Share

32. Dia bukan ayahku!

Author: Lefkilavanta
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Julian tersenyum miring. “Kamu mirip sekali dengannya jika begini.”

“Aku ingin menanyakan ....”

Bugh! Julian menjejak Julio hingga jatuh tersungkur ke lantai. Jenar terkejut mendapati adegan itu di depan matanya sendiri.

“Sudah berapa kali papa bilang untuk tidak memancing perhatian dan permasalahan?” Dia berkacak pinggang dengan tatapan penuh marah.

“Hanya satu tahun, sampai papa bisa mengirim kamu ke luar negeri untuk  menjalankan bisnis papa yang ada di sana!” Julio habis kesabarannya.

Julio menyeringai. Dia bangkit perlahan-lahan sembari memegangi dadanya yang sesak. Kemeja biru mudanya kotor bekas jejak alas sepatu milik Julian.

“Hampir membunuh Martin?” Julian tertawa gila. “Kamu serendah itu sampai tidak bisa menahan emosi kamu?”

Jenar mendekati Julian. Na

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   33. Anak pembunuh

    Jenar menutup pintu dengan hati-hati. Ini adalah kali pertama dia menyambangi kamar tidur milik putra tirinya.“Kamu belum makan,” ucap Jenar berjalan mendekatinya.Suara Jenar memang lirih, tetapi karena ruangan sepi, Julio bisa mendengarnya dengan jelas.“Aku juga membawakan obat-obat untuk luka kamu, sepertinya parah,” imbuh Jenar. Dia meletakkan nampan di sudut ranjang, tidak jauh dari tempat Julio duduk meratapi kejadian malam ini.“Julio?” Jenar memanggilnya lagi, kali ini dengan volume diperbesar. “Aku sedang tidak berbicara dengan tembok atau bayanganmu.”“Jika papa yang menyuruh kamu datang, maka pergi saja. Itu tidak mempan untukku.”Jenar malah tertawa ringan. “Papamu malah menyuruhku menguncimu dari luar. Katanya untuk berjaga-jaga kamu keluar padahal di luar sedang gerimis.&r

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   34. Gadis berandalan

    “Kamu sepertinya puas dengan apa yang sudah kamu perbuat.” Jasmine memotong langkah kaki milik Jenar yang baru saja keluar dari kamar Julio.Jasmine bersandar di sisi tangga naik lantai atas, memandang Jenar yang sedikit terkejut dengan kehadirannya di sana.Jenar berusaha untuk mengabaikan Jasmine. Dia tidak mau memulai perdebatan dengan siapa pun kali ini. Semuanya sudah cukup runyam, dia tidak tahu harus apa lagi setelah gagal membujuk Julio.“Kenapa harus berusaha sampai sejauh ini?” Jasmine terus berusaha menghentikan langkah kaki Jenar. Sekarang, dia berjalan mendekatinya.“Kamu masih berpikir kalau kita akan menerima kamu sebagai pengganti Mama Luce di sini?” Jasmine menyeringai di depan Jenar. “Jangan bermimpi terlalu tinggi, Jenar. Kekacauan hari ini sudah membuktikan bahwa kamu payah dalam melakukan sesuatu untuk kita.”

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   35. Ibu dan anak tiri

    Jenar berlari menyusuri lorong bangunan satpol PP. Ada sebuah panggilan yang masuk. Meskipun tidak langsung ditujukan padanya, tetapi ibu mana yang tidak khawatir ketika mendapati putrinya ditangkap pihak keamanan? Meskipun hanya ibu sambung, tetapi Jenar ada berusaha mati-matian untuk menjadi Ibu bagi Jasmine."Permisi." Jenar terengah-engah ketika dia berdiri di ambang pintu. "Saya ibu siswi bernama Jasmine," aku Jenar. Pandangan matanya berputar menyusuri ruangan. Ternyata bukan hanya Jasmine yang ada di sini, berapa pelajar berseragam sama duduk di pojok ruangan.Jenar menghela nafas. "Di mana putriku?"Seorang petugas menghampirinya. "Anda wali saudari Jasmine?" tanyanya. Petugas itu kembali memastikan.Jenar manggut-manggut. "Saya ibunya.""Jasmine terus bersikeras kalau kita harus menghubungi ibunya, tetapi nomor yang dia berikan tidak aktif. Jadi kami memutuskan untuk menghubungi pihak sekolah." Petugas itu tersenyum pada Jenar. "Petugas sekolah memberikan nomor rumah pada ak

