Share

Satu

Penulis: Mika Senpai
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-17 21:15:37

     "Oi.. Kau mendengarku?! Masato?!"

     Takumi menunduk lemas dihadapan atasan tempat ia bekerja. Dia tahu akan berakhir seperti ini, dan ini memang kesalahannya.

     "Mulai sekarang kau tidak perlu kemari lagi. Sudah cukup kau membuat onar dengan Yuki dan merugikanku. Sekarang pergi dari sini!"

     Yang bisa Takumi lakukan hanya menunduk pasrah dan membuang nafas dengan kasar.

     "Sekali lagi maafkan saya, Misaki-san," ucap Takumi sambil membungkuk. 

     Setelah dinyatakan dipecat kemarin, Takumi kembali ingin meminta maaf pada Misaki, siapa tahu pria itu akan memaafkan dan memperkerjakannya lagi. Tapi ia salah, Takumi malah mendapat kenyataan bahwa dia memang sudah tidak diperbolehkan untuk bekerja. Takumi kemudian meninggalkan tempat itu dan kini duduk di lapangan dekat sungai, menatap kosong langit yang masih berwarna biru cerah. Bertentangan sekali dengan dirinya yang sekarang sedang dilanda masalah. Pikirnya dalam hati.

     Takumi menarik nafas dalam-dalam mengingat kejadian yang saat ini sedang menimpanya. Terasa menyakitkan.

     "AHHH SIAL!!!" Takumi berteriak lantang. Melampiaskan kekesalannya. 

___ 

Shibuya, Jepang.

Lima bulan lalu. 

     Takumi kembali menghirup udara segar setelah satu minggu berada di rumah sakit karena operasi yang dijalaninya. Ia terkena usus buntu yang mengharuskannya menjalani operasi. Kalau di ingat, rasanya menyebalkan terus berada di ruangan dengan bau obat yang menyengat. Tapi syukurlah sekarang ia sudah bisa pulang hari ini.

     Masato Takumi, pria ber-usia 31 tahun, seorang duda dan hanya pekerja kantoran biasa yang setiap hari libur ia habiskan dengan membaca buku. Tidak ada yang spesial dari dirinya -kecuali wajahnya yang masih kelihatan tampan meski sudah hampir kepala empat-, dan Takumi pun tidak ingin terlihat terlalu mencolok karena ia tidak suka keramaian.

     Meski banyak wanita yang mendekatinya semenjak ia bercerai, Takumi masih tetap ingin sendiri. Meskipun ia akan kesepian untuk menghabiskan waktunya.

     "Masato...-san?"

     Takumi menghentikan langkahnya ketika ada seseorang memanggil namanya. "Iya?"

     "Ahh... Syukurlah, aku tidak salah orang." Gadis itu menghela dengan lega karena tebakannya benar.

     Tapi berbeda dengan Takumi, ia heran kenapa gadis ini memanggilnya dan hei, kenapa dia tahu namaku?

     "Ano... Ada yang bisa saya bantu?" Takumi mencoba bertanya apa tujuan gadis itu memanggilnya.

     Gadis bermata bulat itu langsung membungkuk, "Ahh, ijinkan saya memperkenalkan diri dulu. Namaku Nakamura Junko. Salam kenal."

     Nakamura?-

     "Aku sedang mengerjakan penelitian dan aku menemukan namamu diberbagai buku yang ingin ku baca di perpustakaan. Kau hebat bisa membaca buku sangat banyak hanya dalam waktu yang singkat." Yuri tersenyum lebar dengan mata yang bersinar-sinar.

     Takumi jadi salah tingkah, apakah dia memang terlalu banyak membaca buku sampai ada seseorang yang menyadarinya?

     "Jadi? Apa yang kau inginkan dari orang sepertiku ini?"

     "Apa kau mau menjadi objek penelitian ku?" tanyanya antusias.

     "Hahh?!! Apa?!" Takumi benar-benar tidak mengerti perkataan gadis yang berada dihadapannya ini.

     Junko menjelaskan kalimatnya, "Aku sedang meneliti berbagai macam orang yang sering datang ke perpustakaan. Dan kau orang pertama yang selalu muncul di daftar nama peminjam, jadi kuputuskan untuk bertemu denganmu."

     Takumi mundur beberapa langkah, "Tunggu dulu. Kau tiba-tiba datang dan menyuruhku untuk jadi objek penelitianmu itu. Kau sudah gila? Jika aku orang jahat bagaimana? Apa kau tidak takut di culik atau apa?" Takumi juga sedikit meninggikan suaranya, karena tak percaya pada ucapan gadis itu yang terlalu blak-blakan.

     "Paman, aku tahu kau pria yang baik jadi aku tak perlu takut untuk mendekatimu." Junko tersenyum dengan manis.

