Beranda / Romansa / UNFINISHED PAST / BAB 12 | Kontes Kecantikan

Share

BAB 12 | Kontes Kecantikan

Penulis: restianiastuti48
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Buriq? Kau tau buriq bukan kata-kata yang bagus bukan?"

Seketika Bian dan Sandi tertawa, membuat Jun Ki semakin jengkel.

"Emang apa yang terjadi dengan kencan buta lo?" tanya Sandi penasaran.

(Malam sebelumnya)

"Jadi, kamu Oppa-nya Jung hee?"

"Iya."

"Makasih ya sudah mau datang. Namaku Jessi."

"Aku Jun Ki."

"Aku, tak secantik cewek-cewek di Korea, bahkan kulitku saja gak putih."

"Bukan masalah."

Jessi tersenyum senang, sementara Jun Ki memutar bola matanya, apanya yang gak putih? Siapapun bisa melihat kalau Jessi berkulit  putih cerah.

Setelah pesanan datang, mereka menyantap makanan dalam hening.

"Ah!" Jessi merasakan tasnya terjatuh, dan dengan sigap Jun Ki mengambilkannya.

"Gomawo, Oppa!"

"Ada apa dengan kakimu? Gatal?" tanya Jun Ki terheran saat melihat gadis di depannya mengusap kakinya yang jenjang.

Lalu Jessi menggeleng, sejujurnya ia ingin memamerkan kaki putih dan mulusnya, yang layaknya artis-artis Korea.

Jun Ki mencoba tersenyum, "Kakimu sangat buriq."

"APA?!"

"Jes-jessi!!"

Lagi-lagi Bian dan sandi tertawa begitu mendengar cerita Jun Ki.

"Trus lo tau buriq itu darimana?"

"Aku tanya Chaira."

Sandi dan Bian saling pandang.

"Oh, tadi pas kuliahnya Pak Ilham, lo tanya sama dia?"

Junki menggeleng, "Bukan."

"Trus?"

"Semalam lewat pesan."

"Apa?! Maksud lo, lo udah chatingan sama Chaira?"

Sementara Jun Ki hanya tersenyum menjawab pertanyaan Bian. Hingga berakhir dengan kejar-kejaran ala mereka.

***

Chaira tengah kebingungan, ia menyendiri di taman dengan segala keluhannya.

"Duh, kenapa aku bisa lupa bawa make up sih?"

Tanganya bergetar, jantungnya berdegup dengan keras. Chaira tidak habis pikir, sudah datang terlambat, pakai lupa membawa riasan segala pula. Padahal hari ini adalah acara berbagai perlombaan, termasuk lomba model.

"Aduh, gimana nih ..."

"Chaira?"

Chaira terkejut mendengar namanya dipanggil, jangan sampai itu adalah teman kampusnya. Ketika ia berbalik, Chaira tersenyum karna ternyata yang menyapanya adalah Kinanti, Asisten Dosen.

"Kamu Chaira, kan?" tanya Kinanti lagi.

"I-iya kak."

"Kamu ngapain di sini?"

"Hmm ... aku ..."

"Kok kamu kaya lagi kebingungan gitu, ada yang bisa aku bantu?"

Chaira menatap Kinanti dengan tatapan kosong, lalu Kinanti membawa Chaira ke tempat duduk, merekapun berbincang. Chaira menceritakan kesulitannya saat ini.

"Oh, kenapa kamu gak bilang padaku? Aku bisa bantu kok."

"Be-benarkah?"

Kinanti mengangguk, ia mengajak Chaira ke ruangannya, kebetulan ruang Dosen saat itu sedang sepi.

Setelah beberapa jam berlalu, Chaira keluar dari ruang dosen, karena sebentar lagi kontesnya akan dimulai. Tak lupa ia mengucapkan terimakasih pada Asisten Dosennya yang cantik itu.

"Tak kusangka, selain cantik dan pintar, Kak Kinanti juga baik banget."

Chaira berjalan dengan anggun di depan para juri dan teman-temannya, ia tidak begitu mempelajari bagaimana caranya menjadi model, masa bodoh, yang penting Chaira sudah menjalankan tugasnya.

"Anjir, itu Chaira kan? Cantik banget." ujar Bian, mengatakan kekagumannya.

