Pov LusiTiga hari Mas Dendi pun pergi dan tak pulang-pulang. Aku sudah menghubunginya tapi tetap nihil, hp nya tetap tak aktif.Bahkan aku meminta bantuan Mas Bowo untuk mencarinya ditempat biasa dia nongkrong. Ataupun dirumah teman akrabnya. Tapi juga nihil.Tangisku makin pecah, aku seperti orang gila saja. Kulihat Ibu dan Mas Bowo yang sedang menatap ku pilu."Huhuhu Mas Dendi Bu, Mas Dendi gak pulang-pulang!" Isak ku"Iya sabar Nduk, nanti juga pulang kok."Mas Bowo nampak begitu geram. Entah dengan siapa, geram sama Mas Dendi atau ulah calon mantan istrinya."Besok akan ku buat perhitungan dengan Ida.""Jangan Mas, nanti Mas Dendi makin marah padaku. Huhuhu!""Sudah kamu diam saja. Kamu mau suamimu kembali atau tidak!" Disaat hatiku kalut, Mas Bowo malah membentak kuMembuat ku malah menangis tersedu. Dengan sigap Ibu langsung memeluk ku. Dan membelaku dengan memarahi Mas Bowo"Kamu tuh gimana sih, adeknya lagi sedih malah dibentak-bentak. Dadi Mas Kok ra njowo. (Jadi kakak kok
Jangan lupa untuk tinggalkan like dan komen ya...Terimakasih dan selamat membaca...****Setahun setelah perceraian ku dengan Mas Bowo, aku sama sekali tak pernah mendengar kabarnya lagi. Mereka juga sama sekali tak pernah mengusik kehidupan ku.Walaupun Mas Bowo masih pernah datang kerumah untuk menjenguk putrinya, karena setiap kali Nita diminta Mas Bowo untuk menginap dirumah neneknya, dia tak pernah mau.Meskipun mau berkunjung kesana, itupun hanya sebentar. Malam harinya juga dia kembali pulang. Dan akupun juga tak pernah ikut serta kesana, ataupun memiliki niatan untuk menemui Mas Bowo saat berkunjung kerumah.Dan aku pun menjalani hidup ku dengan penuh kesibukan. Apalagi, kini aku mempunyai usaha baru dibidang kuliner.Ya, tanah yang dulu ku beli kini sudah ku jadikan sebuah rumah makan dengan tema terapung. Jadi aku dan Bapak berinisiatif membuat saung yang dibawahnya terdapat kolam koi. Seakan-akan pengunjung makan diatas sungai Apalagi, kini aku juga membuka toko plastik d
"Tante Fira..."Melisa yang sedari tadi berdiri disisi Bude Mai pun berlari kearah wanita itu.Bahkan Bude Mai juga mendekat kerahnya. Mereka nampak sangat dekat. Dari gestur tubuh mereka, sepertinya wanita ini adalah teman dekat Fero."Ah syukurlah akhirnya dia bisa mendapatkan pengganti setelah beberapa tahun menduda" pikirku.Bahkan saat acara ulang tahun Fero berjalan, dia tak sungkan berdiri disebelah Fero. Menatapnya manis, dan tersenyum penuh arti. Fero yang berada disampingnya juga nampak begitu nyaman. Bahkan saat potong kue, wanita pertama yang diberikan olehnya setelah ibunya adalah dia, si Fira.Bahkan Fira memberikan kado yang sangat besar untuknya. Maklum, namanya juga kekasih hati sedang melaksanakan hari spesialnya, sudah pasti sang pujaan hati memberikan kado yang spesial pula.Tanpa sadar, ada sedikit nyeri yang tergores direlung hati. Tapi buru-buru ku tepis dan ku kubur dalam-dalam. Karena aku sudah berjanji untuk tidak mudah membuka hati. Karena cukup untuk ku se
