Bab 126"Tidak! Siapa bilang aku cemburu? Bilang saja kalau kamu terlalu percaya diri dengan berani berkata seperti itu! Jadi, simpan saja percaya diri berlebihanmu itu, Rangga!" tandasku cepat."Oh, jadi kau tidak cemburu? Oke, kalau kamu tidak cemburu, aku bisa bercerita lebih banyak padamu," ucapnya lagi.Aku kembali menelan ludah. Sebenarnya hati ini sakit mendengarnya. Tapi aku tidak ada pilihan selain dari berusaha untuk tetap menjadi pendengar yang baik. "Aku berusaha untuk mendukung penuh pilihanmu, Rangga!" Aku melanjutkan."Baik-baik kalau begitu apakah wanita yang aku ceritakan tadi pantas untukku perjuangkan? Bagaimana menurutmu?" Dia bertanya."Apapun yang sudah kamu tetapkan sebagai pilihan, maka rasanya tidak ada yang bisa membuatku mengatakan pilihanmu tak pantas," jawabku."Alasannya?"Mendengar pertanyaannya, serasa aku sedang menjalani sesi pertanyaan pada wawancara saja. "Kau tanya apa alasannya? Semua orang yang mengenalmu pasti berpikiran sama denganku. Kau pri
Bab 127"Rika! Mengapa kamu tiba-tiba bicara dengan menyebut nama Dira?" Dia terus menodongku dengan pertanyaan itu."Kau menyembunyikan sesuatu, Rangga!" ucapku.Aku tak peduli betapa bodohnya aku karena langsung menghentikan hal itu di depannya. Yang pasti sekarang aku sudah puas telah melontarkan kata-kata itu."Menyembunyikan apa?" Mungkin dia masih ingin pura-pura tidak mengetahui."Baiklah. Kau sendiri merasa menyembunyikan sesuatu atau tidak?" Ucapku menimpali kata-katanya."Sungguh aku tidak pernah menyembunyikan sesuatu dari kamu! Kau terkadang membuatku sangat bingung, Rik! Kalau kamu benar-benar menganggapku merahasiakan sesuatu, boleh kau jelaskan secara gamblang? Aku sendiri penasaran dengan apa yang kusembunyikan menurut versimu." dia berkata seperti itu lagi."Oke, kalau kamu memang tidak merahasiakan apapun, aku tidak masalah. Karena kalau kamu berbohong dengan kata-katamu, artinya kamu telah membohongi diri sendiri. Ya sudah kalau begitu!" ucapku.Aku bergegas melan
Bab 128Seorang wanita paruh baya kembali datang penampakan batang hidupnya di hadapanku.Melihat perempuan ini rasanya aku muak sekali. Aku membencinya, sangat membencinya."Rika, mengapa kamu tidak bisa sedikit saja menolong kami? Apa harus aku berlutut sama kamu? Kamu kan masih punya hati, tolong kasihani kami, Nak!" Wanita itu berkata sambil menangis di hadapanku.Aku tetap belum berkomentar apa-apa atas kata-kata yang baru saja dia ucapkan. Ini pasti berkaitan dengan Valdi yang sekarang telah berada dalam penjara. Masa bodoh sekali dengan masalahnya. "Tolonglah kami nak Rika aku mohon atas nama kami sekeluarga," dia kembali memohon-mohon."Mau minta tolong apa lagi? Apa karena Valdi? Kalau ini tentang faldi mohon maaf sekali ya Bu aku nggak bisa bantu apapun,"Kulihat ekspresi ibu Ratih langsung seperti melemas Setelah mendengar Aku bicara."Tolong jangan berkata seperti itu, Nak. Ini Ibu sangat memohon sama kamu tolong kasihhani Valdi. Kasihan dia di dalam sana menjadi bulan-b
Bab 129"Rangga aku rasa kamu tidak perlu berbuat sejauh ini untuk membuktikan ucapan mereka. Kalau kamu terus-terusan seperti ini, aku takut malah kau yang akan terjerat ke dalam kasus mereka," ucapku.Pria di sampingku tersebut hanya tertawa ringan dengan apa yang telah aku ucapkan."Bagaimana bisa kamu berpikir seperti itu? Tak ada yang perlu kamu khawatirkan dengan diriku, Rika. Kamulah yang harus selalu berhati-hati. Kadang aku khawatir pasti ada orang-orang yang tidak terima dengan keputusan hakim. Terlebih apa yang aku urus juga bukan melulu kasus Clara saja, tapi juga kasus yang melibatkan penyelundupan barang-barang haram dan terlarang lainnya. Tapi mudah-mudahan aku bisa mengatasi semua masalah yang menghampiriku. Jadi yang aku khawatirkan adalah kamu. Aku sungguh berharap Jangan sampai ada orang-orang yang berniat jahat padamu karena kita telah berhasil menumpas kasus itu hingga selesai,"Aku menghela nafas. Memang keputusan hakim beberapa hari yang lalu telah menjerat bany