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   36. Kisah Jalanan

    "Jangan menjelekkan nama Mama Luce!" Jasmine membentak Jenar yang ada di depannya. "Aku peringatan sama kamu sekali lagi untuk tidak menyebut namanya sembarangan.""Katakan padaku apa yang kamu banggakan dari dia hari ini?" Jenar terus memprovokasinya. "Dia bahkan tidak bisa datang untuk membantumu, dia lebih mementingkan pekerjaannya daripada keselamatan putrinya.""Karena dia adalah wanita yang hebat Jadi dia adalah wanita yang sibuk!" Jasmine terus berusaha untuk membela ibunya. Baginya, apapun yang dilakukan oleh Luce selalu benar di mata Jasmine. Jasmine menyeringai pada Jenar. "Jika memang kamu tidak ikhlas membantuku, maka aku akan mengganti rugi waktumu. Berapa uang yang kamu minta?" tanyanya. Jasmine merogoh saku rok yang dia kenakan."Kalau kurang aku akan meminta—""Jika aku tidak datang, maka kamu tidak akan keluar dari penjara itu." Jenar memotong aktivitas Jasmine.Sekarang ini pandangan matanya dipenuhi dengan kekecewaan. Jenar tidak menyangka kalau Jasmine akan keras

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   37. Cinta bertepuk sebelah tangan

    Dua cup Espreso berukuran besar dipesan untuk menemani pertemuan Jenar dan Alif. Pemuda ini banyak berubah, padahal baru beberapa minggu mereka tidak saling bersua. "Gimana kabar kamu, Lif?" Jenar yang memulai. "Kamu tambah tinggi saja." Alif terkekeh pelan. "Ya, begitulah, Mbak." Alif berbicara dengan nada pasrah. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi."Begitu bagaimana?" Jenar menyambung. Dia tidak puas dengan jawaban Alif. "Semuanya baik-baik saja kan?" Jenar berusaha memastikan. Alif menganggukkan kepala sekali. Dia tersenyum seadanya pada Jenar. "Setelah Mbak Jenar pindah, aku jadi kesepian karena rumah sebelah aku kosong."Jenar tersenyum. Baginya, Alif adalah remaja polos. Dia menjalani kehidupan layaknya seperti remaja pada umumnya. Hidup Alif sedikit tragis, ditinggal ibu dan hanya bersama ayah yang jarang pulang. Dia tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua. "Sarah tidak pernah datang ke rumah?" tanya Jenar. "Aku memberi kunci cadangan padanya. Jaga-jaga kalau dia ber

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   38. Kabar buruk malam ini

    Malam dengan suasana gerimis yang khas. Jenar duduk di serambi rumah sembari menikmati secangkir teh manis. Tiba-tiba saja kedatangan Jasmine membuyarkan fokusnya.“Soal apa yang terjadi tadi siang.” Jasmine berbicara dari ambang pintu.Jenar menoleh padanya. “Tadi siang?” Dia berpura-pura tidak tahu. Jenar memandang wajah Jasmine yang lesu. Dia sepertinya bisa menebak tujuan Jasmine mendatanginya malam ini.“Jangan pura-pura lupa.” Jasmine sedikit membentak. Dia menyimpan kesal di dalam hatinya.Jenar manggut-manggut. “Tentu saja. Aku ingat semuanya.” Jenar tertawa kecil. “Kamu datang karena kamu mau minta maaf sama aku?”“Jangan harap!” Jasmine langsung menyanggah. “Aku tidak salah dan aku tidak akan minta maaf.”Jenar menggelengkan kepalanya. “Kamu bersalah, Jasmine. Bolos sekolah adalah kesalahan.” Jenar menimpali dari tempat duduknya.

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   39. Keadaan Julio

    Jenar berlarian menyusuri koridor rumah sakit. Dia mencari mencari resepsionis untuk bertanya keberadaan Julio. Setelah Jenar sampai di depan meja resepsionis, dia langsung bertanya. "Saya ingin bertanya tentang Julio." Jenar berbicara dengan nafas yang tersengal-sengal. Dia langsung mengoreksi setelah mendapati perubahan ekspresi wajah petugas resepsionis. "Maksud saya adalah pasien yang datang karena kecelakaan motor beberapa menit yang lalu," ubah Jenar. "Atas nama siapa, Bu?" tanya petugas. "Biar saya bantu cari.""Julio ...." Jenar lupa kalau dia bahkan tidak mengenal nama panjang putranya sendiri. "Atas nama Julio. Dia baru datang beberapa menit yang lalu.""Baik, Bu. Saya akan bantu cari," jawab petugas dengan begitu lembut.Jenar tidak bisa diajak kompromi saat ini. Dia terlalu panik dan khawatir. "Tolong cepat.""Kamu benar-benar datang?" Suara Julio membuyarkan fokus Jenar.Jenar langsung menoleh pada Julio. Dia terkejut mendapati keadaan putra dirinya itu. "Julio!" Jen

