Home / Romansa / Turun Ranjang / Permintaan Terakhir

Share

Permintaan Terakhir

Author: Pratiwi
last update Last Updated: 2021-08-15 00:12:20

                               Bab 6

 Aura ketegangan masih menyelimuti kami, dengan di dominasi kecemasan. Salah satu suster membuka pintu, dan melangkah ke arah kami mungkin akan memberikan informasi mengenai kak maya.

“Mohon maaf, disini ada yang bernama Delina?” ucap suster tadi.

Dahiku mengernyit, kenapa suster menanyakan aku?

“Iya, saya sus. Ada apa ya?” jawabku.

“Bu maya ingin bertemu dengan anda bu," ucapnya.

“Baik sus.”

Aku berpamitan pada mama dan papa, dan lansung mengikuti langkah suster masuk ke dalam ruangan, tapi batinku bertanya ada apa kak maya ingin bertemu denganku?

Hatiku mencelus ketika melihat kondisi kak maya, inikah kakak cantikku? Raut wajah lemas dengan selang oksigen bersarang di hidungnya. Hatiku rasanya tak kuasa melihatnya, sakitnya sungguh luar biasa kah sehingga keadaan kakakku seperti ini. Pernah sempat menyalahkan keadaan tapi aku segera istighfar, bukankah semua kejadian yang ada di dunia ini sudah ditulis dalam skenarioNYA. Kita sebagai manusia hanya berusaha, berdoa, dan bertawakal.

“Kak maya gimana keadaannya?” aku memulai pembicaraan.

“Ka-kakak sudah pasrah dek," ucap kak maya dengan lemah.

“Kakak tadi manggil delina, ada yang mau kakak bicarakan kah kak?” ucapku sambil menggengam lembut tangan kak maya.

“Kakak boleh minta tolong kan dek?”

“Insya Allah kak, pasti delina usahakan. Kak maya minta tolong apa?”

“Kakak merasa waktu kakak semakin menipis, kakak sudah merasakannya dek,” katanya.

“Ussst, kak.. kakak pasti sembuh, kakak gak boleh ngomong gitu ya, kami disini semua ada untuk kak maya.” Luruhlah semua air mataku yang sedari pertama aku menginjakkan kaki di ruangan ini aku bendung. Ketakutanku semakin menjadi.

“Kakak minta tolong sama kamu dek, kamu bisa kan menjaga putri kakak.” Tangan kak maya bergerak lemah untuk menghapus air mataku. Aku segera menggenggamnya dan aku tempelkan di pipiku.

“Pasti kak, kakak tenang aja kita akan menjaga putri kakak, dengan kakak juga. Kakak akan sembuh ya.”

“Kakak sudah pasrah dek dengan kehendakNYA, kakak ikhlas. Yang terpenting sekarang adalah putri kakak. Kamu mau kan dek menjadi mama sambung buat putri kakak,” ucap kak maya. Hampir saja aku terlonjak karena kaget mendengar permintaan kak maya. Dia ingin aku menjadi ibu sambungnya, kak maya menginginkan aku menikah dengan kak vano? Hah, gak, ini pasti salah. Aku terdiam memikirkan permintaan kak maya. Bagaimana bisa kak maya tiba-tiba meminta hal seperti ini, membayangkan untuk bertegur sapa dengan akrab saja susah apalagi menikah dengan kak vano. 

“Gimana dek, kamu mau kan menikah dengan vano,” ucap kak maya dengan nada penuh permohonan. Ini gimana Ya Allah. Ini tidak bisa terjadi, kak vano adalah kakak iparku sendiri.

“Tapi kak..” ucapanku menggantung.

“Dek, please. Hanya kamu yang bisa, putri kakak butuh mama dek, dan vano butuh sosok penggantiku.”

“Kak maya..” tegurku sedikit geram.

“Kakak pasti sembuh, kakak jangan mikir yang macem-macem lagi ya,” imbuhku menatap kak maya.