     Takumi mengelus dadanya. Baru saja keluar dari rumah sakit, ia harus bertemu dengan orang aneh. Padahal yang Takumi inginkan sekarang adalah mandi air hangat, makan dan tidur. Bukannya meladeni orang asing seperti ini.

     "Paman, kau tidak apa-apa?" tanya Junko pada Takumi.

     Tiba-tiba gadis itu panik. "Ahh.. gawat!! Ibu pasti mencari ku. Paman aku akan menghubungimu lagi nanti. Bye-bye!"

    Junko pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Takumi yang masih termenung. Ia mengangguk dengan tidak sadar.

     "Ehh, Tunggu! Kenapa aku mengiyakan? Oi.. jangan kembali lagi!" teriaknya. Walaupun tidak mungkin didengar Junko, karena sudah terlalu jauh untuk terjangkau suaranya. 

___ 

     Sudah satu minggu berlalu dan gadis SMA yang entah dari mana asal itu selalu menemui Takumi setelah selesai bekerja. Seperti saat ini, Takumi sebenarnya tidak keberatan jika ada yang ingin dekat, tapi yang membuatnya jadi berat adalah tatapan tajam orang-orang sekitar yang menatapnya karena bersama dengan gadis yang masih SMA.

    "Masato-san? Kau baik-baik saja?" tanya Junko yang saat ini sedang duduk di depannya dengan tangan yang memegang gelas plastik cokelat berukuran sedang.

     "Dari tadi kau terus mengeluh seperti hahh... kenapa? Dan gawat memangnya apa yang gawat?" lanjutnya dengan polos.

     Takumi berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk bertanya, "Nakamura-san, ini sudah satu minggu berlalu dan kita hanya duduk-duduk saja seperti ini. Sebenarnya apa mau mu? Bukankah katamu akan melakukan penelitian?"

     Junko memandang Takumi dengan serius, raut wajah gadis ini benar-benar tidak bisa dibaca oleh Takumi sekarang. Disana banyak sekali ekspresi yang dijadikan satu oleh gadis itu yang membuat Takumi terdiam.

     "Sebenarnya aku hanya ingin memiliki teman ngobrol seperti ini. Aku kira paman adalah orang yang tepat. Dan karena kita juga memiliki hobi yang sama, membaca buku, kan?" Junko tersenyum kembali seperti biasa.

     Untuk sesaat, Takumi tertegun karena ekspresi spontan yang di keluarkan Junko benar-benar cepat sekali berubah. Seperti dia memiliki dua kepribadian.

     "Tapi orang-orang terus menatapku dengan tatapan tajam. Seperti aku seorang yang cabul karena terus-terusan berada didekat gadis SMA sepertimu," ujar Takumi. Lebih baik ia berterus terang sekarang, dan mungkin saja nanti Junko akan menjauhinya setelah ini. Tapi ia tak peduli.

     "Paman, kau benar-benar tidak terlihat seperti orang yang cabul. Kau malah memiliki wajah yang sangat tampan. Bagaimana bisa kau disebut om-om cabul?"

     Oi, bagaimana menjelaskan dengan benar kepada gadis ini?

     "Bukan seperti itu." Takumi meminun kopinya dengan kesal. Bisa-bisanya bocah ini mengatakan dirinya tampan dengan ekspresi datar. Kalaupun ingin mengatakan itu seharusnya ekspresi dia lebih terlihat meyakinkan.

     Takumi menepuk keningnya dengan pelan beberapa kali, bodohnya dia memikirkan hal seperti itu.

     Dipersimpangan jalan, Junko berhenti dan memandang Takumi dari jauh.

     "Sampai bertemu kembali Paman," ucap Junko sambil melambaikan tangannya.

     "Kalau bisa aku tidak ingin bertemu lagi denganmu lagi," gumamnya pelan, yang pasti tidak akan terdengar oleh Junko.   

____ 

     "Takumi, kau baik-baik saja?" Tetangga rumahnya yang melihat Takumi berjalan dengan lunglai bertanya dengan nada khawatir.

     Takumi berhenti tepat didepan tetangganya, lalu melambai-lambaikan tangannya dan berkata, "Aku baik-baik saja, Tosaka-san. Hmm, ku dengar kau sedang sakit?"

     Tetangganya yang dipanggil Tosaka menyahut, "Orang tua sepertiku memang sudah biasa sakit-sakitan. Jangan khawatir," Jawabnya dengan senyum tipis yang khas.

     "Kau harus menjaga kesehatanmu," ujar Takumi, "Aku masuk dulu ingin beristirahat."

     Ia kemudian masuk kedalam rumahnya. Merebahkan diri diatas sofa adalah hal terbaik setelah seharian lelah bekerja.

