“Mau rokok?” Kamu tawarkan sebatang rokok, tetapi ia menatap dengan heran dan penuh keengganan. “Tenang saja, ini murni rokok. Ini bungkusnya. Tidak mungkin aku meracuni temanku sendiri,” lanjutmu lirih seraya mengeluarkan sebungkus rokok.
“Tidak, terima kasih. Aku sudah berhenti merokok,” tolaknya secara halus.
Kamu hanya tertawa dan menyimpan kembali lintingan tersebut, dan menghisap dalam milikmu seraya menikmati indahnya kelap-kelip kunang-kunang. Di malam itu, kamu meluapkan segalanya baik keluh kesah dan kesedihan yang tersimpan jauh di dalam dada. Dia menjadi pendengar yang sangat baik, memerhatikan, kemudian memberikan jawaban yang penuh arti dan sedikit memberi solusi.
Hal itu membuatmu sangat gembira, bahkan sampai memeluknya erat seraya meneteskan air mata. “Menangislah, tidak apa sesekali merasa lemah. Kamu sudah terlalu lama kuat dan menahannya seorang diri. Sekarang sudah waktunya bagimu untuk menumpahkan segala keluh kesah. Nanti, kalau udah se
Ntr: Dalam beberapa chapter ada adegan dewasa yang kurang pantas untuk dibaca anak-anak. Dimohon untuk mengerti dan memahaminya. Berikan saran dan kritik yang membangun, agar semakin maju dan menarik. Terima kasih, TiaRi.
ImajinasiImajinasi liar kembali tercipta ketika burung kecil itu terkena sentuhan lembut nan halus serta menciptakan sensasi yang begitu nikmat. Kala itu, langit terlihat sangat biru dan indah. Sebuah kapal kecil terlihat berlayar di lautan putih nan indah itu. Mereka berlayar dengan penuh hikmat dan kebahagiaan, belum lagi nyanyian dan tarian mengiringi setiap perjalanan mereka. Hingga suatu hari, sebuah tangan besar yang terlihat sangat mengerikan datang dan menciptakan badai yang amat besar. Sirine berbunyi dengan keras seraya menciptakan warna merah menyala, membuat semua yang ada di dalam pikiran Ahiko terbangun dan bekerja lebih keras. “Ayo, ayo, ayo waktunya bekerja! Semangat, cepat, cepat, cepat, kita harus segera menyelesaikan masalahnya. Jangan biarkan pedang suci excalibur bangkit dan menciptakan kekacauan!” ujar Sang Kapten memberi arahan kepada awak kapal. “Aiyai Kapten! Satu! Dua! Tiga! Tutup gerbangn
Usai bercocok tanam, mereka langsung mengajak Mesyats untuk pergi bermain dan bercerita seraya menikmati indahnya Sungai Moskow dan Taman Gorky. Begitu banyaknya orang-orang yang datang untuk bermain, bersantai atau hanya menikmati alam sekitar yang keasriannya sangat dijaga dan diperhatikan. Mesyats yang bersemangat pun dengan cepat langsung melepaskan genggaman tangan ayah dan ibunya seraya berlari kesana-kemari.Dia bermain dengan riangnya, mengajak anak-anak lain untuk bermain berbagai hal bersama. Luna pun sibuk berbicara dengan ibu-ibu yang ada di sana. Sedangkan Ahiko, dia mendekati seorang pria tua yang tengah memancing di tepian sungai. “Sudah dapat banyak, Tuan?” tanya Ahiko yang mencoba akrab dengan pria tua itu.Ahiko sama sekali tidak mengenal ataupun pernah melihat pria tua itu, tetapi dia tetap saja mencoba untuk menyapa karena sikapnya yang bersahabat dan ramah. Selain itu, Ahiko cenderung untuk mencari teman baru
