Share

Bab 144

Penulis: Frands
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-21 17:01:25

Juned akhirnya menyerah. “Baiklah, Marina. Terserah kamu saja.”

“Kamu gak usah memikirkan hal berat-berat, Juned. Biar aku yang urus semuanya buat kamu, ya,” balas Marina sebelum menutup telepon.

Juned menghela napas panjang dan menyandarkan tubuhnya ke sofa. Ia menatap ke arah dapur, di mana Siti dan Ratih sedang bekerja.

Setelah dipikir-pikir, Siti dan Ratih memang lumayan cantik juga. Tapi entah, apakah benar kalau Juned bisa meminta apa saja kepada mereka berdua.

Juned memutuskan untuk keluar rumah dan menghirup udara segar. Ia melihat Pak Darma sedang duduk di bangku kecil di dekat pagar, memandangi jalanan yang mulai ramai oleh orang-orang berlalu-lalang.

Juned berjalan mendekat dan menyapanya. "Pak Darma, santai di sini ya?"

Pak Darma menoleh dan tersenyum. "Iya, Mas Juned. Lagi lihat-lihat suasana. Kota ini memang lebih hidup dibanding tempat-tempat lain."

Juned ikut duduk di bangku kecil di sebelah Pak Darma. Mereka berbincang ringan sejenak, hingga akhirnya Juned merasa p
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Tukang Pijat Super   Bab 145

    Sebelum Juned sempat menyadari apa yang terjadi, tubuh Ratih yang membawa ember berisi air tiba-tiba tersandung dan menabrak tubuhnya.“Aaah! Maaf, Mas Juned!” Seru Ratih panik, sementara ember di tangannya terlepas hingga menumpahkan air ke tubuh mereka berdua.Juned dan Ratih terjatuh bersama. Tubuh Ratih yang basah kuyup kini menimpa tubuh Juned.Selama beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Juned hanya bisa terdiam. Pandangannya terpaku pada wajah Ratih yang begitu dekat dengannya, matanya yang bulat dan penuh rasa bersalah, serta aroma tubuh Ratih yang wangi menyeruak menusuk hidung Juned.Ratih buru-buru berusaha bangkit. "Maaf, Mas Juned! Saya benar-benar nggak sengaja."Namun Juned masih diam di tempat, tanpa sadar tangannya menahan pinggul Ratih agar tak bisa bangkit.Pikiran-pikiran Juned berputar cepat diiringi dengan aroma wangi tubuh Ratih yang memabukkan hingga tanpa dia sadari barangnya mulai berkembang di dalam celananya.Juned bahkan sempat terpikir untuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • Tukang Pijat Super   Bab 146

    Itu adalah sebuah jamur kecil dengan bentuk yang sangat mirip dengan jamur yang pernah ia makan di hutan dulu.Alisa menghapus air matanya perlahan dan menjawab dengan suara lemah. “Saya menemukannya di belakang sekolah, Mas. Ada semak-semak yang jarang orang lewati. Saya nggak sengaja lihat jamur ini tumbuh di sana.”Juned menatap jamur itu dengan perasaan campur aduk. Ia tidak ingin membuat Alisa maupun Pak Darma panik, tapi ia tahu jamur ini mungkin memiliki kekuatan tersembunyi seperti pengalaman aneh yang pernah ia alami.“Alisa, boleh saya minta jamur ini? Saya ingin memeriksanya lebih lanjut,” ujar Juned sambil berusaha terdengar tenang.Alisa tampak ragu sejenak, tetapi akhirnya mengangguk. “Kalau Mas Juned mau, ambil saja. Saya juga nggak tahu itu jamur apa.”Juned menerima jamur itu dan memasukkannya ke dalam kantongnya dengan hati-hati. Ia tidak memberi tahu Pak Darma atau siapa pun tentang penemuannya, memilih untuk menyimpannya sebagai rahasia.Juned baru saja memasukka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • Tukang Pijat Super   Bab 147

