Pov LusiSiang ini matahari nampak begitu terik, hawa panas dan gerah langsung menyerang tubuhku.Sebenarnya aku enggan sekali untuk ikut Mas Bowo memata-matai Anita, putrinya. Padahal aku yang memberi ide, malah aku juga yang terlibat. Ini nih, yang dinamakan senjata makan tuan. Apalagi, Ibu juga memaksaku untuk ikut serta. Jadi bikin aku makin sebel aja."Lus, cepet siap-siap. Bentar lagi Mas mu datang!" Teriak Ibu dari ruang tamuDengan ogah-ogahan, aku berganti pakaian dan memoles make up diwajahku. Tak lupa, ku kenakan perhiasan yang dibelikan suamiku, Mas Dendi.Sebenernya aku sedikit sebel dengan dia, akhir-akhir ini, waktu Mas Dendi dirumah juga sangat berkurang. Biasanya saat dia libur berlayar, dia bisa menghabiskan waktu sampai satu bulan dirumahTapi kali ini, paling lama juga hanya seminggu, kemudian dia balik lagi berlayar. Alasanya, pangkat dia sekarang lebih tinggi, jadi dia tak punya banyak waktu untuk libur.Anehnya, gaji yang Mas Dendi kirim juga masih sama saja se
Pov LusiSampai esok hari, pesan ku tak kunjung dibalas oleh Mbak Ida. Ibu sudah berkali-kali tanya padaku tentang balasan Mbak Ida. Aku sampai jengah dibuatnya. Ibu terlihat sangat tidak sabar.*****Tuuut.... Tuuuut.... Tuuuut...!!!Aku mencoba menghubungi Mas Bowo, itupun juga atas permintaan Ibu. Tak berapa lama, sambungan telepon ku tersambung dan diangkat oleh Mas Bowo."Halo Wo, hari ini kamu ijin libur aja ya!" Seru Ibu saat Mas Bowo mengangkat teleponya."Iya, uda lah gak papa. Orang cuman ijin sehari aja masa' gak boleh sih. Uang mobil lebih penting tau gak ketimbang gaji kamu sehari dipabrik." Tukas Ibu ketus.Ibu sepertinya sedang meledak, padahal dulu Ibu seperti sayang kepada Mbak Ida. Tapi semenjak Mbak Ida menolak untuk rujuk, Ibu jadi membenci Mbak Ida.Bahkan, Ibu jadi mengungkit apa yang sudah dia berikan pada Mbak Ida. "Yasudah, Ibu tunggu dirumah. Cepet kesini."Sambungan telepon pun dimatikan. Dan Ibu memberikan hp ku kembali"Kamu cepet ganti baju.""Lah mau ke
Tok tok tok!!!"Siapa?" Tanya ku kalq sedang rebahan diatas kasur saat melepas lelah."Anita...""Masuk Nduk!"Ceklek!!!Anita membuka pintu kamar ku, kemudian berjalan menghampiri ku dan duduj disisi ranjangku"Mmm Ibu capek gak?" Tanya nya sedikit ragu"Sedikit, kenapa Nduk?""Mau Nita pijiti Bu?"Aku mengernyitkan dahi, tak biasanya putriku ini bersikap seperti ini. Biasanya, ada hal yang sedang ingin ia utarakan padaku jika dia menghampiriku."Kamu ada perlu apa sama Ibu!" Aku bangkit dan membetulkan posisi duduk ku disamping Anita."Sini, cerita sama Ibu?"Anita masih diam. Dia nampak bimbang, ingin berbicara apa tidak, itu sungguh membuat ku penasaran dibuatnya."Kenapa Nduk? Cerita sama Ibu. Ibu siapnkok dengerin kamu cerita. Curhat aja sama Ibu, Insyaallah Ibu bisa kasih solusi." Jawab ku bijak"Mmm, Ibu ida baca status tante Lusi gak?""Status, status apa Nduk?" Anita kembali diam tak menjawab ucapanku. Tanpa pikir panjang, aku langsung menyambar tas yang tergeletak diatas n