Kak maya mengalihkan pandangan ke sisi kiri ranjang, aku tahu dia sedang mengalihkan wajah karena takut aku mengetahui banyak sekali air mata yang terbuang dari mata indah kak maya. Tapi sayang kak, aku pun merasakan semua kesedihan kakak. 

“Dek, boleh panggilkan vano dan mama? Kakak pingin bicara dengan mereka.”

“Baik kak.”

“Ohya dek, tolong pikirkan baik-baik permintaan kakak, karena ini mungkin akan jadi permintaan terakhir kakak," ucap kak maya seraya menarik pelan lenganku sewaktu akan meninggalkan ruangan. Aku tidak menjawabnya, aku hanya tersenyum tipis. Aku mencoba berpikir positif, ah mungkin ini efek dari operasi jadi kak maya berbicara agak ngelantur. Aku menarik handle pintu, dan langsung diserbu oleh orang-orang yang menunggu didepan pintu. Terutama kak vano, dia sangat ingin tahu keadaan istrinya. Ah andai dia tahu istrinya menginginkan aku menjadi ibu sambung bagi anak mereka.

“Gimana keadaan kakakmu del," tanya papa lebih dahulu.

“Hmmmm." Aku menarik nafas.

“Kak maya ingin bicara sama mama dan kak vano," ucapku seraya memandang mama dan kak vano bergantian.

Mereka langsung memasuki ruangan tadi, aku mengajak papa, tante indri dan om surya untuk duduk kembali di kursi tunggu rumah sakit. Hawa mencekam seketika merebak sebelum akhirnya terdengar jeritan mama memanggil kak maya. Kami berempat gegas lari menerobos pintu untuk masuk ke dalam ruangan. Ada mama yang menangis meraung-raung, dan kak vano yang sudah terduduk di lantai dengan wajah tenggelam di lutut sembari tangannya mengepal ke lantai. Ada apa ini Ya Allah?

“Mayaaaaaa..” Teriak mama panjang.

Dokter berlari memasuki ruangan dan segera memeriksa keadaan kak maya. Tangan dokter yang semula memeriksa denyut nadi kak maya seketika melemas, dan segera mencopot alat bantu pernafasan di hidung kak maya.

“Mohon maaf, bu maya tidak bisa diselamatkan.” 

“Mayaaa...”

“Kak maya...”

Kami semua menjerit menangis memanggil kak maya, berharap yang punya nama segera membuka mata kembali. Dokter menutup seluruh tubuh kak maya dengan selimut dan mensedekapkan tangannya. Mama yang tak kuat akhirnya ambruk ke lantai, untung dengan sigap papa menangkapnya dan segera membawa mama ke sofa ruangan.

Ketakutan kami hari ini akhirnya terjadi, kak maya benar-benar pergi meninggalkan kami. Kak maya bahkan meninggalkan putrinya yang baru saja dia lahirkan.

****

Aku menyusuri lorong rumah sakit seorang diri, sedangkan mama, papa dan kak vano mengurus keperluan untuk pengurusan jenazah kak maya dan pengkuburannya. Otakku seperti linglung saat ini, dan bahkan beberapa kali hampir menabrak orang yang lewat didepanku.

Langkahku terhenti didepan ruangan bayi, aku mengedarkan pandangan mencari-cari. Dipojok ruangan ada box incubator, dan disana ada papan kecil yang tertulis Bayi Ny.Maya. Aku teringat, tadi kak maya sempat bicara mengenai nama yang akan diberikan kepada bayinya. Dia ingin sekali menamainya dengan nama ALEA yang artinya mulia.

“Kasihan sekali kamu Nak, belum sempat merasakan hangatnya pelukan mamamu tapi mamamu sudah lebih dulu menghadap yang Kuasa. Semoga kelak kamu menjadi penolong bagi orangtuamu,” batinku berbicara sambil terus menatap bayi yang ada di dalam incubator.

“Akhirnya ketemu juga, Bu Delina ternyata disini,” ucap pak fikri ngos-ngosan,  sepertinya tadi dia berlari.

“Pak fikri kok bisa ada disini lagi?” tanyaku dengan keheranan.

