Yura POV:
Setelah aku melambaikan tanganku kepada Yuda, kemudian aku mulai berjalan masuk ke dalam fakultasku. Hari ini begitu cerah dan udara terasa begitu lebih sejuk. Sepertinya semesta sedang memberiku semangat untuk menjalani hari ini.
Aku berjalan dengan santainya melewati beberapa kelas disekitarku. Hingga sampailah aku di depan kelas, sambil menyapa teman-temanku, aku pun kemudian duduk ditempat yang biasa aku duduki. Tapi entah mengapa tidak ada yang membalas sapaanku?
<Wah! Aku yang baca cerita kawanku aja merasa Yura itu cewek yang hebat banget! Dia tahu dia suka dan bersedia terima Yuda apa adanya. So sweet enggak cuma tentang so sweet aja, tapi kalau kamu jadi Yura, bisakah, atau maukah kamu melakukan hal yang sama? Pada seseorang yang sangat kamu cinta, tapi realita menabrakkan dinding terlalu keras.
Aku terus berlari tak tentu arah sampai tiba-tiba ada sebuah tangan menarik lenganku, membuatku berhenti berlari. Lia. … Sekarang aku berada di sebuah taman kecil, di samping fakultas bersama Lia. Lia menarikku dan mengajakku berbicara. Aku masih menangis memikirkan ucapan teman-teman kelasku. "Kamu nggak jijik sama aku atau Yuda, Li?" ucapku. "Aku hanya jijik sama kotoran." Lia berucap sambil mengusap punggungku. "Dan bukan sama seorang teman." Kini aku menatap Lia yang sedang tersenyum. Melihat senyuman Lia membuatku semakin menangis, aku menangis karena ucapan Lia yang membuatku terharu. Aku kemudian memeluk Lia dengan erat. "Terkadang sesuatu yang berbeda, tidak semuanya bisa diterima dengan baik Ra. Kita harus bersabar menghadapinya." Lia bersuara dengan lembut
Yura berlari menuju fakultas teknik untuk menemui Yuda. Setelah mendengar ucapan dari Lia tentang Ari yang tidak bisa menerima Yuda, membuat Yura jadi semakin khawatir pada Yuda. Dia sudah mencoba menghubungi Yuda berkali-kali, tapi tetap tidak ada jawaban dari Yuda.Yura berlari melewati beberapa lorong ruangan di fakultas tersebut, kemudian dia menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju ruang kelas Yuda yang berada di lantai 4. Yura menggunakan tangga untuk naik karena banyak para mahasiswa sedang mengantri di depan lift dan hanya satu lift yang beroperasi saat itu karena lift yang satunya sedang dalam perbaikan.Yura sesekali berhenti untuk mengatur nafasnya dengan keringat yang bercucuran membasahi pipinya. Dan setelah beberapa menit, Yura sudah sampai di lantai 4 dan mulai mencari ruang kelas Yuda. Yura belum pernah sampai ke lantai atas fakultas Yuda. Biasanya mereka hanya bertemu di depan lift, kantin ataupun diluar fakultas.Yura mencoba bertanya ke beberapa orang ditempat i
Yura terus berusaha melepaskan cengkraman tangan Bima. "Lepasin nggak? Atau aku akan teriak!" Tapi Bima tidak mendengarkan ucapan Yura, dia terus menggenggam tangan Yura. Sampai akhirnya Bima merasa ada yang menarik rambutnya dengan kuat, dia pun menoleh ke arah orang yang menarik rambutnya itu. Ari... …. Tak disangka, Ari datang menolong Yura yang tengah kesulitan menghadapi Bima. "Jika kamu pikir temanku adalah banci, dengan kamu menyakiti perempuan seperti ini, tidak ada bedanya bukan? Bahkan mungkin lebih parah!" ucap Ari ketus. Bima melepaskan genggaman tangan Yura dan menghempaskannya, hingga Yura jatuh terduduk. Kini Bima mulai beralih kepada Ari yang sudah melepaskan tarikan dirambut Bima. "Oh... kamu mau aku bikin babak belur juga seperti temanmu itu?" Bima berucap dengan intonasi keras dan sudah sangat siap memukul Ari. Yura kemudian berdiri. Dengan kekuatan yang tersisa ditubuhnya, dia mulai menarik baju Bima hingga terjatuh ke lantai. Setelah itu Yura sedikit berteri
