"Nggak bisa dibiarin ini! Udah dua kali saldo-ku menghilang misterius kayak gini! Siapa yang ambil? Jahat beneeer!" Valdi stress memikirkan saldonya sudah habis tak bersisa."Mana aku udah gak punya pekerjaan lagi! Kalau gini kita mau makan apaa?" Valdi menggaruk-garuk kepala dan terlihat semakin g*la.Galau dan pusing bersatu dalam benak pria itu. "Mana BPKB mobilmu, Val? Cuma itu satu-satunya yang bisa kita jual," ujar Vina tanpa peduli Valdi yang tengah mondar-mandir kelimpungan."BPKB-nya gak ada, Sayang.""Lho, kok gak ada? Kamu gak mau kasih aku ya?" Vina berkacak pinggang."Bukan gitu, Sayang. Tapi... Tapi ini mobil aku ambil kredit, Vin," jawab Valdi agak ragu."Lhoo, bukannya dulu kamu bilang beli cash!" Vina sungguh merasa terkecoh."Maaf ... Maaf, Vin. Maaf banget." Valdi menangkupkan kedua tangannya."Berkali-kali kamu bohongin aku, Val! Tega kamu. Jangan-jangan uang kamu bukannya ilang, tapi emang sengaja kamu kosongin!" Vina menangis di buatnya."Lalu kamu nikahin aku u
Vina yang baru saja pertama kali datang ke klinik itu merasa sakit hati."Ini pasti udah gak beres, gimana bisa Rika sering dateng ke sini? Darimana dia dapet uang buat bayar di sini? Gaji dia kan kecil." batin Vina.Apalagi di dengarnya Rika mengambil perawatan yang lumayan sekali harganya, dan itu jenis treatment yang bukan selesai dalam sekali perawatan. Merasa kalah dalam hal perawatan, Vina memutuskan untuk mengambil jenis perawatan yang jauh lebih mahal.***"Rika! Ngapain aja kamu di sini?" Kudengar suara seorang perempuan menegur.Aku menoleh,"Oh, kamu, Vin. Nggak ngapa-ngapain. Cuma mau lanjut treatment aja." jawabku."Kok muka kamu jadi ancur gitu, sih? Kayaknya masih mulusan wajah aku nih. Mending kamu treatment kayak aku aja, Rik. Meski emang lebih mahal sih harganya. Daripada gitu tuh muka ancur nggak ketulungan. Kayaknya banyak bakal jerawat tuh yang mau tumbuh." Vina berujar.Pandangan matanya seperti menghina ke arahku."Aku nih udah langganan lama banget di sini. Se
"Kunci rumahnya mana, Val?" Salma bertanya di depan rumah yang selama ini di tinggali oleh Valdi dan Rika. "Rika gak kasih kunci ke Kak Salma? Kemarin padahal aku udah bilang mau ngebawa Kakak buat tinggal di sini.""Nggak pernah tuh dia kasih kunci ke aku," jawab Salma jutek."Ini, Kak. Aku punya kunci serep!" Valdi mengeluarkan kunci yang selama ini ia simpan sendiri."Kok rumah ini kosong, Val?" Salma heran melihat suasana rumah Valdi yang kosong melompong melompong. Tak ada satu pun perkakas tersisa di sana."Emang sengaja ku suruh Rika bawain semua barang-barang itu, Kak. Biar Kakak bisa tenang tinggal di rumah ini.""Terus Rikanya kemana?""Udah aku usir, Kak. Mungkin sekarang dia sibuk cari kontrakan baru yang mau nampung hidup janda kayak dia," ucap Valdi."Salah sendiri kenapa belagu amat menceraikan aku. Ntar dia bisa rasain kalo gak ada suami," Salma menimpali."Biarin aja lah, Kak. Ntar juga dia pasti nyesel sendiri,""Oh iya, di sini kakak bisa nenangin diri. Lupain dulu
"Rangga!" Valdi memanggil dengan suara serak.Yang dipanggil pun menoleh,"Valdi?""Kamu ngapain sama Rika, Rangg?" Valdi tak kuasa untuk bertanya. Sorot matanya mulai menampakkan kecemburuan."Ngapain nanya soal aku, Valdi?" Rika tak senang namanya dibawa-bawa."Kamu, Rika! Pantasan kamu gak bisa jadi istri yang baik selama ini! Rupanya diluar kamu main laki-laki!" tuduh Valdi membabi buta. "Jangan menuduh aku yang nggak pantes, Val. Kita nggak ada hubungan apa-apa lagi sekarang. Kamu gak berhak ngurusin hidup aku!" Rika berujar menahan kesabaran. Wanita tersebut tersebut terang merasa tidak terima bila ia di tuduh tanoa bukti."Pantesan kamu mau gugat cerai aku, Rik! Rupanya emang ada laki-laki ini yang mau menyokong kebutuhan kamu! Murah sekali harga dirimu!""Stop bicara begitu, Valdi! Rika wanita mandiri! Dia tidak pernah mengandalkan orang lain, apalagi laki-laki untuk memenuhi kebutuhan dia!"Valdi menyunggingkan senyum sindiran."Kamu membela wanita ini, Rangga! Rupanya selam