     Setelah mandi, Takumi menyiapkan makan malamnya, memasak semangkuk ramen dan omurice. Kemudian menyantapnya sendirian seperti biasa.

     Takumi tinggal di Danchi -rumah susun- di daerah Shibuya. Ia hanya mempunya beberapa tetangga yang di kenal. Tapi yang paling dekat dengannya adalah Tosaka, rumahnya tepat berada di sebelah rumah Takumi.

     Di rumah Takumi hanya ada satu ruangan kamar tidur ukuran sedang, sebuah kamar mandi, dapur dan ruang tamu yang tidak terlalu luas. Tapi semua itu cukup untuk dirinya yang hanya tinggal sendirian.

     Ditengah-tengah kegiatannya, Takumi memikirkan sesuatu. Sesuatu yang seharusnya tidak ia pikirkan. Karena sekarang isi kepalanya malah di penuhi oleh gadis aneh itu.

     "Apa-apaan ini!" Takumi langsung menepis semua pemikiran itu dan melanjutkan makannya.

___ 

     Seperti biasa Takumi selalu bangun pagi, mandi, sarapan dan berangkat bekerja. Hal rutin yang ia jalani setiap hari.

     Sekarang ia sudah berada di dalam kereta, menuju tempatnya bekerja.

     Tiba-tiba ponsel Takumi bergetar, ia mengerutkan dahinya, siapa yang menelpon pagi-pagi begini?

     Takumi menghela nafas. Tidak ada seorangpun yang menelpon sepagi ini kecuali gadis aneh itu. Dan benar. Takumi melihat nama Nakamura Junko terpampang jelas di layar ponselnya. Ia bertanya-tanya darimana gadis itu mendapatkan nomor ponselnya. Padahal Junko tidak pernah sekalipun meminta darinya.

     Takumi menempelkan ponselnya di telinga, "Hai, moshi-moshi?" 

     "Ah, paman! Bisakah kita bertemu setelah kau selesai bekerja?" Junko bertanya dengan tergesa-gesa.

     Belum juga Takumi menjawab, ada suara keras yang terdengar diseberang telepon.

     "Nakamura-san, ada apa?" Takumi yang terkejut bertanya dengan cepat.

     "Ahh,, ittai..." 

     Eh? "Sakit? Nakamura-san? Moshi-moshi?" Takumi mencoba memanggil nama Junko karena tidak ada jawaban dari gadis itu. Yang terdengar hanya suara rintihan samar dari seberang sana.

     "Paman, aku akan menghubungimu lagi nanti. Jhaa!" kemudian sambungan telepon terputus.

     Takumi menatap ponselnya dengan heran. "Memang gadis yang aneh," gumamnya.

___ 

     Takumi sedang mencatat data pemasukan tentang properti yang dijual minggu ini. Ia dengan teliti mengecek beberapa kali data yang diberikan atasannya dengan yang ada di komputer miliknya. "Yosh, ini sudah selesai. Tinggal mengirimkan ini ke Misaki-san."

     Takumi menghela nafas, kemudian melihat jam tangannya yang sekarang telah menunjukkan pukul 12 siang. Ia memutuskan untuk pergi ke sebuah kedai di seberang jalan kantor untuk membeli beberapa makanan karena perutnya sekarang keroncongan, lapar.

     Takumi duduk menghadap langsung jendela yang menampilkan jalanan Shibuya yang selalu ramai setiap harinya. 

     Ia memesan satu mangkuk udon dan teh hijau untuk kemudian menyantapnya. Takumi memandang langit Shibuya yang sangat cerah sekali hari ini. Tak terasa ia menyunggingkan senyum tipis.

     "Oi, Takumi!"

     Sebuah suara tiba-riba muncul dari belakang, mengangetkannya. Takumi mendengus kesal, "Kau mau mati, hah?"

     "Ahh, seramnya Takumi-sama!!"

     "Berisik."

     Teman kantor Takumi -Naoto Mitsuhashi- , bekerja di bidang yang sama dengannya. Usia Naoto juga tak terpaut jauh dari Takumi, meski Naoto berbeda satu hal darinya. Dia Memiliki pernikahan yang harmonis, tidak seperti dirinya yang harus bercerai karena alasan yang bodoh.

    "Kau sudah menyelesaikan dengan pekerjaanmu?" tanya Naoto sambil memesan minuman pada pelayan kemudian duduk disebelah Takumi.

     "Hmm-mm," sahut Takumi, karena mulutnya penuh oleh mie. "Naoto, kau mau?" Ia menyodorkan sandwich yang ia beli kearah Naoto.

     "Tidak usah aku sudah makan tadi sebelum kau datang," tolak Naoto.

     "Ohh, baiklah." Takumi menyimpan kembali sandwich-nya ke atas meja.

     "Nah, Takumi. Bagaimana menurutmu jika aku menceraikan istriku?"

