Home / Young Adult / U / Chapter 1

Share

Chapter 1

Author: AFRIL
last update Last Updated: 2022-03-25 12:12:06

Yura Anggraini.

Gadis berusia 19 tahun dengan tinggi 156 cm dan memiliki rambut hitam panjang sebahu. Tidak lupa pula mata besarnya yang berwarna hitam pekat, hidung mancung, dan juga kulit sawo matang khas kulit Indonesia.

Dia memiliki seorang ayah yang sangat mencintainya. Seorang ayah tangguh dan setia. Ayahnya memiliki usaha kecil yang sudah dibangun selama 10 tahun yaitu usaha tempat makan, Sari Rasa.

Usaha tersebut didirikan di rumah yang mereka tinggali. Rumah berukuran 21 meter persegi yang terdiri dari 2 tingkat yaitu tingkat 1 untuk usaha tempat makan dan tingkat 2 barulah untuk tempat mereka tinggal.

Yura berkuliah di Universitas Harapan Bangsa Fakultas Ekonomi dengan jurusan Manajemen Sumberdaya Manusia dan kini ia sudah berada di semester 6. Masa-masa kuliah ia lewati dengan baik, memiliki teman-teman yang baik, dan juga Yura masuk ke dalam 10 mahasiswa terbaik di jurusannya. Yura memang anak yang cukup pintar. Dia masuk di Universitas Harapan Bangsa melalui jalur beasiswa.

Pada usia 8 tahun, Ibu Yura meninggal dunia karena sakit kanker usus besar yang sudah sangat parah. Kesedihan yang Yura rasakan begitu dalam hingga membuatnya tidak memiliki semangat lagi. Selama berhari-hari ia hanya menghabiskan waktu dengan berdiam diri dirumahnya.

Ayah Yura kemudian menghampiri kamar Yura. Mengetuk pintu kayu itu lalu masuk dan duduk di ranjang tempat tidur Yura. Menyadari kehadiran ayahnya, Yura kemudian bangkit dari tidurnya dan duduk tepat di samping sang Ayah. Ayahnya dengan lembut membelai rambut Yura. Menatapnya dengan tatapan rasa bersalah yang begitu besar kepada Yura.

Rasa bersalah karena dia merasa membuat Yura kehilangan sosok seorang ibu yang sangat dia cintai. Ditambah rasa bersalah karena dia belum bisa membahagiakan istri yang ia cintai selama 12 tahun itu.

Ya ....

Ayah Yura dulunya hanya seorang anak yatim piatu yang dirawat oleh kakeknya. Orangtua Ayah Yura meninggal pada usia sang ayah 16 tahun karena kecelakaan lalu lintas. Sedangkan kakek Yura hanya seorang petani di desa. Itulah yang kemudian membuat Ayah Yura mulai mencari pekerjaan di Jakarta setelah lulus sekolah.

Ayah Yura akhirnya mendapat pekerjaan sebagai koki di salah satu restoran kecil. Pada awalnya dia hanya sebagai tukang cuci piring di restoran tersebut. Dan kemudian dia diangkat menjadi koki karena bos restoran tersebut melihat bahwa sang ayah memiliki kemampuan untuk memasak.

Hingga pada akhirnya sang ayah bertemu dengan Ibu Yura dan memutuskan menikah setelah 3 tahun berpacaran. Dan setahun kemudian, Yura akhirnya lahir. Rumah yang mereka tinggali saat ini adalah rumah peninggalan dari orangtua Ibu Yura. Setelah kakek dan nenek Yura meninggal, rumah tersebut menjadi milik Ayah dan Ibu Yura. Karena Ibu Yura adalah anak satu-satunya.

Kedua orangtua Yura sangat suka memasak, hingga membuat Ibu Yura merencanakan untuk membuka usaha tempat makan. Dan akhirnya dengan uang asuransi kematian kakek Yura, Ibu Yura memulai usaha tempat makan di rumah tersebut dengan mempekerjakan 1 orang karyawan.

Dan ketika usaha tempat makan tersebut mulai ramai dikunjungi, Ayah Yura akhirnya berhenti dari tempatnya bekerja. Dia mulai fokus membantu Ibu Yura mengelola tempat makan tersebut. Kini sudah ada 3 karyawan yang mereka miliki.

Jika Ayah Yura mengingat akan banyaknya hal yang tidak bisa ia cukupi sendiri untuk istrinya, membuat ia merasa terpuruk dan tidak berguna.

Setelah beberapa lama, akhirnya Ayah Yura mulai bicara, "Yura ... ayah minta maaf karena tidak bisa merawat Ibumu dengan baik dan membuatmu kehilangannya."

Yura mulai merasakan rasa sakit di hatinya ketika melihat tatapan itu.

"Maafkan ayah, Nak," ucap Ayah Yura kembali dengan suara paraunya, kemudian memeluk Yura erat.

