Share

61. Hari Bahagia

Penulis: Ade Esriani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-01 16:06:53

Di sepertiga malam, aku menunaikan sholat istikharah dua raka'at. Aku memohon, meminta petunjuk kepada Allah SWT. Kupasrahkan urusanku kepada-nya karena aku tahu Allah mengetahui apa yang terbaik untukku.

Setelah selesai berdoa, aku membuka Alquran, membuka surat Al Mulk dan membacanya beserta terjemahannya. Hingga tak terasa kantuk datang menyerang dan akhirnya aku tertidur di atas sajadah.

Sayup sayup terdengar suara adzan subuh dari masjid yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Aku pun bangun, membuka mukena dan segera mengambil wudhu di kamar mandi. Setelah itu, aku pun menunaikan ibadah sholat subuh. Lanjut berdoa dan kembali meminta petunjuk kepada Allah.

Siangnya, begitu tiba waktu dhuhur, aku kembali menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim. Menunaikan sholat dhuhur empat rakaat.

Seharian ini aku hanya mengurung diri di kamar. Makan pun diantar oleh asisten rumah tangga. Kebetulan rumah sepi karena Mama dan Papa sedang keluar dan aku hanya sendirian di rumah. Membu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   62. Tamu Tak Diundang

    Setibanya di rumah Mas Ahmad, asisten rumah tangganya menyambut kami dengan ramah. Katanya hidangan sudah siap, persis seperti apa yang diminta oleh sang majikan."Mira, selamat datang. Ini adalah rumah Ibu dan Ahmad, yang berarti rumahmu juga. Semoga mantu Ibu betah tinggal di sini."Ibunya Mas Ahmad yang kini sudah menjadi ibu mertuaku menuntunku memasuki rumah. Namun langkah kami tiba-tiba terhenti saat melihat seorang wanita sedang duduk di teras bersama seorang anak kecil. Siapa wanita itu?"Ajizah?" Ibunya Mas Ahmad menatap wanita itu dengan tatapan tak suka.Ajizah? Bahkan aku belum pernah mendengar nama itu sebelumya."Bu," sapa wanita itu. Ia menghampiri kami dan langsung meraih tangan ibu mertuaku, lalu mencium punggung tangannya. "Apa kabar, Bu? Ibu makin cantik dan awet muda," pujinya. Namun ibu mertua tak merespon ucapannya."Nak, salim sama Nenek," kata wanita itu sambil mendekatkan putranya kepada ibu mertua yang berdiri persis di sampingku.Ibu mertua menerima uluran

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   63. Kecewa Berat

    Apa mungkin aku telah salah mengambil keputusan? Apa mungkin menikah dengan Mas Ahmad bukankah keputusan yang tepat? Entahlah!Selesai makan, Mas Ahmad menepati janjinya. Ia pamit padaku untuk mengantar wanita itu pulang. Aku ditinggal sendirian di dalam kamar karena Ibu mertua juga lelah dan butuh Istirahat.Malam yang seharusnya kamu lalui dengan penuh sukacita sebagai pasangan pengantin yang baru menikah pun kulalui seorang diri.Dua jam sudah berlalu sejak kepergian Mas Ahmad. Belum juga ada tanda-tanda bahwa ia akan kembali. Padahal jarak dari sini ke rumah mantan istrinya itu hanya memakan waktu tiga puluh menit. Yang artinya, satu jam pulang pergi. Ini sudah dua jam, namun Mas Ahmad belum juga kembali.Apa mungkin mereka sedang bernostalgia? Apa mungkin Mas Ahmad akan kembali kepada mantan istrinya itu?Hatiku sakit. Batinku menjerit. Aku menangis dalam diam. Kamar pengantin yang sudah dihias sedemikian rupa, kasur dengan sprei putih yang sudah ditaburi kelopak bunga mawar mer

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   64. Berdamai Dengan Keadaan

