Junko tak bisa menahan rasa bahagianya ketika mendapat pesan singkat dari Takumi. Pria itu mengajaknya untuk pergi ke Festival Hanabi. Festival yang di adakan setahun sekali setiap musim panas. Jarak tempat untuk menyaksikan kembang api pun sepertinya tidak terlalu jauh dari rumahnya.Junko belum pernah sekalipun pergi ke Festival semacam itu sejak kecil, karena ia selalu di kurung di rumah dan tidak di ijinkan untuk keluar oleh ibunya.Untuk pertama kali dalam hidupnya Junko mendapat tawaran untuk melihat kumpulan kembang api yang meledak-ledak di langit itu dari seseorang yang spesial.Takumi mengatakan akan menjemputnya jam 8 malam nanti. Betapa senangnya Junko hari ini dan sampai ia hampir meneteskan air mata.Junko menepuk-nepuk pipinya. "Yosh!! Mungkin ini adalah kesempatan bagus untuk aku bisa lebih dekat dengannya." Kepercayaan diri Junko semakin bertambah sekarang. Semoga saja malam ini akan menjadi malam panjang yang membahagiakan.
"Junko?"Meski jarak mereka berjauhan, Junko masih bisa membaca gerak bibir Takumi yang mengucapkan namanya. Junko masih mematung disana, melihat pria yang ia sukai bersama ibunya. Mungkin lebih baik ia pulang dan melupakan segalanya malam ini. Iya, itu adalah pilihan terbaik untuknya.Dengan enggan Junko memutar tubuhnya, menghembuskan napasnya sebentar lalu mulai menggerakkan kakinya. Malam ini dan seterusnya, Junko tak akan lagi berharap pada apapun dan siapapun. Karena percuma saja, kepercayaannya selalu di runtuhkan oleh takdir. Yang Junko rasakan saat ini adalah rasa kecewa yang dalam, bukan terhadap Takumi tetapi terhadap dirinya sendiri.Baru beberapa langkah Junko bergerak dari tempatnya tadi, tiba-tiba pergelangan tangannya digenggam oleh seseorang. Seseorang itu menarik tubuh kecilnya sampai Junko hampir terjatuh. Dia kemudian menempatkan dirinya berdiri di depan Junko. Napas orang itu memburu, mungkin dia tadi berlari mengejarnya."Junko! Tunggu!" Sa
"Jun-chan, Ohayou!" Kanna muncul dari balik pintu dan menyapa Junko dengan ceria, seperti biasa."Oh, Kanna-san," Junko menoleh kearah kakak kelasnya itu, "Ohayou."Mata Kanna menyipit sambil berjalan kearah Junko, kemudian dia mendekatkan wajahnya ke wajah Junko. Dia menilik-nilik dengan alis terangkat lalu mengernyit heran."Ada...apa, Kanna-san?" Junko menjadi gugup karena di perlakukan seperti itu.Setelah beberapa saat menatap, Kanna akhirnya menjauhkan wajahnya, dia melipat tangannya di dada dan berkata , "Kau terlihat lebih ceria hari ini."Junko kebingungan, ia tidak mengerti apa yang coba Kanna bicarakan. "Apa maksudmu? Aku tidak paham.""Wajahmu terlihat lebih cantik jika kau tidak murung. Lihat!" Kanna mengarahkan sebuah kaca ke wajah Junko, "Tetaplah seperti ini agar kau terlihat lebih dan lebih cantik lagi Jun-chan."Junko mengulas senyuman tipis. Dia berpikir, apakah ia boleh merasa seperti ini. Merasakan kebahagiaan seperti orang lain.