Setelah itu terdengar suara isak tangis dari mereka berdua. Suara tangisan yang begitu menyakitkan dari suatu kehilangan.

Yura akhirnya menyadari bahwa dia tidak sendiri. Dia masih memiliki satu orangtua yang berada disampingnya. Sedangkan Ayah Yura juga menyadari bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk menjadikan dirinya sebagai seorang pria yang berguna.

Berguna bagi keluarga kecilnya.

Dan harus kita sadari, bahwa Yura hanya seorang anak berusia 8 tahun yang sangat mencintai kedua orangtuanya. Itu adalah hal biasa jika sampai Yura tidak bisa berhenti meratapi kesedihan atas kehilangan salah satu orangtuanya. Dia masih terlalu kecil untuk bisa dengan mudah melupakan hal itu. Bahkan saat kita telah dewasa, belum tentu kita bisa menerimanya dengan mudah.

Kehilangan adalah hal yang sangat menyakitkan, apalagi dengan banyaknya kenangan yang telah dilalui bersama.

                                                          ***

Kampus.

Hari ini begitu panas, padahal jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Hari yang begitu panas itu tidak menghalangi Yura untuk menunggu seorang temannya yang berada di Fakultas Teknik. Yura dan temannya selalu pulang bersama. Hal itu biasa mereka lakukan hampir 3 tahun belakangan ini.

Yura duduk bersandar di salah satu tempat yang berada di fakultas tersebut. Sesekali dia sibuk mengibas-ngibaskan tangannya untuk sedikit memberi kesejukan. Beberapa menit kemudian, temannya pun datang menghampiri Yura.

Yura POV:

Akhirnya pria itu datang juga. Ya ... temanku adalah seorang pria. Aku mengenalnya saat ospek. Jika aku ingat-ingat, waktu itu hari sangat panas. Sama seperti hari ini.

                                                                  Flashback:

Aku berjalan untuk mengambil air minum yang sudah disediakan oleh pihak kampus. Ospeknya tidak aneh-aneh kok, hanya diminta untuk lompat sana lompat sini, lari sana lari sini, dan masih banyak lagi. Hehe ....

Saat aku sedang mengambil air minum, tiba-tiba seorang pria datang menghampiriku. Aku sedikit terkejut melihatnya, ditambah aku tahu bahwa dia bukan salah satu mahasiswa Fakultas Ekonomi. Aku tahu dari warna baju yang dia pakai. Karena kegiatan ospek digabung dalam satu lapangan dengan fakultas lain, setiap fakultas diminta untuk menggunakan baju yang berbeda dari fakultas lainnya. Untuk Fakultas Ekonomi menggunakan baju berwarna jingga. Kenapa jingga?

Warna jingga identik dengan keselarasan, keceriaan dan kemudahan. Hingga penggunaan warna ini diberbagai lambang dan simbol ekonomi akan mengisyaratkan untuk memudahkan pengambilan solusi dan keputusan yang berguna untuk segala permasalahan di bidang ekonomi yang nantinya harus diselesaikan dengan baik dan benar.

Penjelasan di atas aku dapat dari salah satu sumber di internet. Karena aku merasa agak aneh juga saat diminta menggunakan baju berwarna jingga. Aku sendiri tidak memiliki baju warna itu. Tapi setelah tahu alasannya, itu jadi tidak aneh lagi bagiku. Nah, untuk si pria yang menggunakan baju berwarna biru tua, warna biru tua di pakai oleh Fakultas Teknik. Jadi dia pasti dari fakultas tersebut.

"Ehm ... ada apa ya?" tanyaku halus. Kenapa bisa ada anak fakultas teknik datang ke area fakultas ekonomi?

"Huft, aku lagi dapat hukuman dari seniorku, maaf ya ... apa boleh aku minta minuman kalian?" tanyanya dengan napas tersengal-sengal.

Seperti tersihir, aku pun tidak bertanya apa-apa lagi padanya. Tanpa sadar aku memberikan minuman yang tadi ku pegang. Minuman itu belum sempat aku minum. Dia kemudian mengucapkan terima kasih dan pergi. Aku hanya bisa diam mematung melihatnya pergi.

Dia ....

Pria itu memiliki postur cukup tinggi, bermata abu-abu gelap, memiliki lesung pipit di sebelah kiri, dan juga rambut hitam berponi yang sedikit lepek karena keringat.

'Dia manis.'

...

Beberapa minggu kemudian, pria tersebut selalu datang menghampiriku hanya untuk memberikan sebuah minuman. Minuman itu kadang berwarna, kadang tidak. Kadang dingin, kadang hangat. Kadang berkaleng, dan kadang hanya botol plastik seperti minuman biasa. Juga, kadang ada yang menggunakan gelas.

Hem ....

'Apa yang dia lakukan sebenarnya?'

