Share

Bab 6

Author: yanticeudah
last update Last Updated: 2025-01-17 16:20:32

"Nay...plis maafkan aku, aku nggak mau kita pisah, aku akan berusaha berobat, kata orang bisa sembuh kok," ungkap Mas Dimas.

"Kalau memang bisa sembuh kenapa Mas tidak berobat dari dulu?" Tanyaku sinis.

"Udah Nay, cuma mungkin aku tidak terlalu yakin untuk berobat sampai sembuh," ungkapnya.

"Apa mungkin karena mamang nggak mau sembuh??" Pikirku. Jika Mas Dimas seperti ini aku tidak akan mendapatkan keturunan dari Mas Dimas.

Harus kah aku bertahan dan memberikan Mas Dimas kesempatan? Jika Mama dan Papaku tahu tentang Mas Dimas mereka pasti akan sangat terpukul.

"Aku tahu, aku sudah tak jujur pada mu dari awal, tapi aku tak bisa mengatakan padamu, karena takut kamu akan menolakku. Aku sudah terlanjur cinta saat pertama kali melihatmu Nay," ungkap Mas Dimas bersungguh-sungguh. Aku menatap netranya, mencari kesungguhan di sana.

Aku juga punya banyak pertimbangan untuk memutuskan hubungan pernikahan ini, Papa dan Mama pasti akan sangat malu karena mereka selalu membanggakan Mas Dimas di depan kerabat dan teman- temannya.

Aku menelan saliva berkali-kali, dengan harapan yang aku putuskan ini adalah yang terbaik.

"Baiklah, kita coba berobat dulu Mas," ungkapku dengan nada berat.

"Syukurlah," Mas Dimas menghampiriku dan memelukku.

"Terima kasih Nay... Aku tahu kamu akan menerima ini, aku belum mau bercerai denganmu, i love you sayang..." Ucap Mas Dimas, ia mengecup pucuk kepalaku dengan lembut.

Aku pun kembali luluh, karena besarnya rasa cintaku pada Mas Dimas. Mengalahkan rasa hati yang telah tercabik-cabik karena merasa dibohongi.