    "Sekarang kamu harus bertanggung jawab padanya, Mas," kata wanita itu. "Baik, sesuai janjiku, aku akan menanggung biaya hidup dan juga biaya sekolahnya sampai perguruan tinggi," jawab Mas Ahmad."Mas, itu tidak adil. Dia bukan hanya butuh materi, tapi butuh kasih sayang juga, Mas," protes wanita. "Jadi mau kamu gimana?" Mas Ahmad terlihat bingung. "Aku maunya kita tinggal bersama, Mas. Aku tidak akan memintamu menikahiku. Cukup Mas izinkan aku dan Alkha saja tinggal di rumahmu. Sudah cukup."Apa-apaan ini?"Mana mungkin kita tinggal bersama, Ajizah. Tidak tidak!" Mas Ahmad menolak."Itu merupakan satu-satunya cara agar anak kita bisa dekat denganmu, Mas."Tampaknya ada udang di balik batu. Dan aku sudah mengerti apa yang wanita itu inginkan."Ibu tidak setuju. Itu tidak baik," sahut ibu mertua."Aku juga tidak setuju. Karena aku tidak ingin ada orang ketiga di dalam rumah tanggaku nantinya." Akhirnya setelah sekian lama, aku angkat bicara."Kamu menyebutku orang ketiga? Seharusnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   1. Sandiwara

    Bagian 1"Mira, maaf, mobilmu hilang dicuri orang saat mas sedang memesan martabak, tadi," ucap Mas Hanif suamiku sambil menjatuhkan bobotnya di kursi. Wajahnya terlihat panik dengan keringat di mana-mana."Apa?" tanyaku, aku kaget sekaligus shock mendengarnya.Bagaimana mungkin mobilku bisa hilang?Tadi pagi Mas Hanif memang meminjam mobilku dengan alasan ia bosan memakai mobilnya."Bagaimana ceritanya, Mas? Kamu pasti bercanda, kan? Kamu enggak serius kan, Mas?" Aku mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. Pasti Mas Hanif hanya ingin mengerjaiku saja."Mas serius, Mira. Tadi mas lupa mengambil kuncinya. Saat mas lengah, mobil tersebut sudah dibawa oleh maling. Mas udah berusaha ngejar, tapi kehilangan jejaknya." Mas Hanif masih ngos-ngosan saat menjawab pertanyaanku."Ya sudah, ikut aku, kita ke kantor polisi sekarang juga!" Aku langsung menarik tangannya."Ja--jangan, ga--gak usah. Biar besok Mas cari lagi, Mas capek," ucapnya terbata.Keningku mengernyit melihat tingkah Mas Hanif.

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   2. Ketahuan

    Bagian 2 Oke, mari kita lihat siapa yang lebih jago di antar kita, Mas.Segera ku salin pesan tersebut, lalu mengirimkannya ke ponselku. Siapa tahu aku membutuhkannya nanti.Sebenarnya, bisa saja aku mengambil mobil itu dari wanita yang bernama Sofia itu. Dengan uang yang kumiliki, mudah bagiku untuk melacak di mana wanita itu berada. Tapi aku tidak mau gegabah. Harus kuselidiki terlebih dahulu apa motif Mas Hanif sampai-sampai ia tega membohongiku.Aku baru ingat, seminggu yang lalu Mas Hanif memang meminta sejumlah uang padaku dengan jumlah yang cukup besar, tapi alasannya tidak jelas mau dikemanakan uang itu. Jelas saja aku tidak mengabulkan permintaannya.Mungkin itu sebabnya Mas Hanif sengaja membohongiku dengan mengatakan kalau mobilku hilang. Aku yakin, jika dituruti keinginannya, pasti ia akan membeli mobil baru untuk wanita itu. Ternyata kamu licik, Mas! Tega-teganya membohongiku."Mir, kamu belum tidur?" Tiba-tiba Mas Hanif terbangun. Aku segera menyembunyikan ponselnya a