Walaupun sejujurnya, perlakuan dia membuatku merasa senang. Dan akhirnya aku selalu menantikan minuman-minuman yang akan dia berikan setiap harinya. Kini dia bukan hanya membelikan aku minuman, tapi juga mengantarku pulang. Dia selalu menungguku pulang kuliah atau sebaliknya, dan kita pulang bersama dengan menggunakan sepeda miliknya. Hingga akhirnya hal itu menjadi rutinitas sehari-hari. Kami selalu menghabiskan waktu bersama. Menonton film, ngemall, sampai kadang membantuku menjadi pelayan di tempat makan Ayahku.

Karena dia memiliki wajah yang cukup tampan, jadi banyak gadis khususnya ABG datang berkunjung. Ya nggak banyak banget sih, lumayan. Kadang aku merasa tidak enak padanya, karena keluarganya berasal dari keluarga yang cukup kaya. Tidak jarang dia mengajak kedua orangtuanya atau bahkan kolega Ayahnya untuk datang ke tempat makan Ayahku.

Ayahnya bekerja sebagai direktur di salah satu perusahaan real estate yang cukup terkenal. Bukan hanya itu, Ayahnya juga memiliki saham di beberapa perusahaan. Sedangkan Ibunya adalah seorang Ibu rumah tangga. Dia memiliki Ibu yang sangat ramah dan baik.

Beruntungnya ....

                                                                 Flashback End

Saat dia menghampiriku, dia langsung meminta maaf karena membuatku lama menunggu. Dan akhirnya aku memintanya untuk mentraktirku siomay Bang Jali. Itu adalah siomay langgananku waktu SMA. Jarak sekolah SMA dengan rumahku tidak terlalu jauh, hanya sekitar 10 menit dengan berjalan kaki.

Setibanya di tempat itu, aku langsung memesan. Dan temanku yang satu ini sepertinya sangat lapar karena dia memesan siomay dengan 3 porsi sekaligus. Kadang aku sesekali melihatnya yang sedang fokus memakan siomay. Tidak jarang pula dia menatapku dan tersenyum sembari menunjukkan lesung pipitnya.

'Aku benar-benar menyukainya.'

Sudah hampir 2 tahun lebih aku menyukainya. Kalau ada istilah 'dari nyaman jadi sayang', mungkin seperti itulah yang sedang aku rasakan sekarang. Semua yang dia lakukan untukku benar-benar membuatku nyaman, dan berakhir dengan keinginan untuk memiliki. Aku ingin mengatakannya, tapi sangat takut jika ternyata dia hanya menganggapku teman dan malah membuat dia jadi jauh dariku.

'Tapi rasa ini memang harus diungkapkan, bukan?'

Entah kenapa kali ini rasa itu membuatku tidak tahan. Aku ingin sekali mengungkapkannya. Selama ini dia selalu memberi perhatian padaku. Dengan banyaknya bukti yang sudah ku ceritakan tadi, sepertinya aneh jika dia tidak memiliki rasa yang sama denganku.

'Zaman sekarang bukan hanya pria saja yang bisa mengungkapkan sebuah rasa, ya kan?'

Semua butuh kejelasan untuk mempermudahnya.

Suasana sangat mendukung dengan hanya ada aku dan dia. Dan... pastinya si penjual siomay juga. Tapi jaraknya cukup jauh dari tempat kami duduk. Ketika melihatnya sudah selesai dengan makanannya, akupun mulai bicara.

"Yuda ...." panggilku.

"Kenapa Yura?" jawab Yuda sambil meraih minumnya.

"Yud, maaf ya karena aku harus bilang ini." Aku sangat gugup sampai aku meremas bajuku sendiri. "Aku ....

... mencintaimu, Yud," lanjutku menatap Yuda.

Aku melihat perubahan dari diri Yuda yang tadi melihatku, kini hanya menunduk sembari mengigit bibir bawahnya.

'Apa dia akan menolakku?'

'Mengatakan bahwa dia tidak mencintaiku?'

'Atau, ... hanya menganggapku sebagai teman?'

Okay, aku harus bersiap akan hal ini.

Cukup lama Yuda menjeda jawabannya. Mungkin dia juga bingung akan pengakuan yang aku lakukan secara tiba-tiba ini.

"Aku ...." Dia mulai bicara dan hal itu semakin membuatku gugup. "Sebenarnya aku ....

... tidak menyukai perempuan."

Nging ....

Aku sangat terkejut mendengarnya. Apa maksud dari dia tidak menyukai perempuan?

Kenapa seorang pria tidak menyukai perempuan?

Bukankah mereka memang ditakdirkan bersama perempuan?

Tiba-tiba emosi memuncak dalam dadaku. Jawaban yang dia berikan seakan-akan sedang mempermainkanku. Aku sangat sakit mendengarnya, membuatku tidak bisa mengontrol emosiku.

