Home / Romansa / Turun Ranjang / Tujuh bulanan

Share

Tujuh bulanan

Author: Pratiwi
last update Last Updated: 2021-08-09 16:44:14

Bab 2

Terhitung enam bulan semenjak kabar bahagia itu. Kami menjalani hidup yang tentunya lebih berwarna. Mama yang hampir setiap hari melakukan panggilan video dengan kak maya, dan papa yang sudah mulai luluh hatinya untuk berdamai dengan sang menantu laki-lakinya. Tak terkecuali aku, bayangan akan mendapatkan keponakan yang lucu sudah memenuhi hampir seluruh isi memori otakku.

Aku menjalani hari-hari seperti biasa, pagi berangkat untuk mengajar murid-murid di SMA dan pulang menjelang sore. Tak ada yang terlalu istimewa di lingkunganku mengajar, kecuali para murid-murid kesayanganku di kelas 12IPA. Seluruh kesibukanku selama ini menyita perhatianku tanpa memikirkan cinta ala-ala remaja. Ya, di usiaku yang sudah hampir menginjak angka dua puluh empat tahun ini aku masih saja setia menyendiri. Hahaha jomblo sejati !!! Eh, tapi bukan berarti aku gak laku ya, hanya saja memang aku belum merasa tertarik untuk hubungan yang mengarah kesana. Aku masih ingin menikmati hidup dengan mama papa, masih ingin membahagiakan mereka dengan caraku. 

Anganku menguap sejenak saat mendapati ada yang masuk ruang guru. Buru-buru aku mengambil satu buku untuk aku buka, pura-pura membaca.

“Bu Delina, makan siang bareng saya yuk. Kebetulan saya belum makan,” pinta pak fikri, salah satu guru di sini.

“Emmm, sa-saya sudah makan tadi pak,” elakku mencari alasan, karena memang aku sedang tidak ingin makan bersama dengannya.

“Masa sih? Saya lihat Bu Delina dari tadi duduk di ruang guru, tidak ke kantin.”

“Saya bawa bekal pak, i-iyaa saya bawa bekal tadi pak, hehehe,” jawabku disertai cengiran pada pak fikri.

“Ya sudah kalau gitu Bu, tapi kapan-kapan sempatkan makan bareng ya Bu," ucapnya setengah memohon.

“Iya Pak, saya usahakan.”

Pak fikri, guru fisika yang tampangnya terbilang lumayan cakep. Bu viona, selaku sahabat sekaligus guru juga di tempatku mengajar pernah mengatakan bahwa pak fikri ada hati sama aku. Sudah di bilang kan aku ini bukan tidak laku, tapi memang belum ada pikiran untuk ke arah sana. Bukan tidak senang ketika disukai oleh laki-laki seperti pak fikri, tapi beliau menunjukkan ketertarikannya padaku terkadang terlalu kelihatan. Aku jadi merasa sungkan dengan bapak/ibu guru yang lain. Entah karena apa, takut nanti ditiru sama anak didikku atau hanya alibiku untuk menghindari segala macam pendekatan pak fikri.

****

Menjelang sore aku bergegas pulang ke rumah, setelah seharian penuh berkutat dengan koreksi lembar soal anak didik.

Sampai dirumah, hal yang selalu membuat kepenatanku menghilang seketika adalah senyuman mama. Ya Allah, terima kasih engkau telah memberiku mama yang luar biasa.

“Del.”

“Iya ma.”

“Lusa kakakmu kesini nak, Mama minta syukuran tujuh bulanannya diadakan di sini.”

“Wah, iya Ma. Delina bantu-bantu apa ini ma untuk lusa?” aku menawarkan bantuan kepada mama.

“Sebenarnya semua sudah siap, kurang satu saja yang belum Del.”

“Apa ma? Biar Delina saja yang ngerjain.”

“Tolong antarkan uang pembayaran parcel buah untuk Bu Firda ya, mau nak?” pinta mama sedikit tidak enak.

