Home / Rumah Tangga / Tunggu Pembalasanku, Mas! / 48. Dua Orang Bertopeng

Share

48. Dua Orang Bertopeng

Author: Ade Esriani
last update Last Updated: 2024-04-01 15:31:04

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, aku terus menerus menghubungi ponsel Papa, namun sayangnya tetap tidak bisa. Nomor Papa sedang berada di luar jangkauan. Mungkin Papa sengaja menonaktifkan ponselnya karena tidak ingin terganggu, sebab beliau sedang ada pertemuan penting dengan rekan bisnisnya.

"Gimana, Mir? Om Lukman masih belum bisa dihubungi?" tanya Mas Ahmad, ia menatapku sekilas, lalu kembali fokus ke depan.

"Belum, Mas!" jawabku.

"Kamu tenang ya, berdoalah semoga Tante Diana baik-baik saja."

"Iya, Mas. Tapi tolong laju mobilnya dipercepat. Aku takut terjadi sesuatu sama Mama." Air mata kembali mengalir, membasahi pipiku. Aku tidak bisa membayangkan sesuatu yang buruk terjadi pada Mama.

"Mira, Mas minta tenangkan dirimu. Mas sudah berusaha. Jalanan cukup ramai, jadi kamu harus sabar ya. Insya Allah Tante Diana akan baik-baik saja. Pasrahkan semuanya kepada Allah karena beliaulah pemilik kehidupan."

Seandainya aku punya sayap, aku akan terbang agar secepatnya tiba di rumah
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   49. Kritis

    Sambil menunggu surat persetujuan dari dokter, aku mencoba menelepon Mas Ahmad untuk menanyakan jenis golongan darahnya. Siapa tahu Mas Ahmad bisa membantu."Assalamualaikum, Mira, ada apa?" tanya Mas Ahmad di seberang telepon."Gimana, Mas? Mas sekarang ada di mana?""Mas baru saja pulang dari kantor polisi, Mir. Mas belum mendapatkan bukti apapun. Tempat ini jauh dari pemukiman warga, sehingga tidak ada yang bisa dimintai keterangan. Tapi kamu tenang saja, Mas sudah melaporkan kasus ini ke kantor polisi. Oh ya, gimana dengan Tante Diana, sudah siuman?""Belum, Mas. Ternyata Mama kehilangan banyak darah dan stok di rumah sakit ini sedang kosong. Golongan darah Mas apa? Apa Mas bisa membantu?""Tanpa kamu minta pun, Mas akan membantu dengan senang hati. Golongan darah Mas B, apakah sama dengan golongan darah Tante Diana?"Aku semakin lemas mendengar jawabannya. "Golongan darah Mama A, Mas.""Maaf, Mir, Mas tidak bisa membantu.""Enggak apa-apa, Mas. Udah dulu ya! Aku sekarang mau ke

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   50. Taubatnya Sang Pelakor

    "Mbak, jawab aku." Aku mendesak Mbak Nuni karena ia tak juga menjawab pertanyaanku."Darimana, Mbak?" Aku kembali bertanya."Sebentar ya, Mir, Mbak ngangkat telepon dulu." Mbak Nuni pun meninggalkanku sendirian.Aneh, padahal aku tidak mendengar ponselnya berbunyi. Sepertinya ada yang ditutupi Mbak Nuni dariku. ***Aku membuka pintu ruangan tempat Sofia dirawat. Wanita itu sedang terbaring lemah di atas brankar. Kondisinya sempat drop, tapi Alhamdulillah sekarang sudah stabil."Mbak Mira," lirihnya begitu melihat kedatanganku. Ia menyunggingkan senyum padaku.Aku mendekat, lalu duduk di atas kursi yang ada di sampingnya."Sofia, aku mau berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan nyawa mamaku. Dokter bilang kondisi mamaku sudah stabil setelah menerima transfusi darah darimu. Tinggal menunggu beliau siuman.""Aku senang mendengarnya, Mbak. Tapi Mbak tidak perlu mengucapkan terima kasih. Aku ikhlas, Mbak.""Sofia, kenapa kamu begitu nekat? Bahkan kamu tidak memikirkan keselamatanmu