Dan kemudian ....

PLAK!!!

Aku menamparnya dengan begitu keras hingga mungkin terdengar oleh si penjual siomay. Aku lalu pergi meninggalkannya sambil berlari menjauh dari Yuda. Setelah aku lelah berlari, aku kemudian berhenti. Menenggelamkan wajahku di paha dan tanganku memeluk kedua kakiku erat.

Jawaban Yuda benar-benar di luar pemikiranku.

"Aku ....

...tidak menyukai perempuan."

Apa?

Aku mulai menangis ....

Hanya sedikit air mata yang ku keluarkan, karena tiba-tiba saja ada suara asing dan sebuah tangan menyentuh pundak sebelah kiriku.

"Neng, kenapa? Diputusin?" ucap seorang wanita dengan suara agak nyaring.

Kemudian aku mencoba mengangkat kepalaku. Wanita itu ternyata Ibu-Ibu pedagang asongan. Hehe ....

Aku terlalu sedih sampai tidak tahan untuk menangis. Dan tempat yang paling strategis untukku menangis adalah di samping gerobak jualannya, yang kupikir sepi. Ternyata, di baliknya banyak orang-orang yang sedang membeli dagangan Ibu ini.

Aduh malunya ....

Aku kemudian menghapus air mataku dan mulai berdiri. Si Ibu pedagang asongan masih menatapku iba.

Dan ya ....

mereka juga, para pembeli. Aagh ....

Untuk menghindari tatapan mereka, aku membeli satu botol air mineral dingin dan langsung bergegas dari tempat itu. Aku berjalan dan terus berjalan sambil memegangi botol air mineral di tangan kananku. Tangan yang tadi kupakai untuk menampar Yuda. Rasa perih masih terasa di tanganku. Entah karena dinginnya air yang sedang kugenggam, atau memang terlalu kerasnya tamparanku.

Setelah beberapa saat, aku mulai menyadari bahwa ternyata langkahku malah mengarah ke penjual siomay tadi.

'Aih ... kenapa?'

Di sana aku masih melihat Yuda duduk termangu. Pasti dia berpikir betapa jahatnya aku.

'Cinta memang bisa jatuh kepada siapa saja dan tidak ada orang yang bisa menghentikannya.'

Seketika rasa sedih itu muncul lagi. Tapi tidak sama seperti yang sebelumnya. Aku sedih melihat orang yang aku cintai bersedih. Di negaraku, bukanlah hal biasa jika ada seseorang seperti Yuda. Tapi bukan berarti kita harus menyakiti mereka. Hanya saja, seperti yang kubilang tadi, "Bukanlah hal yang biasa".

Aku mulai berjalan lagi ke arah Yuda dan melihatnya sedang bersiap untuk pergi.

"Maaf Yud, aku terlalu kekanak-kanakan. Seharusnya aku nggak boleh begitu," ucapku sesampainya di depan Yuda.

Yuda sedikit terkejut melihat kehadiranku dan juga dinginnya air mineral yang kuletakkan di pipinya.

Ya, di pipi yang tadi aku tampar.

Aku hanya berpikir dengan aku menempelkan air dingin ini, bisa sedikit meredakan rasa sakit di pipinya.

Beberapa detik kemudian, Yuda tersenyum kepadaku dan bangkit dari tempat duduknya. Cukup lama dia menatapku sampai akhirnya dia bersuara.

"Aku senang kamu kembali."

Dia berkata seperti itu sambil memegang tanganku, yang aku gunakan untuk memegang botol air mineral yang ada di pipinya. Kami akhirnya mulai tersenyum. Saling menatap satu sama lain dan setelah itu kami melanjutkan perjalanan pulang.

Satu yang aku tahu bahwa, 'mencintai dengan hati bukanlah ego'.

Ego hanya membuat kita menjadi serakah.

Yura End POV.

                                                               ***

Related chapters

  • U   Chapter 2

    Yuda POV: Sore ini sangatlah panas. Aku segera berlari keluar ruangan. Berlari melewati lorong-lorong kelas di Fakultas Teknik. Kemudian aku berhenti tepat di depan lift, menunggu lift terbuka untuk mengantarku ke lantai dasar. Hari ini perkuliahan sedikit lebih lama dari biasanya. Karena aku sudah semester 6, jadi lebih banyak yang aku kerjakan. Dan sebentar lagi aku akan masuk ke semester 7, di mana akan ada banyak praktik dan juga harus mulai memikirkan judul skripsi. Huft .... Aku bersandar di dinding lift sambil sesekali melihat arlojiku. "Dia pasti sudah menunggu dari tadi." Ting! Pintu lift terbuka. Segera kukeluar dari lift dan berlari menghampirinya. Aku melihat temanku sedang mengibas-ngibaskan tangannya ke arah wajah. Wanita berambut hitam panjang yang ia kuncir, mata besar dan pipichubby. Ups ... dia tidak suka dibilangchubby. Sekali lagi aku berlari dan