“Ke rumah Bu Firda ya ma? Ya sudah nanti setelah bersih-bersih Delina antar kesana ya Ma.”

“Gapapa nak?”

“Hehehe... Gapapa ma. Delina ke kamar dulu ya ma,” ucapku seraya bangkit dan menuju kamar.

Bu firda adalah ibu dari pak fikri, beliau itu salah satu teman mama arisan dan mempunyai usaha parcel buah. Dan mama mengetahui kalau anak dari temannya itu menaruh hati padaku.

****

Keesokan sore,

Saat aku memarkirkan motorku di halaman rumah ternyata kak maya dan suaminya sudah datang, terbukti ada mobil yang bertengger di halaman rumah sebelah kiri. Ku buka pintu rumah seraya mengucap salam dan berbincang sebentar dengan meraka setelah itu aku langsung menuju ke kamar. Karena takut, takut akan tatapan mata kakak iparku itu malah semakin menambah beban pikiran yang selama ini sudah berusaha aku singkirkan. Entah kenapa tatapan itu seolah menghipnotisku, dan langsung membawa ke masa dimana aku sangat mengagumi sosoknya. Bahkan sampai saat ini. Sadarlah delina, dia itu adalah kakak iparmu, dia suami dari kakak yang sangat kamu sayangi. 

Setelah mandi dan berganti pakaian aku pun bergegas keluar kamar untuk bergabung di ruang keluarga membicarakan acara besok pagi. Tapi tunggu, kemana papa? Kenapa hanya ada kak maya, kak vano, dan mama? Apa berubah lagi hati papa? Daripada penasaran aku tanyakan langsung saja pada mama.

“Papa mana Ma?”

“Papamu dikamar Del, katanya ada kerjaan dari kantor yang harus segera di selesaikan.”

“Papa? Ngerjain kerjaan kantor?” batinku dalam hati. Tumben sekali papa, biasanya sebanyak apapun kerjaan kantor papa tidak akan pernah membawa pulang. Karena baginya ketika sudah berada di rumah itu sudah waktunya untuk keluarga, bukan waktunya untuk kantor. Tapi ini aneh, apa papa sengaja menghindari lama-lama bersitatap dengan kak vano?

“Kak Maya tadi kesini dari jam berapa? Kok gak ngabari aku dulu, biar aku pulangnya agak cepat hehehe.”

“Dari tadi siang Dek, halah gapapa daripada nanti kamu di sekolah buru-buru ngajarnya.”

“Ya tapi kan pingin cepet-cepet ketemu kak maya," aku merengek sambil peluk kakakku satu-satunya.

“Yang penting kan kakak udah ada di sini dek. Ohya kata mama kamu pingin jadi dosen ya? Kebetulan di kampus tempat kak vano lagi cari dosen baru tuh.”

“Haa? Apa kak?” Hampir saja aku melonjak karena kaget.

“Itu di kampus kak vano kayaknya lagi cari tenaga pengajar. Kata mama kamu pingin jadi dosen dek," kak maya menjelaskan ulang apa yang di katakan tadi padaku.

“Ohhee hehehe, iya kak aku pikir-pikir dulu lagi ya.” 

Mati aku, mati !! Aku memang menginginkan menjadi seorang dosen tapi jika dosen di kampus yang sama dengan kak vano mengajar gawat. Bisa-bisa aku gagal move on lagi dari kakak ipar itu.

Orang yang aku pikirkan eh malah sedang asyik berselancar ria di ponsel miliknya. Entah membuka aplikasi apa yang jelas raut wajahnya menandakan dia sedang serius dan tetap dengan tatapan es. Sambil sesekeli menimpali obrolan mama dan kak maya. Aku? Lebih cenderung berdiam karena pikiranku lagi kacau, bisa-bisanya mama bilang sama kak maya tentang keinginanku itu.