     Tiba-tiba Naoto bertanya dengan pertanyaan yang membuat Takumi terkejut sampai ingin menyemburkan mie yang berada didalam mulutnya.

     Takumi langsung menatap tajam Naoto dan dengan marah berkata, "HEI! KAU, APA-APAAN DENGAN PERTANYAANMU ITU?!!" katanya setengah membentak. Kemudian melanjutkan kalimatnya, "Jika kau bercerai bagaimana nanti dengan anakmu, dia akan tertekan dengan semua keputusan bodoh mu itu!"

     Takumi mendengus dengan kasar, mengusak wajahnya dan mulai menetralkan nafasnya yang terengah-engah akibat emosi yang ditimbulkan oleh ucapan Naoto.

     Hening sejenak diantara mereka, hanya suara orang-orang disekitarnya yang terdengar.

     "Apa alasannya kau memilih untuk mengakhirinya dengan bercerai?" Takumi melirik Naoto yang wajahnya benar-benar terlihat frustasi sekarang.

     "Dia..Mi...Miko..sudah berselingkuh dariku.."

Degg... 

Berselingkuh?! 

     "Jangan mengajariku kebahagiaan jika kau tak bisa memberiku kebahagiaan itu. Takumi, aku sudah muak dengan semua ini. Kita akhiri saja dengan bercerai!!" 

     Takumi menutup telinganya. Kata-kata yang sudah lama ia lupakan terngiang kembali didalam kepalanya. Sudah tiga tahun belalu, tapi kenapa rasanya masih menyakitkan.

    Ia bertanya kembali kepasa Naoto, "Apakah keputusanmu sudah di utarakan kepada Miko?"

     Belum menjawab pertanyaan Takumi, Naoto tiba-tiba bangkit dari duduknya, menatap kosong jalanan yang hanya dibatasi kaca jendela.

     "Maafkan aku. Aku harus kembali, ada pekerjaan yang belum aku selesaikan." Lalu pergi begitu saja menuju pintu keluar.

     Tapi sebelum Naoto benar-benar menghilang, Takumi melontarkan kalimat yang ia juga tidak yakin akan merubah pikiran temannya itu atau tidak.

     "Apapun alasannya, jika masih bisa diperbaiki jangan memutuskan untuk mengakhiri segalanya."

      Naoto yang mendengar itu berhenti sejenak, memutar tubuhnya menghadap Takumi. "Arigatou, Takumi." Dia mengulas senyum tipis.

     Takumi tahu, senyuman Naoto mengatakan bahwa saat ini dia sedang sangat terluka. Tapi Takumi tak bisa berbuat apapun, ia hanya bisa memberi saran yang menurutnya bisa sedikit meringankan beban pikiran temannya itu.

     Setelah kepergian Naoto, Takumi menjadi tak selera untuk melanjutkan makannya. Ia sudah terlanjur memikirkan kembali kata-kata yang seharusnya Takumi lupakan sejak lama.

    "Ahh, sial!" umpatnya.

Bab terkait

  • Two Sides Of The Same Coin   Dua

    Sudut mata Takumi tak sengaja menangkap sosok yang familiar baginya, seorang gadis dengan seifuku berjalan sendirian melewati trotoar. "Nakamura...-san? Ehh, bukankah ini masih jam sekolahnya?" ujar Takumi sambil melirik jam tangannya. Dengan buru-buru Takumi keluar dari kedai, berniat menghampiri Junko, tapi karena terlalu tergesa-gesa ia jadi tak tahu kemana arah yang dituju gadis itu. Takumi mendesah kesal, "Seharusnya tadi aku berteriak saja untuk memanggilnya," katanya. Ia berniat mencari keberadaan Junko sekarang, tapi atasan Takumi menelponnya untuk segera kembali ke kantor. Jadi ia urungkan niatnya untuk mencari Junko. Takumi juga berpikir bahwa nanti juga ia akan bertemu dengan gadis itu. "Takumi-san, sampai nanti!" tegur salah satu teman yang berada di unit yang sama dengannya. Takumi membalas

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-18
  • Two Sides Of The Same Coin   Tiga

    Mata Takumi memandang sekeliling ruangan untuk mencari keberadaan Naoto yang sampai saat jam istirahat pun tidak memunculkan batang hidungnya. Kemana perginya lelaki itu? Takumi mendesah untuk kesekian kalinya, ia baru saja bertanya pada salah satu teman tentang Naoto. Ternyata lelaki itu tidak masuk hari ini. Takumi merasakan getaran di saku jas, ia merogoh sakunya dan melihat nama Nakamura Junko sedang menelpon. "Paman, Konnichiwa!" suara Junko yang sudah terdengar ceria lagi membuat Takumi lega. Itu artinya gadis itu sudah baik-baik saja sekarang. "Hmm, konnichiwa. Ada apa Nakamura-san?" tanya Takumi. Jarang sekali gadis itu menelponnya pada siang hari. "Paman besok libur, kan? Bisakah aku mengajakmu ke suatu tempat?" "Suatu tempat?" "Hemm. Bisakah?" nada bicara gadis itu terdengar ragu.