sekarang kamu ada main sama Rangga! Apa karena dia manager kamu? Kamu nggak punya harga diri, Rika! Laki-laki ini yang sudah bikin kamu nyerein aku, kan?” Valdi sungguh tak senang.“Apa maksudmu? Hubunganku dan Pak Rangga hanyalah sebatas dunia kerja! Tolong jangan sebar fitnah macem-macem, Valdi!” Rika membela diri.“Liat aja sekarang, kamu manggil aku dengan sebutan nama. Nggak sopan banget. Padahal aku ini suami kamu,”“Mantan suami, Valdi! Kamu bukan suamiku lagi!” Rika memotong ucapan laki-laki di hadapannya.Valdi gelagapan. Ia baru ingat jika mereka telah bercerai.“Kamu nggak punya nurani, Rik! Kamu udah nggak mau ngehormatin aku lagi!”Melihat apa yang terjadi, Rangga sungguh tak bisa menahan sabar.“Val, Kita gak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi aku udah gak punya kewajiban apapun sama jamu. Tolong jangan buat keributan di sini! Jangan memancing emosiku lebih jauh,” ujar Rika.“Sombong kamu sekarang ya! Karena ada lelaki ini, bukan?” Valdi menunjuk muka Rangga.Dengan muka t
Aku meninggalkan area kantor yang teramat menjengkelkan itu. Rangga? Kur*ng ajar sekali dia! Apa-apaan dia mendekati Rika? Aku tidak tahu mengapa rasanya hati ini panas melihatnya. Rasanya Rika telah menginjak harga diriku. Tunggu kau Rangga! “Valdii!” Suara Vina menanggilku dari belakang. Kulihat wajah Vina yang baru saja muncul di pintu ruang tamu. Wanita ini sangat cantik, tidak kalah bila dibanding dengan Rika.Tapi Rika, tadi kulihat wajahnya agak berubah. Mengapa wajahnya bisa bersih sekarang? Padahal dulu kusam dan kurang enak dipandang. Apa karena mataku yang rusak karena jarang melihatnya begitu? Apa Rangga benar-benar mengincar Rika? Aduh, rasanya sakit hati ini membayangkan ketika dia terlihat lebih cantik malah di incar sama pria lain. Ini sepertinya Rangga mencari kesempatan dalam kesempitan nih. Kenapa tidak dari dulu saja kamu tampil seperti itu, Rika? Kenapa ketika kita pisah baru merawat diri? Padahal dulu ketika masih bareng aku kamu tak pernah mau merawat diri
Pov VinaAku menghindari mas Valdi yang mencoba-coba untuk menyentuhku. Ilfeel saja rasanya sama pria ini. Pengangguran, kagak kasih duit, tapi mau minta di layani. Big no! “Kamu kenapa nolak terus, Sayang? Dosa lho kalo nolak suami,”Ucapannya membuat aku tertawa saja. Omong kosong saha bicara soal dosa.“Tubuhku gak gratis, Valdi! Biarin kamu statusnya suami aku, kalo gak kasih duit, nggak ada jatah!” Tegasku. Gerah benar aku dibuatnya. “Sayang, Mas minta maaf belum bisa kasih kamu uang lebih,” ujarnya.“Jangankan uang lebih, Mas. Uang cukup aja nggak,” imbuhku.Valdi menatap ke arah langit-langit seperti melamun.“Mas mau rumah tangga kita langgeng, Vin. Mas mau kamu jadi istri yang penurut dan ibu baik buat anak kita nanti,” ujarnya serius.“Enak aja ngarep aku jadi istri yang nurut sama kamu. Kalo masih kere tolong jangan ngarep terlalu jauh, Mas!”Jujur lama-lama aku muak sama pria ini. Lagi pula sepertinya tidak ada lagi yang bisa aku harapkan dari dia, mobil kreditan, masih
Di kediaman lama Valdi, Salma sedang berbincang-bincang kepada para tetangga. Salma terlihat ramah sekali."Sebenernya aku itu sedih sekali Rika bercerai sama adik saya. Karena kasihan banget ngeliat anak mereka. Clara harus besar tanpa kasih sayang dari ayahnya. Tapi Rika nggak mikir sampe ke sana. Sekarang mereka cerai, pastilah anak yang akan jadi korban." ucap Salma dengan suara sedih."Dan sebelumnya Valdi udah bersusah payah mau mempertahankan rumah tangga mereka. Tapi Rika sangat egois. Nggak mikir anak. Coba lihat sekarang, Rika pindah ngontrak di tempat lain, kemarin aku gak sengaja liat, kontrakannnya mana kecil dan kumuh juga. Sampe hati dis ngajak keponakan aku tinggal di sana. Aku mau kasih duit ke Clara aja ditolak mentah-mentah sama Rika. Sedih banget aku rasanya," Setitik air mata Salma menetes. Mengundang simpati ibu-ibu yang mendengarnya. Beberapa diantara mereka menyarankan Salma untuk bersabar."Kasihan Clara kalau begitu ya, Sal. Padahal selama ini kukira kamu ya