****

Sudah sedari tadi mama mondar mandir dari dapur ke ruang belakang, balik lagi dari belakang ke ruang dapur. Ada beberapa tetangga yang saling membantu jika ada yang hajatan. Aku lebih memilih berdiam diri di kamar kak maya, dengan kak maya tentunya. Sibuk melihat baju-baju dan pernak pernik bayi di aplikasi penjualan online. Lucu-lucu, jadi pingin punya anak.

“Kak yang ini lucu deh," aku menunjuk sebuah gambar pakaian bayi lengkap dengan topi kupluk bergambar doraemon.

“Yah, kalo itu mah kesukaan kamu dek, doraemon," jawab kak maya sambil tertawa.

“Hahaha.. tapi lucu loh kak serius," ucapku. Kami tertawa bersama dan kadang saling ejek. Hingga pintu kamar terbuka munculah kak vano dari balik pintu. Aku seketika menutup mulut dan mengalihkan pandangan darinya.

“Sayang, kok belum ganti baju? Acaranya sebentar lagi di mulai loh,” kak vano berucap sembari melangkah mendekati kak maya yang duduk di tepi ranjang tak jauh dariku.

“Iya mas, bentar lagi ganti baju. Ini masih lihat-lihat pakaian bayi sama Delina. Lucu-lucu banget tau mas.”

“Lihatnya nanti lagi ya sayang, sekarang ganti baju dulu,  ya?”

Aku memperhatikan tangan kak vano yang terjulur mengusap lembut kepala kak maya.

“Iya deh, aku ganti baju ya mas.”

“Iya sayang.”

Kak vano melangkah menuju pintu kamar dan keluar, disusul dengan suara pintu ditutup dari luar. Sungguh, kak vano memperlakukan kak maya dengan penuh ketulusan. Tatapan matanya menghangat ketika berhadapan dengan kak maya, berbeda ketika dia berbicara padaku dan orang lain selain kak maya.

“Dek, ayo bantu kakak make up. Jangan melamun terus.”

“Eeh.. i-iya Kak.” 

Gegas aku membantu kak maya untu merias diri, ku tepis semua pikiran tentang kak vano di masa lalu. Karena aku sadar kak vano adalah kakak iparku sendiri.

Ku sapukan bedak tipis di wajah cantik kak maya, aku kasih lisptick warna nude untuk mempercantik bibirnya. Marvellous !! Kakakku sangat cantik, walau hanya dengan make up tipis. Pantas saja kak vano bertekuk lutut padanya.

“Yes, done. Kakakku ini cantik banget sih,” aku berkata puas dengan hasil keryaku di wajah kak maya sembari menggodanya

“Ah kamu ini bisa aja dek, yuuk keluar. Mama pasti udah nungguin.”

“Yuk kak.”

****

Alhamdulillah, wa syukurillah. Aku bersyukur padamu Ya Allah acara tujuh bulanan kehamilan kak maya berjalan lancar, sakral dan penuh hikmat. Aku dan para tetangga bergegas merapikan semua peralatan yang tadi dipakai dalam acara. Kak maya dan kak vano lebih dulu masuk ke kamarnya, mungkin lelah. Karena kan orang hamil memang tidak boleh terlalu lelah. Apalagi ini acaranya dari menjelang siang sampai sore baru saja selesai. Setelah beres-beres rumah sudah selesai, gegas aku masuk ke kamar dan mandi. Lengket sekali rasanya badanku ini.

Baru saja akan merebahkan diri di pembaringan aku dikejutkan oleh suara ketukan pintu. Aku langsung membukanya dan ternyata mama suda berdiri di depan pintu dengan tatapan mata yang entah aku pun sulit mengartikan.

“Ada apa Ma?” 

“Itu Kakakmu mau pulang ke rumahnya sekarang juga katanya, padahal mama masih kangen Del.”

Aku langsung keluar kamar mengikuti langkah mama menuju ruang keluarga dan disana sudah ada kak maya, kak vano dan papa. Seketika aku terkejut melihat raut wajah kak maya, baru beberapa jam tadi raut wajah itu segar dan bahagia. Lalu kenapa sekarang wajah itu jadi pucat pasi seputih kapas. Ada apa dengan kak maya?