“Iya bu, tadi saya dihubungi oleh tante indri mengabarkan kejadian ini. Setelah mengantar mama ke rumah duka, saya segera kesini untuk mencari bu Delina. Saya turut berduka cita ya bu," jelasnya panjang lebar.

“Terima kasih pak fikri.”

“Bayi maya yang mana bu?” tanya pak fikri.

“Itu pak yang ada di incubator, karena dia dilahirkan di usia kandungan tujuh bulan jadi perlu perawatan intensif," jawabku sembari menunjuk kaca ruangan.

“Bu Delina yang tabah ya.” Pak fikri berkata lagi, dan kali ini dengan jemari tangannya yang sudah menggenggam jemariku. Astaga.. aku segera melepaskannya. Kecanggungan segera menyergap diantara kita. Pikiranku malayang ke permintaan kak maya beberapa jam yang lalu.

Akankah aku menuruti permintaan kak maya? Atau aku mengabaikan saja ya? Hah, duh Gusti...

Related chapters

  • Turun Ranjang   Pemakaman

    Bab 7Keesokan harinya aku meminta izin kepada dokter untuk pulang ditemani oleh pak fikri karena pemakaman kak maya dilaksanakan pagi ini. Hatiku tersentuh ketika pak fikri selalu ada untukku, memberi perhatian, menenangkan dan juga rela menemaniku semalaman di rumah sakit demi perkembangan si kecil yang ada di ruangan bayi.Setelah aku mendapatkan izin dari dokter dan beliau mengatakan bahwa kalau perkembangan sekecil apapun mengenai putri kak maya akan segera beliau informasikan. Aku berjalan beriringan dengan pak fikri menuju parkir di area basement rumah sakit. Keheningan menyelimuti kami, karena aku ingin segera pulang dan membantu mengurus pemakaman kak maya.Sesampainya di mobil, pak fikri segera menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Aku lebih memilih berkonsentrasi melihat jalanan, tapi aku bi

    Last Updated : 2021-08-15
  • Turun Ranjang   Bimbang

    Bab 8Besoknya aku perlu memastikan dulu keadaan mama sebelum aku tinggal berangkat mengajar. Mama bersikeras menyuruhku berangkat ke sekolahan, supaya tidak kepikiran mak maya. Tapi justru aku yang takut mama masih kepikiran almarhumah anak cantiknya itu. Aku keluar dari kamar mama dan berpapasan dengan papa yang mau masuk kamar. Aku melirik jam dinding yang terletak di ruang tengah, jam menunjukkan pukul 06.15. Tumben papa jam segini masih memakai celana pendek dan kaus oblong, apa papa masih meliburkan diri dari kantor.“Pa, masih libur?” tanyaku yang spontan menghentikan langkah Papa.“Iya Del, Papa masih izin libur. Kasihan mamamu kalau Papa tinggal pasti sendirian, semalem mamamu mimpi almarhumah kakakmu del. Akhirnya dia nangis sampai mau shubuh,” jelas papa sambil

    Last Updated : 2021-08-18
  • Turun Ranjang   Demi si kecil

    Bab 9Aku tetap menjalani hidup seperti biasa dua hari ini, seperti sore ini aku pulang mengajar menjelang senja. Aku selalu menikmati pemandangan senja dari motor yang aku kendarai. Tidak berhenti-berhenti untuk mengagumi ciptaanNYA yang sangat indah. Ketika di perempatan lampu merah ada sesuatu yang membuat hati ini terenyuh. Ada bocah perempuan kecil berumur sekitar sembilan tahun an sibuk menjajakan donat yang dia bawa dalam keranjang plastiknya, terlihat masih banyak donat. Aku melambaikan tangan padanya, menyuruhnya mendekat kearahku selagi lampu merah masih menyala.“Mau donat kak?” tawarnya menatapku, aku menatap lampu merah sekali lagi ternyata sudah mau lampu hijau.“Dek, tunggu kakak di seberang jalan sana ya. Ini sudah mau lampu hijau, nanti kakak beli donatny