Bab 130Sebelum hari mulai menggelap, aku memeriksa satu persatu jendela yang ada di rumah, sebelum kami terlelap Aku ingin memastikan bahwa semuanya sudah terkunci rapat. Tak lupa pula pintu pagar depan juga harus tergembok dengan sempurna. Kapan Rangga kembali terngiang-ngiang di telingaku, memang telah berkata benar bahwasanya aku dan Clara memang harus lebih berhati-hati lagi sekarang. Seperti yang dia katakan bahwa banyak orang yang memusuhi orang-orang yang berniat baik. Sebenarnya aku sudah merasakan ini sejak lama. Selama ini aku selalu berusaha untuk tidak merepotkan orang-orang di sekitarku, pernah meminta lebih pada mereka apalagi memberatkan. Kita memang benar-benar sedang membutuhkan bantuan. Ketika orang membutuhkan pertolongan maka aku akan membantu sebisa yang aku mampu, dan ketika orang-orang merendahkanku aku masih tetap berusaha untuk bersabar. Tapi entah mengapa kurasa ada-ada saja orang yang selalu mencari gara-gara denganku. Bahkan orang yang tidak tahu menahu
Bab 131Aku menghampuri gerbang dimana Rangga sudah menungguku di sana. "Tidak usah di buka gerbangnya. Biar lewat sini saja," ucapnya sembari menyodorkan bingkisan kotak menu dari sela-sela gerbang yang agak sempit."Udah, cepat masuklah lagi. Jangan lupa hati-hati ya. Jangan sembarangan membukakan gerbang ataupun pintu pada orang yang tidak dikenal. Aku kemari untuk memastikan kalian dalam keadaan aman. Kalau ada apa-apa jangan ragu untuk menghubungiku," Aku kembali termangu dengan kata yang Rangga ucapkan. Apa dia sungguh mengkhawatirkan aku dan Clara? Atau itu hanya actingnya saja?Ya Tuhaan, karena dulu sudah terbiasa hidup di lingkungan keluarga Valdi yang toksik, akhirnya sekarang membuatku selalu sering berprasangka buruk.Dampak dari lingkungan keluarga toksik memang luar biasa. Dan sekarang meskipun aku sudah terlepas dari lingkungan seperti itu, tapi bayang-bayangnya masih kerap mengganggu. Aku patut mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan yang telah menakdirkan aku keluar
Bab 132Karena pria yang menghubungiku tersebut mengatakan jika sekarang tengah berada di depan gerbang rumahku, aku memutuskan untuk memastikan perkataannya apakah benar atau tidak. Aku sedikit meningkat tirai jendela kamar, memastikan apakah ada orang di luar sana atau tidak.Tapi sama sekali aku tidak menemukan keberadaan orang di sana.Hatiku semakin was-was saja. Apa maksud semua ini? Jujur saja aku merasa takut dan cemas terutama akan putriku. Aku memandang ke arah Clara yang tengah terlelap, "Semoga kita terhindar dari orang-orang yang berniat jahat pada kita, Nak," aku berdoa dalam hati."Cepat bukakan pintumu, Rika!" Suara berat itu kembali terdengar.Aku semakin tidak menentu. Perasaan merasa terancam mendominasi sekarang."Kamu bilang kamu sekarang ada tepat di depan gerbang rumahku. Apa kata-kata mu bisa dipercaya? Kurasa kamu sudah berbohong!" ucapku."Apa kamu ingin aku langsung muncul di hadapanmu sekarang? Kalau iya, katakan! Aku bisa melakukan keinginanmu itu dengan
Bab 133"Itu tidak penting, Rika! Nanti kamu dengan sendirinya akan tahu siapa aku. Jadi tidak usahlah bertanya. Lagi pula tidak penting juga untuk menanyakan siapa. Sebab kita harus bertemu hanya karena harus membahas sesuatu yang penting. Jadi, bukalah pintumu!" Ucapan tersebut semakin membuat aku takut saja. Sebab mana ada orang yang berkata begitu kecuali menyimpan niat yang buruk. Apa aku harus menelpon polisi saja sekarang? Oh iya mengapa aku baru berpikir untuk menelpon polisi sekarang? Ya Ampun, seharusnya aku melakukan ini sejak tadi. Bukan malah meminta bantuan Rangga.Tapi jika aku menghubungi polisi bagaimana dengan laki-laki tidak dikenal yang sedang meneleponku ini?Oh iya, aku ada ide."Maaf sebelumnya pak bisakah aku mematikan teleponnya sebentar?" Aku berharap laki-laki itu tidak keberatan."Tidak bisa! Karena ketika kamu matiin telepon kamu tentu aja bisa menghubungi orang lain untuk meminta bantuan. Hahaha aku tidak mungkin membiarkan itu terjadi. Aku ini nggak b