“Kak, balik besok aja ya, kelihatannya kakak kecapekan loh.”

“Iya may, benar kata adekmu," kali ini papa ikut menimpali omonganku.

“Maya gapapa ma, pa, dek. Namanya juga hamil sudah menginjak usia kehamilan tua, jadi dibawa capek dikit aja udah begini," jawab kak maya.

Kak vano sudah bersiap mengambil tas jinjing yang berisi pakaian gantinya dan kak maya. Tiba-tiba dikejutkan dengan tubuh kak maya yang tiba-tiba merosot jatuh ke lantai. Kak maya pingsan? Tapi bukan itu yang membuatku kaget, ada darah yang mengalir dari hidungnya dan juga dari dalam roknya.

Astaga kak maya pendarahan..

Related chapters

  • Turun Ranjang   Kabar duka

    Bab 3Semua anggota keluarga menunjukkan raut wajah yang sama, cemas. Cemas akan keadaan kak maya didalam sana. Aku duduk di bangku tunggu panjang rumah sakit ditemani papa. Sedangkan mama dan kak vano sedang gelisah terlihat dari cara mereka mondar-mandir di depan ruangan kak maya di tangani. Ya, di depan ruang ICU kami semua menunggu dengan harap yang tinggi bahwa kak maya dan calon bayinya baik-baik saja. Aku menoleh ke arah papa, bagi sebagian orang sosok papa dalam keluarga adalah sosok yang terlampaui gengsi dalam mengungkapkan kasih sayang kepada anaknya tapi aku sangat yakin jauh dalam lubuk hatinya tersimpan cinta yang sangat besar untuk anak-anaknya. Itu terbukti saat aku mengamati sorot mata papa, ada gambaran kasih sayang yang luar biasa, kesedihan, kerinduan untuk memeluk anaknya yang sekarang sedang berjuang di dalam ruangan

    Last Updated : 2021-08-10
  • Turun Ranjang   Perhatian

    Bab 4Semua yang berada di depan ruangan kak maya lemas seketika. Bagaimana tidak, kak maya yang selama ini bisa dibilang sehat walafiat tiba-tiba di vonis dokter sakit kanker getah bening.Aku hampir limbung kalau saja pak fikri tidak sigap menahan tubuhku. Aku melirik mama, keadaannya sama menangis tergugu di pelukan bu firda. Tak beda jauh dari mama, papa tubuhnya pun merosot ke lantai rumah sakit. Dan kak vano, untuk pertama kalinya aku melihatnya sesedih ini. Dia terduduk lemas di depan pintu kaca dengan tangan berada diatas kepala sambil meremas rambutnya sendiri. Menandakan bahwa dia sangat terpukul.Kak vano bangkit dari duduknya dan berjalan gontai kearah mama. Dia menjatuhkan diri dihadapan mama, bersimpuh di kaki mama. Dengan suara bergetar dia berkata.“Maafkan vano ma, vano yang salah. Andai saja vano lebih memperha

    Last Updated : 2021-08-10
  • Turun Ranjang   Keputusan

    Bab 5Mama memeluk papa dengan erat, sambil mencoba menetralisir perasaan dalam dadanya yang kelihatan semakin menyesakkan. Beberapa kali mengatur nafas akhirnya mama mulai bicara.“Maya pa..,” mama mengulangi ucapannya dalam dekapan papa.“Iya ma, maya kenapa? Bilang sama papa pelan-pelan,” sahut papa dengan penuh kelembutan.“Maya minta semuanya mengikhlaskan maya, dan membiarkan anaknya hidup pa. Hu..hu..hu..” Tangis mama semakin menjadi.“Maya..,” gumam papa dengan nada lemas.Ya Allah kak maya, kenapa kamu mengambil keputusan ini kak? Kedua bahuku serasa ditimpa batu besar, ini berat sekali ujianMU Ya Allah. Mama menenggelamkan wajahnya dibahu papa, dan papa beberapa kali terlihat mengusap sudut matanya. Begitu pun tante indri dan om surya, mereka

