Share

39. Awal Pertemuan

Author: Ade Esriani
last update Last Updated: 2024-04-01 15:09:20
POV Sofia

Semua harapan dan impianku pupus sudah. Impian untuk menjadi orang kaya, hidup enak dan bergelimang harta kandas sudah. Nyatanya kini aku malah mendekam di balik jeruji besi. Sungguh miris! Apalagi saat ini kondisiku sedang hamil muda. Benar-benar apes!

Namaku Sofia Anindya, usiaku masih sangat muda, yaitu 20 tahun kurang dua bulan. Aku tinggal di desa Beruas, sebuah desa yang terletak di kabupaten Bangka Barat.

Aku tinggal bersama Nenek Asih, orang yang sudah merawatku dari kecil, yang merupakan Ibu dari ayahku. Kedua orang tuaku sudah meninggal. Ayah meninggal saat aku masih duduk di kelas empat SD. Tiga bulan setelah Ayah meninggal, Ibu pun menyusul Ayah. Akhirnya Nenek lah yang mengasuhku.

Aku hanya bersekolah sampai lulus SD karena Nenek tidak punya biaya untuk menyekolahkanku. Jangankan untuk biaya sekolah, untuk makan sehari-hari saja pas-pasan.

Sejak kecil, aku bercita-cita untuk menjadi orang kaya. Ingin hidup nyaman, makan enak setiap hari dan punya baju-baju bagus.
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   40. Awal Pertemuan 2

    Akhirnya aku nekat mengabaikan nasihat Nenek. Diam-diam saat Nenek sedang di kebun, aku mencuri uang tabungannya untuk ongkos ke kota. Kesempatan tidak datang dua kali, pikirku.Jarak dari kampungku ke kota memakan waktu tiga jam. Aku menaiki mobil travel untuk mencapai tempat tujuan. Aku menikmati perjalanan sambil melihat pemandangan dari kaca jendela mobil. Di sepanjang jalan banyak ditumbuhi pohon karet dan pohon kelapa sawit. Tak terasa, akhirnya mobil travel yang aku tumpangi ternyata sudah tiba di kota Pangkalpinang. 'Negeri Serumpun Sebalai', merupakan semboyan dari kota Pangkalpinang, kepulauan Bangka Belitung.Ah, rasanya aku sudah tidak sabar, ingin segera tiba di rumah Tante Zamila.Mobil travel yang aku tumpangi ternyata mengantar penumpang sampai ke tujuan. Tinggal menambah ongkos sedikit, maka mobil tersebut akan mengantar sampai ke alamat yang dituju. Dengan demikian, aku tidak perlu repot-repot untuk mencari alamat Tante Zamila karena sang sopir sudah hafal betul den

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   41. Pasrah dan Rela

    Hubunganku dan Mas Hanif semakin lama semakin jauh. Bahkan aku rela memberikan mahkotaku yang paling berharga, yang selama ini aku jaga untuknya karena Mas Hanif berjanji akan menikahiku. Satu-satunya harta paling berharga yang aku miliki, yang merupakan kehormatan bagi setiap wanita telah kupersembahkan untuknya. Aku ikhlas dan tidak pernah menyesal telah menyerahkan mahkotaku padanya, karena aku yakin Mas Hanif akan menikahiku.Dan apa yang telah aku korbankan padanya, tentunya tidak cuma-cuma. Aku meminta hadiah mobil atas apa yang telah aku korbankan untuknya. Keesokan harinya, sebuah mobil yang sudah lama aku idam-idamkan telah terparkir sempurna di depan kontrakanku. Mas Hanif benar-benar memenuhi janjinya. Walaupun bukan mobil baru, tapi aku senang sekali. Mas Hanif mulai mengajariku mengendara mobil. Dalam waktu singkat, aku sudah bisa mengendarai mobil pemberiannya. Hebat, bukan?Biasanya sehabis mengajarimu menyetir, Mas Hanif akan meminta jatah padaku. Dan aku akan melay