    Last Updated : 2021-08-20
  • Turun Ranjang   Menjemput si kecil

    Bab 10Pagi ini kami sekeluarga berangkat ke rumah sakit untuk membawa alea pulang. Kami berangkat menggunakan mobil papa. Rasanya bahagia Allah telah mengabulkan doa-doa kami semua untuk kesehatan alea. Karena hanya alea kenang-kenangan dari almarhumah kak maya yang bisa kami lihat setiap saat. Papa mengendarai mobil dengan tenang karena suasana jalanan yang lumayan lenggang. Aku libur karena hari ini tidak ada jadwalku mengajar, jadi aku bisa sekalian menjemput alea. Aku masih ingat kemarin waktu aku ke rumah sakit mata alea sudah terbuka, dia menatapku lama seolah mengajak bicara. Mama menolehku dari kursi depan karena beliau tahu dari tadi aku tersenyum. Itu membuatnya menggelengkan kepala karenaku.Di setiap perempatan lampu merah aku selalu celingukan menoleh kanan dan kiri, berharap bertemu dengan sifa. Tapi sepertinya anak itu tidak ada, ap

    Last Updated : 2021-08-22
  • Turun Ranjang   Akad Nikah

    Bab 11Setelah dari kamar mandi aku bergegas untuk membuka bingkisan dari tante indri. Ternyata sebuah kerudung berwarna putih polos dengan sedikit payet di tepinya, bagus sekali. Aku menemukan notes kecil didalam paper bag, ada-ada saja tante indri ini.Nak Delina,Pakai kerudung ini saat prosesi Akad Nikah dengan Vano ya. Ini kerudung yang Tante pakai dulu saat Akad Nikah dengan Om kamu.Ohya, mulai sekarang biasakan manggil Tante dengan sebutan Bunda dan Om dengan sebutan Ayah ya Nak. Karena kamu calon menantu Bunda.Salam hangat,IndrigianaAku memeluk kerudung putih tadi dengan rasa yang sangat terharu. Aku merasakan begitu besar pengharapan tante indri dengan pernikahan ini. Aku merapikan kerudung dan menaruhnya di lemari pakaian berjajar dengan baju pengantin sederhana yang telah aku pesan beberapa h

    Last Updated : 2021-08-23
  • Turun Ranjang   Pengharapan

    Bab 12Akad nikah berjalan dengan lancar, serangkaian acara yang digelar pun semua lancar. Tampak mama dan papa sangat bahagia dengan cucu mereka ada di gendongan mama. Alea sepertinya sudah mengerti bahwa hari ini adalah hari bersejarah untuk mama keduanya, sehingga dari tadi pagi dia tampak anteng, tidak rewel sedikit pun walau pun keadaan sekitar lumayan ramai. Aku menatap ayah dan bunda, mertuaku itu tampak bahagia sekali. Pandanganku terhenti pada kak vano yang sedang mengobrol di pojok ruangan bersama beberapa kerabat tampak begitu tampan di mataku, tapi raut keterpaksaannya nampak sekali di wajahnya. Aku ingin berbicara berdua setelah dengannya setelah ini.Beberapa rekan guru terlihat berdatangan walau mereka sedikit telat. Mereka terlihat ikut larut dalam kebahagiaan ini. Aku sengaja melakukan akad nikah di har

    Last Updated : 2021-08-30
  • Turun Ranjang   Dewi? Siapakah dia?

    Bab 13Setelah beberapa saat termenung memikirkan raut wajah konyolku baru saja, aku dikagetkan dengan suara tangis alea. Dia mengompol ternyata, aku segera mencari popok yang bersih di keranjang dan mengganti popok anak cantikku ini. Aku berpikir alea adalah malaikat kecil bagiku, dia begitu mengerti keadaan sekitar. Bahkan dia mungkin bisa memahami bahwa mama kandungnya sudah lebih dulu meninggalkannya. Aku menggendongnya dan aku timang pelan-pelan agar tangisnya reda. Apa kak vano tidak merasakan kalau anaknya menangis di kamar ini, dia seperti terlihat menghindari anaknya sendiri. Aku tahu mungkin kak vano masih di selimuti bayang-bayang kak maya, tapi apa harus alea juga yang menanggungnya?Aku melangkah keluar kamar untuk menemui mama dengan menggendong alea yang sudah berhenti menangis. Aku berjalan ke arah dapur mencari mama ternyata tidak ada, papa juga tidak ada. Aku putar arah melangkah ke luar rumah mungkin mama di teras sore-sore begini. Tapi ketika di teras

    Last Updated : 2021-09-01
  • Turun Ranjang   Malam pertama?