***Pov LusiSetahun berlalu semenjak perpisahan Mas Bowo dan Mbak Ida, aku sama sekali tak pernah mengusiknya karena janjiku pada Mas Dendi.Akan tetapi, dendam dihati ini masih membara begitu besar padanya. Tak bakal tenang bila aku belum membalas perbuatanya yang nyaris membuat ku gila karena hampir kehilangan Mas Dendi.Seperti biasanya, aku selalu mengantar Ibu ke pasar untuk belanja bulanan. Kurasakan hati yang makin memanas kala melihat Mbak Ida makin bersinar. Terbukti dari toko yang dia kelola, kini menjadi lebih besarApalagi sampai menambah toko plastik lagi. Dan ketiga tokonya tak pernah sepi. Terutama toko kue yang memang terbukti enak."Bu, Mbak Ida makin lama makin sukses ya!" "Iya, Ibu jadi curiga kalau mereka pakai pesugihan. Lihat noh, toko julalan nya malah nambah lagi." Ucap Ibu sambil menunjuk toko Mbak Ida dengan dagunya"Gak kayak Bowo, yang makin lama makin kere aja. Heran, semenjak jadi suami Denisa hidupe malah susah.""Iya juga sih Bu, andai dulu Denisa gak
"Mak, Ida mau berangkat arisan dulu ya!""Iya, kalau uda langsung balik ke toko ya Nduk?"Iya Mak..."Aku pun mencium punggung tangan Emak dengan khidmat. Kemudian keluar toko dan memacu mobil menuju rumah Elsa. Teman Arisan ku diperumahan."Eeei Ida. Masuk masuk!"Aku pun memarkirkan mobil ku disebelah mobil dia. Lalu turun dan menghampirinya yang sudah menunggu didepan rumah mewahnya.Ya semenjak aku menjadi seorang pengusaha, aku mengikuti sebuah arisan yang juga terdiri dari enam belas wanita pengusaha yang mandiri ini.Setiap bulan, kami memang mengadakan arisan secara bergantian dirumah para anggota. Dan hari ini adalah arisan pada bulan ke empat, yang kebetulan diadakan dirumah Elsa. Dia adalah pengusaha toko emas dekat toko sembako ku.Dan dia jugalah yang mengajak ku untuk gabung dalam arisan ini. Perbulan arisan ini membayar sepuluh juta. Ya bagiku juga bukan lah nominal yang terlalu besar, makanya aku setuju saja. Apalagi, baru bulan kemarin aku sudah mendapatkan arisan.
Pov. BowoKerjaan hari ini begitu banyak. Kurasakan tengkuk ku yang berat dan kepalaku yang sedikit pening. Ku pijat sedikit kepalaku untuk mengurangi rasa sakitnya."Napa Brow, suntuk amat!" Ucap salah satu rekan ku si Andre "Lah gimana lagi, kerjaan gak kelar. Bikin pusing kepala aja. Mana anak lagi rewel-rewelnya lagi. Jadinya kurang tidur deh!""Ya namanya juga anak masih kecil brow. Kalau sakit juga pasti rewel. Uda, dinikmati aja. Toh juga masa-masa kayak gitu gak bakal lama.""Iya Brow..." Jawab ku sedikit malas."Yasudah yok pulang. Uda sore nih!" Ajaknya kembali. Apa dia tak tau, jika kerjaan ku masih banyak. Bisa-bisanya dia malah mengajak ku pulang. Kalau bukan karena kerjaan penting, aku juga tak sudi capek-capek lembur."Kamu duluan aja deh. Aku mau nerusin dulu, nanggung, kurang dikit juga.""Yasudah aku duluan. Bye!"Andre pun berlalu, kini aku kembali berkutat dengan pekerjaan yang kurasa tak kunjung selesai."Sial, sial. Mimpi apa aku semalem, sampek-sampek aku dap
Kriiiet...Ku buka pintu kamar kos Denisa. Sedikit terkejut juga saat melihat tetangga kos ku ini duduk santai di kursi panjang depan kamar kosnya, yang taid dia duduki bersama denisa dan sedang menghisap rokok.Dia kembali tersenyum kearahku sambil menunduk kan sedikit kepalanya. Sebenarnya aku tak suka dengan nya, tapi melihat dia yang berusaha ramah padaku, akhirnya aku terpaksa membalas senyuman nya. Langsung saja kulangkahkan kaki menuju sepeda Muslik yang terparkir didepan gerbang. Dan memasukan nya kedalam garasi kos."Rokok Mas!" Ucapnya basa-basiAku yang sedang suntuk menunggu Denisa menyusui, akhirnya ikut serta duduk dan mengudud rokok. Sekalian aku ingin tau lebih dalam tentang tetangga baru ku ini.Karena memang, aku mencium bau-bau yang mencurigakan darinya. Apalagi, aku tak tau sejak kapan dia tinggal disebelah kamar Denisa.Ku ambil sebatang rokok yang tadi sempat dia tawarkan padaku "Tak ambil ya!""Wooh silahkan Mas, ini koreknya." Ucapnya sambil menyerahkan korek