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-18
  • Two Sides Of The Same Coin   Empat

    Takumi pikir ada tempat selanjutnya yang akan mereka berdua kunjungi, tapi ternyata hanya Kuil. Ia mendesah berkali-kali mengingat betapa bodohnya mengharapkan dan membayangkan tempat-tempat yang menyenangkan yang akan mereka datangi ketika di Kyoto. Takumi mengacak-acak rambutnya, kesal dengan pemikiran tidak jelasnya itu. "Ehh, benarkah? Jadi berita itu tidak bohong ya."Telinga Takumi tak sengaja mendengar teman kantornya sedang membicarakan sesuatu yang sepertinya serius. Tapi ia tak peduli sama sekali, selama itu tak menyangkut dirinya. "Pantas saja dia tidak bisa dihubungi." "Hmm. Tapi keputusan bunuh diri itu benar-benar keputusan yang terlalu berlebihan." "Benar, benar." Tunggu. Bunuh diri? Siapa? "Siapa yang bunuh diri?" Takumi bertany

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-19
  • Two Sides Of The Same Coin   Lima

    Junko merasakan kepalanya semakin pusing ketika ia berjalan untuk menaiki tangga, menuju atap sekolah. Ia belum sarapan sama sekali pagi ini. Padahal dirinya sedang sakit. Junko dengan susah payah membawa dirinya ke sebuah kursi yang sering ia gunakan untuk menenangkan diri. Kemudian Ia mengerjapkan matanya beberapa kali supaya rasa sakit di kepalanya sedikit berkurang. "Konnichiwa, Jun-chan!" Seseorang yang tak asing mendekati Junko, menyapanya, kemudian ikut duduk di sebelahnya. "Kau kenapa, wajahmu kelihatan pucat. Kau sakit?" Junko sama sekali tidak menjawab pertanyaan dari kakak kelasnya itu, ia malah menghela napas ringan. Kenapa Kanna selalu saja muncul saat dirinya benar-benar ingin sendiri. Jika bukan karena ia malas berada di rumah, Junko sama sekali tidak akan berangkat ke sekolah dengan keadaannya sekarang. Telapak tangan Kanna di tempelkan ke dahi Junko, lalu bertanya, "Kau sakit. Kita ke UKS ya?" Junko menggeleng

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-30
  • Two Sides Of The Same Coin   Enam

    "Kau yakin ingin pulang sendirian, Junko-chan?" Kanna bertanya untuk yang ketiga kalinya pada Junko, apakah Junko yakin pulang sendirian dengan keadaan yang terlihat agak mengkhawatirkan."Aku baik-baik saja. Tidak apa-apa, Kanna-san tidak perlu cemas." Junko meyakinkanKanna bahwa ia bisa pulang sendiri tanpa di antar. Apalagi jarak stasiun dengan sekolah tak terlalu jauh, jadi ia akan baik-baik saja."Tapi kau kelihatan masih lemas, nanti jika pingsan di jalan, bagaimana?" Kanna masih berusaha membujuk, agar Junko mau menerima tawaran untuk di antar saja oleh dirinya."Tenang saja." Junko menepuk pundak Kanna dan tersenyum tipis.Kanna membuang nafas dan akhirnya menyerah. Junko memang lebih keras kepala, Kanna akui. "Baiklah, hati-hati," katanya ketus.Junko menanggapi kelakuan kakak kelasnya itu dengan tertawa kecil.Hari ini Junko tidak berniat langsung pulang kerumah. Ia memutuskan untuk pergi ke taman tempat ia be

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-31
  • Two Sides Of The Same Coin   Tujuh

    Kemarin adalah hari yang paling membahagiakan bagi Takumi. Saling mengungkapkan isi hati dan perasaan satu sama lain adalah hal tersulit bagi semua orang, termasuk dirinya. Meskipun Takumi dan Junko tahu, bahwa kebahagian itu pasti akan ada rintangannya. Tapi mereka berdua percaya, setiap masalah pasti akan ada solusi. Bahkan jika sesuatu yang mungkin akan membuat salah satu dari mereka terluka. Takumi siap dengan resiko itu.Takumi sekerang sedang mengumpulkan beberapa informasi yang ia dapat dari Junko. Gadis itu mengatakan padanya, bahwa semenjak Junko kecil tidak pernah sekalipun bertemu dengan ayahnya dan sampai sekarang Junko tak tahu siapa nama ayahnya dan dimana pria itu berada sekarang. Kalaupun Junko bertanya pada ibunya, Mayumi selalu mengalihkan pembicaraan atau tidak menjawab sama sekali.Takumi menopang dagu. Menggigit bibir bawahnya, kemudian tiba-tiba ia teringat suatu hal. Ia pernah satu kali memergoki Mayumi bersama dengan seorang pria saat m

