Aulia POV:
Aku selalu memperhatikanmu, melihat pesona indah yang selalu terpancar dalam dirimu. Efek yang membuatku tidak bisa lepas jauh darimu.
Aku selalu tidak sabar menunggu hari esok datang. Hari di mana aku akan melihatmu dan kamu akan melihatku. Hari dimana kamu merangkulku, bersuara merdu di telingaku.
Kamu…
Seseorang yang ku kagumi sejak lama, sejak ku mulai mengenal cinta.
Aulia POV end.
Angin pagi ini terasa lebih dingin dari hari biasanya. Bahkan saat musim hujan tiba, rasanya tidak sedingin ini.
Dinginnya udara begitu terasa menusuk sampai ke relung hati seseorang yang tengah berdiri tak bergeming. Menunggu seseorang lain yang akan datang menyapanya, seperti hari-hari biasa.
Tak berapa lama kemudian, terdengar suara rantai sepeda yang begitu familiar. Disana terlihat seorang pria berpakaian casual dengan tas dipundaknya, mengayuh sepeda menuju seorang wanita yang sedang berdiri didekat pintu sebuah rumah. Memberikan senyuman manis kepada si wanita yang sudah menunggunya.
"Ayo Ra!" ucap si pria ketika sampai didepan si wanita.
Yura POV:
Aku lalu naik ke sepeda Yuda, dengan sebelumnya membalas senyumannya.
Didalam perjalanan kita masih terdiam, tanpa ada yang mau memulai pembicaraan. Membuat suasana menjadi canggung karena kesunyian ini.
Perjalan menuju kampus akan melewati tempat penjual siomay yang kemarin kita datangi. Tempat tersebut masih terlihat sepi karena siomay Bang Jali baru buka sekitar jam 10 pagi, sesuai jam istirahat anak sekolah.
Akupun mulai mengingat kembali kejadian kemarin. Kejadian di mana membuat hatiku terluka. Seperti bekas luka karena tergores ujung kertas yang tajam, walaupun tidak berdarah tapi sangat terasa sakitnya.
Aku tahu bahwa salah satu yang membuat hatimu sakit adalah cinta. Seperti halnya rasa cinta yang aku berikan untuk ibuku. Saat aku kehilangannya membuat hatiku sangat sakit, hingga aku merasa marah pada semua orang.
Tapi, ini mungkin terasa berbeda, bahkan lebih sakit saat aku kehilangan ibuku. Hanya saja tetap terasa tidak nyaman di hati ini.
...
Beberapa saat kemudian, kita sampai di fakultas ekonomi. Yuda kemudian mengayuh sepedanya lagi ke arah fakultas teknik sambil melambaikan tangan.
Aku masih menatapnya yang pergi menjauh dariku. Memikirkan kejadian kemarin yang membuat kita menjadi sedikit berbeda.
"Apa kita akan berbeda?" gumamku yang masih menatap Yuda.
Merasa bersalah atas pengakuan 'cinta' yang aku lakukan, memicu rasa takut dalam hatiku.
Aku harus mulai menyadari dan merelakan hal itu. Menyadari bahwa kita hanya akan menjadi teman dan merelakan Yuda bersama yang lain.
Setelah Yuda menghilang dari pandanganku, aku lalu berbalik untuk pergi masuk ke kelasku. Sampai tiba-tiba ada orang lain yang menabrakku dari belakang. Aku kemudian menoleh dan melihat orang itu.
"Maaf Ra, aku tadi nggak hati-hati jalannya." ucap seorang pria, Ardi. Dia teman satu fakultas dan jurusan denganku, hanya saja saat ini dia mengambil jurusan manajemen operasional.
"Kamu nggak apa apa, Ra? tanyanya.
Aku hanya sedikit terkejut karena Ardi tiba-tiba menabrakku. "Oh, nggak apa-apa kok Di. Aku baik-baik aja."