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   42. Dua Garis Merah

    "Aku hamil, Mas!" ucapku kepada Mas Hanif setelah kami selesai berkencan di rumah kontrakanku."Aku minta nikahi aku secepatnya. Kamu harus bertanggungjawab, Mas!""Kamu beneran hamil?" tanyanya, ragu."Iya." Aku pun mengambil alat sholat kehamilan yang kusimpan di laci meja dan menyerahkan padanya.Mas Hanif terlihat santai dan biasa saja. Ia meletakkan kembali tes pack tersebut di atas meja yang berada di sisi ranjang."Apa kamu akan lari dari tanggung jawab, Mas?" Aku mulai terisak, membayangkan kenyataan buruk yang akan terjadi padaku."Tidak, Sofia. Mas tidak akan lari. Mas akan menikahimu secepatnya.""Sungguh?"Aku begitu senang mendengarnya. Keraguanku terjawab sudah. Mas Hanif akan menjadi suamiku."Iya, Sofia, sungguh. Mas cuma terkejut. Mas tidak mengira kalau kamu bisa hamil secepat ini. Ternyata Mas masih tokcer. Dan sekarang terbukti bahwa istri Mas lah yang mandul," ucapnya, lalu mengecup keningku."Iya dong, Mas. Dia itu sudah tua dan hampir kadaluarsa. Sedangkan aku m

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   43. Tak Seindah Khayalan

    Pesta pernikahan sederhana pun digelar di rumah kontrakanku. Dengan dihadiri oleh wali hakim yang sengaja kami bayar dan juga beberapa orang tetangga sebagai saksi, akhirnya kami resmi melangsungkan pernikahan. Ya, kami hanya nikah siri. Tapi tak mengapa, yang penting aku sudah resmi menjadi istri Mas Hanif.Awalnya Tante Zamila sempat terkejut mendengar kabar kehamilanku. Tapi akhirnya beliau malah senang dan bahkan menyuruh kami untuk segera menikah. Berbeda dengan Mbak Nuni yang terang-terangan mengataiku wanita murahan saat mengetahui kabar kehamilanku. Mbak Nuni adalah satu-satunya orang yang menentang hubunganku dengan Mas Hanif. Ia begitu membela si Mira itu. Entah apa kelebihan si Mira itu. Tapi aku tidak peduli. Yang penting Tante Zamila dan Mas Hanif tidak terpengaruh olehnya.Tante Zamila dan Mas Hanif lah yang mengurus semua persiapan pernikahan, sedangkan aku hanya terima beres.Tibalah saatnya malam pertama. Malam yang dinanti-nantikan oleh pasangan suami istri yang tela

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   44. Derita Sofia

    Satu Minggu sudah aku mendekam di balik jeruji besi. Selama aku di sini, tak sekalipun Tante Zamila atau Mbak Nuni datang menjengukku. Entah apa salahku pada mereka sehingga mereka tak peduli sedikitpun padaku.Hidup di sini sungguh sangat membosankan. Terkurung, terkekang, dan tak bisa melakukan apapun. Sungguh tak pernah terbayang olehku jika aku akan melewati semua ini, apalagi dalam kondisi hamil muda dan sedang mengidam seperti ini.Mual, muntah, kepala pusing, ditambah nafsu makan yang berkurang karena menu yang disajikan setiap hari sama sekali tidak enak.Semakin hari aku semakin tersiksa berada di sini. Jika saja boleh memilih, aku lebih baik hidup sederhana di kampung daripada harus mendekam di penjara seperti ini.Nenek … aku ingin pulang. Aku rindu nenek. Maafkan cucumu yang telah durhaka ini. Maafkan aku, Nek.Aku menangis tanpa suara, menyesali perbuatan yang telah aku lakukan. Hanya iri yang bisa kulakukan saat ini. Meratapi nasib.Mungkinkah ini yang dinamakan karma?