Pov LusiKarena pertengkaran ku tadi pagi, Mas Dendi pun pergi begitu saja dari rumah dan baru balik lagi pada siang harinya Tentu saja itu sangat membuatku sedih dan gelisah. Apalagi, baru kali pertama ku lihat Mas Dendi semarah ini, bahkan sampai membentak dan menyeret ku. Padahal dulu dia sangat lemah lembut dan juga sangat manis, tak pernah sekalipun ucapan keras yang terlontar dari mulutnya.Tapi hari ini, aku melihat sisi yang berbeda dari Mas Dendi yang dulu ku kenal. Sisi manis, lembut dan hangat itu kini sirna.Ceklek!!! Pintu rumah terbuka, dan kudengar derap langkah besar masuk kedalam rumah. Sudah dapat kupastikan bahwa itu suara langkah Mas Dendi.Akupun mengusap air mata, kemudian berlalu keluar kamar dan menemui Mas Dendi yang sedang duduk santai didepan televisi."Mas, maafkan aku!" Ucapku mengiba padanya. Tapi dia tetap tak bergeming. Bahkan malah asyik memainkan ponselnya, sambil merebahkan tubuhnya diatas sofa dan berkirim pesan dengan seseorang disana, entah de
Aku pulang dengan perasaan yang masih mengganjal dan berapi-api. Amarahku kepada mereka masih belum mereda.Untung saja aku masih bisa menyetir mobil dengan selamat sampai rumah. Terlihat didepan rumah Emak, Bapak, dan Anita menunggu dengan cemas.Bahkan saat aku masuk kedalam garasi, mereka nampak berdiri dari duduknya dan menghampiri ku "Dari mana Nduk malam-malam gini?" Tanya Bapak dengan halusMungkin beliau paham kalau putrinya sedang dibalut emosi."Ida capek Pak. Ida mau istirahat." Ucapku yang memang tak ingin membahas masalah tadi."Yasudah, kalau kamu gak mau cerita. Mmm tapi bisa gak kita bicara masalah toko buat besok?" "Boleh, tapi Ida ganti baju dulu. Bapak sama Emak tunggu diruang keluarga aja.""Iya Nduk..." Aku langsung berjalan masuk kedalam rumah. Tapi sebelum masuk, aku menyalami tangan Emak dan Anita tanpa mengucap sepatah kata pun.Anita menatap ku dengan wajah yang entah sedang memikirkan apa. Tapi aku juga sedang tak mood untuk bertanya padanya. Dan memilih m
Setelah kepergian Mas Bowo, membuat kepalaku kembali pening. Baru saja mendingan, eeeh sekarang dibuat sakit kembali."Emang deh, keluarga mereka ini tak tau malu sekali." Gerutuku dalam hati sambil memijat kepala ku yang pening dengan sedikit keras.Aku kembali keluar kamar menemui Bik Darmi yang sedang sibuk membuat bolu pesanan pelanggan ku."Bik, bolu nya uda mateng belum?""Bentar lagi Bu, kenapa?""Habis ini ke kamar ya, tolong kerokin. Kayak nya aku benar-benar sedang K.O Bik!" Ucapku sambil mengeluk kepala kekanan dan kekiri. "Oh beres Bu, bentar ya. Kayak nya lima menit lagi bolunya matang."Aku mengangguk meninggalkan Bik Darmi masuk kedalam kamar sambil memijat tengkuk ku yang sangat berat.Astaga, aku kenapa sih... Kok rasanya tubuh ini gak bisa diajak kompromi. Kepalaku pusing banget, bahkan tadi malam mendadak tubuhku menggigil akibat panas tinggi. Tapi tadi pagi aku uda merasa enakan.Tok tok tok!!!"Masuk Bik, pintunya gak dikunci kok!" Seruku dari dalam kamar.Sepulu
Malam harinya, Emak dan Bapak datang menjenguk ku bersama dengan Dadang dan Yum. Mereka terpaksa menutup toko lebih awal."Gimana Nduk, keadaan kamu?" Tanya Emak yang baru saja sampai diruangan ku.Nampak dari raut wajahnya, beliau sangat khawatir kepadaku."Alhamdulillah baik Emak!""Kamu harus banyak istirahat, jangan banyak pikiran juga, biar toko Emak dan Bapak yang menangani."Aku mengangguk, tapi jujur hati kecilku masih saja penasaran dengan keadaan toko."Emak, tadi ditoko bagaimana?""Alhamdulilalh, rame Nduk! Emak juga gak nyangka, meskipun toko baru buka, pembeli sudah banyak."Alhamdulillah, aku sangat senang mendengar ucapan Emak."Kamu tau Nduk, bahkan kita tadi punya pelanggan yang borong snack buat dia hajatan 200box." Kata Bapak yang membuat ku makin bahagia."Waaah seriusan Pak, barakallah sekali! Semoga hasil hari ini berkah ya Pak!" Tak henti-hentinya aku mengucapkan syukur kepada Allah."Aamiiiin...." Jawab mereka secara serempak."Mmm kayak nya kita butuh tenaga