"Dia kan, memang cantik." sahut Sandi, tak kalah heboh dari ucapan Bian sebelumnya.

Sementara Jun Ki hanya tersenyum memperhatikan gadis di atas sana dari atas hingga bawah.

Sayangnya, Chaira tidak memenangkan lombanya, karna kurang memenuhi kriteria. Chaira sudah cantik dan anggun, namun ia kurang memperagakan peran sebagai model.

Chaira hanya mendapat juara harapan ke dua, dan itu cukup membanggakan bagi teman-teman Chaira.

"Selamat ya! Gue gak nyangka lo bakal secantik itu." ucap Meli.

"Hmm ... iya, makasih ya."

Kuliah diliburkan beberapa hari setelah kegiatan selesai. Memberikan waktu untuk para mahasiswa beristirahat sejenak, sementara para Dosen melakukan kegiatan sendiri.

"Eh, para Dosen mau liburan ke Bali ya?" tanya Bian sambil memakan Snack yang didapat dari Hadian lomba.

Sandi mengangguk, ia sedang membereskan piala yang didapatkan kelasnya, ke dalam lemari.

"Gimana kalo besok kita ke warnet?"

"Mabar?"

Bian mengangguk, lalu menyenggol Jun Ki.

"Kol!" ucap Jun Ki menyetujui, jarinya membentuk tanda ceklis.

"Apa?"

Sandi menarik bian, "Setuju, artinya setuju."

Jun Ki terkekeh melihat Bian yang tidak mengerti maksudnya.

"Bilang dong, gue kira dia ngajak makan kol, Kan gue gak suka, kalo mau ajak gue makan, gue dikasih sop iga aja udah seneng kok!"

"Jelaslah!" Sandi menoyor kepala sahabatnya itu.

***

Sedang asik memberi makan ikan, ponsel Jun Ki berdering menandakan chat masuk.

Bian : Jungki, besok jadi kan? Eh besok, maksudnya nanti hari Minggu haha ...

Setelah membaca pesan tersebut, Jun Ki langsung menekan tombol panggilan.

"Apa kau bercanda? Kau kan bisa menghapusnya, kenapa kau berlagak salah berbicara?"

"Haha ..." terdengar kekehan di seberang sana.

"Yah, minggu pagi. Aku akan menunggu di warnet."

"Ok boss!!"

"Ya sudah, ku tutup."

Huh, sahabatnya itu, Jun Ki bahkan baru melepas pakaian kuliahnya, mereka baru merencanakan itu beberapa jam yang lalu, tapi Bian malah bertanya lagi.

Sementara di luar sana, Bian menyadari sikap aneh Jun Ki yang tidak seperti biasanya. Menurutnya, Jun Ki terkesan cuek saat di telpon.

_

Tidak banyak yang Jun Ki lakukan saat libur, adiknya menawarkan untuk pergi bersama teman ceweknya, dan dengan tegas Jun Ki menolak.

Tidak ingin kejadian yang sama terulang kembali. Lagi pula, Jun Ki kan bisa mencari pasangan sendiri.

"Hyungnim!"

Jun Ki menoleh, melihat adiknya yang baru saja pulang dari sekolahnya dengan raut wajah kecapean.

"Belikan aku minuman dong!"

"Kenapa kau tidak membelinya saat pulang sekolah?"

"Lupa ..." jawab Jung hee dengan khas manjanya.

"Alasan."

"Hyuung ..."

"Tidak mau, tidak akan."

"Aku janji tidak akan telat sholat subuh lagi, aku janji tidak akan memakai jasmu sembarangan, aku janji akan membereskan kamarmu setiap hari."

Jun Ki melirik adiknya, "Ehm, tapi bohong."

Dengan sigap Jun Ki melempar bantal sofa tepat ke wajah sang adik.

"Ayolah Hyung, Thai tea yang di dekat rumah, samping toserba juga gak apa-apa deh ..."

Seketika Jun Ki teringat yang dimaksud adiknya.

"Kol!"

Setelah sampai toserba, Jun Ki tersenyum, mendapatkan yang ia pikirkan.

"Kiaraaa ..."