“Haaa ... pulanglah, Ahiko. Hujan semakin deras, jangan sampai kau mati kedinginan atau karena hal bodoh!” Sorot manik hitam tanpa cahaya menatapnya dengan penuh kesedihan, memberikan senyum penuh kepalsuan.“Berhentilah tersenyum jika itu hanya palsu! Kau membuatku kesal saja,” ujarnya.Netramu terpejam sejenak, kemudian terbuka menatap ke angkasa. Hanya sebuah senyuman yang menjadi jawaban, dan rintik hujan yang menjadi peneman. Dia pergi meninggalkanmu seorang diri, mengucapkan perpisahan untuk selamanya, “Terima kasih untuk semuanya. Ini mungkin pertemuan terakhir kita. Karena itu ... kuharap kau berhenti untuk melakukan hal-hal aneh dan gila yang hanya akan menyakiti diri sendiri.”“Hmm ... urus saja urusanmu sendiri. Aku sudah terlalu masa bodoh dengan hidupku, jadi percuma saja kau mencoba ‘tuk menceramahiku. Pada dasarnya manusia pasti akan mati, dan bagaimana merek
“Jadi ... kau ingin mati dengan cara apa, Nona?” Manik hitam itu kembali memperlihatkan kesan suram dan kebencian mendalam. Sebuah tendangan terangkat ke udara, membuat semua mata membuka suara. Namun, ketika hanya berjarak kurang dari 1 cm, tendangan itu berhenti tepat di lehernya.Wajah wanita itu memucat, bahkan keringat dingin membuat bajunya basah dengan tubuh gemetaran. “Bercanda, hahahaha ... mana mungkin aku tega melayangkan pukulan pada seorang wanita. Saranku, sebaiknya jangan asal main pukul kepada orang lain. Karena semua orang itu tidak sama,” lirihmu seraya mencium keningnya dan kembali bekerja.Namun, di tengah perjalanan, manajer langsung memukulmu dari arah depan hingga membuat kepala menghantam lantai. “Apa kau sudah gila, Leon?” tanyamu kesal.“Itu pertanyaanku, bodoh! Kenapa Kakak selalu saja memukul pelanggan sesukamu? Asal Kakak tahu, aku selalu kerepotan ka
Angin malam terasa semakin kelam, membuat sekujur tubuh merasa sedikit tidak nyaman. Namun, kehangatan yang ia berikan membuatmu menjadi kembali tenang. Kedua bibir yang kini saling berdempetan, membuat kalian saling bertukar saliva dengan penuh penghayatan.Kelopak kembali menutupi bola mata hitam nan indah dipenuhi kenangan dan cinta. Asmaraloka tercipta membuat dunia seakan hanya milik berdua. Tersirat sebuah asa dalam setiap detik masa yang terlewati bersama.Dua insan yang saling mencintai dan bertukar saliva, memohon sebuah rasa dan asa dalam setiap bait kata yang terucap dalam doa. Kalian tahu jika semua itu dosa, dan entah mengapa tetap dilakukan karena sama-sama tidak ingin saling meninggalkan. Setiap dalih yang terucap, tertatah rapi dalam setiap catatan hidup manusia.Kedua netra yang saling menatap, membuat napas terdengar lebih berat. Degupan jantung menjadi lebih kencang dan seirama, seolah-olah menjadi mus
Ketika selesai membersihkan diri, kalian langsung pergi dengan berjalan kaki seraya menikmati indah nan sejuknya suasana pegunungan. Katamu, dunia ini hanya dipenuhi kegelapan yang dinamakan kesepian dan kesedihan. Namun, kamu juga berkata bahwa dunia akan kembali berwarna jika ada satu orang yang menjadi penopang dalam hidup yang selalu siap membantu ketika seseorang itu terjatuh.“Bukan dunia yang jahat, dan bukan pribadi yang menciptakan orang jahat. Melainkan semua itu karena ulah manusia itu sendiri, yang mencipta beragam sifat buruk hingga akhirnya diberikan kepada orang lain dan kembali melahirkan kebencian dan kejahatan,” ujarmu lirih secara tiba-tiba.Perkataanmu yang begitu aneh dan tiba-tiba, ditanggapi dengan sebuah kata yang dipenuhi makna. “Tergantung hati manusia, jika mereka memiliki hati yang kuat ... kuyakin tidak akan ada yang namanya kejahatan dan kebencian,” jawabnya dengan senyum indah.&n