Beberapa hari setelah memulihkan kesehatan, aku membantu Emak dan Bapak ditoko. Barakallah toko sangat ramai. Bahkan baru buka seminggu, kami memiliki banyak pelanggan."Alhamdulillah ya Mak!" Ucapku bahagia tak terkira"Iya Nduk, Emak juga bahagia. Gimana gak bahagia, sehari kita bisa dapat penghasilan bersih paling tidak hampir tujuh jutaan."Bapak yang sedari tadi sibuk diluar bersama kedua pegawainya, berjalan mendekati kami."Nduk, Bapak mau bicara." Nampak raut muka Bapak yang sedikit serius."Iya Pak, mau ngomong masalah apa?" Tanya ku yang juga penasaran"Gini, disebrang sana kan ada tanah yang dijual, gimana kalau kita beli. Yaa siapa tau bisa kita buat kos-kosan atau rumah makan seperti keinginan mu dan Emak."Aku hanya diam. Benar juga kata Bapak. Ketimbang uang ini bakal habis terpakai untuk hal yang sia-sia, mending secepatnya aku investasikan saja."Boleh Pak, emang sekitaran berapa ya Pak harganya?""Ya kemungkinan satu miliyar lebih Nduk! Kan kamu tau sendiri, tanah it
Setelah semua kejadian yang menimpa Lusi, awalnya dia begitu terpukul dan hampir depresi. Karena dia memang bakal tak bisa mempunyai anak untuk selamanya.Berkat kesabaran Ibunya, dan juga Bowo yang selalu memberi dukungan, perlahan Lusi mampu menerima takdirnya.Begitupula Dendi yang juga perhatian pada nya pasca kehilangan buah hati mereka. Tapi semenjak kehadiran Romi, mantan pacar Lusi dulu, hidupnya berubah. Terutama hubungan nya dengan Dendi.Rama, lelaki yang dulu mencintai Lusi sepenuh hati. Tapi karena dulu dia belum memiliki pekerjaan yang mapan, dia pun memilih untuk mundur. Apalagi waktu itu dia melihat Lusi yang juga sudah dekat dengan Dendi yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang lumayan besar.Hingga akhirnya, dia pun memilih untuk merantau. Bekerja jadi kontraktor disebuah tambang."Lus...!" Sapa Rama saat mereka bertemu membeli martabak disebuah sentra PKL bersama Narendra."Rama....!" Balas Lusi yang juga tak kalah bahagia dan mereka pun bersalaman."Anak kam
Hallo Mas!" Sapanya begitu lembut saat mengangkat telepon ku."Lagi apa Ras?""Nih, lagi santai sama calon anak kamu. Oh iya, uda makan belum?" Tanya nya.Aaah, Laras benar-benar perhatian sekali. Bahkan Lusi pun jarang menanyakan hal sekecil ini tapi mampu membuat ku merasa dipedulikan. Tak seperti Lusi yang hanya lebih sering menanyakan uang dan uang.Untung saja aku cinta. Kalau tidak, mungkin aku sduah meninggalkan nya."Sudah kok. Kamu juga sudah makan apa belum? Jangan sampai telat makan ya?" "Iya Enggak Mas." Jawab nya seraya tersenyum."Oh iya Ras, mobil yang kujanjikan pada Lusi sudah datang hari ini. Ku rasa dia begitu bahagia!" Ucapku.Tapi Laras tak menanggapi ucapan ku."Halo Ras kamu masih disana?" Tanya ku.Karena memang seketika suasana jadi hening. Hanya terdengar suara helaan napas yang berat keluar dari mulutnya."Iya masih Mas. Tapi aku ngantuk mau tidur dulu. Capek!" Jawab nya seketika cuek."Oh yasudah kalau gitu, kamu istirahat dulu gih. Met tidur ya sayang dan