"Paman!"Suara yang Familiar menyapa gendang telinga Takumi. Disana, Junko melambai sambil tersenyum padanya. Ia selalu heran pada dirinya sendiri yang selalu merasa tenang jika melihat wajah cantik milik Junko. Iya, hanya dengan melihat wajah gadis itu, perasaan Takumi langsung membaik."Maaf aku sedikit terlambat. Kau pasti sudah lama menunggu, kan?"Takumi menggeleng, "Tidak. Aku baru saja sampai," katanya.Junko membawa tubuhnya untuk duduk disebelah Takumi."Wahh.. aku baru tahu kalau pemandangan taman ini bisa sebagus itu pada malam hari," ujar Junko, gadis itu memandang keatas langit yang dipenuhi oleh bintang-bintang dengan cahaya terangnya."Hmmm.." Takumi bergumam sambil melirik wajah Junko. Wajah yang ternyata mirip sekali dengan Mayumi. Tapi kenapa ibunya itu bisa memperlakukan Junko begitu kejam, padahal semua itu bukanlah kesalahan yang gadis ini buat"Paman, aku sangat-sangat bahagia mendengar bahwa aku bukanlah anakmu," ucap Junko dis
Takumi meletakkan tangannya di atas kening untuk menghalangi cahaya matahari yang terasa menyilaukan matanya. Ia baru saja membuka toko. Dan sekarang ia hanya menunggu para pembali buku itu berdatangan.Toko buku milik Tosaka menyediakan berbagai macam buku. Disini juga menyediakan koleksi manga untuk para anak muda yang menggemarinya. Biasanya yang buku komik yang laris itu, dari genre Shoujo. Genre percintaan antara lawan jenis ataupun sesama jenis."Ohayou..." sapa Tosaka yang baru sampai di toko."Ah, ohayou gozaimasu," sahut Takumi. Ia baru teringat sesuatu, dia harus meminta ijin pada Tosaka kalau hari ini Takumi akan menemui Junko."Ano... Tosaka-san. Bolehkan kalau jam istirahat siang aku gunakan untuk bertemu Junko?" tanyanya.Pria dengan senyuman khas itu menoleh, "Boleh, tidak masalah.""Arigatou," ucap Takumi lalu membungkuk.___"Kau mau?" Junko menawarkan dan menyodorkan parfait cokelat kesukaannya pada Takumi."Jarang sekali ka
Takumi tak tahu harus bersikap bagaimana menanggapi apa yang baru saja didengarnya. Takumi hanya tak sengaja mendengar percakapan itu. Tapi mengapa sekarang dadanya menjadi sesak tak karuan.Meskipun Takumi mencoba menepis kemungkinan terburuk bahwa suatu saat ia akan kehilangan gadis itu, tapi hatinya tak bisa tenang. Ia sangat cemas, bagaimana jika nanti Junko lebih memilih laki-laki yang seusianya, dibanding dirinya yang sudah hampir menginjak usia paruh baya. Takumi menginginkan Junko selalu berada disisinya, bukan orang lain. Perasaan yang dibuatnya untuk Junko, akhirnya menjadi boomerang untuk Takumi sendiri. Ia menepuk-nepuk wajahnya yang terasa tegang, mencoba menghilangkan pemikiran yang akan membuatnya menjadi semakin merasa sakit.___ Sudah dua hari Takumi susah untuk dihubungi. Panggilan dari Junko selalu diabaikan oleh pria itu. Entah apa yang terjadi, pria itu sedikit demi sedikit seperti menjauhinya.Junko menekan nomor Takumi dengan kesal, mungk