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   40. Anak tiri yang menawan

    "Makanlah. Setelah itu kita pulang ke rumah." Jenar fokus dengan sepiring nasi goreng telur di depannya. Jenar mengimbuhkan. "Aku sudah menghubungi papa kamu. Dia yang akan mengurus motor kamu di bengkel," pungkas Jenar.Julio hanya memandang sepiring nasi goreng di depannya. Tidak ada aksi yang dia berikan. Dia bahkan tidak menjawab semua kalimat Jenar. Jenar menoleh ke arah Julio. "Kenapa kamu tidak makan nasi gorengnya?" "Kamu masih keras kepala tidak mau makan denganku?" Jenar langsung menyimpulkan. "Haruskah aku yang pergi dari sini dan membiarkan kamu makan sampai selesai?""Julio. Aku—""Kamu tidak lihat tangan kananku terluka?" Julio langsung menimpali.Jenar terdiam dalam satu waktu. Dia memandang keadaan Julio, lalu menganggukkan kepalanya. "Maafkan aku."Jenar tiba-tiba saja menarik piring makan Julio. Julio memandangnya dengan sedikit heran. "Aku suapi," kata Jenar. Dia sudah menodongkan sendok berisi nasi goreng tepat di hadapan mulut Julio. Julio memandangnya sejena

Latest chapter

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   154. Ending : Keputusan Akhir

    Dua cangkir teh menemani diamnya mereka. Jenar tiba-tiba ingin berbicara serius, padahal kedatangan Julio hanya ingin melihat putranya. "Aku membelikan mainan baru," kata Julio mencoba untuk menghilangkan rasa canggung itu. "Aku tahu kalau putra kita belum bisa bermain, aku hanya ingin membelikannya saja."Julio seakan takut penolakan dari Jenar. "Aku juga merindukan putraku. Aku kebetulan lewat sini, jadi aku langsung mampir," ucapnya lagi. Jenar tersenyum. "Kamu baru datang kemarin. Bagaimana bisa merindukannya secepat itu? Kamu baru pulang dari rumah ini kemarin malam, belum ada satu hari."Julio manggut-manggut. "Rasanya sudah lama sekali tidak melihatnya," celetuknya."Julio, aku ingin ....""Aku tahu kalau aku berlebihan." Julio tiba-tiba memotong kalimat Jenar. "Aku tahu kalau tidak seharusnya aku datang setiap hari dan memberikan itu semua."Julio menghela napas. "Namun, seberapa kuat kamu menolak, itu tetap putraku.""Aku tetap punya hak untuk datang dan melihatnya. Member

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   153. Bimbang

    Luce's N Property, Jakarta.Jenar duduk sembari memandang keadaan sekitarnya. Suasana begitu asing ketika dia memutuskan untuk masuk ke dalam tempat ini. "Jadi, kamu datang untuk apa?" Luce menyambutnya dengan sedikit aneh, tatapan mata tidak suka melihat Jenar datang tiba-tiba. "Kebetulan aku sibuk hari ini."Jenar tersenyum seadanya. Kepalanya manggut-manggut ringan. "Maaf, karena aku mengganggumu hari ini, Nyonya Luce.""Jadi?" Luce mendesak Jenar untuk segera berbicara. Jujur saja, dia juga penasaran.Jenar menundukkan pandangan mata. Keraguan menyerbu dirinya. Sekarang, Jenar menyesali keputusannya datang kemari tanpa keyakinan dalam hatinya. "Kenapa malah diam?" Luce memecah keheningan. "Sudah aku bilang kalau aku sibuk hari ini. Jika kamu memang tidak ....""Ini tentang Julio." Jenar memberanikan diri untuk menatap Luce. "Sudah sejak beberapa hari yang lalu ketika dia memutuskan untuk pulang ke Indonesia."Luce mengangguk sekali. "Lantas?""Aku yang menyuruhnya untuk pulang k

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   152. Pertimbangkan!