"Sekali lagi maaf ya, Ra." ucap Ardi lagi sambil menyatukan kedua tangannya.
"Iya aku maafin Di, tapi besok-besok jangan jalan sambil main ponselmu!" Aku melihat Ardi sedang menggengam ponselnya.
"Iya, tadi terlalu fokus lihat jadwal hari ini, sampai meleng jalannya." Ardi tersenyum padaku dan aku membalas senyuman itu.
Kemudian kita masuk bersama ke gedung fakultas ekonomi dan berpisah.
Yura POV end.
Di dalam toilet fakultas ekonomi, Yuda sedang mencuci wajahnya di wastafel. Merasa bodoh akan hal yang dia lakukan tadi.
"Kenapa aku diam saja tadi?" ucap Yuda sambil terus menyiramkan air diwajahnya.
Beberapa menit kemudian Yuda keluar dari toilet dan berjalan menuju ruang kelasnya. Dia masih terus merutuki perbuatannya itu.
….
Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Semua mahasiswa berbondong-bondong pergi menuju kantin untuk makan siang.
Seperti biasa, Yuda dan Yura akan makan bersama. Memakan bekal yang dibawakan oleh Yura. Mereka tidak hanya makan berdua saja, tapi juga bersama Ari dan Lia. Saat ini mereka berada di fakultas ekonomi.
"Wih… bawa apa nih hari ini?" ucap Ari melihat bekal yang di bawa oleh Yura.
"Tadi tempat makan Ayahku menunya lagi ikan, jadi aku bawa ikan nila cabai ijo sama tumis jamur buncis." ujar Yura, sambil membuka satu persatu bekal makanannya.
"Aku datang...!" Lia datang membawa 4 es teh dan Ari langsung membantu Lia mengambil minuman tersebut dari nampan.
"Wah kayaknya enak nih…" ucap Lia setelah melihat bekal makanan yang dibawa Yura.
"Iya Li, kamu boleh coba kok." ucap Yura.
Lia duduk disamping Yura, sedangkan Ari berada didepan Lia dan disampingnya adalah Yuda yang tentu saja berhadapan langsung dengan Yura.
"Jadi pengin main ke rumah Yura deh!" Ari berucap sambil mengaduk makanannya.
"Bilang aja kamu pengen makan gratis!" Lia meledek sang kekasih.
Ari tertawa dan mengelus rambut Lia lembut. "Apa sih, sayang…"
Lia pun tersenyum manis kepada Ari.
Yura dan Yuda yang melihatnya hanya tersenyum kecil. Sebenarnya ini adalah hal biasa yang mereka lihat, dan biasanya mereka akan meledek kemesraan yang dilakukan oleh dua temannya itu. Tapi kali ini berbeda, hanya senyuman yang bisa mereka tunjukkan.
Ari dan Lia sebenarnya merasa bahwa hubungan pertemanan Yura dan Yuda bukanlah hubungan pertemanan biasa. Hubungan mereka sudah mirip seperti sepasang kekasih, tapi Ari dan Lia hanya tidak ingin mencampuri urusan mereka. Membiarkan mereka untuk menyadarinya sendiri.
….
Terkadang seorang teman harus tahu akan batasan yang harus mereka tahu.
Jangan lupa share cerita ini ke semua teman kalian, ya! Bilang kalau ada cerita ketjeh disini. Semoga senang bertemu Yura dan Yuda!