    Bab 14Pembicaraan mama dan Sifa terhenti saat ada pelayan yang membawakan makanan untuk kami. Aku memesan tiga porsi nasi padang dengan lauk ikan mujair dan juga tiga gelas es teh manis. Kami menikmati makan dalam diam. Tapi sedari tadi aku melihat mama juga tengah memandang Sifa dengan dalam. Ada apa sebenarnya? Apa ada hubungannya dengan ibunya Sifa? Karena pada saat Sifa menyebutkan nama ibunya beliau terlihat kaget. Teka teki apa lagi ini. Aku berencana untuk mengantar Sifa pulang sampai rumahnya supaya semua jelas.Setelah kami bertiga selesai makan aku memesankan makanan untuk Sifa biar dibawa pulang buat ibunya. Aku melirik mama dari meja kasir, beliau tampak memperhatikan Sifa dengan menatap dalam. Aku membayar dan kembali ke meja dengan membawa bungkusan nasi untuk Sifa. Kami segera keluar menuju parkir.“Sifa, kakak anter sampai ke rumah ya?” Pintaku padanya.“Gak usah kak, aku jalan kaki aja terima kasih,” ucapnya.

    Last Updated : 2021-09-05

Latest chapter

  • Turun Ranjang   Tetangga kepo

    Bab 20“Alea mandi dulu ya, Nak. Biar makin cantik,” ucapku pada Alea yang terlihat menghisap jempolnya.Pukul 08.30 aku telah selesai memandikan Alea dan aku sendiri juga sudah mandi. Aku membawa Alea ke teras dengan baby strollernya, bibir mungilnya terlihat mengecap-ngecap sesuatu. Aroma khas bayi pun menguar ketika aku mendorong baby strollernya.Sampai teras aku menaruh baby stroller di dekat kursi dan aku mengambil selang air, beberapa tanaman tanpa hampir mengering. Mungkin Mas Vano tidak sempat melakukan ini semua, pikirku. Dengan telaten tanganku mulai membersihkan daun-daun yang rontok dan aku menyapunya.“Wah, rajin sekali, Bu,” ucap seorang ibu yang mengagetkanku. Aku menoleh ke arah sumber suara ternyata Bu Sri yang aku temui di tempat penjual sayur tadi pagi.“Iya Bu S

  • Turun Ranjang   Telepon dari Mama

    Bab 19Aku menaruh Alea pada baby stroller dan merapikan bajunya. Dia terlihat memainkan mulutnya sendiri dan menggenggam ujung bajunya, menggemaskan sekali kamu Nak, pikirku."Anak mama tiduran di sini dulu ya, Mama mau makan sebentar ya, Nak," ucapku sambil mendorong baby stroller mendekati meja makan.Aku mendudukkan diriku di kursi lalu mulai memakan nasi yang tadi sudah aku ambil. Satu suapan, dua suapan masuk dalam mulut tapi aku termenung memikirkan Mas Vano lagi. Beberapa waktu lalu sudah teralihkan tapi malah sekarang kepikiran lagi saat aku menyantap masakanku yang harusnya ini juga dinikmati oleh lidah Mas Vano."Kenapa Mas? Kenapa kamu tidak bisa menghargai usahaku sedikit saja," ucapku sendirian dengan terus menyuap nasi pada mulutku.Beberapa saat kemudian ponsel yang aku kantongi be