"Kenapa kau tak langsung menghubungiku saja. Kenapa harus meminta wanita itu untuk datang menemuiku?" Takumi berkata dengan nada kesal kepada ibunya yang saat ini sedang duduk didepannya. Wanita yang sudah lanjut usia itu masih terlihat cantik dengan rambut hitam yang masih alami miliknya. Gayanya yang santai, selalu memakai Kimono kemanapun dia pergi membuatnya tak terlihat seperti sudah berumur."Aku hanya ingin kau datang kesini," kata Ibu Takumi. Dia menyesap teh hijau hangatnya."Iya, tapi kau tak harus membawa-bawa wanita itu lagi.""Wanita itu wanita itu. Dia punya nama Takumi. Namanya Hashimoto Sakurai," sela Ibunya.Takumi mendengus, "Aku tahu," katanya, "Okaasan, cobalah untuk mengerti kalau aku sudah bercerai dengannya. Kenapa kau masih terus saja mendekatkanku dengan Sakurai."Ibu Takumi memalingkan wajahnya. "Sakurai hanya melakukan kesalahan kecil. Dia dulu terlalu buta tentang lelaki, jadi dia meninggalkanmu. Tapi aku jamin dia tidak akan mengecewa
Junko memandang kearah langit. Menghembuskan nafas dengas kasar lalu kembali menatap susunan gedung-gedung tinggi yang berada dekat dengan sekolah. Pandangannya kosong. Entah apa yang sekarang Junko pikirkan. Tapi yang jelas ia merindukan pria itu, yang sekarang tak pernah menghubunginya lagi."Ohh, Jun-chan? Kau disini juga?" Kanna muncul dibalik pintu, menyapa Junko yang tak menoleh sama sekali. "Ada apa?" Gadis itu bertanya kepada Junko yang tak seperi biasanya."Kenapa, ya?" sahut Junko, "Aku juga tidak tahu.""Kau sedang dalam masalah?" Kanna ikut bersandar sama seperti Junko."Tidak juga," jawab Junko tak bersemangat."Aku yakin gadis ini sedang mengalami patah hati," ujar Kanna sambil mendengus.Tak lama setelah mereka berdua saling diam menikmati pemandangan dan hembusan angin, ada seseorang lagi muncul dari balik pintu."Ryo-kun?" Kanna yang menyadari lebih dulu kedatangan laki-laki itu."Ohh, yo!!" sapa Ryota sambil mengangkat sebelah t
"Okaa-san tak seharusnya melakukan itu!"Napas Takumi terengah-engah saat ini. Ia benar-benar marah dengan ibunya yang selalu saja mencampuri urusannya."Aku hanya ingin melihatmu bahagia lagi bersama dengan Sakurai, Takumi. Mengapa kau menganggapku sebagai wanita pengganggu di hidupmu?" ucap ibu Takumi, wajahnya terlihat sedih, namun Takumi yakin semua itu hanya akting saja."Kau harus lihat ini! Agar kau tak menyangka Sakurai adalah wanita yang baik!" Takumi mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan memperlihatkan foto Hashimoto Sakurai bersama dengan pria lain. Mereka sedang bermesraan disana. "Kau lihat, kan?! Kau lihat kelakuan Sakurai selama ini di belakangmu?"Ibunya terlihat sangat terkejut, dia sampai menutup mulutnya sendiri dengan tangan dan kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Takumi."Sekarang kau sudah lihat bagaimana kelakuannya. Dia juga sebelumnya sama seperti itu Okaa-san, saat kita masih menjadi suami istri. Apa kau tidak kasihan
Junko, Kanna dan juga Ryota sedang makan di kedai ramen dekat sekolah.Mereka mengobrol santai seperti biasa, sampai Kanna membahas masalah itu kembali kepasa keduanya."Aku akan menginap lagi malam ini di rumah Jun-chan. Bagaimana denganmu Ryo-kun?" tanya Kanna pada Ryota yang tengah menyeruput mie-nya."Maafkan aku, tapi malam ini aku ada latihan sampai malam. Jadi aku tak bisa ikut," kata Ryota."Baiklah kalau begitu," ujar Kanna."Nanti hubungi sana aku jika kalian membutuhkan sesuatu. Aku pasti akan datang," kata Ryota sambil mengulas senyumannya.Kanna mengangguk dan kembali melakukan kegiatannya memakan ramen yang masih panas itu."Ngomong-ngomong terima kasih atas traktirannya!" ucap Kanna.Ryota mengangguk sambil tersenyum.Selesai makan mereka kembali ke sekolah untuk mengambil tas mereka masing-masing. Tapi berbeda dengan Ryota, dia akan ada latihan sampai malam jadi tidak bisa pulang.Junko dan Kanna pulang ke rumah Junko. Mereka b