Gadis berjilbab cream itu terkejut, lantas berdecak kesal. "Namaku Chaira, CHAIRA!"

Sementara lawan bicaranya hanya terkekeh. Chaira mendengus, bagaimana Jun Ki bisa lupa terus sama namanya sih? Sedangkan Chaira selalu ingat akan laki-laki itu.

Wajar, dia itu kan beda dengan teman-temannya yang lain, "Dasar anak Korea." Gumam Chaira, seraya menyiapkan pesanan Jun Ki.

"Kamu mengatakan sesuatu?"

Chaira tersenyum memamerkan deretan giginya.

***

"Anjiir!!"

"Dikit lagi Weh! Bangke!"

Berbagai umpatan keluar dari mulut dua teman Jun Ki, Bian dan Sandi. Kini mereka sedang di warnet bermain game.

"Ahh!! Si*l." Bian membuka kasar headset-nya. Ia menoleh pada Jun Ki yang santai bermain game.

"Anjir, Jungki, lo hebat banget maen game diem aja dari tadi."

"Udah kelas atas dia."

Jun Ki menyudahi permainannya, "Ya, sebenarnya di rumahku juga ada dua komputer, bisa untuk bermain game."

"Wah lo mah baru bilang, tau gitu di rumah lo aja kita, gak usah sibuk-sibuk ke warnet." ujar Bian agak kesal.

"Sudah ku bilang, hanya ada dua, kita kan bertiga."

"Balik yu!" ajak Sandi. "Eh tapi, bentar lagi ashar. Sholat dulu yu, di masjid sana." lanjutnya.

"Gimana sih caranya supaya termotivasi buat selalu sholat?" tanya Bian tiba-tiba.

"Inget mati!" jawab Sandi.

"Dih,"

"Kita tidak tau besok masih hidup atau tidak, jadi, buatlah kesan manis sebelum bertemu Tuhan." ujar Jun Ki dengan tenang.

***

Setelah beberapa hari kuliah diliburkan, hari ini semua mahasiswa kembali ke kampus.

Jun Ki tengah berjalan dengan tas selempangnya menuju kantin. Hari ini ia datang lebih cepat dari biasanya, setelah sepakat bertemu dengan Rayyan, salah satu Dosen yang juga saudaranya.

"Nih, dimakan ya."

"Makasih."

"Betah kuliah di sini?"

"Tidak ada alasan untuk tidak betah sih."

"Sepertinya ponakanku ini sangat nyaman berada di sini ya?" Rayyan menepuk-nepuk punggung Jun Ki.

"Hentikan, malu kalau ada yang lihat."

"Biar semua orang tau, kalau kita berdua memiliki ketampanan yang sama." ucap Rayyan seraya membuat ekspresi imut, membuat Jun Ki tidak betah lama-lama di dekat pamannya itu.

"Aku pergi dulu."

"Hei!"

Jun Ki setengah berlari menuju kelasnya.

"Benar kan, Kau sudah disini?"

"Apa urusanmu?" dengan cuek, Chaira menjawab pertanyaan Jun Ki.

Chaira terkejut saat Jun Ki menduduki bangku di sebelahnya.

"Kenapa kamu duduk disini?"

Sementara Jun Ki hanya mengangkat bahunya, "Kini kau mengurusiku?"

Chaira heran setengah mati, mengapa akhir-akhir ini Jun Ki seolah selalu menggodanya. Bahkan pria itu pernah beberapa kali mengirimi Chaira pesan, bukan apa-apa, jika ada sesuatu yang ingin ditanyakan, seharusnya dia kan menghubungi teman-temannya saja, kenapa harus bertanya pada Chaira?

"Junkiaaa!"

Dua temannya itu, selalu saja  mengganggu Jun Ki.

***

"Chaira, kau lupa sesuatu?"

"Apa yang aku lupa?"

Jun Ki berdecak seraya menggelengkan kepalanya. "Ckck, kau sungguh lupa."

"Kau seharusnya memanggilku Oppa!"