4 bulan kemudian... Yuda dan Yura sudah mulai kembali normal. Sudah tidak ada kecanggungan di antara mereka. Mencoba sedikit demi sedikit saling melupakan sebuah ingatan yang telah berlalu. Yura sudah mulai merelakan perasaannya kepada Yuda. Merelakan Yuda bersama orang lain yang dia cintai. Dan kini, Yura sudah menemukan beberapa pria yang mengajaknya berkenalan. Mulai membuka hatinya bersama pria lain. Sedangkan Yuda hanya bisa menatap Yura yang tengah sibuk berkenalan dengan beberapa pria. Yura selalu menunjukkan pria-pria tersebut kepada Yuda. Sesekali Yuda akan meledek Yura, berpura-pura menyukai pria yang dia tunjukkan. Yuda sebenarnya tidak rela melihat Yura seperti itu. Tapi dia juga masih belum bisa menegaskan hatinya bahwa dia 'mencintai Yura'. Masih banyak keraguan di dalam hatinya. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa Yura pun sebenarnya belum benar-b
"Bagaimana ini bisa tersebar?" … Bima Cahyo Utomo. Aku memang sedikit tidak bersahabat dengan Bima, karena aku merasa sepertinya dia iri denganku. Aku tidak tahu pasti kenapa, mungkin karena aku memiliki banyak teman dan juga keluarga yang baik. Bima termasuk dari keluarga berkecukupan, bahkan hampir mirip sepertiku. Hanya saja dia memiliki orangtua yang kurang baik. Kedua orangtuanya telah bercerai dan Ibunya sudah menikah lagi. Sedangkan Ayahnya sepertinya selalu memberikan tekanan batin pada Bima dan juga melakukan kekerasan fisik padanya. Aku sesekali melihat luka-luka lebam ditubuhnya dan kadang dia terlihat sangat rapuh. Aku ingin sekali berteman dengannya, hanya saja dia memiliki sikap yang kurang ramah ke beberapa orang, membuatku jadi segan untuk berteman dengannya. Bima memiliki 2 teman yang cukup d
Yura POV: Setelah aku melambaikan tanganku kepada Yuda, kemudian aku mulai berjalan masuk ke dalam fakultasku. Hari ini begitu cerah dan udara terasa begitu lebih sejuk. Sepertinya semesta sedang memberiku semangat untuk menjalani hari ini. Aku berjalan dengan santainya melewati beberapa kelas disekitarku. Hingga sampailah aku di depan kelas, sambil menyapa teman-temanku, aku pun kemudian duduk ditempat yang biasa aku duduki. Tapi entah mengapa tidak ada yang membalas sapaanku?
Aku terus berlari tak tentu arah sampai tiba-tiba ada sebuah tangan menarik lenganku, membuatku berhenti berlari. Lia. … Sekarang aku berada di sebuah taman kecil, di samping fakultas bersama Lia. Lia menarikku dan mengajakku berbicara. Aku masih menangis memikirkan ucapan teman-teman kelasku. "Kamu nggak jijik sama aku atau Yuda, Li?" ucapku. "Aku hanya jijik sama kotoran." Lia berucap sambil mengusap punggungku. "Dan bukan sama seorang teman." Kini aku menatap Lia yang sedang tersenyum. Melihat senyuman Lia membuatku semakin menangis, aku menangis karena ucapan Lia yang membuatku terharu. Aku kemudian memeluk Lia dengan erat. "Terkadang sesuatu yang berbeda, tidak semuanya bisa diterima dengan baik Ra. Kita harus bersabar menghadapinya." Lia bersuara dengan lembut