Junko memandang kosong jauh ke depan. Entah apa yang sedang ia lihat, karena hanya bayangan putih dari salju yang menyelimuti gedung-gedung dibawah sana.Sesekali Junko menghela napas dengan mulutnya, siapa tahu beban di pikirannya perlahan menghilang, seperti asap yang ditimbulkan dari ia menghela napas.Perlahan tangan Junko bergerak ke arah lehernya yang terbungkus syal tebal, kemudian ia menghela napas lagi dan mulai menangis dalam diam.Junko tak menangisi dirinya yang selalu ditimpa kemalangan, tapi ia menangis untuk orang-orang yang ada disekitarnya karena mereka juga ikut terkena masalah karena berbuat baik kepadanya.Tak masalah jika hanya ia yang terluka, tapi jika orang-orang disekitarnya yang terluka, Junko tak tahu harus bagaimana lagi.Ia takut, takut jika harus kehilangan mereka lagi. "Jun-chan?" Suara Kanna dari belakang menginterupsinya.Junko berbalik dan menatap Kanna sambil tersenyum tipis, menyapanya."Disini sangat dingin, kenap
"Jadi, hal apa yang ingin kau bicarakan?" Akihiko Ryota memulai percakapannya dengan sebuah pertanyaan.Sebelum menjawab, kedua tangan Takumi di masukkan ke dalam saku celananya. Ia menatap Ryota lekat sampai anak laki-laki itu mengerutkan keningnya. "Kenapa kau ada di rumah Junko selarut ini?" tanya Takumi."Hm?" Ryota juga membawa tangannya untuk di masukkan ke kantung celananya. "Yah, aku, Kanna-san dan juga Nakamura-san sedang ada tugas sekolah. Jadi kami mengerjakannya bersama. Di rumah Nakamura-san," sambungnya."Sampai selarut ini?" tanya Takumi lagi. Ia tak percaya dengan omongan anak laki-laki ini."Iya, memangnya kenapa? Kau saja kemari selarut ini, apa tujuanmu ke rumah Nakamura-san?" tanya Ryota, dia membalikkan pertanyaannya kepada Takumi.Takumi mendengus mendengar pertanyaan itu dari Ryota. "Kau melihatnya sendiri kan? Aku membawakan Junko makanan untuknya," jawabnya."Tumben sekali." Celetukan Ryota membuat Takumi memandangnya tajam."Dan
"Rubah? Anak anjing? Apa maksudnya ini?" kata Kanna yang baru saja diberi tahu oleh Junko tentang kertas itu."Dari mana kau mendapatkannya Nakamura-san?" Kali ini Ryota yang bertanya kepada Junko."Aku mendapatkannya tadi malam. Ada seseorang yang melempar batu ke rumahku sampai kaca rumahku pecah. Dan ada kertas itu yang di selotip disana," kata Junko menjelaskan semuanya, bagaimana ia bisa mendapatkan kertas itu."APA?!!" Kanna sangat terkejut mendengar perkataan Junko."Kenapa?" tanya Junko yang ikut terkejut karena seruan Kanna tadi."Ada seseorang yang menerormu?" tanya Kanna. Wajahnya sengaja di dekatkan ke arah Junko, entah apa maksudnya.Junko menggeleng. "Aku tidak tahu. Tapi itu agak membuatku takut Kanna-san.""Kita harus mencari tahu siapa pelakunya!" seru Kanna. "Jika kau hanya diam saja diperlakukan seperti itu, maka dia akan terus memberimu teror Jun-chan." Kanna berdiri dari duduknya dan menunjuk Junko dengan serius."Itu benar N