    Last Updated : 2021-08-13
  • Turun Ranjang   Permintaan Terakhir

    Bab 6Aura ketegangan masih menyelimuti kami, dengan di dominasi kecemasan. Salah satu suster membuka pintu, dan melangkah ke arah kami mungkin akan memberikan informasi mengenai kak maya.“Mohon maaf, disini ada yang bernama Delina?” ucap suster tadi.Dahiku mengernyit, kenapa suster menanyakan aku?“Iya, saya sus. Ada apa ya?” jawabku.“Bu maya ingin bertemu dengan anda bu," ucapnya.“Baik sus.”Aku berpamitan pada mama dan papa, dan lansung mengikuti langkah suster masuk ke dalam ruangan, tapi batinku bertanya ada apa kak maya ingin bertemu denganku?Hatiku mencelus ketika melihat kondisi kak maya, inikah kakak cantikku? Raut wajah lemas dengan selang oksigen bersarang di hidungnya. Hatiku rasanya tak kuasa melihatnya, sakitnya sungguh luar

    Last Updated : 2021-08-15
  • Turun Ranjang   Pemakaman

    Bab 7Keesokan harinya aku meminta izin kepada dokter untuk pulang ditemani oleh pak fikri karena pemakaman kak maya dilaksanakan pagi ini. Hatiku tersentuh ketika pak fikri selalu ada untukku, memberi perhatian, menenangkan dan juga rela menemaniku semalaman di rumah sakit demi perkembangan si kecil yang ada di ruangan bayi.Setelah aku mendapatkan izin dari dokter dan beliau mengatakan bahwa kalau perkembangan sekecil apapun mengenai putri kak maya akan segera beliau informasikan. Aku berjalan beriringan dengan pak fikri menuju parkir di area basement rumah sakit. Keheningan menyelimuti kami, karena aku ingin segera pulang dan membantu mengurus pemakaman kak maya.Sesampainya di mobil, pak fikri segera menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Aku lebih memilih berkonsentrasi melihat jalanan, tapi aku bi

    Last Updated : 2021-08-15
  • Turun Ranjang   Bimbang

    Bab 8Besoknya aku perlu memastikan dulu keadaan mama sebelum aku tinggal berangkat mengajar. Mama bersikeras menyuruhku berangkat ke sekolahan, supaya tidak kepikiran mak maya. Tapi justru aku yang takut mama masih kepikiran almarhumah anak cantiknya itu. Aku keluar dari kamar mama dan berpapasan dengan papa yang mau masuk kamar. Aku melirik jam dinding yang terletak di ruang tengah, jam menunjukkan pukul 06.15. Tumben papa jam segini masih memakai celana pendek dan kaus oblong, apa papa masih meliburkan diri dari kantor.“Pa, masih libur?” tanyaku yang spontan menghentikan langkah Papa.“Iya Del, Papa masih izin libur. Kasihan mamamu kalau Papa tinggal pasti sendirian, semalem mamamu mimpi almarhumah kakakmu del. Akhirnya dia nangis sampai mau shubuh,” jelas papa sambil

    Last Updated : 2021-08-18
  • Turun Ranjang   Demi si kecil

    Bab 9Aku tetap menjalani hidup seperti biasa dua hari ini, seperti sore ini aku pulang mengajar menjelang senja. Aku selalu menikmati pemandangan senja dari motor yang aku kendarai. Tidak berhenti-berhenti untuk mengagumi ciptaanNYA yang sangat indah. Ketika di perempatan lampu merah ada sesuatu yang membuat hati ini terenyuh. Ada bocah perempuan kecil berumur sekitar sembilan tahun an sibuk menjajakan donat yang dia bawa dalam keranjang plastiknya, terlihat masih banyak donat. Aku melambaikan tangan padanya, menyuruhnya mendekat kearahku selagi lampu merah masih menyala.“Mau donat kak?” tawarnya menatapku, aku menatap lampu merah sekali lagi ternyata sudah mau lampu hijau.“Dek, tunggu kakak di seberang jalan sana ya. Ini sudah mau lampu hijau, nanti kakak beli donatny