Drrrt… "Ra, maaf ya. Hari ini kita nggak makan bareng dulu." Seketika Yura tersadar bahwa ini sudah masuk jam makan siang, saat melihat pesan yang dikirimkan oleh Yuda. "Oh ya… ini sudah jam 12." gumamnya. "Kenapa, Ra?" tanya Ari ingin tahu. "Emm… Aku baru sadar kalau sekarang sudah waktunya jam makan siang." jawab Yura dengan ekspresi bingung. "Tapi aku lupa, tasku ada di dalam kelas. Tadi aku langsung keluar begitu saja tanpa membawa apapun kecuali ponselku." lanjutnya. Ari mulai berpikir untuk membelikan makan siang untuk mereka berdua. "Ya udah kamu masuk aja dulu ke ruang UKM, nanti aku pergi ke kantin untuk membelinya. Okay, Ra?" "Nggak usah, Ri." ucap Yura sambil menyilangkan kedua tangannya. "Aku beli sendiri aja Ri, kamu makan aja sama Lia." Ting!... "LIA..." ucap mereka bersamaan. Mereka pun langsung menyadari bahwa bisa saja Lia yang mengambilkan bekal makanan milik Yura untuk dimakan bersama di ruang UKM. "Aku sampai lupa kalau kekasihku ada di fakultas yang sam
Yura masih duduk di tempat yang sama saat terakhir Ari meninggalkan Yura untuk menjemput Lia. Yura sedikit mendongakkan kepalanya sambil memikirkan kejadian hari ini.Memikirkan bagaimana hal selanjutnya yang akan terjadi kepada Yuda. Seluruh kampus saat ini sudah mengetahui tentang orientasi seksual Yuda. Sesuatu yang sangat sulit diterima oleh banyak orang."Huuft…"Yura hanya bisa menghela nafas panjang. Sambil sesekali memijat kepalanya yang mulai terasa pusing.Suara mulai terdengar dari pintu yang dibuka. Dengan refleks Yura menegakkan duduknya dan melihat ke sumber suara tersebut. Terlihat ada seorang wanita muda keluar dari ruang UKM. Wanita tersebut adalah salah satu petugas kesehatan. Memang biasanya saat jam istirahat, beberapa petugas kesehatan akan keluar dari ruang UKM untuk sekedar makan siang. Yura yang melihatnya langsung berdiri dan mulai berbicara dengan petugas tersebut."Kak, aku boleh minta izin untuk menemani mahasiswa yang sedang ada di ruang UKM itu? Dan seka
Di sebuah kamar yang hanya di sinari satu lampu tidur. Terlihat ada satu orang yang tengah asyik menatap layar laptopnya. Yang membuatnya masih terjaga hingga tengah malam. Orang tersebut sibuk mengutak-atik sebuah halaman F* milik salah seorang mahasiswa yang berkuliah di Universitas Harapan Bangsa. Mencoba mencari tahu lebih dalam tentang akun F* tersebut. Mencari informasi yang mungkin bisa memberi tambahan informasi yang bisa dia gunakan nanti. Suatu informasi yang bisa membantu untuk melancarkan rencananya. "Apa tidak ada lagi yang menarik? Mengapa begitu sedikit, hal yang aku butuhkan ini?" ucapnya saat tidak bisa menemukan informasi yang dia harapkan. "Hem… si manusia gay ini. Kenapa kamu hanya memposting sedikit, sih?" Kembali dia berucap dengan hati yang kesal. Bip bip Orang itu kemudian mengalihkan perhatiannya dari layar laptop ke arah jam digital yang terletak dekat dengan laptop. Jam digital berbentuk kubus yang selalu berbunyi setiap satu jam sekali. Dan saat ini ja