    Namun, setelah beberapa detik berlalu, tubuh Alisa tetap tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Ia hanya menelan jamur itu sepenuhnya lalu duduk kembali sambil mengelus perutnya."Aku baik-baik saja, kok," katanya dengan suara tenang. "Nggak ada yang aneh atau berbeda. Rasanya juga biasa aja."Juned menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri dari kekhawatirannya. "Syukurlah kamu nggak kenapa-kenapa. Tapi lain kali, jangan bertindak sembarangan begitu, Alisa. Yang diceritakan Pak Darma itu belum ada kebenarannya."Alisa menunduk sedikit, merasa bersalah. "Maaf, Mas Juned. Aku cuma penasaran aja. Lagipula, kalau itu beneran jamur yang katanya punya kekuatan, aku juga ingin tahu rasanya."Pak Darma, yang masih memandang Alisa dengan serius, berkomentar, "Mungkin jamur itu memang hanya mitos belaka, Mas Juned. Atau bisa juga, jamur itu baru bekerja di kondisi tertentu, atau hanya pada orang tertentu."“Baiklah, aku akan mengantarmu pulang, Alisa.” Kata Juned dengan tegas.Alisa langsung

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Tukang Pijat Super   Bab 148

    Marina tersenyum tipis, berusaha menenangkan suasana. “Tidak, Juned. Aku hanya teringat sesuatu, tapi mungkin tidak ada hubungannya. Lagi pula, jamur seperti itu bisa saja tumbuh di mana saja, kan?”Juned semakin penasaran dengan ucapan Marina, “Memang kamu teringat dengan Apa? Kau juga pernah mendengar cerita seperti yang diceritakan Pak Darma?” Desak Juned.Marina menghela napas panjang, “Pak Darma? Cerita apa? Aku hanya teringat tentang sup jamur yang dulu sering dibuat oleh ibuku, sangat enak sekali.” Marina terlihat gugup, tangannya mencoba mengusap kepala Alisa agar menghilangkan rasa gugupnya.“Oh hanya itu, baiklah kalau begitu.” Kata Juned sambil berdiri lalu melangkah ke Jendela.Marina menoleh ke arah Juned yang kini berdiri di dekat Jendela. “Lupakan perihal jamur yang dimakan Alisa. Yang penting dia sekarang kelihatan baik-baik saja.” Kata Marina.“Marina, apa kamu percaya kalau semua yang terjadi di dunia ini karena kebetulan?” Tanya Juned sambil tetap menatap ke luar j

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Tukang Pijat Super   Bab 149

    “Ah tidak apa-apa. Aku akan mengantar Alisa pulang ke rumah.” Kata Juned saat tersadar dari lamunannya.“Iya lebih baik kamu antar dia pulang, keluarganya pasti khawatir dengan Alisa.” Balas Marina.Alisa hanya diam saja mendengarkan percakapan Juned dan Marina.Kemudian Juned keluar rumah sambil di ikuti oleh Alisa.“Alisa, kalau ada apa-apa, kamu bilang ke aku, ya. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa lagi,” kata Juned sambil membantu Alisa naik ke motor.Alisa mengangguk lemah. Wajahnya masih sedikit pucat, tapi ia tidak mengeluh. Juned menghidupkan motor dan memulai perjalanan menuju rumah Alisa.Di sepanjang perjalanan, Juned mencoba mencairkan suasana dengan mengajaknya berbicara. “Kamu tinggal sama siapa di rumah? Ayah dan ibumu pasti khawatir tadi,” tanya Juned.“Aku tinggal sama ayahku. Ibu sudah meninggal beberapa tahun yang lalu,” jawab Alisa pelan.Juned mengangguk dengan simpati. “Oh, begitu. Kalau begitu nanti aku mau sekalian minta maaf sama ayahmu karena kejadian ini.”