  • Turun Ranjang   Teralihkan

    Bab 18Aku berjalan gontai menuju kamar utama dengan sesekali tanganku masih menyusut air mata yang terus menetes. Kenapa mas Vano sama sekali belum menerimaku di rumah ini. Terdengar tangis Alea nyaring di telinga ketika aku hampir menyentuh gagang pintu. Lalu aku segera membuka pintu, anakku terlihat menangis dengan keras seolah ikut merasakan sesak yang ada di hati mamanya.Alea masih terus saja menangis ketika aku mengganti popoknya yang sudah basah. Lalu aku menggendongnya dengan penuh kelembutan dan menimang-nimangnya supaya tangisnya terhenti. Aku membawa Alea keluar kamar, tak lupa aku meraih ponselku yang tergeletak di atas nakas mungkin saja nanti aku ingin menghubungi seseorang.Langkahku terus saja menuju dapur dengan menggendong Alea, aku meraih satu panci agak besar yang ada di rak lalu aku isi air dan merebusnya untuk air mandinya Alea. Tak lupa aku mengambil satu panci lagi yang kecil untuk aku gunakan merebus air guna membuat susunya A

  • Turun Ranjang   Prahara

    Bab 17 Tepat pukul 21.00 aku mendengar deru mobil masuk ke dalam halaman rumah. Aku yang tadi sempat merebahkan diri di samping Alea gegas turun dari ranjang. Tanganku menyalakan sakelar lampu ruang tengah tamu. Aku berjalan perlahan sambil memijit kepalaku yang terasa agak pening. Aku menuju pintu depan supaya mas Vano tidak terlalu lama menunggu. Terdengar ketukan dari pintu depan, aku segera membukanya. Mas Vano langsung masuk ke dalam rumah setelah pintu berhasil terbuka dan mengucap salam. Aku menutup pintu kembali dan menguncinya lalu ikut masuk ke dalam di mana mas Vano berada. Terlihat dia sedang duduk di ruang tengah sambil mengendurkan dasi miliknya. Aku berjalan ke dapur untuk membuatkan minuman hangat untuk suamiku. Aku sedikit heran, dia pulang malam tapi kenapa bau parfum mas Vano masih sangat menyengat. Namun di sisi lain dia terlihat seperti kelelahan. Aku mempercepat gerakanku membuat teh hangat. Setelah selesai aku segera membawa

  • Turun Ranjang   Mas?

    Bab 16Jam dinding menunjukkan pukul 04.00 ketika aku membuka mata. Aku merenggangkan otot sejenak dan melirik Alea yang masih berbaring dengan tenang. Aku menurunkan kakiku dari ranjang, mataku memandang sekeliling kamar tapi tidak aku temukan kak Vano berada di dalam kamar. Aku beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan menunaikan sholat subuh.Alea terlihat menggeliat pelan saat aku telah selesai melipat mukena. Aku menenangkannya sebentar supaya tertidur lagi. Ku rasakan dia tenang kembali, aku menggeser badanku pelan-pelan untuk turun dari pembaringan. Aku membuka handle pintu dengan sangat pelan agar Alea tidak terganggu tidurnya dan mencari keberadaan kak Vano.Mataku membelalak melihat suamiku tidur dengan menyandar pada sofa ruang tengah, di depannya terdapat tumpukan kertas berkas mahasiswanya.“Kak Vano,” ucapku membangunkannya dengan menyentuh ujung sikunya.“Kak,” aku mengulangi ucapanku.

  • Turun Ranjang   Rasa yang menyesakkan

    Bab 15Cahaya mentari pagi menerobos masuk ke dalam kamar melalui jendela yang sudah terbuka. Aku menyipitkan mata dan mengerjap menyadari ini sudah pagi. Aku melirik sofa tempat kak Vano tidur semalam, kosong. Bantal dan selimutnya sudah tertata rapi di ranjang. Ke mana dia, kenapa dia tidak membangunkanku. Aku menyibakkan selimut lalu merapikannya, dan segera mandi.Lima belas menit kemudian aku selesai dan mematut diriku di cermin. Aku memakai daster berbahan kaos dengan lengan sepanjang siku dan panjang di bawah lutut. Aku terbiasa memakai daster ketika di rumah, toh tak apa karena yang melihat hanya keluargaku sendiri. Aku membuka pintu kamar untuk membantu mama di dapur. Ketika melewati ruang makan ternyata sudah tertata rapi makanan yang sudah disiapkan mama untuk sarapan pagi ini. Aku bangun kesiangan, sungguh tak sadar ketika pagi menyapa. Mungkin ini juga efek acara kemarin yang melelahkan dan beberapa kejadian yang membuatku berpikir keras.Aku mela

  • Turun Ranjang   Malam pertama?