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • Two Sides Of The Same Coin   Delapan

    Junko tak bisa menahan rasa bahagianya ketika mendapat pesan singkat dari Takumi. Pria itu mengajaknya untuk pergi ke Festival Hanabi. Festival yang di adakan setahun sekali setiap musim panas. Jarak tempat untuk menyaksikan kembang api pun sepertinya tidak terlalu jauh dari rumahnya.Junko belum pernah sekalipun pergi ke Festival semacam itu sejak kecil, karena ia selalu di kurung di rumah dan tidak di ijinkan untuk keluar oleh ibunya.Untuk pertama kali dalam hidupnya Junko mendapat tawaran untuk melihat kumpulan kembang api yang meledak-ledak di langit itu dari seseorang yang spesial.Takumi mengatakan akan menjemputnya jam 8 malam nanti. Betapa senangnya Junko hari ini dan sampai ia hampir meneteskan air mata.Junko menepuk-nepuk pipinya. "Yosh!! Mungkin ini adalah kesempatan bagus untuk aku bisa lebih dekat dengannya." Kepercayaan diri Junko semakin bertambah sekarang. Semoga saja malam ini akan menjadi malam panjang yang membahagiakan.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-02
  • Two Sides Of The Same Coin   Sembilan

    "Junko?"Meski jarak mereka berjauhan, Junko masih bisa membaca gerak bibir Takumi yang mengucapkan namanya. Junko masih mematung disana, melihat pria yang ia sukai bersama ibunya. Mungkin lebih baik ia pulang dan melupakan segalanya malam ini. Iya, itu adalah pilihan terbaik untuknya.Dengan enggan Junko memutar tubuhnya, menghembuskan napasnya sebentar lalu mulai menggerakkan kakinya. Malam ini dan seterusnya, Junko tak akan lagi berharap pada apapun dan siapapun. Karena percuma saja, kepercayaannya selalu di runtuhkan oleh takdir. Yang Junko rasakan saat ini adalah rasa kecewa yang dalam, bukan terhadap Takumi tetapi terhadap dirinya sendiri.Baru beberapa langkah Junko bergerak dari tempatnya tadi, tiba-tiba pergelangan tangannya digenggam oleh seseorang. Seseorang itu menarik tubuh kecilnya sampai Junko hampir terjatuh. Dia kemudian menempatkan dirinya berdiri di depan Junko. Napas orang itu memburu, mungkin dia tadi berlari mengejarnya."Junko! Tunggu!" Sa

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-03

Bab terbaru

  • Two Sides Of The Same Coin   Empat Puluh Lima

    "Okaa-san tak seharusnya melakukan itu!"Napas Takumi terengah-engah saat ini. Ia benar-benar marah dengan ibunya yang selalu saja mencampuri urusannya."Aku hanya ingin melihatmu bahagia lagi bersama dengan Sakurai, Takumi. Mengapa kau menganggapku sebagai wanita pengganggu di hidupmu?" ucap ibu Takumi, wajahnya terlihat sedih, namun Takumi yakin semua itu hanya akting saja."Kau harus lihat ini! Agar kau tak menyangka Sakurai adalah wanita yang baik!" Takumi mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan memperlihatkan foto Hashimoto Sakurai bersama dengan pria lain. Mereka sedang bermesraan disana. "Kau lihat, kan?! Kau lihat kelakuan Sakurai selama ini di belakangmu?"Ibunya terlihat sangat terkejut, dia sampai menutup mulutnya sendiri dengan tangan dan kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Takumi."Sekarang kau sudah lihat bagaimana kelakuannya. Dia juga sebelumnya sama seperti itu Okaa-san, saat kita masih menjadi suami istri. Apa kau tidak kasihan

  • Two Sides Of The Same Coin   Empat Puluh Empat

    Junko, Kanna dan juga Ryota sedang makan di kedai ramen dekat sekolah.Mereka mengobrol santai seperti biasa, sampai Kanna membahas masalah itu kembali kepasa keduanya."Aku akan menginap lagi malam ini di rumah Jun-chan. Bagaimana denganmu Ryo-kun?" tanya Kanna pada Ryota yang tengah menyeruput mie-nya."Maafkan aku, tapi malam ini aku ada latihan sampai malam. Jadi aku tak bisa ikut," kata Ryota."Baiklah kalau begitu," ujar Kanna."Nanti hubungi sana aku jika kalian membutuhkan sesuatu. Aku pasti akan datang," kata Ryota sambil mengulas senyumannya.Kanna mengangguk dan kembali melakukan kegiatannya memakan ramen yang masih panas itu."Ngomong-ngomong terima kasih atas traktirannya!" ucap Kanna.Ryota mengangguk sambil tersenyum.Selesai makan mereka kembali ke sekolah untuk mengambil tas mereka masing-masing. Tapi berbeda dengan Ryota, dia akan ada latihan sampai malam jadi tidak bisa pulang.Junko dan Kanna pulang ke rumah Junko. Mereka b

