Ya Tuhan alangkah bodohnya aku ini!Tanpa diberi komando aku memutuskan untuk duduk."K