    Bab 14Pembicaraan mama dan Sifa terhenti saat ada pelayan yang membawakan makanan untuk kami. Aku memesan tiga porsi nasi padang dengan lauk ikan mujair dan juga tiga gelas es teh manis. Kami menikmati makan dalam diam. Tapi sedari tadi aku melihat mama juga tengah memandang Sifa dengan dalam. Ada apa sebenarnya? Apa ada hubungannya dengan ibunya Sifa? Karena pada saat Sifa menyebutkan nama ibunya beliau terlihat kaget. Teka teki apa lagi ini. Aku berencana untuk mengantar Sifa pulang sampai rumahnya supaya semua jelas.Setelah kami bertiga selesai makan aku memesankan makanan untuk Sifa biar dibawa pulang buat ibunya. Aku melirik mama dari meja kasir, beliau tampak memperhatikan Sifa dengan menatap dalam. Aku membayar dan kembali ke meja dengan membawa bungkusan nasi untuk Sifa. Kami segera keluar menuju parkir.“Sifa, kakak anter sampai ke rumah ya?” Pintaku padanya.“Gak usah kak, aku jalan kaki aja terima kasih,” ucapnya.

  • Turun Ranjang   Dewi? Siapakah dia?

    Bab 13Setelah beberapa saat termenung memikirkan raut wajah konyolku baru saja, aku dikagetkan dengan suara tangis alea. Dia mengompol ternyata, aku segera mencari popok yang bersih di keranjang dan mengganti popok anak cantikku ini. Aku berpikir alea adalah malaikat kecil bagiku, dia begitu mengerti keadaan sekitar. Bahkan dia mungkin bisa memahami bahwa mama kandungnya sudah lebih dulu meninggalkannya. Aku menggendongnya dan aku timang pelan-pelan agar tangisnya reda. Apa kak vano tidak merasakan kalau anaknya menangis di kamar ini, dia seperti terlihat menghindari anaknya sendiri. Aku tahu mungkin kak vano masih di selimuti bayang-bayang kak maya, tapi apa harus alea juga yang menanggungnya?Aku melangkah keluar kamar untuk menemui mama dengan menggendong alea yang sudah berhenti menangis. Aku berjalan ke arah dapur mencari mama ternyata tidak ada, papa juga tidak ada. Aku putar arah melangkah ke luar rumah mungkin mama di teras sore-sore begini. Tapi ketika di teras

  • Turun Ranjang   Pengharapan

    Bab 12Akad nikah berjalan dengan lancar, serangkaian acara yang digelar pun semua lancar. Tampak mama dan papa sangat bahagia dengan cucu mereka ada di gendongan mama. Alea sepertinya sudah mengerti bahwa hari ini adalah hari bersejarah untuk mama keduanya, sehingga dari tadi pagi dia tampak anteng, tidak rewel sedikit pun walau pun keadaan sekitar lumayan ramai. Aku menatap ayah dan bunda, mertuaku itu tampak bahagia sekali. Pandanganku terhenti pada kak vano yang sedang mengobrol di pojok ruangan bersama beberapa kerabat tampak begitu tampan di mataku, tapi raut keterpaksaannya nampak sekali di wajahnya. Aku ingin berbicara berdua setelah dengannya setelah ini.Beberapa rekan guru terlihat berdatangan walau mereka sedikit telat. Mereka terlihat ikut larut dalam kebahagiaan ini. Aku sengaja melakukan akad nikah di har

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status