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Tukang Pijat Super   Bab 150

    Marina menatap Juned dengan mata yang sayu, “Maksudmu Siti, Ratih, dan Pak Darma? Kamu tenang saja Juned.”Saat Marina memeluk Juned dengan erat, suasana di dalam kamar semakin intens. Marina mendekatkan wajahnya ke Juned, dan mereka hampir berciuman. Namun tiba-tiba, pintu kamar terbuka.Ratih berdiri di ambang pintu dengan ekspresi kaget sambil membawa kain pel. "Astaga, maaf, Mas Juned... Bu Marina... Saya nggak sengaja!" katanya dengan gugup, langsung menutup pintu kembali.Juned melompat mundur, terkejut dengan situasi yang memalukan itu. Wajahnya memerah, sementara detak jantungnya berdegup kencang. Namun, reaksi Marina sangat berbeda.Dengan santai, Marina menghela napas panjang sambil mengusap rambutnya yang tergerai. "Ratih, tunggu sebentar," katanya dengan nada tenang, berjalan mendekati pintu.Ratih membuka pintu sedikit, wajahnya masih terlihat tegang. "Iya, Bu. Maaf banget tadi saya nggak sengaja masuk.""Sudah, nggak apa-apa. Daripada minta maaf terus, mending kamu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Tukang Pijat Super   Bab 151

    Juned yang awalnya terkejut lebih memilih untuk membiarkan saja.Sementara Siti terus memandang ke arah Ratih yang menunduk dengan raut wajah yang menunjukkan rasa sesal. “Nggak usah, Mas. Kami makan nanti aja di belakang,” jawab Ratih dengan nada pelan.Juned menggeleng. “Nggak ada nanti-nanti. Sekarang aja. Lagian, aku juga nggak nyaman makan sendirian. Biar lebih, panggil sekalian Pak Darma ke sini, ya.”Siti tersenyum tipis. “Pak Darma? Tapi—““Nggak pake tapi-tapian,” potong Juned sambil tertawa kecil. “Ayo, Ratih, panggil Pak Darma. Kalau nggak, saya yang manggil.”Setelah terus dipaksa, akhirnya Ratih dan Siti mengalah. “Baik, Mas. Kami panggil Pak Darma dulu,” kata Ratih sebelum menuju ke luar untuk memanggilnya.Tak lama, Pak Darma masuk ke ruang makan dengan wajah sedikit bingung. “Ada apa, Mas Juned?” tanyanya.Juned tersenyum dan menunjuk kursi di meja makan. “Pak Darma, duduk sini. Kita makan bareng. Jangan biarkan saya makan sendirian, dong.”Pak Darma tertawa kecil, t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Tukang Pijat Super   Bab 152

    Ratih berdiri mematung sejenak, berusaha menenangkan pikirannya. Namun, rasa penasaran dan sedikit gugup membuatnya tak bisa fokus pada pekerjaan membereskan meja makan. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya ingin Juned bicarakan dengannya malam ini.Ratih masuk ke kamar Juned dengan langkah ragu. Wajahnya memancarkan kecemasan yang sulit ia sembunyikan. Pintu kamar terbuka sedikit, namun Juned yang duduk di tepi tempat tidur dengan santai segera berkata, “Tutup pintunya, Ratih. Jangan lupa dikunci.”Dengan tangan yang gemetar, Ratih mematuhi perintah itu. Ia merasa aneh, namun tidak punya keberanian untuk menolak. Setelah pintu terkunci, ia berdiri di tempatnya, tak berani mendekat.Juned menatapnya dari ujung kepala hingga kaki, lalu berkata, “Coba kamu berdiri di tengah ruangan. Aku mau lihat sesuatu.”Meski hatinya penuh kebingungan, Ratih melangkah ke tengah ruangan. “Mas, ada apa? Apa ada yang salah dari saya?” tanyanya dengan nada gugup.“Tidak, kamu nggak salah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Super   Bab 160