Memikirkan itu membuat kepalanya sakit, lebih baik ia menghubungi Nakamura Junko agar perasaannya jadi membaik. "Oh, hai, moshimoshi?" ucap Takumi ketika teleponnya diangkat oleh gadis itu. "Selamat malam Takumi-san. Ada apa kau menelpon?" sahut Nakamura Junko di seberang sana. Takumi berdeham. "Yah, aku hanya ingin menelponmu dan mengetahui kabarmu," katanya. Sungguh Takumi malu sekali saat mengatakan itu, meskipun ia sekarang menjalin sebuah hubungan spesial dengan gadis itu. "Aku baik-baik saja Takumi-san dan bagaimana denganmu?" Gadis itu balik bertanya. "Aku?... Hmmm... aku juga baik-baik saja kok," sahut Takumi, senyumannya mengembang kala gadis itu juga mengkhawatirkannya. "Bagaimana dengan sekolahmu? Apakah mereka masih membicarakan mu?" "Aku sudah baik-baik saja Takumi-san," tambahnya. "Ah, syukurlah. Aku ikut senang mendengarnya," kata Takumi. Ia ingin memberitahu gadis itu siapa pelakunya, tapi ia merasa kalau Junko akan khawatir te
Akihiko Ryota duduk dihadapan Junko dan Kanna, memakai jaket abu-abu tebal membuat tubuh lelaki itu menjadi terlihat gemuk dan lucu."Hmm.. bolehkan aku bertanya soal kelanjutan masalahmu Nakamura-san?" tanya Ryota dengan hati-hati.Junko mengangguk. "Ini sudah mulai membaik Akihiko-san. Aku sudah tidak terlalu memikirkan perkataan mereka," jawabnya. "Kau tidak perlu khawatir tentang itu.""Yah syukurlah aku lega mendengarnya. Mereka hanya menyimpulkan omong kosong yang belum tentu faktanya. Menghakimimu seperti kau seorang penjahat, hah manusia memang seperti itu," ujar Ryota diakhir kalimat dia menghela nafasnya."Iya, mereka jahat seperti biasanya jika menyangkut permasalahn orang lain. Tanpa mengetahui fakta sebenarnya terlebih dahulu, mereka seenaknya menghakimi orang lain dengan sangat kejam," Kanna ikut berkomentar tentang masalah Junko.Junko merasa hatinya sangat penuh sekarang. Memiliki orang-orang baik seperti mereka berdua membuatnya sa
Takumi membuang nafasnya perlahan saat ia melihat Hashimoto Sakurai sedang berada di teras rumahnya. Tapi yang membuat Takumi mendesah adalah Sakurai, wanita itu sedang bersama seorang pria dan mereka seperti sangat akrab, serta... mesra?Sakurai tidak mungkin bisa melihat keberadaan Takumi, tapi Takumi bisa dengan jelas melihat wanita itu. Sungguh menjijikan, dia berkata kepada ibunya bahwa wanita itu hanya mencintai Takumi tapi sebenarnya dia hanya ingin memiliki harta keluarga Takumi."Dari dulu sampai sekarang, wanita itu tidak pernah berubah sedikit pun. Dan jika dibandingkan dengan Mayumi, dia lebih berhati iblis," ucap Takumi dengan suara pelan.Tak ada lagi yang harus di bicarakan, semuanya sudah jelas bukan. Hashimoto Sakurai adalah wanira rubah yang menginginkan segalanya dan untuk ke untungannya sendiri. Setelah Takumi mengambil foto Sakurai bersama pria lain itu, ia langsung pergi untuk kembali ke toko buku milik Tosaka.***Jika diband
"Aku harus pergi," ujar Junko kepada Kanna dan Ryota."Baiklah kalau begitu hati-hati ya. Dan jangan terlalu memikirkan masalah ini nanti kau sakit," sahut Kanna sambil menepuk pundak Junko.Junko tersenyum lembut dan mengusap tangan Kanna yang masih bertengger di pundaknya. "Aku akan selalu ingat pesanmu Kanna-san. Baiklah aku harus pergi!"Setelah melambaikan tangan, Junko menghilang dibalik pintu, ia kemudian menuruni tangga dan dengan cepat menuju kearah gerbang untuk menemui seseorang. Ia sudah tidak peduli dengan omongan orang-orang di sekolah ini, mereka hanya bisa menghakimi seseorang tanpa melihat terlebih dahulu fakta yang ada."Takumi-san?" Junko berseru kearah Takumi saat pria itu menengok kesana kemari, mungkin sedang mencari dirinya."Ah Junko!" seru pria itu, dia terlihat senang saat mengetahui Junko ada dihadapannya.Junko menghampiri Takumi. "Takumi-san mari bicara ditempat lain. Disini terlalu ramai," ujarnya memberi alasan