    Last Updated : 2021-08-20
  • Turun Ranjang   Menjemput si kecil

    Bab 10Pagi ini kami sekeluarga berangkat ke rumah sakit untuk membawa alea pulang. Kami berangkat menggunakan mobil papa. Rasanya bahagia Allah telah mengabulkan doa-doa kami semua untuk kesehatan alea. Karena hanya alea kenang-kenangan dari almarhumah kak maya yang bisa kami lihat setiap saat. Papa mengendarai mobil dengan tenang karena suasana jalanan yang lumayan lenggang. Aku libur karena hari ini tidak ada jadwalku mengajar, jadi aku bisa sekalian menjemput alea. Aku masih ingat kemarin waktu aku ke rumah sakit mata alea sudah terbuka, dia menatapku lama seolah mengajak bicara. Mama menolehku dari kursi depan karena beliau tahu dari tadi aku tersenyum. Itu membuatnya menggelengkan kepala karenaku.Di setiap perempatan lampu merah aku selalu celingukan menoleh kanan dan kiri, berharap bertemu dengan sifa. Tapi sepertinya anak itu tidak ada, ap

    Last Updated : 2021-08-22

Latest chapter

  • Turun Ranjang   Tetangga kepo

    Bab 20“Alea mandi dulu ya, Nak. Biar makin cantik,” ucapku pada Alea yang terlihat menghisap jempolnya.Pukul 08.30 aku telah selesai memandikan Alea dan aku sendiri juga sudah mandi. Aku membawa Alea ke teras dengan baby strollernya, bibir mungilnya terlihat mengecap-ngecap sesuatu. Aroma khas bayi pun menguar ketika aku mendorong baby strollernya.Sampai teras aku menaruh baby stroller di dekat kursi dan aku mengambil selang air, beberapa tanaman tanpa hampir mengering. Mungkin Mas Vano tidak sempat melakukan ini semua, pikirku. Dengan telaten tanganku mulai membersihkan daun-daun yang rontok dan aku menyapunya.“Wah, rajin sekali, Bu,” ucap seorang ibu yang mengagetkanku. Aku menoleh ke arah sumber suara ternyata Bu Sri yang aku temui di tempat penjual sayur tadi pagi.“Iya Bu S

  • Turun Ranjang   Telepon dari Mama

    Bab 19Aku menaruh Alea pada baby stroller dan merapikan bajunya. Dia terlihat memainkan mulutnya sendiri dan menggenggam ujung bajunya, menggemaskan sekali kamu Nak, pikirku."Anak mama tiduran di sini dulu ya, Mama mau makan sebentar ya, Nak," ucapku sambil mendorong baby stroller mendekati meja makan.Aku mendudukkan diriku di kursi lalu mulai memakan nasi yang tadi sudah aku ambil. Satu suapan, dua suapan masuk dalam mulut tapi aku termenung memikirkan Mas Vano lagi. Beberapa waktu lalu sudah teralihkan tapi malah sekarang kepikiran lagi saat aku menyantap masakanku yang harusnya ini juga dinikmati oleh lidah Mas Vano."Kenapa Mas? Kenapa kamu tidak bisa menghargai usahaku sedikit saja," ucapku sendirian dengan terus menyuap nasi pada mulutku.Beberapa saat kemudian ponsel yang aku kantongi be