    Juned mengangguk. “Baik, Win. Kalau begitu, aku sarankan untuk membuka baju agar pijatannya lebih efektif.”Winda terlihat tanpa ragu, lalu bertanya, “Jilbabnya bagaimana, perlu dilepas juga?”Juned mempertahankan nada tenangnya. “Tidak perlu juga tidak apa-apa, Winda. Aku bisa menyesuaikan.”Winda mengangguk sambil tersenyum genit. “Baiklah, kalau begitu.”Dia membuka bajunya, menyisakan pakaian dalam dan jilbab yang masih dikenakannya. Juned mengambil kain penutup yang tak jauh darinya dan menutupi bagian tubuh Winda yang tidak sedang dipijat, menjaga profesionalitasnya.“Silakan tiduran tengkurap, Winda, biar aku mulai dari punggung dulu,” kata Juned.Winda mengikuti arahan Juned. Dia tampak nyaman, meskipun sesekali melirik pintu yang sedikit terbuka, memastikan suasana tetap aman dan terkendali. Juned mengoleskan minyak pijat di telapak tangannya dan mulai memijat punggung Winda dengan gerakan lembut namun bertenaga. Dia memusatkan perhatian pada otot-otot yang terasa kaku, men

  • Tukang Pijat Super   Bab 159

    Setelah menghabiskan waktu di wahana, Marina langsung mengarahkan mobilnya ke sebuah kompleks perumahan yang terlihat cukup elit. Sepanjang perjalanan, Juned hanya duduk diam sambil memikirkan apa yang akan terjadi. Marina, seperti biasanya, terlihat santai dan penuh percaya diri.“Ayo, Juned, jangan kelihatan gugup begitu,” kata Marina sambil tertawa kecil. “Winda orangnya ramah, kok. Dia nggak bakal bikin kamu canggung.”“Ramah? Atau terlalu ramah?” Juned mencoba melontarkan candaan untuk menutupi rasa gugupnya.Marina tersenyum tipis tanpa menjawab, hanya memusatkan perhatian pada jalan di depan. Tak lama kemudian, mereka tiba di depan sebuah rumah besar dengan desain modern. Marina mematikan mesin mobil dan berbalik ke arah Juned. “Kita sudah sampai. Jangan bikin aku malu, ya,” katanya sambil mengedipkan mata.Juned mengangguk pelan, lalu mereka berdua keluar dari mobil. Marina turun dari mobil lebih dulu, lalu mengetuk pintu rumah.Beberapa saat kemudian, pintu terbuka, dan seor

  • Tukang Pijat Super   Bab 158

    Marina berbalik ke arah Juned dengan tertawa kecil sambil memandangnya. “Juned, aku dan suamiku punya hubungan yang... cukup unik. Kami menikah bukan karena cinta, tapi karena urusan bisnis keluarga. Jadi, baik aku maupun dia nggak pernah terlalu peduli soal kesetiaan atau urusan seperti ini.”Juned tampak bingung dengan jawaban itu. “Jadi... suamimu akan tahu kalau kamu...”Marina mengangguk sambil memotong ucapannya. “Aku yakin dia tahu, Juned. Lagipula, aku juga tahu pasti dia melakukan hal yang sama. Dia sering ke luar negeri untuk urusan bisnis, dan aku tahu dia punya wanita lain di sana. Kami tidak pernah mempermasalahkan itu.”Juned hanya terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya. “Tapi... kenapa kamu tetap bertahan dalam pernikahan seperti itu?”Marina menarik napas panjang sebelum menjawab. “Karena aku nggak menikah untuk cinta, Juned. Pernikahan ini hanya sebuah perjanjian antara dua keluarga besar. Aku tahu ini mungkin terdengar aneh untukmu, tapi begitul