  • Two Sides Of The Same Coin   Empat Puluh Tiga

    Junko memandang kosong jauh ke depan. Entah apa yang sedang ia lihat, karena hanya bayangan putih dari salju yang menyelimuti gedung-gedung dibawah sana.Sesekali Junko menghela napas dengan mulutnya, siapa tahu beban di pikirannya perlahan menghilang, seperti asap yang ditimbulkan dari ia menghela napas.Perlahan tangan Junko bergerak ke arah lehernya yang terbungkus syal tebal, kemudian ia menghela napas lagi dan mulai menangis dalam diam.Junko tak menangisi dirinya yang selalu ditimpa kemalangan, tapi ia menangis untuk orang-orang yang ada disekitarnya karena mereka juga ikut terkena masalah karena berbuat baik kepadanya.Tak masalah jika hanya ia yang terluka, tapi jika orang-orang disekitarnya yang terluka, Junko tak tahu harus bagaimana lagi.Ia takut, takut jika harus kehilangan mereka lagi. "Jun-chan?" Suara Kanna dari belakang menginterupsinya.Junko berbalik dan menatap Kanna sambil tersenyum tipis, menyapanya."Disini sangat dingin, kenap

  • Two Sides Of The Same Coin   Empat Puluh Dua

    "Jadi, hal apa yang ingin kau bicarakan?" Akihiko Ryota memulai percakapannya dengan sebuah pertanyaan.Sebelum menjawab, kedua tangan Takumi di masukkan ke dalam saku celananya. Ia menatap Ryota lekat sampai anak laki-laki itu mengerutkan keningnya. "Kenapa kau ada di rumah Junko selarut ini?" tanya Takumi."Hm?" Ryota juga membawa tangannya untuk di masukkan ke kantung celananya. "Yah, aku, Kanna-san dan juga Nakamura-san sedang ada tugas sekolah. Jadi kami mengerjakannya bersama. Di rumah Nakamura-san," sambungnya."Sampai selarut ini?" tanya Takumi lagi. Ia tak percaya dengan omongan anak laki-laki ini."Iya, memangnya kenapa? Kau saja kemari selarut ini, apa tujuanmu ke rumah Nakamura-san?" tanya Ryota, dia membalikkan pertanyaannya kepada Takumi.Takumi mendengus mendengar pertanyaan itu dari Ryota. "Kau melihatnya sendiri kan? Aku membawakan Junko makanan untuknya," jawabnya."Tumben sekali." Celetukan Ryota membuat Takumi memandangnya tajam."Dan

  • Two Sides Of The Same Coin   Empat Puluh Satu

    "Rubah? Anak anjing? Apa maksudnya ini?" kata Kanna yang baru saja diberi tahu oleh Junko tentang kertas itu."Dari mana kau mendapatkannya Nakamura-san?" Kali ini Ryota yang bertanya kepada Junko."Aku mendapatkannya tadi malam. Ada seseorang yang melempar batu ke rumahku sampai kaca rumahku pecah. Dan ada kertas itu yang di selotip disana," kata Junko menjelaskan semuanya, bagaimana ia bisa mendapatkan kertas itu."APA?!!" Kanna sangat terkejut mendengar perkataan Junko."Kenapa?" tanya Junko yang ikut terkejut karena seruan Kanna tadi."Ada seseorang yang menerormu?" tanya Kanna. Wajahnya sengaja di dekatkan ke arah Junko, entah apa maksudnya.Junko menggeleng. "Aku tidak tahu. Tapi itu agak membuatku takut Kanna-san.""Kita harus mencari tahu siapa pelakunya!" seru Kanna. "Jika kau hanya diam saja diperlakukan seperti itu, maka dia akan terus memberimu teror Jun-chan." Kanna berdiri dari duduknya dan menunjuk Junko dengan serius."Itu benar N