"Love you..too," balasku dengan suara serak.

~~~

Hari berlalu, aku merahasiakan aib suamiku ini pada Mama dan Papa juga keluarganya, aku tahu aku tak bisa menyimpan hal ini sendiri.

Namun, aku juga tak mau Mama dan Papa menjadi terpukul karena adanya masalah ini. Aku takut orang tuaku dan orang tua Mas Dimas akan ribut karena hal ini. Biarlah aku memberikan kesempatan pada Mas Dimas dulu, siapa tahu dengan pengobatan atau terapi Mas Dimas bisa sembuh.

Sore ini Mas Dimas akhirnya berangkat ke Bali karena urusan kerjaan, aku sudah menghubungi Mertuaku jika kami  tak jadi ke sana karena Mas Dimas harus ke luar kota karena pekerjaan.

Namun, ada sedikit hal yang mengganjal pikiranku, tak memperbolehkan aku ikut ke Bali juga? Aku tak mau berburuk sangka pada Mas Dimas, hanya saja hatiku selalu mengatakan ada yang tak beres soal Mas Dimas.

"Mas berangkat ya sayang..." Pamitnya padaku saat aku mengantarkannya ke bandara.

"Baik Mas, hati-hati, hari Senin Mas udah pulang kan?" Tanyaku.

"Insya Allah kalau kerjaannya udah beres," Ungkapnya sambil mengecup pipiku.

"Ya."

"Dimas! Dimas!" Seru seseorang dari kejauhan. Mas Dimas menoleh ke belakang  dan melambaikan tangannya,, aku menyipitkan mataku memperhatikan pria yang memanggil nama Mas Dimas.

"Itu siapa Mas?" Tanyaku.

"Oh dia itu Rendi, dia juga ikut ke Bali karena kami berdua satu tim," ungkap Mas Dimas.

"Oh, itu yang namanya Rendi itu," ungkapku.

"Yah, nanti kapan-kapan aku kenalin ya," ucap Mas Dimas sambil mengacak rambutku dan tersenyum.

"Ya udah, Mas berangkat ya!"

Aku mengangguk Mas Dimas pun berjalan meninggalkan aku menemui Rendi yang sepertinya sudah menunggunya dari tadi di bandara.

Hari Minggu aku mengajak Mela untuk bertemu, aku rasa Mela adalah teman yang tepat untuk mengeluhkan tentang kegelisahanku. Aku paling tak bisa menyimpan ini sendirian.

Biasanya Mama tempat aku berbagi hal apa pun. Namun tidak dengan hal yang satu ini, aku harus menyimpannya dulu, setidaknya setelah Mas Dimas sembuh. Mungkin.

"Tumben ngajak gue Nay? Gue pikir orang yang udah bersuami nggak boleh nongki-nongki bareng sohibnya lagi," cetus Mela sambil melirikku.

"Mas Dimas sedang ke Bali," jawabku tanpa menanggapi sindiran halus Mela.

"Oh pantes aja, kalau enggak mana ingat lu sama sahabatku yang jomblonya udah karatan ini," ucap Mela. Aku hanya tertawa kecil menanggapinya.

"Kenapa sih Nay? Kusut banget muka lu kayak pakaian kusut yang nggak pernah disetrika."

"Ada hal yang ingin aku sampaikan pada mu Mel." Ucapku dengan berat. Mela yang tadinya cuek kini serius menatapku.

"Apa sih Nay? jangan bikin gue penasaran dong," ungkap Mela.

"Tapi kamu janji ya, jaga rahasia ini, walaupun pada Egi," ucapku.

"Iya, iya, suwer... Gue janji!"

"Jadi Mel... kamu ingat aku cerita soal teman aku yang nggak pernah disentuh suaminya setelah dua Minggu menikah?" Tanyaku. Mela berpikir sejenak.

"Emm, gue ingat, gue ingat Nay. Emang kenapa? Benaran Jhony suaminya nggak mau bangun?" Tanya Mela balik.

Aku mengangguk.

"Tuh kan benar firasat gue." Ucap Mela sambil menepuk pundakku.

"Tapi Mel, sebenarnya yang aku ceritain waktu itu adalah ceritaku," ucapku kemudian.

"A-apaaa??" Mata Mela membola sempurna, hingga semua yang hadir di sana terkejut saat mendengar suara Mela yang lantang.

"Mel, jangan teriak, orang pada liatin tuh," ungkapku malu.

"Maaf, maaf, gue  kaget Nay. Jadi beneran itu bukan teman Lo?" Tanya Mela lagi.

"Iya Mel. Itu ceritaku bukan cerita temanku," ungkapku sedih.