    Last Updated : 2022-03-25
  • U   Chapter 3

    Flashback: Tiga minggu setelah ospek. Yura POV: Aku mulai menjalani hari-hariku sebagai mahasiswi. Mulai untuk mempelajari hal-hal baru dalam hidupku. "Nih!" Temanku tiba-tiba saja memberiku sebotol minuman. Aku mengerutkan dahi, merasa bingung. "Aku kan nggak pesen ini, Lis." "Oh, tadi ada cowok yang minta tolong ke aku untuk kasih ini ke kamu, Ra," jawabnya. "Dia ganteng kok, langsung terima aja udah ... haha." "Apaan sih, Lis!" Aku hanya menggelengkan kepala mendengar ucapannya. "Serius Lis, ini dari siapa?" "Aku juga nggak tahu Ra, tiba-tiba aja dia minta tolong ke aku untuk kasih ini ke kamu." Tunjuk Lisa ke arah botol minum yang kini aku pegang. "Cie-cie ... siapa tuh, Lis?" Temanku yang lain tiba-tiba datang meledekku. Aku sedikit malu akan ledekan yang temanku lakukan. "Udah Put jangan diledekin, mukanya udah merah tuh!" Sekarang Lisa ikut meledekku. Mereka berdua tertawa bersama.

    Last Updated : 2022-03-25
  • U   Chapter 4

    Ssssh .... Suara air shower menyala. Membasahi tubuh yang kini hanya diam mematung. Merasakan dinginnya air yang mengalir dari kepala sampai sela-sela jari kaki. Merilekskan pikiran yang sedari tadi bekerja. Mencoba untuk menenangkan hati yang sudah dicoba untuk ditenangkan. Pikiran selalu mengatakan 'tidak apa-apa' tetapi hati tidak bisa menerima pendapat tersebut. Hingga hanya menciptakan air mata yang terus keluar. ... Jam 9 malam. "Lama banget mandinya, Nak?" tanya seorang pria paruh baya pada wanita yang baru saja menyelesaikan mandinya. "Tadi pulang kuliah panas banget Yah, jadi Yura mandinya lama. Hehe ...," jawab Yura sambil berjalan ke arah sofa, menghampiri ayahnya yang sedang menonton TV. "Ada berita apa Yah?" "Biasa, politik bikin ruwet," jawab Ayah Yura sambil menyesap secangkir kopi hitam. "Kuliah gimana hari ini, Ra? Lancar?" Kini perhatian Ayah berpindah ke Yura. "Iya lancar Yah, cuma tia

    Last Updated : 2022-03-25
  • U   Chapter 5

    Yuda POV: "Aku mencintainya," gumamku. Setelah kejadian sore tadi, aku mulai menyadari bahwa sebenarnya aku juga menyukai Yura. Sepertinya aku sudah memiliki rasa ini sejak pertama kali kita bertemu. Sebelumnya aku sudah pernah mengagumi seorang teman, tapi kali ini terasa berbeda. Bukan hanya rasa nyaman saja, tapi ada rasa takut juga jika dia meninggalkanku. Pergi jauh dariku, sampai aku tidak bisa melihatnya lagi. Saat ini umurku sudah 19 tahun dan aku mengerti apa itu cinta. Hanya saja aku belum bisa meyakini bahwa 'aku menyukai perempuan'. Pikiranku masih terjebak dalam masa lalu. Masa lalu yang membuatku tidak percaya diri untuk mengatakan 'perasaan ini' kepada Yura. ... Ketika aku berusia 15 tahun, aku pernah memiliki hubungan dengan salah satu teman dekatku. Teman yang sudah sedari kecil menjadi teman bermain bersama. Awalnya aku belum mengerti perbedaan dari rasa nyaman karena cinta atau rasa nyaman karena dia adalah t

    Last Updated : 2022-03-25
  • U   Chapter 6

    Aulia POV: Aku selalu memperhatikanmu, melihat pesona indah yang selalu terpancar dalam dirimu. Efek yang membuatku tidak bisa lepas jauh darimu. Aku selalu tidak sabar menunggu hari esok datang. Hari di mana aku akan melihatmu dan kamu akan melihatku. Hari dimana kamu merangkulku, bersuara merdu di telingaku. Kamu… Seseorang yang ku kagumi sejak lama, sejak ku mulai mengenal cinta. Aulia POV end. Angin pagi ini terasa lebih dingin dari hari biasanya. Bahkan saat musim hujan tiba, rasanya tidak sedingin ini. Dinginnya udara begitu terasa menusuk sampai ke relung hati seseorang yang tengah berdiri tak bergeming. Menunggu seseorang lain yang akan datang menyapanya, seperti hari-hari biasa. Tak berapa lama kemudian, terdengar suara rantai sepeda yang begitu familiar. Disana terlihat seorang pria berpakaian casual