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   51. Nyawa Hampir Melayang

    "Mira, Mama kamu sudah siuman. Dari tadi manggil-manggil nama kamu terus, buruan temui mamamu ya," ucap Mbak Nuni begitu aku tiba di depan ruang rawatnya Mama. Beliau ternyata belum pulang dan masih menunggu di sambil mengelus-elus kepala Vino yang sedang tertidur di pangkuannya."Iya, Mbak. Mbak belum pulang?" "Mbak nunggu Sofia. Kalau Sofia udah baikan, baru kami pulang.""Yasudah, aku ke dalam dulu ya, Mbak."Mbak Nuni pun mengangguk.Setibanya di dalam, aku segera memeluk Mama dan mencium tangannya."Alhamdulillah, syukurlah Mama sudah siuman. Aku enggak bisa membayangkan jika terjadi sesuatu sama Mama. Aku sayang Mama, tolong jangan pernah pergi kemanapun tanpa memberitahu aku ya, Ma. Aku tidak mau terjadi hal buruk lagi pada Mama.""Iya, Sayang, Mama janji.""Bagaimana keadaan Mama? Mana yang sakit Ma?"Mama memegangi bagian perutnya yang terkena tusukan. Aku tahu pasti rasanya sakit sekali. Syukurlah lukanya tidak terlalu dalam sehingga Mama masih bisa selamat."Oh ya, Ma, apa

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   52. Seseorang Dengan Pakaian Serba Hitam

    Tiba-tiba saja, pintu didorong dengan kasar. Wajah Mas Ahmad terlihat panik."Mira, ayo ikut Mas. Sofia mengalami pendarahan. Ada seseorang yang menyelinap ke kamarnya, dia dianiaya dan sekarang kondisinya kritis!""Apa?" Aku kaget sekaligus shock mendengarnya."Mas serius? Mas tidak sedang bercanda, kan?" "Apa wajah Mas terlihat sedang berbohong, Mira?"Aku masih belum yakin, pasalnya baru setengah jam yang lalu aku menjenguknya dan ngobrol panjang lebar dengannya.""Darimana kamu mengetahui hal itu, Mas?" "Barusan ada suster mencari keluarganya Sofia sekaligus memberitahu bagaimana kondisinya.""Mira, sebaiknya kamu pergi sama Nak Ahmad, biar Papa yang menjaga mamamu. Dan kamu juga Zamila, sebaiknya kamu ikut dengan Mira. Menantumu sedang membutuhkanmu, lebih baik kamu lihat kondisinya, sana!" Papa mengusir ibunya Mas Hanif."Jadi kamu mengusirku, Mas?" Ibunya Mas Hanif terlihat tidak terima."Iya, karena aku sudah muak melihat wajahmu itu. Pergi sana," ucap Papa dengan tegas."Mi

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   53. Curiga Berat

    Aku jadi curiga pada Mas Hanif. Seharusnya ia tidak perlu marah kalau bukan dirinya pelakunya. Sepertinya semua ini ada kaitannya dengan Mas Hanif."Hentikan omong kosongmu itu, Mbak! Jangan Mbak pikir aku tidak berani berbuat kasar. Aku diam bukan berarti takut padamu, Mbak. Aku masih menghargaimu sebagai kakakku. Jika tidak, sudah lama aku membungkam mulutmu itu, Mbak." Tangan Mas Hanif mengepal, wajahnya merah padam menahan amarah. Tatapan matanya tajam, seperti tatapan singa yang siap menerkam mangsanya."Kamu dengar itu, Nuni? Jangan kamu pikir Hanif takut padamu. Hanif bisa berbuat nekat jika dia sudah kehilangan kesabaran. Jadi, stop berbicara yang tidak penting karena itu akan membahayakan dirimu sendiri." Ibunya Mas Hanif malah membenarkan kelakuan anak kesayangannya itu. Sungguh miris!"Kalian ingin mencelakai aku juga? Silakan, aku tidak takut!" Mbak Nuni malah menantang Ibu dan adiknya.Apa maksud ucapan Mbak Nuni ya? Apa jangan-jangan memang benar bahwa Mas Hanif lah yang