Dalam belaian alam, dia menyanyikan sebuah lagu yang tidak pernah terdengar sebelumnya. Suaranya yang merdu, dan keahlian dalam mencipta diksi membuat apa pun yang dinyanyikan terdengar indah di telinga. Embusan angin membawakan tirta amarta indah ke tanah dengan kecepatan tinggi.Kalis renjana membawa kalian ke dunia asmaraloka, membiarkan rintik hujan membilas daksa. Kalian berlari mengarungi jalanan terjal dipenuhi bebatuan. Jalanan licin dialiri air seolah tidak menjadi hambatan bagi kaki yang terus berlari seakan tidak merasa takut untuk terjatuh nantinya.Suara tawa dipenuhi kebahagiaan terdengar dengan begitu lantang, bergema ke seluruh lembah nan curam di sepanjang mata memandang. Langkah kian melamban ketika kabut tebal menutupi pandangan dengan perlahan. Di tengah perjalanan, kalian bertemu dengan seorang pria tua dengan cangkul di pundak dan pisau besar di pinggang.Pria itu tengah berteduh di gubuk tua nan us
23 Maret 2018Suara ayam berkokok kembali terdengar ketika sang fajar berpijar dari timur, memberikan kehangatan lagi kepada dunia untuk ke sekian kali. Sebuah sentuhan lembut membangunkanmu dari indahnya dunia mimpi. Namun, sesuatu yang lebih indah dan nyata terlihat di depan mata.Sosok wanita yang teramat cantik jelita nan memesona tengah berdiri di hadapan seraya menatapmu dengan senyuman. “Yohalo, selamat pagi, Luci.” Sapaan lembut dan senyum lebar yang begitu indah, membuatmu tersenyum dengan penuh semangat. Perasaan bahagia memenuhi sukma guna menjalani kehidupan yang penuh sandiwara.Senyuman itu menjadi katalis dalam sebuah asa, membuatmu dengan cepat beranjak ke dari ranjang. Kata-kata kotor kembali terucap, tetapi hanya sebagai candaan tanpa berani bertindak nyata. Kedua mata saling berpapasan, membuat embusan napas menjadi satu di udara.“Bau, cepat mandi sana!” Dia langsung men
Manik hitam dipenuhi kebencian kembali merekah, membuatmu terlihat semakin penuh akan gairah untuk meminum darah. Mata semerah darah, menatap mereka dengan tajam. Tubuhnya gemetar seolah tengah melihat setan, wajahnya memucat dan keringat dingin mulai membasahi tubuh. “A-apa yang kamu lihat?” tanyanya ketakutan.Mulut yang masih terpasang alat bantu bernapas, membuatmu tidak bisa berkata apa-apa. Namun, tatapan itu sudah menjelaskan segalanya. Manik hitam mencoba untuk memberikan isyarat agar melepaskan ikatannya dan melepaskan alat bantu yang ada di tubuhmu.Sayang, mereka tampak sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kamu katakan. Waktu berlalu dengan begitu lama, dan ketika tubuhmu sudah pulih sepenuhnya, ikatan itu dilepaskan. Tujuan mereka bagus, tapi caranya membuatmu tersiksa hingga setiap malam mengutuk mereka.Baru saja terlepas dari ikatan, kamu langsung melompat dan mengambil vas bunga di atas
Noda merah kembali mewarnai tubuh yang terbalut perban putih, membuat langkah semakin berat dan pandangan perlahan buram. Rasa sakit perlahan menyebar ke sekujur tubuh, membuat napasmu terdengar lebih berat. “Haa ... sialan,” lirihmu sebelum akhirnya jatuh kembali.**“Haa ... sialan! Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa aku bis–dia?” Awalnya terlihat kesal dan ingin menggerutu, tetapi berubah menjadi terkejut ketika melihat wanita sebelumnya tengah tertidur dengan pulas di lantai hanya beralaskan tikar tanpa bantal dan selimut. “Apa yang wanita ini lakukan?” gumammu dipenuhi tanda tanya.Kamu juga semakin terkejut ketika melihat diri sendiri yang kini tengah bertelanjang dada dengan perban yang tampak baru. Hal itu terlihat jelas, karena sebelumnya ada sebuah noda darah di sana yang kini telah menghilang. Melihatnya, hatimu terasa sedikit sesak mengingat apa yang terjadi sebelumnya.Selain itu, kenyamanan yang mer