"Nggak mungkin lo jangan bercanda. Mas Dimas itu perkasa, lihat tubuhnya atletis, sering nge gym. Makan makanan sehat masak iya letoy ah...becanda lo, Nay." Mela tertawa ngakak. Mela tak percaya karena melihat tampilan fisik Mas Dimas yang memang bak iklan minuman berenergi di Televisi.

"Namun itu lah kenyataannya Mel," ungkapku pada Naya dengan raut wajah serius. Mela menghentikan tawanya.

"Mas Dimas, tak bisa melakukan kewajibannya sebagai suami dalam hal di ranjang," ungkapku pada Naya.

"Ya Tuhan ..Nay, Kok bisa? Apa sebelum menikah kalian tak pernah membicarakan hal ini?" Tanya Mela. Aku menggeleng.

"Jadi Mas Dimas nggak jujur sama lo Nay.."

Kemudian aku menceritakan pada Mela dari awal hingga aku mengetahui hal menyakitkan itu. Aku juga mengatakan Jika Mas Dimas ingin menjalani terapi atau pengobatan.

"Rasa cintaku pada Mas Dimas mengalahkan segalanya Mel," ucapku. Mela mengangguk mengerti.

"Yah, gue sependapat sama Lo Nay... lanjutkan aja dulu pernikahan Lo yang masih seumur jagung itu, kita lihat setelah melakukan terapi atau pengobatan tak ada hasilnya. Barulah kita pikirkan lagi," ucap Mela bijak. Mela adalah sahabat yang sangat mengerti aku, apa pun yang aku ceritakan padanya tak  pernah bocor pada orang lain. Apa  lagi Mela adalah sahabat yang pintar memberikan solusi atas permasalahan kita.

"Makasih ya Mel. Kamu adalah sahabat aku yang paling best," ungkapku tulus.

"Its okey Nay...lo yang sabar ya Nay...," ucap Naya sambil mengelus lenganku. Aku mengangguk dan tersenyum.

Makanan yang kami pesan pun tiba, aku dan Mela makan sambil mengobrol hal-hal ringan.

"Eh Egi mana, Mel?" Tanyaku  sambil melahap spaghetti ke dalam mulutku.

"Katanya dia ada acara ke mana ya? Pokoknya luar kota juga, menghadiri nikahan sepupunya gitu," ungkap Mela.

"Oh..."

"Eh ni statusnya Egi, eh di Bali lho dia lihat nih!" Ucap Mela menunjukkan story Egi sedang berada di sebuah hotel mewah dengan backsound "kita bikin romantis". Kemudian ada kasur dengan seprei berwarna putih.

"Ah benar, dia ke Bali, sekalian liburan mungkin Mel. Apa  yang dipikirkan Egi selain membahagiakan diri sendiri," timpalku.

Namun aku berinisiatif untuk melihat  story-story Egi di ponselku, namun kenapa tak ada. Hanya ada di ponsel Mela.

Apa dia mem-privasi story dia padaku. Untuk apa? Aku merasa heran mengapa Story Egi di ponselku tak ada, apa aku yang kurang memperhatikan itu. Karena aku tak terlalu suka melihat story-story orang lain. Entahlah, tak terlalu suka saja. Namun Mas Dimas juga di Bali, Egi juga.

***

Bersambung!!

Related chapters

  • Tujuh Bulan Menikah Aku Masih Perawan    Bab 1

    Pesta pernikahan mewah baru saja digelar, aku sangat bahagia bisa menikah dengan seorang Dimas Mahardika, laki-laki tampan dan juga mapan yang baru saja menghalalkanku. Yah, apa lagi yang aku cari dari Mas Dimas, sudah ganteng pekerja keras, memiliki karir yang bagus dan yang paling penting dia mengerti agama. Aku berharap Mas Dimas bisa membimbingku hingga ke jannah-Nya. Aku bisa melihat kebahagiaan di wajah Papa dan Mama saat melihat putri tunggalnya telah menikah dengan orang yang tepat. Walaupun sebenarnya aku dan Mas Dimas belum lama kenal, yang membuat aku yakin, Mas Dimas tidak mengajak aku untuk pacaran tapi melainkan langsung menikah. Siapa yang bisa menolak, dinikahi pria mapan dan juga tampan seperti Mas Dimas. Aku dan Mas Dimas turun dari mobil pengantin dan langsung masuk ke dalam rumahku, aku mengajak Mas Dimas untuk masuk ke kamarku. Kami belum merencanakan bulan madu, karena waktu cuti Mas Dimas tidak panjang. Sehingga bulan madu kita tunda dulu. "Ini kamarku

    Last Updated : 2025-01-07