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   54. Masih Menjadi Misteri

    Aku sangat yakin kalau tas ransel tersebut masih berada di kawasan rumah sakit ini. Aku harus mencarinya di setiap tempat sampah. Terutama tempat sampah di dekat kamar mandi yang berada di dekat ruang rawatnya Sofia. Tempat yang tidak dijangkau oleh Cctv. Aku dan Mas Ahmad kembali ke depan ruang rawatnya Sofia. Mereka semua masih berada di sana. Mas Hanif langsung beranjak dari tempat duduknya begitu melihatku. "Mira, gimana?" tanyanya."Apanya yang gimana?" Aku balik bertanya."Itu, apa kalian sudah tahu siapa pelakunya?" "Harusnya kamu cari tahu sendiri, Mas. Yang jadi suaminya 'kan kamu! Kok' malah enggak peduli gitu sama istri sendiri?""Mira, jangan gitu dong!" Mas Hanif protes."Kamu 'kan tahu Mas cintanya cuma sama kamu. Jadi enggak usah heran jika Mas tidak peduli sama Sofia."Tega sekali Mas Hanif bicara seperti itu terhadap Sofia. Benar-benar enggak punya perasaan.Ditengah-tengah pembicara kami, Mas Ahmad sengaja pergi ke arah kamar mandi untuk memeriksa tong sampah yang

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   55. Teka-teki

    "Sofia, kamu tidak usah takut. Kami akan melindungimu. Katakan saja, siapa yang kamu takuti?" Aku meraih tangannya agar Sofia semakin yakin jika masih ada orang yang peduli padanya.Bulir bening mengalir begitu saja dari sudut netra wanita yang sedang mengandung itu. Nampaknya ia memang benar-benar tertekan. "Sofia, percayalah, kami tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kamu. Sekarang katakan, siapa yang kamu takuti?" Mas Ahmad kembali mencoba membujuk Sofia."A--aku--""Sofia!" Mas Hanif tiba-tiba mendorong pintu dengan kasar, ia menatap Sofia dengan tatapan tajam sehingga membuat Sofia ketakutan. Ah, kenapa Mas Hanif pake muncul saat suasana seperti ini sih! Sekarang Sofia jadi bungkam dan tidak bisa dimintai keterangan lagi. "Mira, dari tadi aku mengawasi kalian dari luar. Kamu kenapa sih memaksa-maksa Sofia? Apa untungnya bagimu? Sofia ini istriku, jadi kalian tidak usah repot-repot mengurusinya. Biarkan aku yang menemaninya di sini. Lebih baik kalian keluar," ucap Mas Hanif

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   56. Terungkap

    Ternyata dugaanku benar. Rupanya Mas Hanif lah dalang di balik semua ini. Benar-benar tidak bisa dikasih ampun!"Aku yakin, Mbak. Mas Hanif lah pelakunya. Dia juga yang telah mencelakai Tante Diana. Aku tahu semuanya!"Degh! Jantungku berdegup kencang, tanganku mengepal, emosiku serasa naik sampai ke ubun-ubun setelah mendengar ucapan Sofia.Bajingan kamu, Mas Hanif! Benar-benar biadab!"Apa?" tanya Mama, Mama terlihat shock mendengar ucapan Sofia."Semuanya tenang dulu ya. Sekarang kita ke rumah Tante Diana dulu. Kita bicarakan semuanya di sana. Sofia, Mbak Nuni, kalian tidak usah takut. Kami akan melindungi kalian." Mas Ahmad pun kembali melajukan mobilnya.Aku melirik Mbak Nuni, tapi Mbak Nuni tidak membantah sedikitpun. Berarti apa yang dikatakan Sofia itu benar.Sepanjang perjalanan menuju rumah, tidak ada lagi yang bicara di antara kami. Semuanya saling diam. Larut dalam pikiran masing-masing.Dua puluh menit kemudian, akhirnya kami tiba di rumah. Mbok Siti langsung menyambut k