    Jenar dikejutkan dengan kedatangan Jasmine pagi ini. Gadis itu membawa setumpuk buku yang tebal dan terlihat begitu berat. Jasmine meletakkannya di atas meja, lalu tersenyum pada Jenar."Kamu bisa membaca ini." Jasmine duduk di tengah sofa. Memberi perintah Jenar untuk duduk bersamanya.Jenar hendak pergi, sebenarnya. Sayang sekali, gadis ini membuatnya tertahan. Dia harus menunda kepergiannya, mungkin untuk beberapa menit hingga jam ke depan."Ayo duduk." Jasmine memberi perintah lagi sembari mengetuk meja di depannya. "Aku yakin ini akan menjawab keraguanmu."Jenar memandangnya tak mengerti. Namun, dia tidak punya pilihan lain untuk menurutinya. Jenar terpaksa duduk dan meladeni Jasmine hari ini. "Apa yang kamu maksudkan?" Jenar membuka salah satu buku di depannya. Alangkah terkejutnya Jenar, ketika dia melihat biodata Julio yang membuka halaman pertama. Jenar memandang Jasmine lagi. "Apa-apaan ini?" tanyanya. "Kenapa kamu memberi buku seperti ini padaku?""Bukan hanya satu, di ba

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   151 Lamaran

    Jenar ingin sekali mengusirnya, tetapi dia tidak tega melakukan itu. Bukan soal Julio, tetapi bagaimana perasaan putranya? "Dia tampan sekali," gumam Julio sembari mengusap lembut pipi putranya dengan ujung jarinya. "Dia mirip denganmu."Jenar hanya berdiri di ambang pintu. Kepalanya sesekali menunduk, padahal dia tidak salah apapun. "Sudah memberi nama?" tanyanya. Julio menoleh ke arah Jenar. Jenar menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu nama yang bagus untuk dia."Julio terkekeh. "Lalu selama ini kamu memanggilnya bagaimana?"Jenar lagi-lagi menggelengkan kepalanya. Sekarang dia tidak berucap sepatah kata pun. Julio menatap putranya lagi. "Bolehkah aku yang memberi nama? Aku sudah memikirkannya sejak turun dari pesawat.""Perjalanan kemari aku menyusun nama panjang untuknya," kata Julio lagi. Keduanya saling memandang.Jenar manggut-manggut. "Itu adalah putramu juga.""Bayu Kalandra Joe." Julian menoleh pada Jenar lagi. "Kita bisa memanggilnya Bayu."Jenar langsung mengembangkan

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   150. Dia Kembali!

    Hari demi hari berlalu begitu saja. Jenar hanya berharap keadaan jauh lebih baik. Dia hanya ingin membesarkan putranya tanpa harus memberi penderitaan pada bayi kecil tak bersalah itu. "Jenar!" Jasmine memanggilnya. Jenar yang hendak masuk ke dalam rumah, harus kembali terhenti. Dia menyambut kedatangan Jasmine dengan senyuman."Baru pulang sekolah?" Jenar menatap penampilan gadis itu. Seragam sekolah masih rapi membungkus tubuhnya. Jasmine menganggukkan kepala. "Begitulah." Sekarang dia lebih lunak pada Jenar. Toh juga tidak ada yang perlu ditutupi, dia mulai mengakui segalanya. "Aku tadi lewat toko kue, aku beli satu buat kamu." Jasmine menyodorkan kue dalam kantung plastik hitam. "Kamu suka keju kan?"Jenar mengembangkan senyum di atas bibirnya. "Makasih banyak.""Kalau kamu belum makan siang, kamu bisa makan di sini dulu." Jenar menawarkan. "Aku buat ayam tepung."Jasmine menganggukkan kepala. "Bolehkah?" "Tentu saja. Kamu boleh menghabiskan semuanya." Jenar tertawa kecil semb

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   149. Negosiasi Tanpa Akhir