Sudah hampir seminggu lebih toko terasa sepi sekali tak seperti biasanya. Bahkan, langganan yang setiap hari mampir ketoko pun beberapa hari ini tak nampak.Syukurlah, rumah makan selalu ramai. Apalagi, sebentar lagi menjelang bulan puasa ramadhan. Sudah bisa dipastikan, banyak orang-orang yang bakal mengadakan buka puasa bersama disana.Setidaknya, bisa menutupi minus yang ada ditoko selama beberapa hari ini sepi.Emak pun juga beberapa hari ini terlihat gusar. Tapi Emak hanya diam saja, walau tingkah lakunya bisa menjelaskan semua."Uda dapat berapa hari ini Da?" Tanya Emak yang duduk disamping ku."Gak tau Mak. Coba tanya aja sama Yum."Emak berdiri mendekati Yum yang juga asik mendengar musik dari hp nya. "Yum, dapat berapa hari ini?""Bentar Bude, tak lihatin dulu.".Aku pun juga bangkit mendekati Yum. Karena aku kepo dengan hasil penjualan hari ini yang memang sangat sepi tak seperti biasanya."Ada dua juta tujuh ratus Bude!" Ucap Yum sembari meletak kan uang itu dikasirTerlih
Setelah semua kejadian yang menimpa Lusi, awalnya dia begitu terpukul dan hampir depresi. Karena dia memang bakal tak bisa mempunyai anak untuk selamanya.Berkat kesabaran Ibunya, dan juga Bowo yang selalu memberi dukungan, perlahan Lusi mampu menerima takdirnya.Begitupula Dendi yang juga perhatian pada nya pasca kehilangan buah hati mereka. Tapi semenjak kehadiran Romi, mantan pacar Lusi dulu, hidupnya berubah. Terutama hubungan nya dengan Dendi.Rama, lelaki yang dulu mencintai Lusi sepenuh hati. Tapi karena dulu dia belum memiliki pekerjaan yang mapan, dia pun memilih untuk mundur. Apalagi waktu itu dia melihat Lusi yang juga sudah dekat dengan Dendi yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang lumayan besar.Hingga akhirnya, dia pun memilih untuk merantau. Bekerja jadi kontraktor disebuah tambang."Lus...!" Sapa Rama saat mereka bertemu membeli martabak disebuah sentra PKL bersama Narendra."Rama....!" Balas Lusi yang juga tak kalah bahagia dan mereka pun bersalaman."Anak kam
Hallo Mas!" Sapanya begitu lembut saat mengangkat telepon ku."Lagi apa Ras?""Nih, lagi santai sama calon anak kamu. Oh iya, uda makan belum?" Tanya nya.Aaah, Laras benar-benar perhatian sekali. Bahkan Lusi pun jarang menanyakan hal sekecil ini tapi mampu membuat ku merasa dipedulikan. Tak seperti Lusi yang hanya lebih sering menanyakan uang dan uang.Untung saja aku cinta. Kalau tidak, mungkin aku sduah meninggalkan nya."Sudah kok. Kamu juga sudah makan apa belum? Jangan sampai telat makan ya?" "Iya Enggak Mas." Jawab nya seraya tersenyum."Oh iya Ras, mobil yang kujanjikan pada Lusi sudah datang hari ini. Ku rasa dia begitu bahagia!" Ucapku.Tapi Laras tak menanggapi ucapan ku."Halo Ras kamu masih disana?" Tanya ku.Karena memang seketika suasana jadi hening. Hanya terdengar suara helaan napas yang berat keluar dari mulutnya."Iya masih Mas. Tapi aku ngantuk mau tidur dulu. Capek!" Jawab nya seketika cuek."Oh yasudah kalau gitu, kamu istirahat dulu gih. Met tidur ya sayang dan