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   3. Sedikit Memaksa

    Bagian 3"Dasi kamu kok' berantakan, Mas?""Iya, soalnya Mas gerah!""Gerah? Kan ada AC? AC-nya tidak dihidupin ya? Sini biar aku cek ke dalam!""Tunggu!" Mas Hanif menghalangiku, tapi aku langsung saja menerobos masuk.Seorang wanita yang mengenakan rok di atas lutut sedang berdiri di depan meja kerjanya Mas Hanif. mungkin wanita itu tidak sadar jika kancing bajunya bagian atas terbuka sehingga menampakkan pemandangan yang tidak pantas untuk dilihat. Sepertinya ia sengaja, atau jangan-jangan telah terjadi sesuatu di ruangan ini."Oh, ada tamu, ya!" ucapku sambil memandangi wanita itu."Iya, staf baru," jawab Mas Hanif. Staf baru? Enggak salah? Tadi sekretarisnya bilang klien, sekarang staf. Aku semakin yakin bahwa suamiku memang ada main sama wanita ini."Sofia, kamu boleh keluar. Saya mau bicara dengan istri saya."Sofia? Ya, aku ingat sekarang. Kontak yang mengirim pesan ke nomor Mas Hanif bernama Sofia. Berarti mobilku ada bersama wanita itu.Jika saja aku menuruti emosi, sudah k

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   4. Teringat Masa Lalu

    Bagian 4Ponsel yang sedang berada di dalam tasku bergetar. Aku pun segera menepikan mobil, lalu mengambilnya dari dalam tas. Ternyata sudah banyak chat yang masuk ke ponselku."Kamu jahat, Mas. Kamu bilang hanya mencintai istrimu seorang. Lalu aku ini apa?" Pesan dari wanita yang bernama Sapi. Namanya memang Sofia, tapi bahuku dia lebih cocok dipanggil sapi."Terus mau kamu gimana? Kamu ingin istriku mengetahui hubungan kita? Mikir yang cerdas, dong, Sofi!""Tapi enggak begitu juga, kali, Mas! Senang-senangnya sama aku, masa yang dipuji wanita mandul itu, sih?"Senang-senang? Apa maksudnya? Terus, wanita mandul, apakah yang dimaksud wanita itu adalah aku?Ya Allah … sakit sekali rasanya disebut sebagai wanita mandul.Pikiranku mulai tidak tenang. Rasa hangat mulai menguar dan menyebar ke setiap inci tubuhku. Aku tidak sanggup membayangkan jika suamiku telah membagi tubuhnya dengan wanita lain.Ternyata ini yang disembunyikan Mas Hanif dariku. Untung semalam aku sempat menyadap ponsel

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   5. alat Untuk Balas Dendam

    Bagian 5Sudah malam begini, Mas Hanif belum pulang juga, padahal tadi ia janji mau pulang cepat setelah selesai meeting. Ponselnya pun tidak bisa dihubungi.Kamu kemana sih, Mas? Kenapa enggak ngasih kabar?Sebenarnya aku sama sekali tidak mengkhawatirkannya, hanya saja aku takut jika ternyata Mas Hanif malah bersama wanita itu. Aku tidak rela! Untuk menjawab rasa penasaranku, aku pun berniat menyusulnya. Aku harus mendatangi kantornya.Segera ku keluarkan mobil dari garasi, kemudian mengendarainya dengan kecepatan sedang hingga akhirnya tiba di kantor Mas Hanif."Pak, Bapak Hanif masih di dalam? Lembur ya?" tanyaku pada Pak satpam yang sedang berjaga."Pak Hanif sudah pulang sejak sore tadi, Mbak, dan seluruh karyawan serta staf kantor sudah pada pulang semuanya.""Bapak yakin?" Karena ragu, aku kembali bertanya. "Yakin, Mbak.""Yasudah kalau begitu, terima kasih, Pak, saya pamit dulu.""Silakan, Mbak!"Kemana kamu, Mas? Apalagi yang kamu lakukan?Akhirnya aku memutuskan untuk pul