  • Tukang Pijat Super   Bab 157

    Suara mereka menggema di tengah ruangan itu, diredam oleh kebisingan aktivitas di luar. Hingga waktu berlalu tanpa terasa, mereka mencapai puncak kenikmatan yang seolah mampu menggenggam lautan.“Juned bagaimana kalau kita pergi ke taman hiburan hari ini?” Tanya Marina lirih sambil menutup keindahan tubuhnya dengan pakaiannya.Juned hanya mengangguk perlahan sambil memakai pakaiannya.“Nanti malam aku akan menemukanmu dengan Bu Ratna, pemilik PT Cakra Buana.” Lanjut ucap Marina.Juned langsung menoleh ke arah Marina dengan tatapan tajam. “Kenapa ada agenda bertemu dengan Bu Ratna?” Juned menunjukkan wajah bingungnya.Marina yang melihat wajah Juned justru malah tersenyum. “Dia ingin mencoba sesuatu dari kamu, untuk memastikan apa kamu layak membuka usaha di tempat ini.”Juned semakin bingung dia berdiri sambil menatap sekeliling ruangan di sana. “Aku tak mengerti maksudmu, Marina.”“Sudahlah jangan terlalu di pikirkan, kamu nikmati saja semua yang ada di depanmu. Yang penting s

  • Tukang Pijat Super   Bab 156

    Juned duduk di salah satu kursi di ruko itu, memandangi ruang kosong yang akan diubah menjadi tempat pijat. Wajahnya tampak penuh keraguan. Dia menghela napas panjang, mencoba mencerna semuanya.Marina yang memperhatikan raut wajah Juned langsung mendekat dan duduk di sampingnya. “Kamu masih ragu, ya?” tanyanya dengan nada lembut.Juned menunduk, mengangguk pelan. “Aku nggak tahu, Marina. Apa aku benar-benar bisa menjalankan tempat ini? Aku memang tahu cara memijat, tapi mengelola usaha seperti ini... aku nggak pernah punya pengalaman.”Marina tersenyum, menepuk bahunya dengan penuh keyakinan. “Dengar, Juned. Keahlian memijatmu itu luar biasa. Aku yakin banyak orang yang akan datang ke sini kalau kita buat tempat ini nyaman dan profesional. Yang penting kamu percaya diri dulu.”Juned mengangkat wajahnya, menatap Marina yang begitu yakin. “Tapi... semua ini terlalu besar buat aku. Bagaimana kalau aku gagal?”“Kalau gagal, kita bangkit lagi,” jawab Marina tegas. “Tapi aku yakin kamu ngg

  • Tukang Pijat Super   Bab 155

    Marina tersenyum tipis, mencoba tetap tenang. “Kami sedang melihat kemungkinan untuk menyewa ruko ini. Kamu siapa, ya?”Marko tertawa kecil, seolah mengejek. “Aku salah satu manajer di PT Cakra Buana, pemilik properti ini. Jadi, aku berhak tahu siapa yang tertarik untuk menggunakan tempat ini,” katanya dengan nada arogan.Juned memperhatikan Marko dengan tatapan datar. Dia tahu sifat Marko yang sombong dan suka meremehkan orang lain, tapi dia memilih untuk tidak menanggapi.Marko melanjutkan dengan nada sinis, “Jujur saja, aku nggak yakin kalian bisa bikin sesuatu yang sukses di tempat ini. Tempat ini butuh manajemen yang profesional, bukan... ya, kalian paham maksudku, kan?”Marina tetap tenang, meski nada Marko jelas-jelas merendahkan mereka. “Terima kasih atas masukannya. Kami sudah punya rencana yang jelas untuk tempat ini, dan kami yakin itu akan berhasil,” jawab Marina dengan tegas namun sopan.Marko mengangkat alis, seolah terkejut mendengar ketegasan Marina. “Oh, jadi kam