    Last Updated : 2022-04-11
  • U   Chapter 7

    4 bulan kemudian... Yuda dan Yura sudah mulai kembali normal. Sudah tidak ada kecanggungan di antara mereka. Mencoba sedikit demi sedikit saling melupakan sebuah ingatan yang telah berlalu. Yura sudah mulai merelakan perasaannya kepada Yuda. Merelakan Yuda bersama orang lain yang dia cintai. Dan kini, Yura sudah menemukan beberapa pria yang mengajaknya berkenalan. Mulai membuka hatinya bersama pria lain. Sedangkan Yuda hanya bisa menatap Yura yang tengah sibuk berkenalan dengan beberapa pria. Yura selalu menunjukkan pria-pria tersebut kepada Yuda. Sesekali Yuda akan meledek Yura, berpura-pura menyukai pria yang dia tunjukkan. Yuda sebenarnya tidak rela melihat Yura seperti itu. Tapi dia juga masih belum bisa menegaskan hatinya bahwa dia 'mencintai Yura'. Masih banyak keraguan di dalam hatinya. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa Yura pun sebenarnya belum benar-b

    Last Updated : 2022-04-16
  • U   Chapter 8

    "Bagaimana ini bisa tersebar?" … Bima Cahyo Utomo. Aku memang sedikit tidak bersahabat dengan Bima, karena aku merasa sepertinya dia iri denganku. Aku tidak tahu pasti kenapa, mungkin karena aku memiliki banyak teman dan juga keluarga yang baik. Bima termasuk dari keluarga berkecukupan, bahkan hampir mirip sepertiku. Hanya saja dia memiliki orangtua yang kurang baik. Kedua orangtuanya telah bercerai dan Ibunya sudah menikah lagi. Sedangkan Ayahnya sepertinya selalu memberikan tekanan batin pada Bima dan juga melakukan kekerasan fisik padanya. Aku sesekali melihat luka-luka lebam ditubuhnya dan kadang dia terlihat sangat rapuh. Aku ingin sekali berteman dengannya, hanya saja dia memiliki sikap yang kurang ramah ke beberapa orang, membuatku jadi segan untuk berteman dengannya. Bima memiliki 2 teman yang cukup d

    Last Updated : 2022-04-18
  • U   Chapter 9

    Yura POV: Setelah aku melambaikan tanganku kepada Yuda, kemudian aku mulai berjalan masuk ke dalam fakultasku. Hari ini begitu cerah dan udara terasa begitu lebih sejuk. Sepertinya semesta sedang memberiku semangat untuk menjalani hari ini. Aku berjalan dengan santainya melewati beberapa kelas disekitarku. Hingga sampailah aku di depan kelas, sambil menyapa teman-temanku, aku pun kemudian duduk ditempat yang biasa aku duduki. Tapi entah mengapa tidak ada yang membalas sapaanku?

    Last Updated : 2022-04-23

Latest chapter

  • U   Chapter 39

    "Adik aku cewek Ra. Dia baru masuk SMA setahun yang lalu." Aku mengangguk.Beberapa detik kemudian, ponsel milik David bunyi menandakan ada seseorang yang meneleponnya. David dengan sedikit ragu-ragu mengangkat telepon tersebut. "Bentar ya, Ra.""Iya Vid, angkat aja dulu." jawabku mempersilahkan.Entah kenapa David begitu gugup saat mendapatkan panggilan telepon tersebut. Dia pun keluar dari restoran Ayahku, tapi aku masih bisa melihatnya dari balik kaca jendela. Sesekali dengan menatapku dan tersenyum kecil. Aku pun membalas senyumannya.….Sembari menunggu David selesai menelepon, aku mengambil ponselku dan mengirimkan pesan kepada Yuda."Hari ini kamu kesini nggak?"Drrt… drrt…"Iya Ra. Tapi mungkin sekitar jam 7an Ra. Kenapa? Kamu udah kangen? Hehe…"Ck…Aku tersenyum melihat pesan dari Yuda."Iya aku kangen. Kangen nyuruh-nyuruh kamu Yud. Hahaha…"Drrt… drrt…Yuda memberikan emot sedih.Kembali ku tersenyum geli. Aku pun membalas dengan memberikan emot tertawa terbahak-bahak."Ra