  • Tujuh Bulan Menikah Aku Masih Perawan    Bab 2

    Aku kaget saat tiba-tiba ia mendorongku, mengapa dia mendorongku? Apa dia tak menginginkan aku bermesraan dengannya. Seketika pikiranku di landa berbagai tanda tanya yang berkecamuk di pikiranku. "Mas, aku istrimu!" Seruku. Ia.masih yang belum sadar karena mungkin kami baru saja menikah kemarin. Ia menatapku sesaat dan mengusap wajahnya dengan tangannya. "Astaghfirullah, maaf sayang aku pikir kamu siapa, otakku belum ngeh kalau aku udah punya istri," ungkapnya. Aku tersenyum dan kembali beringsut untuk mendekatinya. Kembali memeluknya ingin merasakan kehangatan dari tubuh Mas Dimas di pagi yang dingin ini. Biasanya pengantin baru pagi hari adalah hal wajib yang harus dilakukan sepasang suami istri. Apa lagi dari semalam Mas Dimas telah menundanya dengan alasan capek. Biasanya wanita uang seperti itu, namun ini malah terbalik. "Udah nggak capek lagi kan Mas?" Tanyaku lembut. Ia melihat ke arahku dan menggeleng. "Udah enggak lagi sayang, semalam aku tidurnya nyenyak banget," j

    Last Updated : 2025-01-08
  • Tujuh Bulan Menikah Aku Masih Perawan    Bab 3

    Aku agak kaget saat mendengar Rendi memanggil Mas Dinas dengan sebutan sayang. Mengapa seorang lelaki memanggil laki-laki yang lain dengan sebutan sayang. "Maaf, saya istrinya Mas Dimas, ada apa ya?" Tanyaku kemudian. "Eh Maaf, Mbak Naya ya, Dimas mana Mbak?" Tanyanya di seberang sana. "Mas Dimas sedang di toilet," jawabku singkat. "Oh ya udah, nanti aja aku telpon lagi," ucapnya dan menutup sambungan telepon tanpa basa-basi sejenak. Aku meletakkan ponsel Mas Dimas lagi, saat itu juga Mas Dimas kembali dari toilet, hatiku mulai tak tenang saat mengingat rekan kerjanya itu memanggil sebutan sayang pada Mas Dimas. Apa dia sendang bercanda? "Mas tadi ada telepon dari Rendy office," ucapku. Aku melihat raut wajah Mas Dimas agak panik, namun cepat ia sembunyikan dan bertanya," Dia bilang apa?" "Dia nanyak kamu, nanti dia telepon lagi," jawabku. "Oh, dia mau nanyak soal kerjaan mungkin, Nay," ucap Mas Dimas santai. Aku mengangguk-angguk mengerti. "Tapi Mas,.kenapa dia tadi man

    Last Updated : 2025-01-09
  • Tujuh Bulan Menikah Aku Masih Perawan    Bab 4

    Aku menarik tangan Mas Dimas agar dia melihat ke arahku. Karena dari tadi ia terus mengindari tatapanku. "Mas??!" Panggilku lagi, akhirnya di menatapku. "Naya.. bukan itu, bukan itu Nay," jawabnya dengan penuh penekanan. "Jadi kenapa?!" Tanyaku dengan nada tinggi sambil menantang tatapannya. "Aku belum siap Nay, aku belum siap untuk punya anak," jawabnya. Jawaban yang tidak masuk akal, kenapa dia bilang tak siap punya anak, padahal ia bisa membicarakan ini denganku. Aku tertawa getir sambil menggelengkan kepalaku. "Kalau kamu belum siap punya anak, kita bisa menunda punya anak Mas, kenapa kamu tidak mau membicarakan hal ini denganku. Aneh kamu Mas," ungkapku dengan nada kesal, alasan Mas Dimas seperti tak masuk akal. "Ya..tapi aku nggak bisa jelasin ke kamu sekarang, plis aku kasih aku waktu," ucapnya sambil memohon. "Kenapa kamu tak bisa kamu jelaskan padaku, kita itu suami istri, kamu harus terbuka soal apa pun padaku. Apa kamu nggak cinta sama aku?" Tanyaku. Ia berge

    Last Updated : 2025-01-09
  • Tujuh Bulan Menikah Aku Masih Perawan    Bab 5