    Last Updated : 2024-04-01

Latest chapter

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   64. Berdamai Dengan Keadaan

    "Sekarang kamu harus bertanggung jawab padanya, Mas," kata wanita itu. "Baik, sesuai janjiku, aku akan menanggung biaya hidup dan juga biaya sekolahnya sampai perguruan tinggi," jawab Mas Ahmad."Mas, itu tidak adil. Dia bukan hanya butuh materi, tapi butuh kasih sayang juga, Mas," protes wanita. "Jadi mau kamu gimana?" Mas Ahmad terlihat bingung. "Aku maunya kita tinggal bersama, Mas. Aku tidak akan memintamu menikahiku. Cukup Mas izinkan aku dan Alkha saja tinggal di rumahmu. Sudah cukup."Apa-apaan ini?"Mana mungkin kita tinggal bersama, Ajizah. Tidak tidak!" Mas Ahmad menolak."Itu merupakan satu-satunya cara agar anak kita bisa dekat denganmu, Mas."Tampaknya ada udang di balik batu. Dan aku sudah mengerti apa yang wanita itu inginkan."Ibu tidak setuju. Itu tidak baik," sahut ibu mertua."Aku juga tidak setuju. Karena aku tidak ingin ada orang ketiga di dalam rumah tanggaku nantinya." Akhirnya setelah sekian lama, aku angkat bicara."Kamu menyebutku orang ketiga? Seharusnya

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   63. Kecewa Berat

    Apa mungkin aku telah salah mengambil keputusan? Apa mungkin menikah dengan Mas Ahmad bukankah keputusan yang tepat? Entahlah!Selesai makan, Mas Ahmad menepati janjinya. Ia pamit padaku untuk mengantar wanita itu pulang. Aku ditinggal sendirian di dalam kamar karena Ibu mertua juga lelah dan butuh Istirahat.Malam yang seharusnya kamu lalui dengan penuh sukacita sebagai pasangan pengantin yang baru menikah pun kulalui seorang diri.Dua jam sudah berlalu sejak kepergian Mas Ahmad. Belum juga ada tanda-tanda bahwa ia akan kembali. Padahal jarak dari sini ke rumah mantan istrinya itu hanya memakan waktu tiga puluh menit. Yang artinya, satu jam pulang pergi. Ini sudah dua jam, namun Mas Ahmad belum juga kembali.Apa mungkin mereka sedang bernostalgia? Apa mungkin Mas Ahmad akan kembali kepada mantan istrinya itu?Hatiku sakit. Batinku menjerit. Aku menangis dalam diam. Kamar pengantin yang sudah dihias sedemikian rupa, kasur dengan sprei putih yang sudah ditaburi kelopak bunga mawar mer

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   62. Tamu Tak Diundang

    Setibanya di rumah Mas Ahmad, asisten rumah tangganya menyambut kami dengan ramah. Katanya hidangan sudah siap, persis seperti apa yang diminta oleh sang majikan."Mira, selamat datang. Ini adalah rumah Ibu dan Ahmad, yang berarti rumahmu juga. Semoga mantu Ibu betah tinggal di sini."Ibunya Mas Ahmad yang kini sudah menjadi ibu mertuaku menuntunku memasuki rumah. Namun langkah kami tiba-tiba terhenti saat melihat seorang wanita sedang duduk di teras bersama seorang anak kecil. Siapa wanita itu?"Ajizah?" Ibunya Mas Ahmad menatap wanita itu dengan tatapan tak suka.Ajizah? Bahkan aku belum pernah mendengar nama itu sebelumya."Bu," sapa wanita itu. Ia menghampiri kami dan langsung meraih tangan ibu mertuaku, lalu mencium punggung tangannya. "Apa kabar, Bu? Ibu makin cantik dan awet muda," pujinya. Namun ibu mertua tak merespon ucapannya."Nak, salim sama Nenek," kata wanita itu sambil mendekatkan putranya kepada ibu mertua yang berdiri persis di sampingku.Ibu mertua menerima uluran