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   45. Bukan Istri Pembawa Sial

    "Mbak Mira sungguh-sungguh, kan?" Aku kembali bertanya."Apa aku terlihat main-main?" ketusnya."Makasih Mbak Mira. Mbak sudah baik padaku padahal aku begitu jahat sama Mbak. Aku telah merebut kebahagiaan Mbak." Jujur, aku malu pada Mbak Mira. Aku merasa bersalah dan berdosa padanya."Tidak usah berterima kasih padaku. Aku tidak butuh ucapan terima kasih darimu. Berterima kasihlah pada Mas Ahmad karena dia yang telah merubah cara berpikirku. Jika bukan karena Mas Ahmad, mungkin kamu dan suamimu akan tetap mendekat di penjara," ucap Mbak Mira sambil melempar pandangannya. Oh, jadi lelaki itu bernama Ahmad, dan ia juga yang telah menyuruh Mbak Mira untuk mencabut tuntutannya. "Terimakasih, Mas Ahmad. Mas Ahmad sudah membujuk Mira agar mau membebaskanku."Aku berusaha untuk bangkit, ingin menyalami tangan Mbak Mira dan ingin meminta maaf padanya. Tapi tubuhku rasanya sakit semua. "Tidak usah memaksakan diri. Istirahatlah," ucap Mbak Mira."Mbak, aku minta maaf. Aku janji akan meningg

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   46. Rujuk, yuk!

    POV MirandaEmpat bulan sudah aku menyandang status janda. Ya, aku bahagia meskipun tanpa pendamping hidup.Aku memutuskan untuk kembali ke rumah Papa dan tinggal bersama Mama dan Papa. Ya, Papa dan Mama sudah rujuk kembali dan sekarang kami tinggal bersama seperti dulu.Sekarang aku lebih fokus untuk membahagiakan orang tua, aku tidak lagi memikirkan soal pendamping hidup. Jika tuhan akan mempertemukanku lagi dengan seorang lelaki yang baik, maka dia akan datang sendiri. Begitu prinsipku. "Mir, apa kamu tidak mau membuka hati untuk Ahmad, Nak? Ahmad itu lelaki yang baik loh, dia itu beda dengan si Hanif mantan suamimu itu," ucap Mama saat kami sedang menyantap sarapan pagi."Mama sudah kenal lama dengan Ahmad. Dan Mama sudah tahu bibit, bebet dan bobotnya. Mama tahu kalau Ahmad itu menyukaimu. Dan Mama yakin kamu juga suka sama Ahmad, iya, kan?" Mama mulai menggodaku.Aku tidak menjawab pertanyaan Mama. Aku tahu kalau Mas Ahmad menyukaiku. Hanya saja ia belum pernah mengungkapkan ha

    Last Updated : 2024-04-01
  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   47. Ancaman

    "Iya, Pa. Aku janji. Bila perlu sekarang juga aku akan menjatuhkan talak untuknya dan menyuruhnya pulang kampung," jawab Mas Hanif, terlihat bersemangat."Jadi begitu? Kamu tega menceraikannya? Istrimu itu 'kan sedang hamil, bukankah selama ini kamu menginginkan kehadiran seorang anak? Sekarang harapanmu akan terkabul karena sebentar lagi kamu akan punya anak. Terus apalagi yang kamu inginkan, Hanif?" Papa terus saja menginterogasi Mas Hanif. "Aku memang mendambakan kehadiran seorang anak, Pa. Tapi aku menginginkan keturunan dari rahim Mira, bukan dari rahim wanita lain." Mas Hanif memandangku sambil tersenyum manis padaku. Menjijikkan!"Oh, jadi begitu? Saya sengaja bertanya seperti itu untuk mencari tahu bagaimana kamu sebenarnya. Alias hanya menguji kamu saja, Hanif. Sekarang saya semakin tahu bagaimana sikap aslimu. Disaat istrimu itu tidak bisa menjadi seperti yang kamu harapkan, kamu ingin kembali pada Mira. Ternyata kamu itu seorang lelaki yang tidak tahu diri, ya! Syukurlah p

