“Jadi ... kau ingin mati dengan cara apa, Nona?” Manik hitam itu kembali memperlihatkan kesan suram dan kebencian mendalam. Sebuah tendangan terangkat ke udara, membuat semua mata membuka suara. Namun, ketika hanya berjarak kurang dari 1 cm, tendangan itu berhenti tepat di lehernya.
Wajah wanita itu memucat, bahkan keringat dingin membuat bajunya basah dengan tubuh gemetaran. “Bercanda, hahahaha ... mana mungkin aku tega melayangkan pukulan pada seorang wanita. Saranku, sebaiknya jangan asal main pukul kepada orang lain. Karena semua orang itu tidak sama,” lirihmu seraya mencium keningnya dan kembali bekerja.
Namun, di tengah perjalanan, manajer langsung memukulmu dari arah depan hingga membuat kepala menghantam lantai. “Apa kau sudah gila, Leon?” tanyamu kesal.
“Itu pertanyaanku, bodoh! Kenapa Kakak selalu saja memukul pelanggan sesukamu? Asal Kakak tahu, aku selalu kerepotan ka
Angin malam terasa semakin kelam, membuat sekujur tubuh merasa sedikit tidak nyaman. Namun, kehangatan yang ia berikan membuatmu menjadi kembali tenang. Kedua bibir yang kini saling berdempetan, membuat kalian saling bertukar saliva dengan penuh penghayatan.Kelopak kembali menutupi bola mata hitam nan indah dipenuhi kenangan dan cinta. Asmaraloka tercipta membuat dunia seakan hanya milik berdua. Tersirat sebuah asa dalam setiap detik masa yang terlewati bersama.Dua insan yang saling mencintai dan bertukar saliva, memohon sebuah rasa dan asa dalam setiap bait kata yang terucap dalam doa. Kalian tahu jika semua itu dosa, dan entah mengapa tetap dilakukan karena sama-sama tidak ingin saling meninggalkan. Setiap dalih yang terucap, tertatah rapi dalam setiap catatan hidup manusia.Kedua netra yang saling menatap, membuat napas terdengar lebih berat. Degupan jantung menjadi lebih kencang dan seirama, seolah-olah menjadi mus
Ketika selesai membersihkan diri, kalian langsung pergi dengan berjalan kaki seraya menikmati indah nan sejuknya suasana pegunungan. Katamu, dunia ini hanya dipenuhi kegelapan yang dinamakan kesepian dan kesedihan. Namun, kamu juga berkata bahwa dunia akan kembali berwarna jika ada satu orang yang menjadi penopang dalam hidup yang selalu siap membantu ketika seseorang itu terjatuh.“Bukan dunia yang jahat, dan bukan pribadi yang menciptakan orang jahat. Melainkan semua itu karena ulah manusia itu sendiri, yang mencipta beragam sifat buruk hingga akhirnya diberikan kepada orang lain dan kembali melahirkan kebencian dan kejahatan,” ujarmu lirih secara tiba-tiba.Perkataanmu yang begitu aneh dan tiba-tiba, ditanggapi dengan sebuah kata yang dipenuhi makna. “Tergantung hati manusia, jika mereka memiliki hati yang kuat ... kuyakin tidak akan ada yang namanya kejahatan dan kebencian,” jawabnya dengan senyum indah.&n
Dalam belaian alam, dia menyanyikan sebuah lagu yang tidak pernah terdengar sebelumnya. Suaranya yang merdu, dan keahlian dalam mencipta diksi membuat apa pun yang dinyanyikan terdengar indah di telinga. Embusan angin membawakan tirta amarta indah ke tanah dengan kecepatan tinggi.Kalis renjana membawa kalian ke dunia asmaraloka, membiarkan rintik hujan membilas daksa. Kalian berlari mengarungi jalanan terjal dipenuhi bebatuan. Jalanan licin dialiri air seolah tidak menjadi hambatan bagi kaki yang terus berlari seakan tidak merasa takut untuk terjatuh nantinya.Suara tawa dipenuhi kebahagiaan terdengar dengan begitu lantang, bergema ke seluruh lembah nan curam di sepanjang mata memandang. Langkah kian melamban ketika kabut tebal menutupi pandangan dengan perlahan. Di tengah perjalanan, kalian bertemu dengan seorang pria tua dengan cangkul di pundak dan pisau besar di pinggang.Pria itu tengah berteduh di gubuk tua nan us