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08

Bab terbaru

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   64. Berdamai Dengan Keadaan

    "Sekarang kamu harus bertanggung jawab padanya, Mas," kata wanita itu. "Baik, sesuai janjiku, aku akan menanggung biaya hidup dan juga biaya sekolahnya sampai perguruan tinggi," jawab Mas Ahmad."Mas, itu tidak adil. Dia bukan hanya butuh materi, tapi butuh kasih sayang juga, Mas," protes wanita. "Jadi mau kamu gimana?" Mas Ahmad terlihat bingung. "Aku maunya kita tinggal bersama, Mas. Aku tidak akan memintamu menikahiku. Cukup Mas izinkan aku dan Alkha saja tinggal di rumahmu. Sudah cukup."Apa-apaan ini?"Mana mungkin kita tinggal bersama, Ajizah. Tidak tidak!" Mas Ahmad menolak."Itu merupakan satu-satunya cara agar anak kita bisa dekat denganmu, Mas."Tampaknya ada udang di balik batu. Dan aku sudah mengerti apa yang wanita itu inginkan."Ibu tidak setuju. Itu tidak baik," sahut ibu mertua."Aku juga tidak setuju. Karena aku tidak ingin ada orang ketiga di dalam rumah tanggaku nantinya." Akhirnya setelah sekian lama, aku angkat bicara."Kamu menyebutku orang ketiga? Seharusnya

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   63. Kecewa Berat

    Apa mungkin aku telah salah mengambil keputusan? Apa mungkin menikah dengan Mas Ahmad bukankah keputusan yang tepat? Entahlah!Selesai makan, Mas Ahmad menepati janjinya. Ia pamit padaku untuk mengantar wanita itu pulang. Aku ditinggal sendirian di dalam kamar karena Ibu mertua juga lelah dan butuh Istirahat.Malam yang seharusnya kamu lalui dengan penuh sukacita sebagai pasangan pengantin yang baru menikah pun kulalui seorang diri.Dua jam sudah berlalu sejak kepergian Mas Ahmad. Belum juga ada tanda-tanda bahwa ia akan kembali. Padahal jarak dari sini ke rumah mantan istrinya itu hanya memakan waktu tiga puluh menit. Yang artinya, satu jam pulang pergi. Ini sudah dua jam, namun Mas Ahmad belum juga kembali.Apa mungkin mereka sedang bernostalgia? Apa mungkin Mas Ahmad akan kembali kepada mantan istrinya itu?Hatiku sakit. Batinku menjerit. Aku menangis dalam diam. Kamar pengantin yang sudah dihias sedemikian rupa, kasur dengan sprei putih yang sudah ditaburi kelopak bunga mawar mer

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   62. Tamu Tak Diundang

    Setibanya di rumah Mas Ahmad, asisten rumah tangganya menyambut kami dengan ramah. Katanya hidangan sudah siap, persis seperti apa yang diminta oleh sang majikan."Mira, selamat datang. Ini adalah rumah Ibu dan Ahmad, yang berarti rumahmu juga. Semoga mantu Ibu betah tinggal di sini."Ibunya Mas Ahmad yang kini sudah menjadi ibu mertuaku menuntunku memasuki rumah. Namun langkah kami tiba-tiba terhenti saat melihat seorang wanita sedang duduk di teras bersama seorang anak kecil. Siapa wanita itu?"Ajizah?" Ibunya Mas Ahmad menatap wanita itu dengan tatapan tak suka.Ajizah? Bahkan aku belum pernah mendengar nama itu sebelumya."Bu," sapa wanita itu. Ia menghampiri kami dan langsung meraih tangan ibu mertuaku, lalu mencium punggung tangannya. "Apa kabar, Bu? Ibu makin cantik dan awet muda," pujinya. Namun ibu mertua tak merespon ucapannya."Nak, salim sama Nenek," kata wanita itu sambil mendekatkan putranya kepada ibu mertua yang berdiri persis di sampingku.Ibu mertua menerima uluran

