Hari ini Yumi dan Dadang bakal menginap dirumahku. Karena mereka bakal menjadi karyawanku di toko. Hitung-hitung juga membantu perekonomian keluarga kecil mereka.Kadang aku juga sedikit kasihan sama mereka, sudah hampir lima tahun menikah, mereka belum dikaruniai keturunan. Yaaa mungkin memang belum rejeki mereka sih."Masyaallah, rumahnya Mbak Ida buuuaguus banget Mbak?" Ucap Yumi yang berdecak kagum melihat kemewahan rumah ini."Rumah Emak Yum, bukan rumah Mbakk." "Ya sama aja Mbak, rumah Emak juga bakal jadi rumah Mbak.""Hahaha bisa aja kamu Yum.""Oh iya Bik, tolong antar mereka ke kamar ya!" Ucapku pada Bik Darmi"Siap Bu, mari Mbak, Mas, saya antar ke kamar."Emak dan Bapak sudah beristirahat di dalam kamar, mungkin mereka capek. Sedangkan Bude Mai dan Fero, langsung pamit pulang tanpa mampir terlebih dahulu.Untung juga rumah ini terdapat banyak kamar kosong. Jadi aku tak perlu bingung harus menempatkan Yumi dan Dadang dimana.Aku langsung masuk kedalam kamar, setelah mereka
Pov LusiSiang ini matahari nampak begitu terik, hawa panas dan gerah langsung menyerang tubuhku.Sebenarnya aku enggan sekali untuk ikut Mas Bowo memata-matai Anita, putrinya. Padahal aku yang memberi ide, malah aku juga yang terlibat. Ini nih, yang dinamakan senjata makan tuan. Apalagi, Ibu juga memaksaku untuk ikut serta. Jadi bikin aku makin sebel aja."Lus, cepet siap-siap. Bentar lagi Mas mu datang!" Teriak Ibu dari ruang tamuDengan ogah-ogahan, aku berganti pakaian dan memoles make up diwajahku. Tak lupa, ku kenakan perhiasan yang dibelikan suamiku, Mas Dendi.Sebenernya aku sedikit sebel dengan dia, akhir-akhir ini, waktu Mas Dendi dirumah juga sangat berkurang. Biasanya saat dia libur berlayar, dia bisa menghabiskan waktu sampai satu bulan dirumahTapi kali ini, paling lama juga hanya seminggu, kemudian dia balik lagi berlayar. Alasanya, pangkat dia sekarang lebih tinggi, jadi dia tak punya banyak waktu untuk libur.Anehnya, gaji yang Mas Dendi kirim juga masih sama saja se
Pov LusiSampai esok hari, pesan ku tak kunjung dibalas oleh Mbak Ida. Ibu sudah berkali-kali tanya padaku tentang balasan Mbak Ida. Aku sampai jengah dibuatnya. Ibu terlihat sangat tidak sabar.*****Tuuut.... Tuuuut.... Tuuuut...!!!Aku mencoba menghubungi Mas Bowo, itupun juga atas permintaan Ibu. Tak berapa lama, sambungan telepon ku tersambung dan diangkat oleh Mas Bowo."Halo Wo, hari ini kamu ijin libur aja ya!" Seru Ibu saat Mas Bowo mengangkat teleponya."Iya, uda lah gak papa. Orang cuman ijin sehari aja masa' gak boleh sih. Uang mobil lebih penting tau gak ketimbang gaji kamu sehari dipabrik." Tukas Ibu ketus.Ibu sepertinya sedang meledak, padahal dulu Ibu seperti sayang kepada Mbak Ida. Tapi semenjak Mbak Ida menolak untuk rujuk, Ibu jadi membenci Mbak Ida.Bahkan, Ibu jadi mengungkit apa yang sudah dia berikan pada Mbak Ida. "Yasudah, Ibu tunggu dirumah. Cepet kesini."Sambungan telepon pun dimatikan. Dan Ibu memberikan hp ku kembali"Kamu cepet ganti baju.""Lah mau ke
Tok tok tok!!!"Siapa?" Tanya ku kalq sedang rebahan diatas kasur saat melepas lelah."Anita...""Masuk Nduk!"Ceklek!!!Anita membuka pintu kamar ku, kemudian berjalan menghampiri ku dan duduj disisi ranjangku"Mmm Ibu capek gak?" Tanya nya sedikit ragu"Sedikit, kenapa Nduk?""Mau Nita pijiti Bu?"Aku mengernyitkan dahi, tak biasanya putriku ini bersikap seperti ini. Biasanya, ada hal yang sedang ingin ia utarakan padaku jika dia menghampiriku."Kamu ada perlu apa sama Ibu!" Aku bangkit dan membetulkan posisi duduk ku disamping Anita."Sini, cerita sama Ibu?"Anita masih diam. Dia nampak bimbang, ingin berbicara apa tidak, itu sungguh membuat ku penasaran dibuatnya."Kenapa Nduk? Cerita sama Ibu. Ibu siapnkok dengerin kamu cerita. Curhat aja sama Ibu, Insyaallah Ibu bisa kasih solusi." Jawab ku bijak"Mmm, Ibu ida baca status tante Lusi gak?""Status, status apa Nduk?" Anita kembali diam tak menjawab ucapanku. Tanpa pikir panjang, aku langsung menyambar tas yang tergeletak diatas n