    Last Updated : 2024-04-01

Latest chapter

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   64. Berdamai Dengan Keadaan

    "Sekarang kamu harus bertanggung jawab padanya, Mas," kata wanita itu. "Baik, sesuai janjiku, aku akan menanggung biaya hidup dan juga biaya sekolahnya sampai perguruan tinggi," jawab Mas Ahmad."Mas, itu tidak adil. Dia bukan hanya butuh materi, tapi butuh kasih sayang juga, Mas," protes wanita. "Jadi mau kamu gimana?" Mas Ahmad terlihat bingung. "Aku maunya kita tinggal bersama, Mas. Aku tidak akan memintamu menikahiku. Cukup Mas izinkan aku dan Alkha saja tinggal di rumahmu. Sudah cukup."Apa-apaan ini?"Mana mungkin kita tinggal bersama, Ajizah. Tidak tidak!" Mas Ahmad menolak."Itu merupakan satu-satunya cara agar anak kita bisa dekat denganmu, Mas."Tampaknya ada udang di balik batu. Dan aku sudah mengerti apa yang wanita itu inginkan."Ibu tidak setuju. Itu tidak baik," sahut ibu mertua."Aku juga tidak setuju. Karena aku tidak ingin ada orang ketiga di dalam rumah tanggaku nantinya." Akhirnya setelah sekian lama, aku angkat bicara."Kamu menyebutku orang ketiga? Seharusnya

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   63. Kecewa Berat

    Apa mungkin aku telah salah mengambil keputusan? Apa mungkin menikah dengan Mas Ahmad bukankah keputusan yang tepat? Entahlah!Selesai makan, Mas Ahmad menepati janjinya. Ia pamit padaku untuk mengantar wanita itu pulang. Aku ditinggal sendirian di dalam kamar karena Ibu mertua juga lelah dan butuh Istirahat.Malam yang seharusnya kamu lalui dengan penuh sukacita sebagai pasangan pengantin yang baru menikah pun kulalui seorang diri.Dua jam sudah berlalu sejak kepergian Mas Ahmad. Belum juga ada tanda-tanda bahwa ia akan kembali. Padahal jarak dari sini ke rumah mantan istrinya itu hanya memakan waktu tiga puluh menit. Yang artinya, satu jam pulang pergi. Ini sudah dua jam, namun Mas Ahmad belum juga kembali.Apa mungkin mereka sedang bernostalgia? Apa mungkin Mas Ahmad akan kembali kepada mantan istrinya itu?Hatiku sakit. Batinku menjerit. Aku menangis dalam diam. Kamar pengantin yang sudah dihias sedemikian rupa, kasur dengan sprei putih yang sudah ditaburi kelopak bunga mawar mer

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   62. Tamu Tak Diundang

    Setibanya di rumah Mas Ahmad, asisten rumah tangganya menyambut kami dengan ramah. Katanya hidangan sudah siap, persis seperti apa yang diminta oleh sang majikan."Mira, selamat datang. Ini adalah rumah Ibu dan Ahmad, yang berarti rumahmu juga. Semoga mantu Ibu betah tinggal di sini."Ibunya Mas Ahmad yang kini sudah menjadi ibu mertuaku menuntunku memasuki rumah. Namun langkah kami tiba-tiba terhenti saat melihat seorang wanita sedang duduk di teras bersama seorang anak kecil. Siapa wanita itu?"Ajizah?" Ibunya Mas Ahmad menatap wanita itu dengan tatapan tak suka.Ajizah? Bahkan aku belum pernah mendengar nama itu sebelumya."Bu," sapa wanita itu. Ia menghampiri kami dan langsung meraih tangan ibu mertuaku, lalu mencium punggung tangannya. "Apa kabar, Bu? Ibu makin cantik dan awet muda," pujinya. Namun ibu mertua tak merespon ucapannya."Nak, salim sama Nenek," kata wanita itu sambil mendekatkan putranya kepada ibu mertua yang berdiri persis di sampingku.Ibu mertua menerima uluran