Ari POV: Hari ini aku sangat terkejut dengan berita yang aku terima. Suatu berita yang tidak pernah aku sangka sebelumnya. Berita yang membuat aku tidak bisa berpikir dengan jernih. Aku sangat takut saat melihatnya. Ingin rasanya tidak percaya dengan apa yang aku lihat, akan tetapi itu benar-benar nyata. Suatu kenyataan yang pada akhirnya membuatku menjauhi teman baikku sendiri. Dengan tega aku pergi begitu saja tanpa mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu. Aku pun membiarkan orang-orang menghina dan mencaci maki teman baikku itu. Aku hanya melihatnya dari kejauhan saat dia berkelahi dengan salah satu teman dikelas. Aku sempat pergi keluar kelas hanya untuk menenangkan pikiranku. Hingga tiba-tiba aku mendengar keributan yang mengarah ke ruang kelasku. Dan ya… Aku melihat teman baikku yaitu Yuda Irawan yang tengah bersusah payah untuk bangkit dan melawan seorang teman sekelasku bernama Bima Cahyo Utomo. Bima memang sudah terkenal menjadi anak yang selalu bermasalah. Dia sanga
Setelah makan siang bersama di ruang UKM, Ari dan Lia sudah kembali ke kelas mereka masing-masing untuk melanjutkan pelajaran. Kini hanya ada Yuda, Yura, dan satu petugas kesehatan di ruangan tersebut. Hanya saja sang petugas berada cukup jauh dari tempat mereka berdua. "Kamu kenapa nggak lanjut mengikuti mata kuliah hari ini Ra?" Yuda memulai pembicaraan sambil sedikit memperbaiki duduknya untuk mendapat posisi senyaman mungkin. "Nggak apa-apa kok, Yud. Aku cuma mau temenin kamu aja disini." Yura tersenyum manis, tapi tetap tidak bisa menutupi mata sembabnya dari Yuda. Yuda sangat ingin bertanya mengenai keadaan Yura yang sebenarnya. Pastinya Yura juga mengalami hinaan yang sama seperti yang Yuda alami. Yuda POV: 'Kenapa kamu menangis, Ra?' 'Apa mereka menyakitimu begitu berlebihan?' Pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam pikiranku sangat ingin aku ucapkan. Melihat mata Yura yang layu dan wajahnya yang sedikit pucat, membuatku sangat khawatir. Tapi sekali lagi, aku hanya seoran
"Adik aku cewek Ra. Dia baru masuk SMA setahun yang lalu." Aku mengangguk.Beberapa detik kemudian, ponsel milik David bunyi menandakan ada seseorang yang meneleponnya. David dengan sedikit ragu-ragu mengangkat telepon tersebut. "Bentar ya, Ra.""Iya Vid, angkat aja dulu." jawabku mempersilahkan.Entah kenapa David begitu gugup saat mendapatkan panggilan telepon tersebut. Dia pun keluar dari restoran Ayahku, tapi aku masih bisa melihatnya dari balik kaca jendela. Sesekali dengan menatapku dan tersenyum kecil. Aku pun membalas senyumannya.….Sembari menunggu David selesai menelepon, aku mengambil ponselku dan mengirimkan pesan kepada Yuda."Hari ini kamu kesini nggak?"Drrt… drrt…"Iya Ra. Tapi mungkin sekitar jam 7an Ra. Kenapa? Kamu udah kangen? Hehe…"Ck…Aku tersenyum melihat pesan dari Yuda."Iya aku kangen. Kangen nyuruh-nyuruh kamu Yud. Hahaha…"Drrt… drrt…Yuda memberikan emot sedih.Kembali ku tersenyum geli. Aku pun membalas dengan memberikan emot tertawa terbahak-bahak."Ra
"Kamu terlihat cantik, Ra." ucap David tiba-tiba. Saat itu aku sedang mengarahkan wajahku di depan kipas angin. Aku pun menoleh ke arahnya yang sedang tersenyum manis. …. Ya, mungkin benar apa yang dikatakan oleh banyak orang. Jika seseorang sedang mencoba mendekati orang yang disukai, mereka akan berusaha untuk merayunya. Dan ini pun yang mungkin sedang dilakukan David kepadaku. Aku sedikit merinding mendengar ucapannya. Aku hanya membalas senyuman David tanpa berkata apa-apa, serta kembali menoleh ke arah kipas angin. "Oh ya, kalo kamu lagi libur gini, pasti seperti ini ya?" "Iya." jawabku singkat tanpa menatap wajahnya. Aku masih menikmati udara dari kipas angin sambil memejamkan mata. Entah karena aku mulai merasa tidak nyaman, atau memang hanya masih merasakan gerah ditubuhku. "Rajin ya kamu Ra. Mungkin, kalau boleh, kapan-kapan aku ikut bantuin ya Ra?" "Nggak usah, Vid. Main aja ke tempatku. Nggak usah bantuin. Hehe… kamu kayak Yuda juga, bukannya jadi tamu yang baik malah