  • Turun Ranjang   Teralihkan

    Bab 18Aku berjalan gontai menuju kamar utama dengan sesekali tanganku masih menyusut air mata yang terus menetes. Kenapa mas Vano sama sekali belum menerimaku di rumah ini. Terdengar tangis Alea nyaring di telinga ketika aku hampir menyentuh gagang pintu. Lalu aku segera membuka pintu, anakku terlihat menangis dengan keras seolah ikut merasakan sesak yang ada di hati mamanya.Alea masih terus saja menangis ketika aku mengganti popoknya yang sudah basah. Lalu aku menggendongnya dengan penuh kelembutan dan menimang-nimangnya supaya tangisnya terhenti. Aku membawa Alea keluar kamar, tak lupa aku meraih ponselku yang tergeletak di atas nakas mungkin saja nanti aku ingin menghubungi seseorang.Langkahku terus saja menuju dapur dengan menggendong Alea, aku meraih satu panci agak besar yang ada di rak lalu aku isi air dan merebusnya untuk air mandinya Alea. Tak lupa aku mengambil satu panci lagi yang kecil untuk aku gunakan merebus air guna membuat susunya A

  • Turun Ranjang   Prahara

    Bab 17 Tepat pukul 21.00 aku mendengar deru mobil masuk ke dalam halaman rumah. Aku yang tadi sempat merebahkan diri di samping Alea gegas turun dari ranjang. Tanganku menyalakan sakelar lampu ruang tengah tamu. Aku berjalan perlahan sambil memijit kepalaku yang terasa agak pening. Aku menuju pintu depan supaya mas Vano tidak terlalu lama menunggu. Terdengar ketukan dari pintu depan, aku segera membukanya. Mas Vano langsung masuk ke dalam rumah setelah pintu berhasil terbuka dan mengucap salam. Aku menutup pintu kembali dan menguncinya lalu ikut masuk ke dalam di mana mas Vano berada. Terlihat dia sedang duduk di ruang tengah sambil mengendurkan dasi miliknya. Aku berjalan ke dapur untuk membuatkan minuman hangat untuk suamiku. Aku sedikit heran, dia pulang malam tapi kenapa bau parfum mas Vano masih sangat menyengat. Namun di sisi lain dia terlihat seperti kelelahan. Aku mempercepat gerakanku membuat teh hangat. Setelah selesai aku segera membawa

  • Turun Ranjang   Mas?

    Bab 16Jam dinding menunjukkan pukul 04.00 ketika aku membuka mata. Aku merenggangkan otot sejenak dan melirik Alea yang masih berbaring dengan tenang. Aku menurunkan kakiku dari ranjang, mataku memandang sekeliling kamar tapi tidak aku temukan kak Vano berada di dalam kamar. Aku beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan menunaikan sholat subuh.Alea terlihat menggeliat pelan saat aku telah selesai melipat mukena. Aku menenangkannya sebentar supaya tertidur lagi. Ku rasakan dia tenang kembali, aku menggeser badanku pelan-pelan untuk turun dari pembaringan. Aku membuka handle pintu dengan sangat pelan agar Alea tidak terganggu tidurnya dan mencari keberadaan kak Vano.Mataku membelalak melihat suamiku tidur dengan menyandar pada sofa ruang tengah, di depannya terdapat tumpukan kertas berkas mahasiswanya.“Kak Vano,” ucapku membangunkannya dengan menyentuh ujung sikunya.“Kak,” aku mengulangi ucapanku.

  • Turun Ranjang   Rasa yang menyesakkan

    Bab 15Cahaya mentari pagi menerobos masuk ke dalam kamar melalui jendela yang sudah terbuka. Aku menyipitkan mata dan mengerjap menyadari ini sudah pagi. Aku melirik sofa tempat kak Vano tidur semalam, kosong. Bantal dan selimutnya sudah tertata rapi di ranjang. Ke mana dia, kenapa dia tidak membangunkanku. Aku menyibakkan selimut lalu merapikannya, dan segera mandi.Lima belas menit kemudian aku selesai dan mematut diriku di cermin. Aku memakai daster berbahan kaos dengan lengan sepanjang siku dan panjang di bawah lutut. Aku terbiasa memakai daster ketika di rumah, toh tak apa karena yang melihat hanya keluargaku sendiri. Aku membuka pintu kamar untuk membantu mama di dapur. Ketika melewati ruang makan ternyata sudah tertata rapi makanan yang sudah disiapkan mama untuk sarapan pagi ini. Aku bangun kesiangan, sungguh tak sadar ketika pagi menyapa. Mungkin ini juga efek acara kemarin yang melelahkan dan beberapa kejadian yang membuatku berpikir keras.Aku mela

  • Turun Ranjang   Malam pertama?