  • U   Chapter 38

    "Kamu terlihat cantik, Ra." ucap David tiba-tiba. Saat itu aku sedang mengarahkan wajahku di depan kipas angin. Aku pun menoleh ke arahnya yang sedang tersenyum manis. …. Ya, mungkin benar apa yang dikatakan oleh banyak orang. Jika seseorang sedang mencoba mendekati orang yang disukai, mereka akan berusaha untuk merayunya. Dan ini pun yang mungkin sedang dilakukan David kepadaku. Aku sedikit merinding mendengar ucapannya. Aku hanya membalas senyuman David tanpa berkata apa-apa, serta kembali menoleh ke arah kipas angin. "Oh ya, kalo kamu lagi libur gini, pasti seperti ini ya?" "Iya." jawabku singkat tanpa menatap wajahnya. Aku masih menikmati udara dari kipas angin sambil memejamkan mata. Entah karena aku mulai merasa tidak nyaman, atau memang hanya masih merasakan gerah ditubuhku. "Rajin ya kamu Ra. Mungkin, kalau boleh, kapan-kapan aku ikut bantuin ya Ra?" "Nggak usah, Vid. Main aja ke tempatku. Nggak usah bantuin. Hehe… kamu kayak Yuda juga, bukannya jadi tamu yang baik malah

  • U   Chapter 37

    "Ya tentu saja Ra. Terlihat dari mata kamu yang layu dan sedikit pucat." Aku sedikit terkejut saat David menyentuh pipi kananku dan membelainya halus. Tanpa disadari dengan reaksi yang aku berikan, aku langsung mundur dan sedikit menjauhkan wajahku dari genggaman tangan David. 'Sungguh aku merasa aneh' …. Entah kenapa aku merasa sedikit tidak nyaman saat dia menyentuh wajahku? Padahal aku sering disentuh oleh Yuda, baik kepalaku bahkan wajahku. Mungkin itu yang dimaksud dengan perasaan nyaman saat orang yang kita cinta menyentuh kita. David sedikit terkejut saat melihat reaksiku. Dia terlihat menunjukkan raut wajah tidak enak padaku. "Ma..maaf Ra? Aku nggak maksud buat kamu nggak nyaman. Maaf banget ya Ra?" Dia menyatukan kedua tangannya dengan terus mengucapkan kata maaf. Akupun merasa tidak enak kepada David karena reaksiku yang aku rasa berlebihan. Aku menggelengkan kepalaku dan menyentuh lengan David dengan tangan kananku. "Nggak apa-apa kok Vid. Aku aja yang berlebihan, ngg

  • U   Chapter 36

    Yura POV. Pagi ini aku bangun sekitar jam 9. Padahal aku berencana untuk bangun lebih siang. Hehe… Seperti biasa di pagi hari pada hari libur, aku akan membantu Ayah dan para karyawan lain untuk mengurus rumah makan keluargaku. Aku membantu menyambut tamu, mencatat pesanan, mengantarkan pesanan, membersihkan meja dan bahkan mencuci piring. Aku sangat bersyukur karena usaha tempat makan Ayahku selalu ramai dikunjungi, apalagi pada hari libur seperti ini. Sampai tak terasa waktu menunjukkan pukul 2 siang. Biasanya di jam segini, rumah makan ayahku agak sedikit sepi dan baru akan ramai lagi pada jam 5 sore sampai malam hari. Oleh karena itu, akupun sudah tidak membantu Ayah dan para karyawan Ayahku. Aku berjalan menuju meja yang diisi oleh teman satu kampusku yang kemarin sudah mengabariku untuk datang berkunjung. Sebenarnya dia sudah datang sejak jam 1 siang tadi. Hanya saja, restoran yang begitu ramai membuatku tidak bisa fokus mengobrol dengannya. Barulah saat ini aku bisa mengham

  • U   Chapter 35

    "Teruslah tersenyum, Ra." batin Yuda berucap. Dia pun melanjutkan menyesap es tebu sambil sesekali melihat Yura lagi. …. "Hah kenyang…" desah Yura sambil mengelus perutnya. "Ya tentu kenyang Ra. Kamu udah makan banyak banget tadi!" jawab Yuda tertawa. "Abis jarang-jarang banyak tukang jualan kayak tadi Yud. Makanya aku jadi mau semuanya. Hahaha." 'Tidak apa-apa Ra, yang penting kamu bahagia.' Yuda tersenyum dengan isi hatinya. "Ya udah, ayo pulang Yud. Udah jam 8 ternyata!" Yura melihat jam di pergelangan tangannya. "Kamu udah siap pulang nih ya?" ledek Yuda dengan mengangkat satu alisnya. "Iya Yuda…" Yura segera menaiki sepeda Yuda, dan Yuda mulai mengayuh sepedanya lagi menuju rumah. Sesampainya dirumah Yura. Yuda bertemu dengan Ayah Yura yang hendak membuang sampah. Tidak hanya jalanan saja yang ramai, tapi rumah makan milik Yura juga cukup ramai pengunjung hari ini. Dan memang setiap Jum'at malam sampai Minggu tempat makan Yura selalu ramai. Selain harga yang terjangkau