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   61. Hari Bahagia

    Di sepertiga malam, aku menunaikan sholat istikharah dua raka'at. Aku memohon, meminta petunjuk kepada Allah SWT. Kupasrahkan urusanku kepada-nya karena aku tahu Allah mengetahui apa yang terbaik untukku.Setelah selesai berdoa, aku membuka Alquran, membuka surat Al Mulk dan membacanya beserta terjemahannya. Hingga tak terasa kantuk datang menyerang dan akhirnya aku tertidur di atas sajadah.Sayup sayup terdengar suara adzan subuh dari masjid yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Aku pun bangun, membuka mukena dan segera mengambil wudhu di kamar mandi. Setelah itu, aku pun menunaikan ibadah sholat subuh. Lanjut berdoa dan kembali meminta petunjuk kepada Allah.Siangnya, begitu tiba waktu dhuhur, aku kembali menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim. Menunaikan sholat dhuhur empat rakaat. Seharian ini aku hanya mengurung diri di kamar. Makan pun diantar oleh asisten rumah tangga. Kebetulan rumah sepi karena Mama dan Papa sedang keluar dan aku hanya sendirian di rumah. Membu

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   60. Dilamar

    Setelah selesai makan malam, kami pun duduk di ruang tamu. Mas Ahmad memulai pembicaraan dengan mengutarakan maksud dan tujuannya. Mas Ahmad bercerita panjang lebar tentang masa lalunya. Ternyata ia memiliki masa lalu yang kelam. Mas Ahmad pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang. Bahkan sempai ketergantungan. Satu hal lagi yang berhasil membuatku terkejut, ternyata Mas Ahmad sudah pernah menikah dan sudah pisah dari istrinya. Tepatnya dua tahun lalu lalu. Istrinya menggugat cerai Mas Ahmad karena tidak pernah memberi nafkah. Semua gaji Mas Ahmad ia gunakan untuk membeli obat-obatan terlarang. Ia sama sekali tidak memikirkan istrinya. Itu sebabnya istrinya meninggalkan Mas Ahmad.Setelah istrinya pergi, Mas Ahmad baru menyadari kesalahannya. Kebetulan ia bertemu dengan seorang guru ngaji, dan orang tersebut lah yang membimbing Mas Ahmad. Mas Ahmad mulai meninggalkan kebiasaannya, ia bertaubat dan mulai memperdalam ilmu agama. Butuh waktu yang lama untuk meninggalkan kebiasaan buruk

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   59. Menepati Janji

    Sungguh, aku kasihan sekali mendengarnya. Hati sanubariku tersentuh. Aku lebih mampu dari mereka, jadi aku akan menolong mereka.Seminggu yang lalu sahabatku yang mengelola butik berhenti karena ia mau menikah dan akan tinggal di luar kota. Kurasa mereka akan mau jika ditawari untuk tunggal di butik. Ya, aku bisa menolong mereka dengan cara memberikan tempat tinggal dan juga pekerjaan."Mbak, Sofia, apa kalian mau tinggal di butik? Kebetulan sahabatku yang selama ini mengelola butik tersebut berhenti karena sudah menemukan jodohnya dan diajak pindah keluar kota oleh suaminya. Aku memang berencana ingin mencari orang untuk mengelola butik tersebut. Jika kalian bersedia, kalian bisa tinggal di sana sekalian mengelola butik tersebut. Tapi tempatnya tidak terlalu luas. Gimana?""Mbak Mira serius?" tanya Sofia."Iya, kamu serius, Mir? Apa enggak ngerepotin? Kami sudah banyak merepotkanmu, Mir. Mbak jadi enggak enak.""Serius, dan aku tidak merasa direpotkan. Sebelumnya, pegawai yang lama j