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   61. Hari Bahagia

    Di sepertiga malam, aku menunaikan sholat istikharah dua raka'at. Aku memohon, meminta petunjuk kepada Allah SWT. Kupasrahkan urusanku kepada-nya karena aku tahu Allah mengetahui apa yang terbaik untukku.Setelah selesai berdoa, aku membuka Alquran, membuka surat Al Mulk dan membacanya beserta terjemahannya. Hingga tak terasa kantuk datang menyerang dan akhirnya aku tertidur di atas sajadah.Sayup sayup terdengar suara adzan subuh dari masjid yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Aku pun bangun, membuka mukena dan segera mengambil wudhu di kamar mandi. Setelah itu, aku pun menunaikan ibadah sholat subuh. Lanjut berdoa dan kembali meminta petunjuk kepada Allah.Siangnya, begitu tiba waktu dhuhur, aku kembali menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim. Menunaikan sholat dhuhur empat rakaat. Seharian ini aku hanya mengurung diri di kamar. Makan pun diantar oleh asisten rumah tangga. Kebetulan rumah sepi karena Mama dan Papa sedang keluar dan aku hanya sendirian di rumah. Membu

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   60. Dilamar

    Setelah selesai makan malam, kami pun duduk di ruang tamu. Mas Ahmad memulai pembicaraan dengan mengutarakan maksud dan tujuannya. Mas Ahmad bercerita panjang lebar tentang masa lalunya. Ternyata ia memiliki masa lalu yang kelam. Mas Ahmad pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang. Bahkan sempai ketergantungan. Satu hal lagi yang berhasil membuatku terkejut, ternyata Mas Ahmad sudah pernah menikah dan sudah pisah dari istrinya. Tepatnya dua tahun lalu lalu. Istrinya menggugat cerai Mas Ahmad karena tidak pernah memberi nafkah. Semua gaji Mas Ahmad ia gunakan untuk membeli obat-obatan terlarang. Ia sama sekali tidak memikirkan istrinya. Itu sebabnya istrinya meninggalkan Mas Ahmad.Setelah istrinya pergi, Mas Ahmad baru menyadari kesalahannya. Kebetulan ia bertemu dengan seorang guru ngaji, dan orang tersebut lah yang membimbing Mas Ahmad. Mas Ahmad mulai meninggalkan kebiasaannya, ia bertaubat dan mulai memperdalam ilmu agama. Butuh waktu yang lama untuk meninggalkan kebiasaan buruk

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   59. Menepati Janji

    Sungguh, aku kasihan sekali mendengarnya. Hati sanubariku tersentuh. Aku lebih mampu dari mereka, jadi aku akan menolong mereka.Seminggu yang lalu sahabatku yang mengelola butik berhenti karena ia mau menikah dan akan tinggal di luar kota. Kurasa mereka akan mau jika ditawari untuk tunggal di butik. Ya, aku bisa menolong mereka dengan cara memberikan tempat tinggal dan juga pekerjaan."Mbak, Sofia, apa kalian mau tinggal di butik? Kebetulan sahabatku yang selama ini mengelola butik tersebut berhenti karena sudah menemukan jodohnya dan diajak pindah keluar kota oleh suaminya. Aku memang berencana ingin mencari orang untuk mengelola butik tersebut. Jika kalian bersedia, kalian bisa tinggal di sana sekalian mengelola butik tersebut. Tapi tempatnya tidak terlalu luas. Gimana?""Mbak Mira serius?" tanya Sofia."Iya, kamu serius, Mir? Apa enggak ngerepotin? Kami sudah banyak merepotkanmu, Mir. Mbak jadi enggak enak.""Serius, dan aku tidak merasa direpotkan. Sebelumnya, pegawai yang lama j