***

restianiastuti48

Jangan lupa vote, coment, dan berlangganan ya! Ig : Reast07

| Sukai

Bab terkait

  • UNFINISHED PAST   Bab 13 | Pesona Chaira

    "Aku gak mau memilikinya, aku gak mau memilikinya, aku gak mau!"Chaira meremas hadiahnya dengan gemas, tempo hari Chaira memenangkan juara harapan ke dua lomba model. Ia sangat menyesali, kenapa ia harus memiliki prestasi dari bakat yang tidak diinginkannya?Ia menjatuhkan dirinya ke kasur, tepat saat itu ponselnya berbunyi."Hhh ... Anak Korea itu."Belakangan ini, Jun Ki beberapa kali mengiriminya pesan. Bertanya kosakata yang tidak diketahuinya, tapi entah kenapa meski merasa aneh, Chaira tetap membalas semuachatdari lelaki tampan itu."Kak!" panggil Karmila setelah memasuki kamar Chaira yang tidak tertutup rapat."Eh, ada apa Mil?""Kakak dapet hadiah darimana?""Oh, ini ... kamu mau?" Chaira memyerahkan syal berwarna marun pada adiknya."Wah, bagus banget. Buat aku nih?""Ambil saja kalo mau.""Makasih, jadi ... ini dari siapa?"Chaira menggela napas, "Itu had

  • UNFINISHED PAST   BAB 14 | Bertanggung jawab

    Kinanti terbangun dengan memegang kepalanya yang pusing luar biasa. Ia mengingat-ngingat kejadian semalam. "Hah?!" Ia terkejut, spontan menutup mulutnya. Menoleh ke samping, tidak didapatinya pria yang semalam bersamanya. Lalu Kinanti memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya tanpa busana. "Apa yang aku lakukan?" tanyanya pada diri sendiri, sambil memijat-mijat kepalanya. Tidak sulit untuk Kinanti mengingat kejadian semalam, ia menyodorkan tubuhnya pada pria dewasa, Ingat! MENYODORKAN!! Ia menghela napas kasar, "Apa karna sudah lama?" Tak lama pintu kamarnya diketuk, Kinanti langsung memilih bajunya random. "Sebentar." Begitu dibuka, ternyata Ismi yang mengetuk pintunya. "Ada apa Mbak?" "Ayo sarapan, yang lain sudah pada nunggu." Dalam hati, Kinanti mengumpat kesal. Kenapa harus ke bawah sih? Kenapa tidak diantar saja makanannya? Ia lupa kalau rombongannya bukan tamu VIP. "Masuk

  • UNFINISHED PAST   BAB 15 | Topeng Keceriaan

    Rayyan menarik gadis cantik yang berjalan di depannya, lalu membawanya ke ruang musik yang sedang kosong. "Lepasin!" gadis cantik yang bernama Kinanti itu, melepas paksa tangannya yang digenggam erat. Alih-alih menuruti permintaan Kinanti, Rayyan malah menariknya kembali dengan pelan menuju rak buku "Maaf." "Apa kamu harus melakukan ini?" tanya Kinanti dengan putus asa, setelah Rayyan menarik tangannya kencang, lalu mengusapnya perlahan. 'Entah apa yang diinginkannya.'batinnya Ekspresi Rayyan mulai serius, tangan kanannya memegang rak di depannya, lalu menunduk menatap gadis yang keheranan dibuatnya. "Kinan, ayo kita menikah! Aku akan bertanggung jawab." "Hah? apaan sih! Aku bilang, aku sudah punya pacar! Seenaknya kamu ngajak aku nikah." ujar Kinanti seraya mendorong Rayyan agar menjauh darinya. "Kita melakukannya! Gimana kalo kamu hamil? Kamu pikir pacarmu itu mau bertanggung jawab?"

  • UNFINISHED PAST   BAB 16 | Pilihan Yang Sulit

    "Refi! Kamu kenapa?" Dengan cepat Arsen membawa wanita itu ke ruang kesehatan. Mengambil minyak hangat, lalu dioleskan pada kepala Refi, sambil memijatnya. Kali ini Refi mengaduh kesakitan di bagian perutnya. "Kamu pasti belum makan." tebak Arsen. Refi mengangguk. Lalu tak lama kemudian, Arsen membawakan roti dan segelas air di tangannya. "Makanlah." "Makasih." "Kenapa kamu bisa sampai telat makan sih? Kamu masih belum sadar juga punya penyakit lambung? Lagian kamu gak perlu diet-diet lagi kan? Kamu kan sudah bukan model lagi!" omel Arsen dengan nada agak tinggi. Sementara Refi hanya tersenyum melihat Arsen yang seolah menghawatirkannya, mau tidak mau, hal itu menambah kepercayaan dirinya. "Aku suka lupa jadwal makan. Habis, gak ada yang ingetin sih." "Terus?" "Maka kembalilah padaku, cuma kamu yang segitu perhatian sama aku." Lagi, Refi mengucapkan kata-kata itu dengan seenaknya,