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   61. Hari Bahagia

    Di sepertiga malam, aku menunaikan sholat istikharah dua raka'at. Aku memohon, meminta petunjuk kepada Allah SWT. Kupasrahkan urusanku kepada-nya karena aku tahu Allah mengetahui apa yang terbaik untukku.Setelah selesai berdoa, aku membuka Alquran, membuka surat Al Mulk dan membacanya beserta terjemahannya. Hingga tak terasa kantuk datang menyerang dan akhirnya aku tertidur di atas sajadah.Sayup sayup terdengar suara adzan subuh dari masjid yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Aku pun bangun, membuka mukena dan segera mengambil wudhu di kamar mandi. Setelah itu, aku pun menunaikan ibadah sholat subuh. Lanjut berdoa dan kembali meminta petunjuk kepada Allah.Siangnya, begitu tiba waktu dhuhur, aku kembali menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim. Menunaikan sholat dhuhur empat rakaat. Seharian ini aku hanya mengurung diri di kamar. Makan pun diantar oleh asisten rumah tangga. Kebetulan rumah sepi karena Mama dan Papa sedang keluar dan aku hanya sendirian di rumah. Membu

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   60. Dilamar

    Setelah selesai makan malam, kami pun duduk di ruang tamu. Mas Ahmad memulai pembicaraan dengan mengutarakan maksud dan tujuannya. Mas Ahmad bercerita panjang lebar tentang masa lalunya. Ternyata ia memiliki masa lalu yang kelam. Mas Ahmad pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang. Bahkan sempai ketergantungan. Satu hal lagi yang berhasil membuatku terkejut, ternyata Mas Ahmad sudah pernah menikah dan sudah pisah dari istrinya. Tepatnya dua tahun lalu lalu. Istrinya menggugat cerai Mas Ahmad karena tidak pernah memberi nafkah. Semua gaji Mas Ahmad ia gunakan untuk membeli obat-obatan terlarang. Ia sama sekali tidak memikirkan istrinya. Itu sebabnya istrinya meninggalkan Mas Ahmad.Setelah istrinya pergi, Mas Ahmad baru menyadari kesalahannya. Kebetulan ia bertemu dengan seorang guru ngaji, dan orang tersebut lah yang membimbing Mas Ahmad. Mas Ahmad mulai meninggalkan kebiasaannya, ia bertaubat dan mulai memperdalam ilmu agama. Butuh waktu yang lama untuk meninggalkan kebiasaan buruk

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   59. Menepati Janji

    Sungguh, aku kasihan sekali mendengarnya. Hati sanubariku tersentuh. Aku lebih mampu dari mereka, jadi aku akan menolong mereka.Seminggu yang lalu sahabatku yang mengelola butik berhenti karena ia mau menikah dan akan tinggal di luar kota. Kurasa mereka akan mau jika ditawari untuk tunggal di butik. Ya, aku bisa menolong mereka dengan cara memberikan tempat tinggal dan juga pekerjaan."Mbak, Sofia, apa kalian mau tinggal di butik? Kebetulan sahabatku yang selama ini mengelola butik tersebut berhenti karena sudah menemukan jodohnya dan diajak pindah keluar kota oleh suaminya. Aku memang berencana ingin mencari orang untuk mengelola butik tersebut. Jika kalian bersedia, kalian bisa tinggal di sana sekalian mengelola butik tersebut. Tapi tempatnya tidak terlalu luas. Gimana?""Mbak Mira serius?" tanya Sofia."Iya, kamu serius, Mir? Apa enggak ngerepotin? Kami sudah banyak merepotkanmu, Mir. Mbak jadi enggak enak.""Serius, dan aku tidak merasa direpotkan. Sebelumnya, pegawai yang lama j