Aku dulu memang sangat mencintai Lusi. Apapun yang dia inginkan, sebisa mungkin bakal aku turutin.Tak ada kata penolakan yang bakal keluar dari mulutku ini, semua ucapannya pasti ku iyakan. Tapi ada satu hal yang mengganjal hatiku. Aku ingin keturunan. Sudah hampir lima tahunan aku dan Lusi menjalin rumah tangga, tapi kami belum juga dikarunia i seorang anak.Lantas aku harus bagaimana? Apakah aku harus menunggu terus dengan sabar? Tapi sampai kapan? Aku juga tak tau kapan umurku akan berakhir. Tapi setidaknya sebelum umur ku usai, aku sudah memiliki seorang penerus.Semakin hari aku semakin bimbang. Ingin rasanya menyudahi hubungan ku dengan nya, tapi aku masih terlalu cinta."Ini pesanan nya ya Pak!" Ucap seorang pelayan restoran saat kapalku sedang bersandar dan kami makan malam disuatu kota.Aku melihat gadis ini begitu manis, dengan postur tubuh yang aduhai menggoda iman. Ku lirik name tag nya, dan kulihat nama yang tertera disana "Laras".Aku pun tersenyum manis padanya, dan di
Drrrt... Drrrt... Drrrt...Aku jadi terbangun kala hp ku berdering karena sebuah panggilan masuk. Setelah ketahuan hamil, Ibu menyuruhku untuk lebih banyak istirahat. Karena kata Ibu, kehamilan ku ini sedikit rewel. Apalagi ini masih trimester pertama yang pastinya masih teler-telernya. Kuraih hp yang tergeletak tak jauh dari tempat ku berbaring, kemudian melihatnya. Ternyata Mas Dendi lah yang sedang menelponku.Dengan semangat 45, aku pun langsung mengangkat panggilan darinya. Dan sudah pasti, senyum ku pun memgembang."Hallo, iya Mas!" Ucapku "Lus, kamu beneran kan? Kamu gak bohong kan?" Pertanyaa Mas Dendi langsung memberondong ku."Iya Mas, masa' iya aku bohong sih sama kamu Mas?" "Alhamdulillah... Ya Allah Lus, kamu tau aku begitu bahagia. Hiks!" Dari nada suaranya, Mas Dendi begitu terharu."Mas nangis?" "Mas cuman bahagia Lus, Mas gak nyangka akhirnya kamu hamil juga. Tapi....!" Ucapanya terhenti.Tapi aku paham maksut dari ucapan Mas Dendi ini. Tapi dia juga sudah mengham
Karena perjanjian ku dengan Mas Dendi inilah, sekarang aku bisa hidup lebih bahagia. Apalagi dengan harta yang lebih bergemilang. Walau aku harus berbagi suami dengan wanita sialan itu.Tiga hari lagi Mas Dendi juga akan pulang. Dan dia berniat ingin bersama ku nantinya. Jujur saja, aku sudah kehilangan hasrat bersama Mas Dendi. Tapi, mau tak mau aku harus tetap melayani nya.Toh aku juga dapat imbalan yang setimpal. Apapun yang aku ingin kan, Mas Dendi selalu menuruti apapin yang aku ingin kan.Yang terpenting saat ini, aku harus bersiap dan merias diri secantik mungkin. Agar nanti saat Mas Dendi datang, dia terkesima dengan penampilan ku.Tok tok tok!!!"Lus...?" Sapa Mas Bowo didepan kamar ku"Hmm, ada apa Mas? Masuk aja, gak ku kunci kok." UcapkuMas Bowo pun masuk, dan mengeluarkan uamg lembaran merah sebanyak lima biji."Nih...!" Ucapnya sambil meneyerah kan pada ku."Ooh, uda gajian toh. Oke, aku terima." Ku ambil uang ity dari tangan Mas Bowo. Dan memasukkanya kedalam kantong
Menempuh waktu hampir dua jam lebih, bagiku terasa sangat begitu lama. Tapi aku bersikap biasa saja dihadapan Mas Fero. Aku takut, jika dia melihat ku khawatir, dia bakal ngebut, dan justru malah membahayakan kita sendiri.Padahal dalam hati ini, sudah tak karuan lagi. Campur aduk rasanya, apalagi memang kondisi Bapak yang sudah terlalu lemah beberapa hari ini.Tapi memang saat ini Mas Fero berkendara lebih cepat dari pada saat kami berangkat ke kosan Anita. Untung nya juga, jalanan tak seberapa padat, mungkin karena masih siang juga, dan tak bertepatan dengan jam pulang kerja.Tujuan kita saat ini pun langsung ke rumah sakit Medika. Aku melirik Anita dari kaca spion dalam mobil, terlihat tak tenang juga. Terlihat juga Anita tak lepas dari doa, sama seperti ku saat ini.Sesampainya dirumah sakit, Mas Fero langsung memarkirikan mobilnya, setelah itu, kami langsung berjalan. Menuju ruang ICU, dimana Emak sudah menunggu disana."Mak...!" Sapa ku saat melihat wanita paruh baya itu duduk s