  • UNFINISHED PAST   BAB 17 | Mantan Dan Kenangan

    "Refi, kamu cantik sekali." Perempuan itu bergelayut manja, memeluk lengan Arsen. "Dia memang selalu cantik, namanya juga model, gak cantik, gak tenar." celetuk salah satu MUA. "Kamu juga ganteng banget deh, kalian berdua itu pasangan yang serasi." lanjutnya, sambil menggoda. "Jadi ... sudah selesai kan? Dia sudah boleh ku bawa pulang, kan?" tanya Arsen pada semua kru. "Ya, silakan, sudah boleh dibawa." jawab beberapa karyawan, tak urung menggoda pasangan tersebut. "Kamu capek?" Arsen mengusap kening Refi yang sudah tak berkeringat. Refi mengambil tangan besar itu, lalu menggenggamnya. "Kita makan yu, aku lapar." Sepanjang perjalanan, Refi terus menggenggam tangan Arsen meski tau kekasihnya sedang menyetir. Baginya, waktu bersama Arsen tidak boleh terbuang sia-sia. Kalau bisa, ia ingin membawa tangan pelindung itu kemana-mana.

  • UNFINISHED PAST   BAB 18 | Pedekate

    "Chaira, aku antar pulang ya." "Siapa juga yang mau pulang." Gadis berjilbab itu membereskan buku ke dalam tasnya. "Terus, kamu mau ngapain di sini?" "Lee Jun Ki, kamu kepo sekali." Tawa junki terdengar merespon ucapan Chaira. "Kau mengikutiku ya?" Tanpa membalas perkataan Jun Ki, Chaira memasukkan hendsetnya ke dalam tas. "Jungki! Gue duluan ya!!" seru Sandi diikuti Bian. "Iya ..." balasnya seraya melambaikan tangan. "Kamu gak pulang bareng temenmu?" "Kan, aku pulang sama kamu?" Chaira memutar bola matanya. "Aku tahu kamu hari ini tidak membawa motor, kan?" 'Bagaimana dia bisa tau?'tanya Chaira dalam hati. Suasana kelas sudah kosong, tinggal mereka berdua. Hari ini Chaira memang tidak membawa motor, karna dipakai adiknya. "Sudah ku bilang, aku tidak pulang." "Oh, kau mau makan siang ya?" Kini mereka sudah keluar kelas, s

  • UNFINISHED PAST   BAB 19 | Maukah Kamu?

    Jun Ki dengan cepat menuruni panggung saat seseorang yang dilihatnya pergi begitu saja. Tanpa memperdulikan panggilan dari kedua temannya, Jun Ki berlari keluar gerbang kampus, mencari-cari, lalu menemukan seorang gadis yang sepertinya tengah menunggu angkot. Ia berjalan mendekati gadis yang bernama Chaira itu, saat gadis itu melambaikan tangannya untuk memanggil mobil umum, Jun Ki mempercepat jalannya dan langsung menghentikan Chaira. Dengan tangan kirinya, ia menahan Chaira yang akan menaiki angkot. "Pak, maaf, tidak jadi." ucapnya. Setelah mobil itu pergi, Jun Ki ingin mengajak Chaira pulang bersama, namun gadis itu sudah pergi menjauhinya. "Chaira!" Susah payah Jun Ki berlari kembali menyejajarkan langkahnya dengan Chaira. "Kenapa kamu lari?" tanya pria keturunan Korea tersebut, sambil mengatur napasnya yang terengah-engah. "Kamu tuh ngapain sih? Sebenernya kamu tuh mau apa?" "Aku hanya