    "Aku tidak bisa menemui Julio." Jenar menundukkan pandangan mata. Rasa bersalah masih menguasai dirinya acap kali melihat Julian. Julian tersenyum dan menyeruput teh yang dibuatkan Jenar untuknya. Kepalanya mengangguk, bukan berarti dia menyetujui kalimat Jenar. Julian hanya berusaha memahami perasaannya. "Lebih tepatnya kamu tidak mau, kan?" tanya Julian. "Benar kata Jasmine, ternyata kamu berusaha kabur dari kesalahanmu."Jenar tidak menyangka akan mendengar kalimat seperti itu dari mulut Julian. Julian meletakkan cangkir teh di atas meja. "Katanya kamu mau pergi keluar Jakarta. Kamu tidak akan kembali dan kamu meminta Jasmine untuk membantu kepergianmu secara diam-diam."Jenar tidak bisa menjawab. Dia mengaku salah."Apa yang kamu inginkan dari keputusan itu?" tanya Julian. "Kamu menginginkan ketenangan?"Jenar menggelengkan kepalanya tak yakin. "Jangan-jangan kamu berpikir, kalau kamu akan terbebas dari dosa jika pergi dari Jakarta," kekeh Julian pelan. "Aku pikir kamu tidak s

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   148. Masih Peduli

    Beberapa hari kemudian. Jenar meletakkan tas jinjing di atas meja, sedangkan Sarah sibuk menurunkan barang-barang dari taksi yang mengantar mereka pulang ke rumah. Jenar lega, akhirnya dia kembali mencium aroma rumah. Suasana rumah sakit benar-benar membosankan untuk dirinya."Aku harus kembali kerja setelah makan siang," ucap Sarah. "Aku sudah libur beberapa hari untuk menunggu kamu di rumah sakit. Aku tidak bisa libur lagi."Jenar menganggukkan kepalanya paham. "Maaf, karena aku jadi merepotkan kamu."Jenar menggelengkan kepalanya. "Kamu seharusnya bisa fokus pada pekerjaan kamu.""Tidak masalah." Sarah meliriknya. "Aku juga tidak akan bisa fokus kerja kalau meninggalkan kamu sendirian.""Sekarang aku jadi bisa lebih fokus, kamu sudah pulang." Sarah menutup kalimatnya. Dia menata barang-barang itu di sudut ruangan.Jenar tersenyum manis. "Makasih, Sar." "Sama-sama." Sarah menyelesaikan aktivitasnya. Dia berjalan mendekati Jenar. Jari jemarinya mengusap wajah tampan bayi di atas g

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   147. Tentang Ayah Kandung

    Rumah sakit persalinan, Jakarta.Tidak ada yang berani berbicara. Sarah melirik Jenar sesekali, kembali menunduk dan bermain dengan jari jemarinya. Helaan napas sesekali terdengar begitu berat dan penuh beban. Kenyatannya, tidak ada yang berani menghadapi keadaan yang ada. "Haruskah aku mengabari Julio?" Sarah memberanikan diri. Pandangan matanya tak lepas dari Jenar. "Aku akan ....""Bisakah besok kita pulang ke rumah?" Jenar memotongnya kalimat Sarah. Membalas tatapan temannya itu dengan sendu. "Aku ingin pulang."Sarah meraih tangan Jenar. "Jika karena biaya, kamu tidak perlu khawatir. Pak Julian memasukkan semua tagihan atas nama perusahaannya.""Dia memang pria yang bisa diandalkan." Sarah tersenyum mantap sembari mengacungkan jempolnya. Semangatnya seakan diisi ulang. Jenar memandangnya dengan begitu iba. Seakan mengetahui maksud dari perubahan raut wajah temannya, Sarah langsung menurunkan jempolnya."Sorry," gumam Sarah. Jenar menghela napas panjang. "Aku berpikir untuk kem

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   146. Dialog Malam : Bukan Anakku

    Malam, kediaman Julian. Jasmine melirik Julian yang baru saja turun dari lantai atas. Pakaiannya sudah diganti dengan kaos seadanya dipadukan celana panjang kain berwarna cokelat muda. "Papa nggak menunggu Jenar di rumah sakit?" Jasmine bertanya, menyela dengan memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya. Julian menarik kursi di depan Jasmine. "Kamu makan jam segini, tidak takut gendut?" kekehnya. "Umumnya gadis seusia kamu menjaga pola makan di jam begini."Pria itu menatap piring yang penuh dengan nasi. "Sepertinya kamu lain.""Jangan coba-coba mengalihkan pembicaraan," jawab Jasmine. Dipandanginya Julian dengan saksama. "Papa hanya akan mengalihkan pembicaraan jika tidak suka dengan topiknya."Julian hanya tersenyum miring, sembari mengambil nasi di depannya."Aku kira Papa peduli dengannya." Jasmine berucap lagi. "Papa bahkan berlari dari luar kota kembali ke Jakarta, setelah mendengar Jenar melahirkan hari ini."Julian manggut-manggut. "Memang. Momen melahirkan hanya sekali kan?

DMCA.com Protection Status