"Ya tentu saja Ra. Terlihat dari mata kamu yang layu dan sedikit pucat." Aku sedikit terkejut saat David menyentuh pipi kananku dan membelainya halus. Tanpa disadari dengan reaksi yang aku berikan, aku langsung mundur dan sedikit menjauhkan wajahku dari genggaman tangan David. 'Sungguh aku merasa aneh' …. Entah kenapa aku merasa sedikit tidak nyaman saat dia menyentuh wajahku? Padahal aku sering disentuh oleh Yuda, baik kepalaku bahkan wajahku. Mungkin itu yang dimaksud dengan perasaan nyaman saat orang yang kita cinta menyentuh kita. David sedikit terkejut saat melihat reaksiku. Dia terlihat menunjukkan raut wajah tidak enak padaku. "Ma..maaf Ra? Aku nggak maksud buat kamu nggak nyaman. Maaf banget ya Ra?" Dia menyatukan kedua tangannya dengan terus mengucapkan kata maaf. Akupun merasa tidak enak kepada David karena reaksiku yang aku rasa berlebihan. Aku menggelengkan kepalaku dan menyentuh lengan David dengan tangan kananku. "Nggak apa-apa kok Vid. Aku aja yang berlebihan, ngg
Yura POV. Pagi ini aku bangun sekitar jam 9. Padahal aku berencana untuk bangun lebih siang. Hehe… Seperti biasa di pagi hari pada hari libur, aku akan membantu Ayah dan para karyawan lain untuk mengurus rumah makan keluargaku. Aku membantu menyambut tamu, mencatat pesanan, mengantarkan pesanan, membersihkan meja dan bahkan mencuci piring. Aku sangat bersyukur karena usaha tempat makan Ayahku selalu ramai dikunjungi, apalagi pada hari libur seperti ini. Sampai tak terasa waktu menunjukkan pukul 2 siang. Biasanya di jam segini, rumah makan ayahku agak sedikit sepi dan baru akan ramai lagi pada jam 5 sore sampai malam hari. Oleh karena itu, akupun sudah tidak membantu Ayah dan para karyawan Ayahku. Aku berjalan menuju meja yang diisi oleh teman satu kampusku yang kemarin sudah mengabariku untuk datang berkunjung. Sebenarnya dia sudah datang sejak jam 1 siang tadi. Hanya saja, restoran yang begitu ramai membuatku tidak bisa fokus mengobrol dengannya. Barulah saat ini aku bisa mengham
"Teruslah tersenyum, Ra." batin Yuda berucap. Dia pun melanjutkan menyesap es tebu sambil sesekali melihat Yura lagi. …. "Hah kenyang…" desah Yura sambil mengelus perutnya. "Ya tentu kenyang Ra. Kamu udah makan banyak banget tadi!" jawab Yuda tertawa. "Abis jarang-jarang banyak tukang jualan kayak tadi Yud. Makanya aku jadi mau semuanya. Hahaha." 'Tidak apa-apa Ra, yang penting kamu bahagia.' Yuda tersenyum dengan isi hatinya. "Ya udah, ayo pulang Yud. Udah jam 8 ternyata!" Yura melihat jam di pergelangan tangannya. "Kamu udah siap pulang nih ya?" ledek Yuda dengan mengangkat satu alisnya. "Iya Yuda…" Yura segera menaiki sepeda Yuda, dan Yuda mulai mengayuh sepedanya lagi menuju rumah. Sesampainya dirumah Yura. Yuda bertemu dengan Ayah Yura yang hendak membuang sampah. Tidak hanya jalanan saja yang ramai, tapi rumah makan milik Yura juga cukup ramai pengunjung hari ini. Dan memang setiap Jum'at malam sampai Minggu tempat makan Yura selalu ramai. Selain harga yang terjangkau