Aku dulu memang sangat mencintai Lusi. Apapun yang dia inginkan, sebisa mungkin bakal aku turutin.Tak ada kata penolakan yang bakal keluar dari mulutku ini, semua ucapannya pasti ku iyakan. Tapi ada satu hal yang mengganjal hatiku. Aku ingin keturunan. Sudah hampir lima tahunan aku dan Lusi menjalin rumah tangga, tapi kami belum juga dikarunia i seorang anak.Lantas aku harus bagaimana? Apakah aku harus menunggu terus dengan sabar? Tapi sampai kapan? Aku juga tak tau kapan umurku akan berakhir. Tapi setidaknya sebelum umur ku usai, aku sudah memiliki seorang penerus.Semakin hari aku semakin bimbang. Ingin rasanya menyudahi hubungan ku dengan nya, tapi aku masih terlalu cinta."Ini pesanan nya ya Pak!" Ucap seorang pelayan restoran saat kapalku sedang bersandar dan kami makan malam disuatu kota.Aku melihat gadis ini begitu manis, dengan postur tubuh yang aduhai menggoda iman. Ku lirik name tag nya, dan kulihat nama yang tertera disana "Laras".Aku pun tersenyum manis padanya, dan di
Drrrt... Drrrt... Drrrt...Aku jadi terbangun kala hp ku berdering karena sebuah panggilan masuk. Setelah ketahuan hamil, Ibu menyuruhku untuk lebih banyak istirahat. Karena kata Ibu, kehamilan ku ini sedikit rewel. Apalagi ini masih trimester pertama yang pastinya masih teler-telernya. Kuraih hp yang tergeletak tak jauh dari tempat ku berbaring, kemudian melihatnya. Ternyata Mas Dendi lah yang sedang menelponku.Dengan semangat 45, aku pun langsung mengangkat panggilan darinya. Dan sudah pasti, senyum ku pun memgembang."Hallo, iya Mas!" Ucapku "Lus, kamu beneran kan? Kamu gak bohong kan?" Pertanyaa Mas Dendi langsung memberondong ku."Iya Mas, masa' iya aku bohong sih sama kamu Mas?" "Alhamdulillah... Ya Allah Lus, kamu tau aku begitu bahagia. Hiks!" Dari nada suaranya, Mas Dendi begitu terharu."Mas nangis?" "Mas cuman bahagia Lus, Mas gak nyangka akhirnya kamu hamil juga. Tapi....!" Ucapanya terhenti.Tapi aku paham maksut dari ucapan Mas Dendi ini. Tapi dia juga sudah mengham
Karena perjanjian ku dengan Mas Dendi inilah, sekarang aku bisa hidup lebih bahagia. Apalagi dengan harta yang lebih bergemilang. Walau aku harus berbagi suami dengan wanita sialan itu.Tiga hari lagi Mas Dendi juga akan pulang. Dan dia berniat ingin bersama ku nantinya. Jujur saja, aku sudah kehilangan hasrat bersama Mas Dendi. Tapi, mau tak mau aku harus tetap melayani nya.Toh aku juga dapat imbalan yang setimpal. Apapun yang aku ingin kan, Mas Dendi selalu menuruti apapin yang aku ingin kan.Yang terpenting saat ini, aku harus bersiap dan merias diri secantik mungkin. Agar nanti saat Mas Dendi datang, dia terkesima dengan penampilan ku.Tok tok tok!!!"Lus...?" Sapa Mas Bowo didepan kamar ku"Hmm, ada apa Mas? Masuk aja, gak ku kunci kok." UcapkuMas Bowo pun masuk, dan mengeluarkan uamg lembaran merah sebanyak lima biji."Nih...!" Ucapnya sambil meneyerah kan pada ku."Ooh, uda gajian toh. Oke, aku terima." Ku ambil uang ity dari tangan Mas Bowo. Dan memasukkanya kedalam kantong
Menempuh waktu hampir dua jam lebih, bagiku terasa sangat begitu lama. Tapi aku bersikap biasa saja dihadapan Mas Fero. Aku takut, jika dia melihat ku khawatir, dia bakal ngebut, dan justru malah membahayakan kita sendiri.Padahal dalam hati ini, sudah tak karuan lagi. Campur aduk rasanya, apalagi memang kondisi Bapak yang sudah terlalu lemah beberapa hari ini.Tapi memang saat ini Mas Fero berkendara lebih cepat dari pada saat kami berangkat ke kosan Anita. Untung nya juga, jalanan tak seberapa padat, mungkin karena masih siang juga, dan tak bertepatan dengan jam pulang kerja.Tujuan kita saat ini pun langsung ke rumah sakit Medika. Aku melirik Anita dari kaca spion dalam mobil, terlihat tak tenang juga. Terlihat juga Anita tak lepas dari doa, sama seperti ku saat ini.Sesampainya dirumah sakit, Mas Fero langsung memarkirikan mobilnya, setelah itu, kami langsung berjalan. Menuju ruang ICU, dimana Emak sudah menunggu disana."Mak...!" Sapa ku saat melihat wanita paruh baya itu duduk s