23 Maret 2018Suara ayam berkokok kembali terdengar ketika sang fajar berpijar dari timur, memberikan kehangatan lagi kepada dunia untuk ke sekian kali. Sebuah sentuhan lembut membangunkanmu dari indahnya dunia mimpi. Namun, sesuatu yang lebih indah dan nyata terlihat di depan mata.Sosok wanita yang teramat cantik jelita nan memesona tengah berdiri di hadapan seraya menatapmu dengan senyuman. “Yohalo, selamat pagi, Luci.” Sapaan lembut dan senyum lebar yang begitu indah, membuatmu tersenyum dengan penuh semangat. Perasaan bahagia memenuhi sukma guna menjalani kehidupan yang penuh sandiwara.Senyuman itu menjadi katalis dalam sebuah asa, membuatmu dengan cepat beranjak ke dari ranjang. Kata-kata kotor kembali terucap, tetapi hanya sebagai candaan tanpa berani bertindak nyata. Kedua mata saling berpapasan, membuat embusan napas menjadi satu di udara.“Bau, cepat mandi sana!” Dia langsung men
Sensasi aneh nan nikmat ketika sebilah pedang memasuki gua suci tanpa dasar, membuatmu mengeluarkan suara aneh dan bergerak dengan pelan. Wajahnya pun tampak merona seraya menggigit bibir, dan manik hitam itu kian berpijar seolah menikmatinya. Desahan lembut kembali terdengar ketika kedua pinggul saling bergoyang menggetarkan ranjang seakan hendak hancur.Keringat kian bercucuran setiap kali posisi berganti dan goyangan semakin menggila, membuat kalian terus saja merasakan kenikmatan dunia. Cairan lengket bersimbah dimana-mana, tetapi tetap saja kalian tidak peduli akan hal itu selagi menikmati kesenangan. “Rasanya sangat nikmat, Luci. Rin merasa sangat bahagia,” ujarnya yang saat ini tengah naik turun di atas tubuhmu yang tengah terbaring.“Begitu, ya? Aku juga merasakan hal yang sama, sensasi aneh ini ... rasanya sangat nyaman. Rasa hangat dan lembut tetapi sedikit geli tetapi ... intinya enak,” balasmu seraya membi
“Hahaha ... pulanglah, dan kembali ke pelukan ibumu!” Ocehan dan hinaan mereka semakin membuatmu murka, bahkan urat-urat di kepala kian bermunculan dengan sendirinya. Kedua tangan terkepal dan tanpa sadar mendorong rekan-rekan yang menghalangi jalan.“Hoi, hoi, hoi, lihatlah siapa yang datang? Apakah bocah ini ingin mat—“ Sebuah tendangan langsung menghantam rahangnya dari bawah hingga menjulang, membuat semua orang terkejut karenanya. Selain itu, hanya dengan satu tendangan sudah membuat lawanmu tumbang. Namun, hati yang belum puas, dan amarah yang masih belum padam, membuat kedua tangan tidak bisa berhenti menghajarnya.Garis lengkung tercipta di penghujung bibir yang lembut nan merah muda, dan manik hitam tanpa cahaya membuat mereka getir ketika menatapnya. “Ada apa? Kenapa kalian diam? Bukankah kalian ingin membunuhku? Majulah!” titahmu terseringai dengan suara merendahkan.&
“Hei, rasanya sangat luar biasa, ‘kan?” Sorot mata hitam dengan wajah bersimbah darah membuat mereka getir hingga salah satunya mengompol. Mereka berkata bahwa kamu adalah iblis berwujud manusia. Namun, kamu hanya tertawa dan menduduki salah satu mayat di sana dengan tubuh penuh luka dan pisau di kedua sisi tangan. “Iblis, ya? Julukan yang indah, aku menyukainya. Karena itu aku akan membunuh kalian di sini,” lirihmu dan langsung melesat ke arah mereka.Kabut semakin tebal, dan bulir air perlahan jatuh ke tanah dari ketinggian. Retakan indah di angkasa menggelegar dengan kerasnya, dan di saat yang bersamaan suara teriakan tersamarkan oleh kilat di angkasa. Kamu membuat mereka sekarat, sebelum akhirnya tetap membuatnya mati di tempat.Salah satu tangan melebar menutupi sebagian wajah, dan tawa keras kembali terdengar dengan seringai mengerikan. Mereka yang getir akhirnya memilih untuk kabur, membuatmu melempar ked
“Hei, Leon. Bisa kau jelaskan semuanya?” Masih saja sebuah tanya menghantui kepala, membuatmu tidak bisa beristirahat dengan tenang. Bukan sebuah paksaan, tetapi sebuah rasa ingin tahu membuatnya terpaksa harus menceritakan semuanya.“Aku sendiri tidak tahu, yang jelas ketika kami menemukanmu ... kamu sudah terbaring dengan tubuh bersimbah darah dan ada sekitar 20 mayat di sekitarmu. Apa yang sebenarnya terjadi ... aku sendiri tidak yakin. Namun, apa kau benar-benar tidak ingat tentang apa yang terjadi?” tanya Leon seolah menekanmu.“Hmm ... entahlah? Ingatanku saat itu kabur. Aku seperti memegang sebuah pisau dan membunuh mereka. Bahkan ... samar aku ingat saat itu aku sempat menyiksa mereka, tetapi sensasi itu ... sensasi ketika pisau menyentuh daging mereka, sampai saat ini aku masih merasakannya. Perasaan yang kurasakan saat itu juga ... entahlah? Aku tidak mengerti,” jawabmu lirih seraya menatap kedua