Yura berlari menuju fakultas teknik untuk menemui Yuda. Setelah mendengar ucapan dari Lia tentang Ari yang tidak bisa menerima Yuda, membuat Yura jadi semakin khawatir pada Yuda. Dia sudah mencoba menghubungi Yuda berkali-kali, tapi tetap tidak ada jawaban dari Yuda.Yura berlari melewati beberapa lorong ruangan di fakultas tersebut, kemudian dia menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju ruang kelas Yuda yang berada di lantai 4. Yura menggunakan tangga untuk naik karena banyak para mahasiswa sedang mengantri di depan lift dan hanya satu lift yang beroperasi saat itu karena lift yang satunya sedang dalam perbaikan.Yura sesekali berhenti untuk mengatur nafasnya dengan keringat yang bercucuran membasahi pipinya. Dan setelah beberapa menit, Yura sudah sampai di lantai 4 dan mulai mencari ruang kelas Yuda. Yura belum pernah sampai ke lantai atas fakultas Yuda. Biasanya mereka hanya bertemu di depan lift, kantin ataupun diluar fakultas.Yura mencoba bertanya ke beberapa orang ditempat i
Yura terus berusaha melepaskan cengkraman tangan Bima. "Lepasin nggak? Atau aku akan teriak!" Tapi Bima tidak mendengarkan ucapan Yura, dia terus menggenggam tangan Yura. Sampai akhirnya Bima merasa ada yang menarik rambutnya dengan kuat, dia pun menoleh ke arah orang yang menarik rambutnya itu. Ari... …. Tak disangka, Ari datang menolong Yura yang tengah kesulitan menghadapi Bima. "Jika kamu pikir temanku adalah banci, dengan kamu menyakiti perempuan seperti ini, tidak ada bedanya bukan? Bahkan mungkin lebih parah!" ucap Ari ketus. Bima melepaskan genggaman tangan Yura dan menghempaskannya, hingga Yura jatuh terduduk. Kini Bima mulai beralih kepada Ari yang sudah melepaskan tarikan dirambut Bima. "Oh... kamu mau aku bikin babak belur juga seperti temanmu itu?" Bima berucap dengan intonasi keras dan sudah sangat siap memukul Ari. Yura kemudian berdiri. Dengan kekuatan yang tersisa ditubuhnya, dia mulai menarik baju Bima hingga terjatuh ke lantai. Setelah itu Yura sedikit berteri
Drrrt… "Ra, maaf ya. Hari ini kita nggak makan bareng dulu." Seketika Yura tersadar bahwa ini sudah masuk jam makan siang, saat melihat pesan yang dikirimkan oleh Yuda. "Oh ya… ini sudah jam 12." gumamnya. "Kenapa, Ra?" tanya Ari ingin tahu. "Emm… Aku baru sadar kalau sekarang sudah waktunya jam makan siang." jawab Yura dengan ekspresi bingung. "Tapi aku lupa, tasku ada di dalam kelas. Tadi aku langsung keluar begitu saja tanpa membawa apapun kecuali ponselku." lanjutnya. Ari mulai berpikir untuk membelikan makan siang untuk mereka berdua. "Ya udah kamu masuk aja dulu ke ruang UKM, nanti aku pergi ke kantin untuk membelinya. Okay, Ra?" "Nggak usah, Ri." ucap Yura sambil menyilangkan kedua tangannya. "Aku beli sendiri aja Ri, kamu makan aja sama Lia." Ting!... "LIA..." ucap mereka bersamaan. Mereka pun langsung menyadari bahwa bisa saja Lia yang mengambilkan bekal makanan milik Yura untuk dimakan bersama di ruang UKM. "Aku sampai lupa kalau kekasihku ada di fakultas yang sam