Pov LusiKarena pertengkaran ku tadi pagi, Mas Dendi pun pergi begitu saja dari rumah dan baru balik lagi pada siang harinya Tentu saja itu sangat membuatku sedih dan gelisah. Apalagi, baru kali pertama ku lihat Mas Dendi semarah ini, bahkan sampai membentak dan menyeret ku. Padahal dulu dia sangat lemah lembut dan juga sangat manis, tak pernah sekalipun ucapan keras yang terlontar dari mulutnya.Tapi hari ini, aku melihat sisi yang berbeda dari Mas Dendi yang dulu ku kenal. Sisi manis, lembut dan hangat itu kini sirna.Ceklek!!! Pintu rumah terbuka, dan kudengar derap langkah besar masuk kedalam rumah. Sudah dapat kupastikan bahwa itu suara langkah Mas Dendi.Akupun mengusap air mata, kemudian berlalu keluar kamar dan menemui Mas Dendi yang sedang duduk santai didepan televisi."Mas, maafkan aku!" Ucapku mengiba padanya. Tapi dia tetap tak bergeming. Bahkan malah asyik memainkan ponselnya, sambil merebahkan tubuhnya diatas sofa dan berkirim pesan dengan seseorang disana, entah de
Aku pulang dengan perasaan yang masih mengganjal dan berapi-api. Amarahku kepada mereka masih belum mereda.Untung saja aku masih bisa menyetir mobil dengan selamat sampai rumah. Terlihat didepan rumah Emak, Bapak, dan Anita menunggu dengan cemas.Bahkan saat aku masuk kedalam garasi, mereka nampak berdiri dari duduknya dan menghampiri ku "Dari mana Nduk malam-malam gini?" Tanya Bapak dengan halusMungkin beliau paham kalau putrinya sedang dibalut emosi."Ida capek Pak. Ida mau istirahat." Ucapku yang memang tak ingin membahas masalah tadi."Yasudah, kalau kamu gak mau cerita. Mmm tapi bisa gak kita bicara masalah toko buat besok?" "Boleh, tapi Ida ganti baju dulu. Bapak sama Emak tunggu diruang keluarga aja.""Iya Nduk..." Aku langsung berjalan masuk kedalam rumah. Tapi sebelum masuk, aku menyalami tangan Emak dan Anita tanpa mengucap sepatah kata pun.Anita menatap ku dengan wajah yang entah sedang memikirkan apa. Tapi aku juga sedang tak mood untuk bertanya padanya. Dan memilih m
Setelah kepergian Mas Bowo, membuat kepalaku kembali pening. Baru saja mendingan, eeeh sekarang dibuat sakit kembali."Emang deh, keluarga mereka ini tak tau malu sekali." Gerutuku dalam hati sambil memijat kepala ku yang pening dengan sedikit keras.Aku kembali keluar kamar menemui Bik Darmi yang sedang sibuk membuat bolu pesanan pelanggan ku."Bik, bolu nya uda mateng belum?""Bentar lagi Bu, kenapa?""Habis ini ke kamar ya, tolong kerokin. Kayak nya aku benar-benar sedang K.O Bik!" Ucapku sambil mengeluk kepala kekanan dan kekiri. "Oh beres Bu, bentar ya. Kayak nya lima menit lagi bolunya matang."Aku mengangguk meninggalkan Bik Darmi masuk kedalam kamar sambil memijat tengkuk ku yang sangat berat.Astaga, aku kenapa sih... Kok rasanya tubuh ini gak bisa diajak kompromi. Kepalaku pusing banget, bahkan tadi malam mendadak tubuhku menggigil akibat panas tinggi. Tapi tadi pagi aku uda merasa enakan.Tok tok tok!!!"Masuk Bik, pintunya gak dikunci kok!" Seruku dari dalam kamar.Sepulu
Malam harinya, Emak dan Bapak datang menjenguk ku bersama dengan Dadang dan Yum. Mereka terpaksa menutup toko lebih awal."Gimana Nduk, keadaan kamu?" Tanya Emak yang baru saja sampai diruangan ku.Nampak dari raut wajahnya, beliau sangat khawatir kepadaku."Alhamdulillah baik Emak!""Kamu harus banyak istirahat, jangan banyak pikiran juga, biar toko Emak dan Bapak yang menangani."Aku mengangguk, tapi jujur hati kecilku masih saja penasaran dengan keadaan toko."Emak, tadi ditoko bagaimana?""Alhamdulilalh, rame Nduk! Emak juga gak nyangka, meskipun toko baru buka, pembeli sudah banyak."Alhamdulillah, aku sangat senang mendengar ucapan Emak."Kamu tau Nduk, bahkan kita tadi punya pelanggan yang borong snack buat dia hajatan 200box." Kata Bapak yang membuat ku makin bahagia."Waaah seriusan Pak, barakallah sekali! Semoga hasil hari ini berkah ya Pak!" Tak henti-hentinya aku mengucapkan syukur kepada Allah."Aamiiiin...." Jawab mereka secara serempak."Mmm kayak nya kita butuh tenaga