    Bab 14Pembicaraan mama dan Sifa terhenti saat ada pelayan yang membawakan makanan untuk kami. Aku memesan tiga porsi nasi padang dengan lauk ikan mujair dan juga tiga gelas es teh manis. Kami menikmati makan dalam diam. Tapi sedari tadi aku melihat mama juga tengah memandang Sifa dengan dalam. Ada apa sebenarnya? Apa ada hubungannya dengan ibunya Sifa? Karena pada saat Sifa menyebutkan nama ibunya beliau terlihat kaget. Teka teki apa lagi ini. Aku berencana untuk mengantar Sifa pulang sampai rumahnya supaya semua jelas.Setelah kami bertiga selesai makan aku memesankan makanan untuk Sifa biar dibawa pulang buat ibunya. Aku melirik mama dari meja kasir, beliau tampak memperhatikan Sifa dengan menatap dalam. Aku membayar dan kembali ke meja dengan membawa bungkusan nasi untuk Sifa. Kami segera keluar menuju parkir.“Sifa, kakak anter sampai ke rumah ya?” Pintaku padanya.“Gak usah kak, aku jalan kaki aja terima kasih,” ucapnya.

  • Turun Ranjang   Dewi? Siapakah dia?

    Bab 13Setelah beberapa saat termenung memikirkan raut wajah konyolku baru saja, aku dikagetkan dengan suara tangis alea. Dia mengompol ternyata, aku segera mencari popok yang bersih di keranjang dan mengganti popok anak cantikku ini. Aku berpikir alea adalah malaikat kecil bagiku, dia begitu mengerti keadaan sekitar. Bahkan dia mungkin bisa memahami bahwa mama kandungnya sudah lebih dulu meninggalkannya. Aku menggendongnya dan aku timang pelan-pelan agar tangisnya reda. Apa kak vano tidak merasakan kalau anaknya menangis di kamar ini, dia seperti terlihat menghindari anaknya sendiri. Aku tahu mungkin kak vano masih di selimuti bayang-bayang kak maya, tapi apa harus alea juga yang menanggungnya?Aku melangkah keluar kamar untuk menemui mama dengan menggendong alea yang sudah berhenti menangis. Aku berjalan ke arah dapur mencari mama ternyata tidak ada, papa juga tidak ada. Aku putar arah melangkah ke luar rumah mungkin mama di teras sore-sore begini. Tapi ketika di teras

  • Turun Ranjang   Pengharapan

    Bab 12Akad nikah berjalan dengan lancar, serangkaian acara yang digelar pun semua lancar. Tampak mama dan papa sangat bahagia dengan cucu mereka ada di gendongan mama. Alea sepertinya sudah mengerti bahwa hari ini adalah hari bersejarah untuk mama keduanya, sehingga dari tadi pagi dia tampak anteng, tidak rewel sedikit pun walau pun keadaan sekitar lumayan ramai. Aku menatap ayah dan bunda, mertuaku itu tampak bahagia sekali. Pandanganku terhenti pada kak vano yang sedang mengobrol di pojok ruangan bersama beberapa kerabat tampak begitu tampan di mataku, tapi raut keterpaksaannya nampak sekali di wajahnya. Aku ingin berbicara berdua setelah dengannya setelah ini.Beberapa rekan guru terlihat berdatangan walau mereka sedikit telat. Mereka terlihat ikut larut dalam kebahagiaan ini. Aku sengaja melakukan akad nikah di har

DMCA.com Protection Status