Sudah dua hari ini, aku dan Mas Fero tinggal dirumah ku. Karena memang beberapa hari ini aku sibuk mengolah semua usaha ku. Maklum, biasanya Emak yang membantuku ditoko, kini lebih banyak dirumah.Sebab, akhir-akhir ini kesehatan Bapak juga sedang terganggu. Dan sudah tiga hari ini pula beliau terlihat lemas. Jadi dari pada aku harus bolak balik toko kerumah Mas Fero yang jaraknya lumayan jauh, aku pun memutuskan untuk memgajak Mas Fero gantian tinggal disini beberapa hari. Apalagi hari ini kita juga ada agenda mengantarkan Anita ke kosan nya.Dan juga, aku sibuk membantu putriku yang akan segera pindahan, karena sebenyar lagi dia akan masuk kuliah. Ternyata waktu berputar begitu cepat, hingga tanpa terasa kini Anita sudah akan menjadi seorang mahasiswi."Nduk, sarapan dulu!" Ajak Emak saat aku menuju dapur."Enggeh Mak! Oh iya, nanti Emak ke toko lagi kah?" "Kayaknya sih enggak, lah Bapak mu kondisinya juga kayak gitu. Emak kok jadi takut ya Nduk!" Ucap Emak sedikit tertahan"Takut
"Sudah hampir sebulan ini aku menjadi istri Mas Fero, kalau ditanya bagaimana rasanya? Sudah tentu aku bakal berkata begitu bahagia.Bukan tanpa sebab, karena memang sifat Mas Fero yang begitu perhatian dan peduli padaku, membuat ku menjadi begitu nyaman.Apalagi Mama juga begitu baik terhadapku. Karena memang setelah menikah, aku diboyong oleh Mas Fero ke kediamanya. Ya, walaupun tak jarang juga aku masih sering pulang kerumah untuk menengok Emak dan Bapak.Karena memang Anita juga kadang ikut tinggal dirumah Papa barunya ini. Mas Fero mengajak ku tinggal dirumah nya juga bukan tanpa alasan, sebab anak-anak kandung Mas Fero yang kini juga sudah menjadi anak ku masih kecil-kecil, sedangkan Anita sudah besar.Dan sebentar lagi dia akan masuk kuliah, bahkan akan tinggal jauh dari kami. Karena dia kuliah diluar kota, terpaksa dia harus ngekos disana. Itu pula lah yang membuat ku mau untuk tinggal disini, karena anak-anak Mas Fero lebih membutuhkan sosok Ibu."Sayang, nanti nge mall yuk..
Hari ini pekerjaan kantor benar-benar lumayan banyak. Apalagi banyak barang masuk, yang otomatis banyak data pula yang harus ku input.Untung nya laporan ini gak harus selesai hari ini juga. Jadi aku masih bisa sedikit bersantai tentunya.Kulihat Bram dan teman-teman juga pada sibuk dengan pekerjaan mereka. Hingga waktu istirahat, seperti biasa aku dan Bram makan siang di kantin sambil ngobrol. "Bro, gak minat cari istri baru nih?" Tanya nya "Gak kepikiran Bram. Masih trauma!" Jawab ku sambil menggelengkan kepala."Hahaha Anjriit, lemah amat lu Bro!"Sialan, dia bilang aku lemah? Dia gak tau aja sih sakitnya diselingkuhi, apalagi selingkuhnya sampek bikin bunting. Sakit tau gak, sakiiit...."Kamu bisa ngomong gitu mah soalnya belum ngerasain aja. Coba deh, nanti kalau uda ngerasain, nyaho deh...!" Cebik ku ganti membuat raut muka Bram berubah."Yaelah, gitu amat doain temen yang jelek-jelek." Ucap Bram yang sama sekali tak ku gubris.Waktu istirahat yang hanya sejam pun habis, aku k