Yura masih duduk di tempat yang sama saat terakhir Ari meninggalkan Yura untuk menjemput Lia. Yura sedikit mendongakkan kepalanya sambil memikirkan kejadian hari ini.Memikirkan bagaimana hal selanjutnya yang akan terjadi kepada Yuda. Seluruh kampus saat ini sudah mengetahui tentang orientasi seksual Yuda. Sesuatu yang sangat sulit diterima oleh banyak orang."Huuft…"Yura hanya bisa menghela nafas panjang. Sambil sesekali memijat kepalanya yang mulai terasa pusing.Suara mulai terdengar dari pintu yang dibuka. Dengan refleks Yura menegakkan duduknya dan melihat ke sumber suara tersebut. Terlihat ada seorang wanita muda keluar dari ruang UKM. Wanita tersebut adalah salah satu petugas kesehatan. Memang biasanya saat jam istirahat, beberapa petugas kesehatan akan keluar dari ruang UKM untuk sekedar makan siang. Yura yang melihatnya langsung berdiri dan mulai berbicara dengan petugas tersebut."Kak, aku boleh minta izin untuk menemani mahasiswa yang sedang ada di ruang UKM itu? Dan seka
"Adik aku cewek Ra. Dia baru masuk SMA setahun yang lalu." Aku mengangguk.Beberapa detik kemudian, ponsel milik David bunyi menandakan ada seseorang yang meneleponnya. David dengan sedikit ragu-ragu mengangkat telepon tersebut. "Bentar ya, Ra.""Iya Vid, angkat aja dulu." jawabku mempersilahkan.Entah kenapa David begitu gugup saat mendapatkan panggilan telepon tersebut. Dia pun keluar dari restoran Ayahku, tapi aku masih bisa melihatnya dari balik kaca jendela. Sesekali dengan menatapku dan tersenyum kecil. Aku pun membalas senyumannya.….Sembari menunggu David selesai menelepon, aku mengambil ponselku dan mengirimkan pesan kepada Yuda."Hari ini kamu kesini nggak?"Drrt… drrt…"Iya Ra. Tapi mungkin sekitar jam 7an Ra. Kenapa? Kamu udah kangen? Hehe…"Ck…Aku tersenyum melihat pesan dari Yuda."Iya aku kangen. Kangen nyuruh-nyuruh kamu Yud. Hahaha…"Drrt… drrt…Yuda memberikan emot sedih.Kembali ku tersenyum geli. Aku pun membalas dengan memberikan emot tertawa terbahak-bahak."Ra
"Kamu terlihat cantik, Ra." ucap David tiba-tiba. Saat itu aku sedang mengarahkan wajahku di depan kipas angin. Aku pun menoleh ke arahnya yang sedang tersenyum manis. …. Ya, mungkin benar apa yang dikatakan oleh banyak orang. Jika seseorang sedang mencoba mendekati orang yang disukai, mereka akan berusaha untuk merayunya. Dan ini pun yang mungkin sedang dilakukan David kepadaku. Aku sedikit merinding mendengar ucapannya. Aku hanya membalas senyuman David tanpa berkata apa-apa, serta kembali menoleh ke arah kipas angin. "Oh ya, kalo kamu lagi libur gini, pasti seperti ini ya?" "Iya." jawabku singkat tanpa menatap wajahnya. Aku masih menikmati udara dari kipas angin sambil memejamkan mata. Entah karena aku mulai merasa tidak nyaman, atau memang hanya masih merasakan gerah ditubuhku. "Rajin ya kamu Ra. Mungkin, kalau boleh, kapan-kapan aku ikut bantuin ya Ra?" "Nggak usah, Vid. Main aja ke tempatku. Nggak usah bantuin. Hehe… kamu kayak Yuda juga, bukannya jadi tamu yang baik malah
"Ya tentu saja Ra. Terlihat dari mata kamu yang layu dan sedikit pucat." Aku sedikit terkejut saat David menyentuh pipi kananku dan membelainya halus. Tanpa disadari dengan reaksi yang aku berikan, aku langsung mundur dan sedikit menjauhkan wajahku dari genggaman tangan David. 'Sungguh aku merasa aneh' …. Entah kenapa aku merasa sedikit tidak nyaman saat dia menyentuh wajahku? Padahal aku sering disentuh oleh Yuda, baik kepalaku bahkan wajahku. Mungkin itu yang dimaksud dengan perasaan nyaman saat orang yang kita cinta menyentuh kita. David sedikit terkejut saat melihat reaksiku. Dia terlihat menunjukkan raut wajah tidak enak padaku. "Ma..maaf Ra? Aku nggak maksud buat kamu nggak nyaman. Maaf banget ya Ra?" Dia menyatukan kedua tangannya dengan terus mengucapkan kata maaf. Akupun merasa tidak enak kepada David karena reaksiku yang aku rasa berlebihan. Aku menggelengkan kepalaku dan menyentuh lengan David dengan tangan kananku. "Nggak apa-apa kok Vid. Aku aja yang berlebihan, ngg