Aulia POV: Sebentar lagi akan memasuki ujian semester, oleh karena itu diriku lebih fokus pada kuliah saat ini. Aku sudah mulai memasuki semester akhir, yang di mana akan disibukkan untuk membuat bahan skripsi. Sungguh tak terasa waktu berjalan begitu cepatnya. Kesibukan ini sejenak membuatku lupa akan masalah yang dihadapi oleh kedua teman kecilku. Aku selalu ingin mencari tahu lebih dalam tentang masalah ini, akan tetapi ya…kesibukan membuatku sulit memberi waktu untuk hal lain. Terakhir yang aku tahu, saat mencari informasi tentang temanku adalah soal Yuda yang ternyata tidak menghapus postingan yang pernah dia buat di F*. Sungguh membuatku kesal dan kecewa. Kenapa dia tidak menghapus dan bahkan membohongiku? "Aulia, kamu nggak makan?" sapa salah satu teman dekatku di kampus yang bernama Astrid. "Iya, serius banget belajarnya Li!" "Aku yakin kamu pasti bisa ngerjain tugas ujian besok kok Lia, hehe." Kali ini temanku yang lain yaitu Icha dan Riska ikut berkomentar. Ya, meman
Ibuku? Aku sudah lama tidak pernah bertemu dengannya lagi, setelah dia membuangku. "Temui dia di tempat lain." Ayahku berjalan mendekat ke arahku. "Memeliharamu saja sudah sangat menyusahkan, apalagi harus membiarkan peliharaan lain datang ke tempatku." Ayahku pergi meninggalkan aku yang menahan amarah akan ucapannya tadi. 'Kematian adalah kado terindah untukmu. Ayah.' …. Kini aku berada di dalam kamarku lagi. Pikiranku masih terus memikirkan ucapan Ayahku. "… Ibumu ingin bertemu." Kenapa saat ini dia ingin melihatku? Apa ada hal yang ingin dia manfaatkan dariku? Setahuku, pekerjaan Ibu adalah seorang desainer. Dan bisa dikatakan cukup sukses di kalangan para desainer lainnya. Lalu untuk apa kita bertemu? Masih teringat dengan jelas betapa dia tidak menginginkanku. Dia berusaha untuk membuatku pergi jauh darinya. Itu terlihat dari bagaimana dia meninggalkan aku seorang diri dirumahnya. Dia tidak membuatkan aku makan atau bahkan menyiapkan perlengkapan sekolahku. Sungguh meny
Rumah yang tidak pernah bisa membuatku nyaman. Seakan itu bukanlah rumah, yang seharusnya membuatku merasa aman dan tenang. … Aku sudah sampai di depan rumahku. Mengendarai mobil masuk ke dalam garasi rumah. Ayahku sangat menyukai mobil, oleh sebab itu banyak sekali mobil yang terparkir di garasi. Sangat banyak. Hal yang paling membuatku nyaman berada dirumah adalah pada saat nenekku berkunjung. Dari aku kecil, hanya neneklah yang selalu memprioritaskan aku. Karena nenek pula aku bisa tinggal bersama Ayahku. Orang tua dari Ibu kandungku sudah lama meninggal sejak Ibuku masih remaja. Oleh karena itu, sosok yang paling aku kenal hanya Ibu dari Ayahku. Untuk kakek juga sudah lama meninggal dunia pada saat aku berumur 1 tahun. "Oh sudah pulang? Den Bima sudah makan?" sapa salah satu pelayan dirumahku. "Tidak usah Bi, aku sudah makan tadi." "Baik, Den." ucapnya halus. Pelayan rumahku ini sudah berusia 40 tahun. Dan dia juga yang sudah mengurusku sejak kecil. "Ayah sudah pulang, Bi?
Bima POV: Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 17:30 sore. Aku dan beberapa teman sekelas bersiap untuk pulang kuliah. Aku membereskan barang bawaan ke dalam ransel. Kemudian berjalan keluar kelas yang kemudian disusul oleh kedua temanku. Dan tidak berapa lama, Yuda dan Ari ikut keluar dari dalam kelas dan berjalan melewatiku dan kedua temanku. "Buru-buru banget, mau pacaran ya? Hahaha!" Temanku berucap dengan kedua tangannya saling menyatu, seakan sedang bergandengan. Aku yang mendengar ucapan itu hanya tersenyum kecil. Mereka berdua tidak menghiraukan ucapan temanku dan terus berjalan menuju pintu keluar fakultas. "Aku merasa heran, orang seperti Yuda masih ditemenin!" "Ya namanya juga pasangan, Dho." Kini satu temanku yang lain ikut bersuara. Temanku yang bernama Ridho tertawa geli mendengarnya. "Apa orangtuanya sudah tahu tentang ini belum ya?" Mendengar ucapan temanku yang bernama Raden membuatku mulai memikirkan hal yang sama. "Sudah mungkin, Den. Dan direstuin gitu aja s