  • Tukang Pijat Super   Bab 154

    Marina tersenyum tipis. “Aku akan jelaskan nanti saat kita di jalan. Sekarang, habiskan makananmu dulu. Aku tunggu di luar.”Juned mulai memasukkan nasi ke dalam mulutnya, “Kamu gak ikut makan dulu, Mar. Biar aku bilang ke Siti untuk mengambilkan makanan buat kamu.”“Gak usah, Juned. Aku sudah sarapan tadi di rumah.” Kata Marina menolak dengan halus.Juned menatap Marina yang bangkit dari kursinya dan berjalan keluar rumah tanpa menjelaskan lebih jauh. Rasa penasaran mulai menguasai pikirannya, tetapi ia memilih untuk tidak banyak bertanya untuk saat ini.Setelah menghabiskan nasi gorengnya, Juned bergegas menuju kamar untuk bersiap-siap. Saat keluar, ia melihat Marina sedang berdiri di dekat mobilnya, menunggunya dengan sabar.“Kamu yakin ini penting?” tanya Juned saat ia menghampirinya.“Percaya saja padaku, Juned,” jawab Marina sambil membuka pintu mobil. “Ayo, masuk.”Juned masuk ke dalam mobil, dan Marina langsung menginjak pedal gas. Di sepanjang perjalanan, Marina tetap

  • Tukang Pijat Super   Bab 153

    “Mas, apa yang terjadi?” tanya Ratih sambil duduk di ranjang, kini Ratih mulai cemas.Juned menutup jendela kembali dan menatap Ratih. “Tadi aku lihat seseorang mengintip dari luar. Tapi sekarang dia sudah nggak ada.”Wajah Ratih langsung memucat. “Mas, jangan-jangan ada yang melihat kita berdua begituan tadi.”Juned menggeleng, masih mencoba memikirkan kemungkinan lain. "Aku nggak tahu. Bisa jadi seperti itu.”Ratih terlihat ketakutan, namun ia mengangguk pelan. “Mas, bagaimana kalau itu Mbak Siti atau Pak Darma?”Juned mendekat ke arah Ratih, lalu memeluk tubuh wanita itu dengan lembut. “Kamu tenang saja, aku yang akan menyelesaikan semua ini.”Dalam pelukan Juned, tubuh Ratih mulai tenang. Setelah mengetahui ada yang mengintip mereka berdua memilih untuk menghiraukan hal itu.“Mas Juned.” Kata Ratih dengan lirih.Juned menatap wajah manis Ratih dengan tatapan yang teduh. “Ada apa, Ratih?”“Barang kamu enak banget, Mas. Bolehkah aku tidur di kamarmu malam ini?” tanya Ratih y

  • Tukang Pijat Super   Bab 152

    Ratih berdiri mematung sejenak, berusaha menenangkan pikirannya. Namun, rasa penasaran dan sedikit gugup membuatnya tak bisa fokus pada pekerjaan membereskan meja makan. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya apa yang sebenarnya ingin Juned bicarakan dengannya malam ini.Ratih masuk ke kamar Juned dengan langkah ragu. Wajahnya memancarkan kecemasan yang sulit ia sembunyikan. Pintu kamar terbuka sedikit, namun Juned yang duduk di tepi tempat tidur dengan santai segera berkata, “Tutup pintunya, Ratih. Jangan lupa dikunci.”Dengan tangan yang gemetar, Ratih mematuhi perintah itu. Ia merasa aneh, namun tidak punya keberanian untuk menolak. Setelah pintu terkunci, ia berdiri di tempatnya, tak berani mendekat.Juned menatapnya dari ujung kepala hingga kaki, lalu berkata, “Coba kamu berdiri di tengah ruangan. Aku mau lihat sesuatu.”Meski hatinya penuh kebingungan, Ratih melangkah ke tengah ruangan. “Mas, ada apa? Apa ada yang salah dari saya?” tanyanya dengan nada gugup.“Tidak, kamu nggak salah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status