    Mas Dimas sangat paham cara membuat aku agar tak marah lagi padanya, sentuhan-sentuhan lembut ia berikan padaku, membuat aku semakin bergairah. Tiba-tiba saja aku ingat pada misiku sebelumnya.Ini saatnya aku memberanikan diri untuk menyentuh bagian sensitifnya Mas Dimas untuk membuktikan kata-kata Mela tadi siang. Aku yakin Mela salah, namun apa alasan lain Mas Dimas tak mau menyentuhku?Sebelumnya aku tidak pernah melakukannya karena aku masih malu, maklum aku dan Mas Dimas baru saja menikah dan kami juga tak pacaran. Sehingga rasa canggung tentu saja menguasai diri ini.Nafasku terasa naik turun saat Mas Hanif mulai melancarkan aksinya, menyentuh setiap bagian tubuhku. Apakah ini akan menjadi malam pertamaku??Namun, saat itu juga tanganku bergerak untuk ikut menyentuh bagian sensitif miliknya. Tapi sayangnya, sepertinya ia sadar dan menepis tanganku dengan kasar."Mas..." ucapku lirih.Aku kaget karena baru saja kami bermesraan, tiba-tiba saja ia tak terima saat aku akan menyent

    Last Updated : 2025-01-09

Latest chapter

  • Tujuh Bulan Menikah Aku Masih Perawan    Bab 6

    "Nay...plis maafkan aku, aku nggak mau kita pisah, aku akan berusaha berobat, kata orang bisa sembuh kok," ungkap Mas Dimas. "Kalau memang bisa sembuh kenapa Mas tidak berobat dari dulu?" Tanyaku sinis."Udah Nay, cuma mungkin aku tidak terlalu yakin untuk berobat sampai sembuh," ungkapnya."Apa mungkin karena mamang nggak mau sembuh??" Pikirku. Jika Mas Dimas seperti ini aku tidak akan mendapatkan keturunan dari Mas Dimas. Harus kah aku bertahan dan memberikan Mas Dimas kesempatan? Jika Mama dan Papaku tahu tentang Mas Dimas mereka pasti akan sangat terpukul."Aku tahu, aku sudah tak jujur pada mu dari awal, tapi aku tak bisa mengatakan padamu, karena takut kamu akan menolakku. Aku sudah terlanjur cinta saat pertama kali melihatmu Nay," ungkap Mas Dimas bersungguh-sungguh. Aku menatap netranya, mencari kesungguhan di sana. Aku juga punya banyak pertimbangan untuk memutuskan hubungan pernikahan ini, Papa dan Mama pasti akan sangat malu karena mereka selalu membanggakan Mas Dimas di

  • Tujuh Bulan Menikah Aku Masih Perawan    Bab 5

    Mas Dimas sangat paham cara membuat aku agar tak marah lagi padanya, sentuhan-sentuhan lembut ia berikan padaku, membuat aku semakin bergairah. Tiba-tiba saja aku ingat pada misiku sebelumnya.Ini saatnya aku memberanikan diri untuk menyentuh bagian sensitifnya Mas Dimas untuk membuktikan kata-kata Mela tadi siang. Aku yakin Mela salah, namun apa alasan lain Mas Dimas tak mau menyentuhku?Sebelumnya aku tidak pernah melakukannya karena aku masih malu, maklum aku dan Mas Dimas baru saja menikah dan kami juga tak pacaran. Sehingga rasa canggung tentu saja menguasai diri ini.Nafasku terasa naik turun saat Mas Hanif mulai melancarkan aksinya, menyentuh setiap bagian tubuhku. Apakah ini akan menjadi malam pertamaku??Namun, saat itu juga tanganku bergerak untuk ikut menyentuh bagian sensitif miliknya. Tapi sayangnya, sepertinya ia sadar dan menepis tanganku dengan kasar."Mas..." ucapku lirih.Aku kaget karena baru saja kami bermesraan, tiba-tiba saja ia tak terima saat aku akan menyent

  • Tujuh Bulan Menikah Aku Masih Perawan    Bab 4

    Aku menarik tangan Mas Dimas agar dia melihat ke arahku. Karena dari tadi ia terus mengindari tatapanku. "Mas??!" Panggilku lagi, akhirnya di menatapku. "Naya.. bukan itu, bukan itu Nay," jawabnya dengan penuh penekanan. "Jadi kenapa?!" Tanyaku dengan nada tinggi sambil menantang tatapannya. "Aku belum siap Nay, aku belum siap untuk punya anak," jawabnya. Jawaban yang tidak masuk akal, kenapa dia bilang tak siap punya anak, padahal ia bisa membicarakan ini denganku. Aku tertawa getir sambil menggelengkan kepalaku. "Kalau kamu belum siap punya anak, kita bisa menunda punya anak Mas, kenapa kamu tidak mau membicarakan hal ini denganku. Aneh kamu Mas," ungkapku dengan nada kesal, alasan Mas Dimas seperti tak masuk akal. "Ya..tapi aku nggak bisa jelasin ke kamu sekarang, plis aku kasih aku waktu," ucapnya sambil memohon. "Kenapa kamu tak bisa kamu jelaskan padaku, kita itu suami istri, kamu harus terbuka soal apa pun padaku. Apa kamu nggak cinta sama aku?" Tanyaku. Ia berge