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   58. Bisa Bernafas Lega

    Alhamdulillah … aku lega karena orang yang mencelakai mamaku dan juga Sofia sudah diamankan polisi. Semoga saja mereka segera bertaubat dan menyadari semua kesalahan yang mereka perbuat."Sofia, Mbak Nuni, aku pamit ya, soalnya Mama menungguku di rumah.""Iya, Mbak, hati-hati ya," ucap Sofia."Kamu hati-hati ya, Mir," pesan Mbak Nuni.Baru saja aku menghidupkan mesin mobil dan hendak meninggalkan tempat tersebut, tiba-tiba saja seorang wanita paruh baya menghampiri mereka sambil marah-marah. Aku kembali mematikan mesin mobil, berniat untuk mencari tahu ada apa sebenarnya."Maaf, ini ada apa? Kenapa Ibu marah-marah pada mereka?" tanyaku penuh selidik."Mbak enggak usah ikut campur. Ini urusan saya dengan mereka!" Beliau malah membentakku, padahal aku bertanya baik-baik."Hey kalian, ayo bayar uang sewa kontrakan sekarang juga! Jika tidak sanggup membayar sewa, lebih baik kalian tinggalkan rumah ini. Lagian, saya sudah tidak sudi rumah kontrakan saya dihuni oleh kalian. Saya tahu kejah

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   57. Balasan Setimpal

    Polisi langsung membawa surat perintah penangkapan terhadap Mas Hanif dan ibunya setelah kami melaporkan mereka ke kantor polisi. Sebelumnya, Mbak Nuni dan Sofia pulang dulu ke rumah kontrakan mereka untuk mengambil barang bukti berupa sarung tangan milik Mas Hanif yang ia simpan di bawah ranjang. Setelah mendapatkan barang bukti tersebut, Mbak Nuni dan Sofia dijemput oleh Mas Ahmad di depan gang agar tidak ketahuan, lalu membawa mereka ke kantor polisi untuk membuat laporan."Ada apa ini, Pak? Kenapa saya ditangkap? Saya merasa tidak melakukan kejahatan apapun," ucap Mas Hanif kepada anggota polisi yang datang menangkapnya. Ia membela diri."Iya, main tangkap segala. Apa salah kami?" Ibunya Mas Hanif juga menanyakan hal yang sama."Kalian ditangkap atas tuduhan percobaan pembunuhan dan juga penganiayaan. Silakan ikut kami ke kantor," jelas salah seorang diantara mereka."Tidak! Itu fitnah. Siapa yang telah melaporkan kami, Pak? Saya tidak terima!" Mas Hanif protes."Aku, Mas." Sofia

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   56. Terungkap

    Ternyata dugaanku benar. Rupanya Mas Hanif lah dalang di balik semua ini. Benar-benar tidak bisa dikasih ampun!"Aku yakin, Mbak. Mas Hanif lah pelakunya. Dia juga yang telah mencelakai Tante Diana. Aku tahu semuanya!"Degh! Jantungku berdegup kencang, tanganku mengepal, emosiku serasa naik sampai ke ubun-ubun setelah mendengar ucapan Sofia.Bajingan kamu, Mas Hanif! Benar-benar biadab!"Apa?" tanya Mama, Mama terlihat shock mendengar ucapan Sofia."Semuanya tenang dulu ya. Sekarang kita ke rumah Tante Diana dulu. Kita bicarakan semuanya di sana. Sofia, Mbak Nuni, kalian tidak usah takut. Kami akan melindungi kalian." Mas Ahmad pun kembali melajukan mobilnya.Aku melirik Mbak Nuni, tapi Mbak Nuni tidak membantah sedikitpun. Berarti apa yang dikatakan Sofia itu benar.Sepanjang perjalanan menuju rumah, tidak ada lagi yang bicara di antara kami. Semuanya saling diam. Larut dalam pikiran masing-masing.Dua puluh menit kemudian, akhirnya kami tiba di rumah. Mbok Siti langsung menyambut k

DMCA.com Protection Status