Sudah dua hari ini, aku dan Mas Fero tinggal dirumah ku. Karena memang beberapa hari ini aku sibuk mengolah semua usaha ku. Maklum, biasanya Emak yang membantuku ditoko, kini lebih banyak dirumah.Sebab, akhir-akhir ini kesehatan Bapak juga sedang terganggu. Dan sudah tiga hari ini pula beliau terlihat lemas. Jadi dari pada aku harus bolak balik toko kerumah Mas Fero yang jaraknya lumayan jauh, aku pun memutuskan untuk memgajak Mas Fero gantian tinggal disini beberapa hari. Apalagi hari ini kita juga ada agenda mengantarkan Anita ke kosan nya.Dan juga, aku sibuk membantu putriku yang akan segera pindahan, karena sebenyar lagi dia akan masuk kuliah. Ternyata waktu berputar begitu cepat, hingga tanpa terasa kini Anita sudah akan menjadi seorang mahasiswi."Nduk, sarapan dulu!" Ajak Emak saat aku menuju dapur."Enggeh Mak! Oh iya, nanti Emak ke toko lagi kah?" "Kayaknya sih enggak, lah Bapak mu kondisinya juga kayak gitu. Emak kok jadi takut ya Nduk!" Ucap Emak sedikit tertahan"Takut
"Sudah hampir sebulan ini aku menjadi istri Mas Fero, kalau ditanya bagaimana rasanya? Sudah tentu aku bakal berkata begitu bahagia.Bukan tanpa sebab, karena memang sifat Mas Fero yang begitu perhatian dan peduli padaku, membuat ku menjadi begitu nyaman.Apalagi Mama juga begitu baik terhadapku. Karena memang setelah menikah, aku diboyong oleh Mas Fero ke kediamanya. Ya, walaupun tak jarang juga aku masih sering pulang kerumah untuk menengok Emak dan Bapak.Karena memang Anita juga kadang ikut tinggal dirumah Papa barunya ini. Mas Fero mengajak ku tinggal dirumah nya juga bukan tanpa alasan, sebab anak-anak kandung Mas Fero yang kini juga sudah menjadi anak ku masih kecil-kecil, sedangkan Anita sudah besar.Dan sebentar lagi dia akan masuk kuliah, bahkan akan tinggal jauh dari kami. Karena dia kuliah diluar kota, terpaksa dia harus ngekos disana. Itu pula lah yang membuat ku mau untuk tinggal disini, karena anak-anak Mas Fero lebih membutuhkan sosok Ibu."Sayang, nanti nge mall yuk..
Hari ini pekerjaan kantor benar-benar lumayan banyak. Apalagi banyak barang masuk, yang otomatis banyak data pula yang harus ku input.Untung nya laporan ini gak harus selesai hari ini juga. Jadi aku masih bisa sedikit bersantai tentunya.Kulihat Bram dan teman-teman juga pada sibuk dengan pekerjaan mereka. Hingga waktu istirahat, seperti biasa aku dan Bram makan siang di kantin sambil ngobrol. "Bro, gak minat cari istri baru nih?" Tanya nya "Gak kepikiran Bram. Masih trauma!" Jawab ku sambil menggelengkan kepala."Hahaha Anjriit, lemah amat lu Bro!"Sialan, dia bilang aku lemah? Dia gak tau aja sih sakitnya diselingkuhi, apalagi selingkuhnya sampek bikin bunting. Sakit tau gak, sakiiit...."Kamu bisa ngomong gitu mah soalnya belum ngerasain aja. Coba deh, nanti kalau uda ngerasain, nyaho deh...!" Cebik ku ganti membuat raut muka Bram berubah."Yaelah, gitu amat doain temen yang jelek-jelek." Ucap Bram yang sama sekali tak ku gubris.Waktu istirahat yang hanya sejam pun habis, aku k