  • U   Chapter 34

    Aulia POV: Sebentar lagi akan memasuki ujian semester, oleh karena itu diriku lebih fokus pada kuliah saat ini. Aku sudah mulai memasuki semester akhir, yang di mana akan disibukkan untuk membuat bahan skripsi. Sungguh tak terasa waktu berjalan begitu cepatnya. Kesibukan ini sejenak membuatku lupa akan masalah yang dihadapi oleh kedua teman kecilku. Aku selalu ingin mencari tahu lebih dalam tentang masalah ini, akan tetapi ya…kesibukan membuatku sulit memberi waktu untuk hal lain. Terakhir yang aku tahu, saat mencari informasi tentang temanku adalah soal Yuda yang ternyata tidak menghapus postingan yang pernah dia buat di F*. Sungguh membuatku kesal dan kecewa. Kenapa dia tidak menghapus dan bahkan membohongiku? "Aulia, kamu nggak makan?" sapa salah satu teman dekatku di kampus yang bernama Astrid. "Iya, serius banget belajarnya Li!" "Aku yakin kamu pasti bisa ngerjain tugas ujian besok kok Lia, hehe." Kali ini temanku yang lain yaitu Icha dan Riska ikut berkomentar. Ya, meman

  • U   Chapter 33

    Ibuku? Aku sudah lama tidak pernah bertemu dengannya lagi, setelah dia membuangku. "Temui dia di tempat lain." Ayahku berjalan mendekat ke arahku. "Memeliharamu saja sudah sangat menyusahkan, apalagi harus membiarkan peliharaan lain datang ke tempatku." Ayahku pergi meninggalkan aku yang menahan amarah akan ucapannya tadi. 'Kematian adalah kado terindah untukmu. Ayah.' …. Kini aku berada di dalam kamarku lagi. Pikiranku masih terus memikirkan ucapan Ayahku. "… Ibumu ingin bertemu." Kenapa saat ini dia ingin melihatku? Apa ada hal yang ingin dia manfaatkan dariku? Setahuku, pekerjaan Ibu adalah seorang desainer. Dan bisa dikatakan cukup sukses di kalangan para desainer lainnya. Lalu untuk apa kita bertemu? Masih teringat dengan jelas betapa dia tidak menginginkanku. Dia berusaha untuk membuatku pergi jauh darinya. Itu terlihat dari bagaimana dia meninggalkan aku seorang diri dirumahnya. Dia tidak membuatkan aku makan atau bahkan menyiapkan perlengkapan sekolahku. Sungguh meny

  • U   Chapter 32

    Rumah yang tidak pernah bisa membuatku nyaman. Seakan itu bukanlah rumah, yang seharusnya membuatku merasa aman dan tenang. … Aku sudah sampai di depan rumahku. Mengendarai mobil masuk ke dalam garasi rumah. Ayahku sangat menyukai mobil, oleh sebab itu banyak sekali mobil yang terparkir di garasi. Sangat banyak. Hal yang paling membuatku nyaman berada dirumah adalah pada saat nenekku berkunjung. Dari aku kecil, hanya neneklah yang selalu memprioritaskan aku. Karena nenek pula aku bisa tinggal bersama Ayahku. Orang tua dari Ibu kandungku sudah lama meninggal sejak Ibuku masih remaja. Oleh karena itu, sosok yang paling aku kenal hanya Ibu dari Ayahku. Untuk kakek juga sudah lama meninggal dunia pada saat aku berumur 1 tahun. "Oh sudah pulang? Den Bima sudah makan?" sapa salah satu pelayan dirumahku. "Tidak usah Bi, aku sudah makan tadi." "Baik, Den." ucapnya halus. Pelayan rumahku ini sudah berusia 40 tahun. Dan dia juga yang sudah mengurusku sejak kecil. "Ayah sudah pulang, Bi?

  • U   Chapter 31

    Bima POV: Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 17:30 sore. Aku dan beberapa teman sekelas bersiap untuk pulang kuliah. Aku membereskan barang bawaan ke dalam ransel. Kemudian berjalan keluar kelas yang kemudian disusul oleh kedua temanku. Dan tidak berapa lama, Yuda dan Ari ikut keluar dari dalam kelas dan berjalan melewatiku dan kedua temanku. "Buru-buru banget, mau pacaran ya? Hahaha!" Temanku berucap dengan kedua tangannya saling menyatu, seakan sedang bergandengan. Aku yang mendengar ucapan itu hanya tersenyum kecil. Mereka berdua tidak menghiraukan ucapan temanku dan terus berjalan menuju pintu keluar fakultas. "Aku merasa heran, orang seperti Yuda masih ditemenin!" "Ya namanya juga pasangan, Dho." Kini satu temanku yang lain ikut bersuara. Temanku yang bernama Ridho tertawa geli mendengarnya. "Apa orangtuanya sudah tahu tentang ini belum ya?" Mendengar ucapan temanku yang bernama Raden membuatku mulai memikirkan hal yang sama. "Sudah mungkin, Den. Dan direstuin gitu aja s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status