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   58. Bisa Bernafas Lega

    Alhamdulillah … aku lega karena orang yang mencelakai mamaku dan juga Sofia sudah diamankan polisi. Semoga saja mereka segera bertaubat dan menyadari semua kesalahan yang mereka perbuat."Sofia, Mbak Nuni, aku pamit ya, soalnya Mama menungguku di rumah.""Iya, Mbak, hati-hati ya," ucap Sofia."Kamu hati-hati ya, Mir," pesan Mbak Nuni.Baru saja aku menghidupkan mesin mobil dan hendak meninggalkan tempat tersebut, tiba-tiba saja seorang wanita paruh baya menghampiri mereka sambil marah-marah. Aku kembali mematikan mesin mobil, berniat untuk mencari tahu ada apa sebenarnya."Maaf, ini ada apa? Kenapa Ibu marah-marah pada mereka?" tanyaku penuh selidik."Mbak enggak usah ikut campur. Ini urusan saya dengan mereka!" Beliau malah membentakku, padahal aku bertanya baik-baik."Hey kalian, ayo bayar uang sewa kontrakan sekarang juga! Jika tidak sanggup membayar sewa, lebih baik kalian tinggalkan rumah ini. Lagian, saya sudah tidak sudi rumah kontrakan saya dihuni oleh kalian. Saya tahu kejah

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   57. Balasan Setimpal

    Polisi langsung membawa surat perintah penangkapan terhadap Mas Hanif dan ibunya setelah kami melaporkan mereka ke kantor polisi. Sebelumnya, Mbak Nuni dan Sofia pulang dulu ke rumah kontrakan mereka untuk mengambil barang bukti berupa sarung tangan milik Mas Hanif yang ia simpan di bawah ranjang. Setelah mendapatkan barang bukti tersebut, Mbak Nuni dan Sofia dijemput oleh Mas Ahmad di depan gang agar tidak ketahuan, lalu membawa mereka ke kantor polisi untuk membuat laporan."Ada apa ini, Pak? Kenapa saya ditangkap? Saya merasa tidak melakukan kejahatan apapun," ucap Mas Hanif kepada anggota polisi yang datang menangkapnya. Ia membela diri."Iya, main tangkap segala. Apa salah kami?" Ibunya Mas Hanif juga menanyakan hal yang sama."Kalian ditangkap atas tuduhan percobaan pembunuhan dan juga penganiayaan. Silakan ikut kami ke kantor," jelas salah seorang diantara mereka."Tidak! Itu fitnah. Siapa yang telah melaporkan kami, Pak? Saya tidak terima!" Mas Hanif protes."Aku, Mas." Sofia

  • Tunggu Pembalasanku, Mas!   56. Terungkap

    Ternyata dugaanku benar. Rupanya Mas Hanif lah dalang di balik semua ini. Benar-benar tidak bisa dikasih ampun!"Aku yakin, Mbak. Mas Hanif lah pelakunya. Dia juga yang telah mencelakai Tante Diana. Aku tahu semuanya!"Degh! Jantungku berdegup kencang, tanganku mengepal, emosiku serasa naik sampai ke ubun-ubun setelah mendengar ucapan Sofia.Bajingan kamu, Mas Hanif! Benar-benar biadab!"Apa?" tanya Mama, Mama terlihat shock mendengar ucapan Sofia."Semuanya tenang dulu ya. Sekarang kita ke rumah Tante Diana dulu. Kita bicarakan semuanya di sana. Sofia, Mbak Nuni, kalian tidak usah takut. Kami akan melindungi kalian." Mas Ahmad pun kembali melajukan mobilnya.Aku melirik Mbak Nuni, tapi Mbak Nuni tidak membantah sedikitpun. Berarti apa yang dikatakan Sofia itu benar.Sepanjang perjalanan menuju rumah, tidak ada lagi yang bicara di antara kami. Semuanya saling diam. Larut dalam pikiran masing-masing.Dua puluh menit kemudian, akhirnya kami tiba di rumah. Mbok Siti langsung menyambut k

DMCA.com Protection Status