  • UNFINISHED PAST   BAB 20 | Positif

    "Kinanti, dipanggil Pak Rayyan tuh." seru Mbak Ismi, menyadarkan Kinanti dari lamunannya. "Aku sudah cocok jadi imam kamu kan?" tanya Rayyan dengan wajah menggodanya. Kinanti memutar bola matanya, tak berniat menjawab. "Sudahlah, sana pergi. Keburu adzan tuh ... jangan godain anak gadis mulu." ujar Mrs.Hana, mengusir Rayyan dan asistennnya yang belum pergi juga. "Gadis bukan perawan maksudnya? Haha ..." Rayyan menyenggol Dito, asistennya. Lalu dengan cepat Dito menutup mulutnya, begitu melihat Kinanti tidak menanggapi candaannya. "Sorry,ya Kinan. Gue berncanda." ucapnya, lantas tangannya ditarik Rayyan untuk segera keluar. Kinanti jadi bingung sendiri, kenapa bisa Dito bicara begitu? apa yang Rayyan ceritakan padanya? entahlah, Kinanti tidak mau membuat pusing dirinya dengan perkataan konyol lelaki itu.-Sudah lama semenjak kejadian di Bali, namun Rayyan masih saja belum menyerah mengaja

Bab terbaru

  • UNFINISHED PAST   BAB 29 | Gugur

    "Cepat siapkan mobil saya Pak!" perintah Arsen yang langsung dituruti Pak Adi.Adi melajukan mobil sambil bercerita. "Tadi saya lagi nongkrong tuh Pak, di pangkalan sini, dekat mamang penjual sate. Tiba-tiba Non Yasmin telpon, tapi ternyata itu orang lain, bilang kalo yang punya HP kecelakaan di lampu merah jalan Purnama sakti." jelasnya."Kenapa orang itu gak telpon saya?" tanya Arsen penasaran. Teman-temannya tidak ikut serta karna sudah larut. Apalagi Ardi yang sudah berkeluarga."Saya kurang tau Pak, tapi biasanya kan yang dihubungi itu nomor panggilan terakhir. Saya ingat tadi waktu mau ngantar teman-temannya Pak Arsen, Non Yasmin sempat telpon saya untuk jemput. Tapi saya sudah disuruh antar teman Pak arsen, jadi saya tidak bisa." tutur Adi.Arsen merutuki kebodohannya. Kalau sudah seperti ini, hanya penyesalan yang dirasakannya sekarang. Dalam hati, ia terus menggumamkan maaf untuk Yasmin. Tangan kanannya mengusap wajah kasar. Bi Narti tidak ikut serta karna wanita itu di rumah

  • UNFINISHED PAST   BAB 28 | Kecelakaan kecil

    "Apa kabar Bu?" Yasmin berhambur ke pelukan ibunya. Menyalurkan rasa rindu sekaligus perasaan sedih yang tengah dialaminya saat ini. Yah, suasana hatinya sedang tidak baik.Fatimah-Ibu Yasmin, membalas pelukan anaknya setelah menaruh barang. "Ibu baik, kamu sehat?" Ia menatap wajah putri semata wayangnya itu dengan baik. Sudah dewasa. Fatimah bahkan lupa kapan terakhir kali ia memandang putrinya seperti ini.Hampir tujuh tahun lamanya Fatimah merantau di negeri orang. Dengan tekad yang kuat, ia memaksakan keinginannya meski suaminya tidak mengizinkan. Saat itu Yasmin masih duduk di kelas enam SD. Posisinya waktu itu, ia tidak terlalu mengerti mengapa Ibunya harus pergi sangat jauh hanya untuk bekerja. Namun semakin dewasa, Yasmin mengerti, semua dilakukan untuknya juga.Mereka sudah berada di dalam taksi. Fatimah bersandar pada kursi mobil, tangannya tak henti mengusap kepala Yasmin dengan sayang. "Ibu hanya pergi lama, tapi tidak cukup membe