  • Two Sides Of The Same Coin   Empat Puluh

    Memikirkan itu membuat kepalanya sakit, lebih baik ia menghubungi Nakamura Junko agar perasaannya jadi membaik. "Oh, hai, moshimoshi?" ucap Takumi ketika teleponnya diangkat oleh gadis itu. "Selamat malam Takumi-san. Ada apa kau menelpon?" sahut Nakamura Junko di seberang sana. Takumi berdeham. "Yah, aku hanya ingin menelponmu dan mengetahui kabarmu," katanya. Sungguh Takumi malu sekali saat mengatakan itu, meskipun ia sekarang menjalin sebuah hubungan spesial dengan gadis itu. "Aku baik-baik saja Takumi-san dan bagaimana denganmu?" Gadis itu balik bertanya. "Aku?... Hmmm... aku juga baik-baik saja kok," sahut Takumi, senyumannya mengembang kala gadis itu juga mengkhawatirkannya. "Bagaimana dengan sekolahmu? Apakah mereka masih membicarakan mu?" "Aku sudah baik-baik saja Takumi-san," tambahnya. "Ah, syukurlah. Aku ikut senang mendengarnya," kata Takumi. Ia ingin memberitahu gadis itu siapa pelakunya, tapi ia merasa kalau Junko akan khawatir te

  • Two Sides Of The Same Coin   Tiga Puluh Sembilan

    Akihiko Ryota duduk dihadapan Junko dan Kanna, memakai jaket abu-abu tebal membuat tubuh lelaki itu menjadi terlihat gemuk dan lucu."Hmm.. bolehkan aku bertanya soal kelanjutan masalahmu Nakamura-san?" tanya Ryota dengan hati-hati.Junko mengangguk. "Ini sudah mulai membaik Akihiko-san. Aku sudah tidak terlalu memikirkan perkataan mereka," jawabnya. "Kau tidak perlu khawatir tentang itu.""Yah syukurlah aku lega mendengarnya. Mereka hanya menyimpulkan omong kosong yang belum tentu faktanya. Menghakimimu seperti kau seorang penjahat, hah manusia memang seperti itu," ujar Ryota diakhir kalimat dia menghela nafasnya."Iya, mereka jahat seperti biasanya jika menyangkut permasalahn orang lain. Tanpa mengetahui fakta sebenarnya terlebih dahulu, mereka seenaknya menghakimi orang lain dengan sangat kejam," Kanna ikut berkomentar tentang masalah Junko.Junko merasa hatinya sangat penuh sekarang. Memiliki orang-orang baik seperti mereka berdua membuatnya sa

  • Two Sides Of The Same Coin   Tiga Puluh Delapan

    Takumi membuang nafasnya perlahan saat ia melihat Hashimoto Sakurai sedang berada di teras rumahnya. Tapi yang membuat Takumi mendesah adalah Sakurai, wanita itu sedang bersama seorang pria dan mereka seperti sangat akrab, serta... mesra?Sakurai tidak mungkin bisa melihat keberadaan Takumi, tapi Takumi bisa dengan jelas melihat wanita itu. Sungguh menjijikan, dia berkata kepada ibunya bahwa wanita itu hanya mencintai Takumi tapi sebenarnya dia hanya ingin memiliki harta keluarga Takumi."Dari dulu sampai sekarang, wanita itu tidak pernah berubah sedikit pun. Dan jika dibandingkan dengan Mayumi, dia lebih berhati iblis," ucap Takumi dengan suara pelan.Tak ada lagi yang harus di bicarakan, semuanya sudah jelas bukan. Hashimoto Sakurai adalah wanira rubah yang menginginkan segalanya dan untuk ke untungannya sendiri. Setelah Takumi mengambil foto Sakurai bersama pria lain itu, ia langsung pergi untuk kembali ke toko buku milik Tosaka.***Jika diband

  • Two Sides Of The Same Coin   Tiga Puluh Tujuh

    "Aku harus pergi," ujar Junko kepada Kanna dan Ryota."Baiklah kalau begitu hati-hati ya. Dan jangan terlalu memikirkan masalah ini nanti kau sakit," sahut Kanna sambil menepuk pundak Junko.Junko tersenyum lembut dan mengusap tangan Kanna yang masih bertengger di pundaknya. "Aku akan selalu ingat pesanmu Kanna-san. Baiklah aku harus pergi!"Setelah melambaikan tangan, Junko menghilang dibalik pintu, ia kemudian menuruni tangga dan dengan cepat menuju kearah gerbang untuk menemui seseorang. Ia sudah tidak peduli dengan omongan orang-orang di sekolah ini, mereka hanya bisa menghakimi seseorang tanpa melihat terlebih dahulu fakta yang ada."Takumi-san?" Junko berseru kearah Takumi saat pria itu menengok kesana kemari, mungkin sedang mencari dirinya."Ah Junko!" seru pria itu, dia terlihat senang saat mengetahui Junko ada dihadapannya.Junko menghampiri Takumi. "Takumi-san mari bicara ditempat lain. Disini terlalu ramai," ujarnya memberi alasan

DMCA.com Protection Status