Yura POV. Pagi ini aku bangun sekitar jam 9. Padahal aku berencana untuk bangun lebih siang. Hehe… Seperti biasa di pagi hari pada hari libur, aku akan membantu Ayah dan para karyawan lain untuk mengurus rumah makan keluargaku. Aku membantu menyambut tamu, mencatat pesanan, mengantarkan pesanan, membersihkan meja dan bahkan mencuci piring. Aku sangat bersyukur karena usaha tempat makan Ayahku selalu ramai dikunjungi, apalagi pada hari libur seperti ini. Sampai tak terasa waktu menunjukkan pukul 2 siang. Biasanya di jam segini, rumah makan ayahku agak sedikit sepi dan baru akan ramai lagi pada jam 5 sore sampai malam hari. Oleh karena itu, akupun sudah tidak membantu Ayah dan para karyawan Ayahku. Aku berjalan menuju meja yang diisi oleh teman satu kampusku yang kemarin sudah mengabariku untuk datang berkunjung. Sebenarnya dia sudah datang sejak jam 1 siang tadi. Hanya saja, restoran yang begitu ramai membuatku tidak bisa fokus mengobrol dengannya. Barulah saat ini aku bisa mengham
"Teruslah tersenyum, Ra." batin Yuda berucap. Dia pun melanjutkan menyesap es tebu sambil sesekali melihat Yura lagi. …. "Hah kenyang…" desah Yura sambil mengelus perutnya. "Ya tentu kenyang Ra. Kamu udah makan banyak banget tadi!" jawab Yuda tertawa. "Abis jarang-jarang banyak tukang jualan kayak tadi Yud. Makanya aku jadi mau semuanya. Hahaha." 'Tidak apa-apa Ra, yang penting kamu bahagia.' Yuda tersenyum dengan isi hatinya. "Ya udah, ayo pulang Yud. Udah jam 8 ternyata!" Yura melihat jam di pergelangan tangannya. "Kamu udah siap pulang nih ya?" ledek Yuda dengan mengangkat satu alisnya. "Iya Yuda…" Yura segera menaiki sepeda Yuda, dan Yuda mulai mengayuh sepedanya lagi menuju rumah. Sesampainya dirumah Yura. Yuda bertemu dengan Ayah Yura yang hendak membuang sampah. Tidak hanya jalanan saja yang ramai, tapi rumah makan milik Yura juga cukup ramai pengunjung hari ini. Dan memang setiap Jum'at malam sampai Minggu tempat makan Yura selalu ramai. Selain harga yang terjangkau
Aulia POV: Sebentar lagi akan memasuki ujian semester, oleh karena itu diriku lebih fokus pada kuliah saat ini. Aku sudah mulai memasuki semester akhir, yang di mana akan disibukkan untuk membuat bahan skripsi. Sungguh tak terasa waktu berjalan begitu cepatnya. Kesibukan ini sejenak membuatku lupa akan masalah yang dihadapi oleh kedua teman kecilku. Aku selalu ingin mencari tahu lebih dalam tentang masalah ini, akan tetapi ya…kesibukan membuatku sulit memberi waktu untuk hal lain. Terakhir yang aku tahu, saat mencari informasi tentang temanku adalah soal Yuda yang ternyata tidak menghapus postingan yang pernah dia buat di F*. Sungguh membuatku kesal dan kecewa. Kenapa dia tidak menghapus dan bahkan membohongiku? "Aulia, kamu nggak makan?" sapa salah satu teman dekatku di kampus yang bernama Astrid. "Iya, serius banget belajarnya Li!" "Aku yakin kamu pasti bisa ngerjain tugas ujian besok kok Lia, hehe." Kali ini temanku yang lain yaitu Icha dan Riska ikut berkomentar. Ya, meman