  • UNFINISHED PAST   BAB 27 | Khawatir

    "Nikah yuk!" Ajakan itu bukan pertama kalinya Rayyan lontarkan, tapi berhasil membuat Kinanti tak berkutik. Kenapa? Bukankah ini yang ditunggu sedari tadi? Apa karna kali ini Kinanti menantikannya? Jika yang mengucapkannya itu Gibran, pasti Kinanti akan lebih terkejut sekaligus senang berkali-kali lipat. Tapi tidak, Ia tidak boleh memikirkan lelaki itu lagi. Sudah dapat berlian, kenapa harus memungut batu? Akhinya, dengan percaya diri, Kinanti berkata, "Ayok!" Rayyan mengalihkan pandangan sambil mengulum senyum, "Jangan senyum seperti itu." perintahnya. Setengah terkejut karna baru sekarang Kinanti tersenyum, saat di mobil tadi hanya diam saja. "Kenapa? Aku cantik ya?" Rayyan mengeratkan genggamannya seraya tertawa lepas. Ledekan demi ledekan mereka terima sepanjang hari. Baik itu berasal dari dosen, maupun para mahasiswa._ Rayyan tersenyum melihat Kinanti yang tengah fokus dengan ko

  • UNFINISHED PAST    BAB 26 | Berusaha Lagi

    Tidak ada hari yang indah. Bagi Kinanti, tidak ada lagi hari yang indah setelah semua keinginannya melebur. Setelah takdir ternyata tak berpihak padanya. Wanita itu berdiri tepat di depan jendela kamar yang terbuka, menatap kosong apapun di hadapannya. Sial, bahkan di saat seperti ini, kenangan itu terus keluar menyeruak dari ingatannya, masuk ke dalam pikirannya yang sedang kosong. "Kamu cantik sekali. Kamu tau, kata teman-temanku, kamu adalah idaman semua pria. Aku beruntung memiliki kamu." Gibran mengecup lembut tangan Kinanti seraya menatap matanya. Mengerling dengan pandangan nakal. Kinanti mengalihkan pandangan, semburat merah bisa menjelaskan sipu malu yang dirasakannya. "Kamu tidak berniat menjadi model?" Seharusnya Kinanti sadar dengan pertanyaan sederhana yang dilontarkan Gibran waktu itu. Lelaki itu berharap Kinanti menjadi model? Kenapa seseorang yang mencintainya rela mem

  • UNFINISHED PAST   BAB 25 | Hubungan Yang Terbuka

    "Hih, dasar anak Korea! gitu aja marah. jadi laki kok gak ada pengertiannya." Chaira terpaksa bejalan sendirian, karna Jun Ki meninggalkannya. Tak lama, Bian dan Sandi menghampiri Chaira."Ra, emang kalian benean pacaran ya?" Chaira menoleh sekilas, tidak tertarik dengan pertanyaan yang dilontakan Bian. Mereka berjalan beriringan ke tempat parkir. "Harus ya, aku kasih tau?" jawab Chaira dengan malas. "Jelas dong, kalau kalian menutupi sebuah hubungan, efeknya gak akan baik." jelas Sandi. Chaira mengernyit, "Kenapa?" Sandi sampai berhenti bejalan sebentar untuk menjelaskan masudnya. Chaira dan Bian ikut berhenti."Presentasi orang ketiga akan meningkat. Menutupi sebuah hubungan akan membuat kalian didekati banyak orang, tanpa tau kalau kalian sudah punya pasangan." "Susah ya jelasinnya, tapi aku ngerti kok. Makasih ya." tutup Chaira.Ia menyadari perkataan Sandi memang ada benarnya. Memangnya Chai

  • UNFINISHED PAST   BAB 24 | Hubungan Yang Terbuka

    "Kamu ngapain sih, masih di sini?" Chaira berkacak pinggang, sambil terus memperhatikan lelaki yang duduk di sampingnya. Ini kali pertamanya Jun ki menemani Chaira bekerja, lebih tepatnya sih merecoki. Bahkan cowok itu dengan lantangnya mengatakan, bersedia menemani Chaira setiap hari. Hmm, pacarnya itu membuat pusing saja. Masalahnya, bukan bantuan yang dia berikan, tapi gangguan. Selain merecoki saat Chaira meracik, Jun ki kerap digoda oleh pelanggan wanita. Menambah Chaira kesal, sehingga membuat bibirnya maju beberapa senti. Jelas hal itu sangat mengganggu Chaira, bagaimana kalo bosnya datang? Jun ki tidak tau saja watak bosnya Chaira yang sangat tegas dan nyaris tidak pernah tersenyum. "Sayang, kalau kamu cemburu bilang saja ... nanti kalau ada gadis pelanggan, aku akan bersembunyi." "Apa kamu bilang?" Chaira duduk kembali di kursinya. Sial, Jun ki selalu mengatakan hal-hal yang tidak biasa didengar oleh Chaira. Ia bing