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   58. Bisa Bernafas Lega

    Alhamdulillah … aku lega karena orang yang mencelakai mamaku dan juga Sofia sudah diamankan polisi. Semoga saja mereka segera bertaubat dan menyadari semua kesalahan yang mereka perbuat."Sofia, Mbak Nuni, aku pamit ya, soalnya Mama menungguku di rumah.""Iya, Mbak, hati-hati ya," ucap Sofia."Kamu hati-hati ya, Mir," pesan Mbak Nuni.Baru saja aku menghidupkan mesin mobil dan hendak meninggalkan tempat tersebut, tiba-tiba saja seorang wanita paruh baya menghampiri mereka sambil marah-marah. Aku kembali mematikan mesin mobil, berniat untuk mencari tahu ada apa sebenarnya."Maaf, ini ada apa? Kenapa Ibu marah-marah pada mereka?" tanyaku penuh selidik."Mbak enggak usah ikut campur. Ini urusan saya dengan mereka!" Beliau malah membentakku, padahal aku bertanya baik-baik."Hey kalian, ayo bayar uang sewa kontrakan sekarang juga! Jika tidak sanggup membayar sewa, lebih baik kalian tinggalkan rumah ini. Lagian, saya sudah tidak sudi rumah kontrakan saya dihuni oleh kalian. Saya tahu kejah

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   57. Balasan Setimpal

    Polisi langsung membawa surat perintah penangkapan terhadap Mas Hanif dan ibunya setelah kami melaporkan mereka ke kantor polisi. Sebelumnya, Mbak Nuni dan Sofia pulang dulu ke rumah kontrakan mereka untuk mengambil barang bukti berupa sarung tangan milik Mas Hanif yang ia simpan di bawah ranjang. Setelah mendapatkan barang bukti tersebut, Mbak Nuni dan Sofia dijemput oleh Mas Ahmad di depan gang agar tidak ketahuan, lalu membawa mereka ke kantor polisi untuk membuat laporan."Ada apa ini, Pak? Kenapa saya ditangkap? Saya merasa tidak melakukan kejahatan apapun," ucap Mas Hanif kepada anggota polisi yang datang menangkapnya. Ia membela diri."Iya, main tangkap segala. Apa salah kami?" Ibunya Mas Hanif juga menanyakan hal yang sama."Kalian ditangkap atas tuduhan percobaan pembunuhan dan juga penganiayaan. Silakan ikut kami ke kantor," jelas salah seorang diantara mereka."Tidak! Itu fitnah. Siapa yang telah melaporkan kami, Pak? Saya tidak terima!" Mas Hanif protes."Aku, Mas." Sofia

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   56. Terungkap

    Ternyata dugaanku benar. Rupanya Mas Hanif lah dalang di balik semua ini. Benar-benar tidak bisa dikasih ampun!"Aku yakin, Mbak. Mas Hanif lah pelakunya. Dia juga yang telah mencelakai Tante Diana. Aku tahu semuanya!"Degh! Jantungku berdegup kencang, tanganku mengepal, emosiku serasa naik sampai ke ubun-ubun setelah mendengar ucapan Sofia.Bajingan kamu, Mas Hanif! Benar-benar biadab!"Apa?" tanya Mama, Mama terlihat shock mendengar ucapan Sofia."Semuanya tenang dulu ya. Sekarang kita ke rumah Tante Diana dulu. Kita bicarakan semuanya di sana. Sofia, Mbak Nuni, kalian tidak usah takut. Kami akan melindungi kalian." Mas Ahmad pun kembali melajukan mobilnya.Aku melirik Mbak Nuni, tapi Mbak Nuni tidak membantah sedikitpun. Berarti apa yang dikatakan Sofia itu benar.Sepanjang perjalanan menuju rumah, tidak ada lagi yang bicara di antara kami. Semuanya saling diam. Larut dalam pikiran masing-masing.Dua puluh menit kemudian, akhirnya kami tiba di rumah. Mbok Siti langsung menyambut k

DMCA.com Protection Status