  • Tujuh Bulan Menikah Aku Masih Perawan    Bab 3

    Aku agak kaget saat mendengar Rendi memanggil Mas Dinas dengan sebutan sayang. Mengapa seorang lelaki memanggil laki-laki yang lain dengan sebutan sayang. "Maaf, saya istrinya Mas Dimas, ada apa ya?" Tanyaku kemudian. "Eh Maaf, Mbak Naya ya, Dimas mana Mbak?" Tanyanya di seberang sana. "Mas Dimas sedang di toilet," jawabku singkat. "Oh ya udah, nanti aja aku telpon lagi," ucapnya dan menutup sambungan telepon tanpa basa-basi sejenak. Aku meletakkan ponsel Mas Dimas lagi, saat itu juga Mas Dimas kembali dari toilet, hatiku mulai tak tenang saat mengingat rekan kerjanya itu memanggil sebutan sayang pada Mas Dimas. Apa dia sendang bercanda? "Mas tadi ada telepon dari Rendy office," ucapku. Aku melihat raut wajah Mas Dimas agak panik, namun cepat ia sembunyikan dan bertanya," Dia bilang apa?" "Dia nanyak kamu, nanti dia telepon lagi," jawabku. "Oh, dia mau nanyak soal kerjaan mungkin, Nay," ucap Mas Dimas santai. Aku mengangguk-angguk mengerti. "Tapi Mas,.kenapa dia tadi man

  • Tujuh Bulan Menikah Aku Masih Perawan    Bab 2

    Aku kaget saat tiba-tiba ia mendorongku, mengapa dia mendorongku? Apa dia tak menginginkan aku bermesraan dengannya. Seketika pikiranku di landa berbagai tanda tanya yang berkecamuk di pikiranku. "Mas, aku istrimu!" Seruku. Ia.masih yang belum sadar karena mungkin kami baru saja menikah kemarin. Ia menatapku sesaat dan mengusap wajahnya dengan tangannya. "Astaghfirullah, maaf sayang aku pikir kamu siapa, otakku belum ngeh kalau aku udah punya istri," ungkapnya. Aku tersenyum dan kembali beringsut untuk mendekatinya. Kembali memeluknya ingin merasakan kehangatan dari tubuh Mas Dimas di pagi yang dingin ini. Biasanya pengantin baru pagi hari adalah hal wajib yang harus dilakukan sepasang suami istri. Apa lagi dari semalam Mas Dimas telah menundanya dengan alasan capek. Biasanya wanita uang seperti itu, namun ini malah terbalik. "Udah nggak capek lagi kan Mas?" Tanyaku lembut. Ia melihat ke arahku dan menggeleng. "Udah enggak lagi sayang, semalam aku tidurnya nyenyak banget," j

  • Tujuh Bulan Menikah Aku Masih Perawan    Bab 1

    Pesta pernikahan mewah baru saja digelar, aku sangat bahagia bisa menikah dengan seorang Dimas Mahardika, laki-laki tampan dan juga mapan yang baru saja menghalalkanku. Yah, apa lagi yang aku cari dari Mas Dimas, sudah ganteng pekerja keras, memiliki karir yang bagus dan yang paling penting dia mengerti agama. Aku berharap Mas Dimas bisa membimbingku hingga ke jannah-Nya. Aku bisa melihat kebahagiaan di wajah Papa dan Mama saat melihat putri tunggalnya telah menikah dengan orang yang tepat. Walaupun sebenarnya aku dan Mas Dimas belum lama kenal, yang membuat aku yakin, Mas Dimas tidak mengajak aku untuk pacaran tapi melainkan langsung menikah. Siapa yang bisa menolak, dinikahi pria mapan dan juga tampan seperti Mas Dimas. Aku dan Mas Dimas turun dari mobil pengantin dan langsung masuk ke dalam rumahku, aku mengajak Mas Dimas untuk masuk ke kamarku. Kami belum merencanakan bulan madu, karena waktu cuti Mas Dimas tidak panjang. Sehingga bulan madu kita tunda dulu. "Ini kamarku

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status