Hanya dengan peralatan seadanya, kamu berniat untuk menaklukkan sebuah villa yang dipenuhi banyak orang. Hanya dengan peralatan seadanya, kamu berniat untuk menaklukkan sebuah villa yang dipenuhi banyak orang. “Haaa ... merepotkan! Berapa banyak orang yang sebenarnya bisa di tampung oleh rumah tua itu, sialan!” hardikmu dengan kedua tangan terkepal.Hanya bisa menahan amarah seraya menatap dengan penuh kebencian, membuatmu harus kembali ke tempat semula untuk kembali menyusun rencana. Belum lagi uang yang hanya tersisa beberapa dolar dan Kurangnya senjata yang memadai, membuatmu merasa sangat kesal dan jengkel. Namun, kamu lupa bahwa tidak ada tempat tinggal di sana dan terpaksa harus tidur di jalanan.Udara dingin menusuk menembus tulang, membuatmu menggigil dengan hebat. Rasa hati ingin segera mati, tetapi semua hanya sebatas hasrat purba yang tidak akan pernah menjadi nyata. Di tengah malam, seorang pria datang menghampiri.
Tubuhmu langsung terpental ketika menerima bogem keras darinya, membuat netra menjadi gelap gulita untuk sejenak. Aneh tapi nyata, sedikit pun tidak terasa sakit bahkan setelah darah mengalir dari hidung. “Apa yang sebenarnya ada di kepalamu itu, Kakak! Kenapa kau selalu saja membuat masalah, membuat orang yang peduli dan sayang kepadamu menderita. Apa sebagai menyenangkannya melihat keluargamu menderita?” tanya Leon seraya terus menghajarmu.Ada orang lain yang melihat, tetapi hanya diam dan tersenyum seolah menikmati hal itu. Darah mengalir dari hidung, mulut bahkan kepala yang terluka karena terus-terusan menghantam lantai. Kamu hanya terdiam seraya menatapnya tajam, tetapi tersirat sebuah kesedihan sekaligus kebencian di sana.Hanya bisa pasrah dan membiarkannya memukulimu hingga puas, hingga akhirnya air mata menetes. Melihat hal itu, kamu tersenyum seraya memintanya agar tidak menangis lagi. Bahkan tanpa sadar kedua tangan
14 Juli 2022Ruangan itu masih sama, dipenuhi perlatan medis. Seorang wanita terkapar tidak berdaya dengan kondisi yang semakin memburuk setiap harinya. Terlihat jelas wajah itu menjadi sangat murka ketika mengetahui ada yang mencoba untuk mencelakinya.Tanpa pikir panjang, langsung kamu hubungi seorang kenalan dari dunia bawah untuk menyeret seorang pria ke hadapanmu dengan segera. “Jika kalian bisa membawanya ke hadapanku, akan kuberi semua yang kumiliki, termasuk alat itu!” Entah apa yang sebenarnya tengah kalian bicarakan, tetapi semua itu tertuju pada sesuatu yang sangat berbahaya.Kamu duduk di sebelah wanita itu, menggenggam erat tangannya dengan air mata mengaliri pipi. Ibu dan Ayah terlihat sangat menderita terlebih lagi saat tahu jika ada seseorang yang berniat untuk mencelaki putra dan putrinya. Hal itu tergambar jelas di wajah tua mereka, membuatmu semakin ‘tak kuasa menahan amarah.H