  • UNFINISHED PAST   BAB 23 | Aku Masa Depannya

    Selama tiga hari berturut-turut, Arsen tidak pulang ke rumah. Jelas saja hal itu membuat Yasmin khawatir dan sedih, ia menimbang-nimbang antara harus menelpon Arsen atau tidak. Ponselnya masih setia di tangannya, beberapa saat kemudian, tiba-tiba ada panggilan dari orang yang memenuhi pikirannya saat itu. Tangan Yasmin sampai bergetar menerima telpon tersebut. "Assalamualaikum, iya Mas?" "..." "Oh, begitu. Iya, akan aku cari Mas." Tanpa mengucap salam, Arsen menutup telponnya. Yasmin memeriksa kembali telponnya yang teryata sudah dimatikan. Meski begitu, Yasmin merasa senang dihubungi suaminya yang sudah beberapa hari tidak pulang itu. Lalu ia mencari barang yang Arsen pinta. Yah, Arsen meminta Yasmin mencarikannya sebuah dokumen penting, yang disimpannya di kamar. Sorenya, Arsen pulang dengan pakaian santai seperti bukan dari kantor. Yasmin menghampiri lelaki itu dengan ragu. "Mas, maaf ... a

  • UNFINISHED PAST   BAB 22 | Berbagai Cara

    "Aku akan memikirkan sesuatu, merefresh pikiranku,mencari jawaban atas pertanyaanku, pada siapa aku akan memberi rasa." Sejak saat itu, hubungan mereka merenggang. Yasmin dan Arsen hidup satu atap, namun seperti tidak mengenal satu sama lain, Arsen bahkan mempekerjakan Asisten rumah tangga yang sebelumnya bekerja di rumah orang tuanya. Hal itu sengaja dilakukannya, sehingga ia tidak perlu bantuan Yasmin lagi. Arsen selalu pulang larut, dan berangkat ke kantor pagi-pagi sekali. Waktu untuk Yasmin nyaris tidak ada, hal itu membuat Yasmin ragu untuk sekedar menyapa suaminya itu. Namun, tidak mungkin kan mereka akan seperti itu terus? Akhirnya Yasmin berusaha mendekati Arsen kembali dengan berbagai cara. "Bi, biar aku saja yang masak ya." pinta Yasmin pada Bi Narti, Asisten rumah tangganya. "Gapapa Non, biar Bibi aja. Den Arsen kan sebentar lagi berangkat, Non Yasmin sudah siapin keperluanya?" "Sudah kok Bi."

  • UNFINISHED PAST   BAB 21 | Berita Hangat

    Dito berjalan cepat dari kelas, ia tak sabar untuk memberi tahu Rayyan sebuah penemuan baru. Sementara Rayyan yang saat itu akan mengajar, awalnya tak menghiraukan Dito sama sekali. "Aku sibuk." "Pak, ini benar-benar berita hangat Pak, dadakan kaya tahu bulat." Rayyan berlalu melewati Dito, namun Dito segera menahannya. "Pak, serius gak mau tau?" "Apa sih Dit? Hehh ... dua detik. Cepat!" "Ada test pack di toilet cewek!" Seketika Rayyan langsung terdiam. "Terus?" "Positif." "Apa?! Coba jelaskan dengan rinci." "Seorang mahasiswi menemukan Tespek positif di tempat sampah toliet cewek." Entah kenapa Rayyan teringat Kinanti, ia berpikir, bisa saja itu milik Kinanti. Namun, wanita itu mungkin tidak cukup bodoh menggunakan alat tes kehamilan di kampus. Rayyan jadi gelisah sendiri, bagaimana jika itu memang benar? Dengan cepat, Rayyan menyerahkan buku pada Dito. "Kau saja

DMCA.com Protection Status