Ibuku? Aku sudah lama tidak pernah bertemu dengannya lagi, setelah dia membuangku. "Temui dia di tempat lain." Ayahku berjalan mendekat ke arahku. "Memeliharamu saja sudah sangat menyusahkan, apalagi harus membiarkan peliharaan lain datang ke tempatku." Ayahku pergi meninggalkan aku yang menahan amarah akan ucapannya tadi. 'Kematian adalah kado terindah untukmu. Ayah.' …. Kini aku berada di dalam kamarku lagi. Pikiranku masih terus memikirkan ucapan Ayahku. "… Ibumu ingin bertemu." Kenapa saat ini dia ingin melihatku? Apa ada hal yang ingin dia manfaatkan dariku? Setahuku, pekerjaan Ibu adalah seorang desainer. Dan bisa dikatakan cukup sukses di kalangan para desainer lainnya. Lalu untuk apa kita bertemu? Masih teringat dengan jelas betapa dia tidak menginginkanku. Dia berusaha untuk membuatku pergi jauh darinya. Itu terlihat dari bagaimana dia meninggalkan aku seorang diri dirumahnya. Dia tidak membuatkan aku makan atau bahkan menyiapkan perlengkapan sekolahku. Sungguh meny
Rumah yang tidak pernah bisa membuatku nyaman. Seakan itu bukanlah rumah, yang seharusnya membuatku merasa aman dan tenang. … Aku sudah sampai di depan rumahku. Mengendarai mobil masuk ke dalam garasi rumah. Ayahku sangat menyukai mobil, oleh sebab itu banyak sekali mobil yang terparkir di garasi. Sangat banyak. Hal yang paling membuatku nyaman berada dirumah adalah pada saat nenekku berkunjung. Dari aku kecil, hanya neneklah yang selalu memprioritaskan aku. Karena nenek pula aku bisa tinggal bersama Ayahku. Orang tua dari Ibu kandungku sudah lama meninggal sejak Ibuku masih remaja. Oleh karena itu, sosok yang paling aku kenal hanya Ibu dari Ayahku. Untuk kakek juga sudah lama meninggal dunia pada saat aku berumur 1 tahun. "Oh sudah pulang? Den Bima sudah makan?" sapa salah satu pelayan dirumahku. "Tidak usah Bi, aku sudah makan tadi." "Baik, Den." ucapnya halus. Pelayan rumahku ini sudah berusia 40 tahun. Dan dia juga yang sudah mengurusku sejak kecil. "Ayah sudah pulang, Bi?
Bima POV: Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 17:30 sore. Aku dan beberapa teman sekelas bersiap untuk pulang kuliah. Aku membereskan barang bawaan ke dalam ransel. Kemudian berjalan keluar kelas yang kemudian disusul oleh kedua temanku. Dan tidak berapa lama, Yuda dan Ari ikut keluar dari dalam kelas dan berjalan melewatiku dan kedua temanku. "Buru-buru banget, mau pacaran ya? Hahaha!" Temanku berucap dengan kedua tangannya saling menyatu, seakan sedang bergandengan. Aku yang mendengar ucapan itu hanya tersenyum kecil. Mereka berdua tidak menghiraukan ucapan temanku dan terus berjalan menuju pintu keluar fakultas. "Aku merasa heran, orang seperti Yuda masih ditemenin!" "Ya namanya juga pasangan, Dho." Kini satu temanku yang lain ikut bersuara. Temanku yang bernama Ridho tertawa geli mendengarnya. "Apa orangtuanya sudah tahu tentang ini belum ya?" Mendengar ucapan temanku yang bernama Raden membuatku mulai memikirkan hal yang sama. "Sudah mungkin, Den. Dan direstuin gitu aja s