12 Juli 2022Beberapa hari di kota yang berbeda, membuat pikiran tidak tenang dan karuan. Sebuah nama selalu saja terkenang di kepala, membuat mata tidak bisa terpejam dengan lelap. Serasa sangat sesak dada setiap kali menatap rembulan di tengah malam.Ingatan dan kenangan mengalir bak air di sungai, menciptakan halusinasi dipenuhi gambaran riang membuat air mata terjatuh di bawah gemintang. Sebelum sempat mengusap, air mata mengering secara tiba-tiba seolah tidak pernah terjadi sebelumnya. Aksara seolah melesap dalam ingatan dan tinta yang menghiasi selembar kertas di atas meja.‘Tak jarang darah mengalir menghiasi meja dan segala hal yang ada, membasahi lantai hingga menjadi aroma khas dalam ruangan gelap nan sepi. Begitu banyak pisau dan obat-obatan tergelak di setiap sudut ruangan. Obat penenang dan obat tidur adalah salah satu yang paling banyak terlihat di sana.Kamu mengambil sebotol wadah kecil obat
sebuah jalanan gelap nan sunyi, tanpa seorang pun yang berani berjalan di sana. Sedikit terasa nuansa mencekam ketika menatap rumah tua di pinggir jalan dengan rumput ilalang dan beragam pohon menghiasi tamannya. “Haa ....” Seorang pria duduk di atas tubuh orang lain, dan begitu banyak tubuh yang terkapar di jalanan.Sebuah asap kelabu terkepul di udara, dan seorang pria tertawa terbahak-bahak di bawah langit hitam di bawah rembulan. Tubuh bersimbah darah dan beberapa luka, membuatmu terlihat selayaknya iblis yang turun ke dunia. Darah di tepi bibir, dijilat perlahan untuk merasakan sensasi yang berbeda.“Haa ... rasa yang memuakkan!” Selain darah di tepian bibir, darah di ujung belati dan tangan dijilati perlahan. Kedua manik hitam menatap rembulan sejenak, hingga terpejam dan hilang kesadaran untuk sesaat. Setelah terbangun, sifat dan warna matamu berubah menjadi sebiru lautan—lazuardi.
Air mata yang merembes itu jatuh tepat di atas wajahnya, mengalir dengan deras melewati sela pipi yang indah hingga akhirnya jatuh membasahi kasur. Kalian hanya bisa terpaku menatap wajah pucat itu yang kian melayu. Kalis nan indah wajahnya dulu, silih berganti dengan kusam dan kesedihan.Seandainya dia bisa kembali terbangun, kamu rela menukarkan nyawa demi melihatnya bahagia. Nyawa pemberian Sang Ilahi, akan jauh lebih bermakna jika membantu orang lain untuk terus berjalan. Sesaat sebelum pergi, kamu membisikan sesuatu di telinganya, berharap agar ia bisa mendengar dan kembali terbangun untuk memulai semuanya kembali.“Bu, Yah, aku permisi dulu. Aku masih harus bekerja lagi, maaf karena selalu merepotkan kalian. Jaga diri baik-baik, ya,” ujarmu lirih dan pergi lagi dari rumah sakit.Tidak lama setelah meninggalkan rumah sakit, kamu sadar jika ada yang mengikuti di belakang. Terus berpura-pura tidak tahu, da
Air mata yang merembes itu jatuh tepat di atas wajahnya, mengalir dengan deras melewati sela pipi yang indah hingga akhirnya jatuh membasahi kasur. Kalian hanya bisa terpaku menatap wajah pucat itu yang kian melayu. Kalis nan indah wajahnya dulu, silih berganti dengan kusam dan kesedihan.Seandainya dia bisa kembali terbangun, kamu rela menukarkan nyawa demi melihatnya bahagia. Nyawa pemberian Sang Ilahi, akan jauh lebih bermakna jika membantu orang lain untuk terus berjalan. Sesaat sebelum pergi, kamu membisikan sesuatu di telinganya, berharap agar ia bisa mendengar dan kembali terbangun untuk memulai semuanya kembali.“Bu, Yah, aku permisi dulu. Aku masih harus bekerja lagi, maaf karena selalu merepotkan kalian. Jaga diri baik-baik, ya,” ujarmu lirih dan pergi lagi dari rumah sakit.Tidak lama setelah meninggalkan rumah sakit, kamu sadar jika ada yang mengikuti di belakang. Terus berpura-pura tidak tahu, da