#52"I–ibu …." Laras hampir tak bisa menahan air mata yang hendak berjatuhan dari pelupuk matanya. Entah harus bagaimana lagi dia mengungkapkan segala perasaan gundahnya.Ucapan sang ibu yang terkesan menyemangatinya itu, membuat Laras terharu. Ia kehabisan kata untuk sekadar menyahut ucapan Bu Sari."Semua rumah tangga pasti ada kalanya diuji, Nak. Dan, ibu yakin setiap masalah pasti akan memiliki jalan keluarnya sendiri. Bertahanlah, Ibu yakin kamu bisa." Bu Sari kembali berkata, dan hal itu semakin membuat Laras tak kuasa menahan dirinya."Bu…," cicit Laras lirih. Wanita itu segera mengulurkan tangannya dan memeluk erat tubuh ibunya.Wanita yang telah melahirkannya itu seolah mengerti apa saja yang kini dirasakan Laras, walau tidak sepatah kata pun yang diucapkan olehnya."Terima kasih, Bu. Laras pasti akan mendengarkan nasehat dari ibu," ucap Laras masih memeluk tubu
#53Bu Intan hendak mengintrogasi Tasya yang hari ini pulang dengan wajah sumringah. Setelah pagi tadi, ia tidak sempat menanyai apa pun pada putrinya karena Tasya terburu-buru pergi, entah ke mana.Tasya segera pulang ke rumah, setelah berhasil memastikan jika hasutannya pada Galih telah berhasil. Ia tak tahan untuk segera memberitahukannya pada sang ibu."Bu, Bu! Tasya punya kabar bahagia!" pekik gadis itu setelah masuk ke dalam rumah.Raut wajah Bu Intan nampak seram menatap tajam terhadap Tasya. Senyum lebarnya seketika menghilang setelah melihat ekspresi Bu Intan."Kabar apa?" tanya Bu Intan sedikit ketus. Ia bahkan menatap sinis pada Tasya.Gadis itu pun sadar jika sang ibu sedang tak baik-baik saja. Ia menduga kalau ibunya tengah merajuk, tapi Tasya tidak tahu apa yang telah membuat ibunya begitu marah."Ibu kenapa? Kok kayaknya lagi marah sama seseorang, Bang Angga atau Aluna bikin ulah lagi ya, Bu. Mereka cari gara-gara lagi?" tanya Tasya sambil menebak alasan kenapa ibunya t
#54Rian memaku dan bergeming di tempatnya. Ia sungguh menyayangkan sikap Galih yang menurutnya sangat kekanakan. Bagaimana bisa ia lebih memilih percaya pada ucapan orang lain yang belum tentu benar, daripada ucapan wanita yang menjadi istrinya kini.Sungguh, hal itu membuat Rian tak habis pikir. Padahal, dia yang dulu disuruh Galih untuk mendekati Laras pun, merasa dan dapat menilai kalau Laras adalah wanita yang baik dan tak pernah macam-macam.Rian bahkan sempat jatuh cinta pada Laras kala itu. Tapi, akhirnya harus mundur saat Galih akhirnya menyatakan cinta dan melamar Laras.'Dia nggak tahu aja, kalau banyak lelaki yang akan menunggu Laras menjanda lagi,' batin Rian kemudian. Lelaki itu pun tak tahan untuk bicara lagi.Dia putuskan untuk membantu Galih, dan menasehati nasib rumah tangganya yang berada di ujung tanduk."Gal, sepertinya lo harus pulang dan minta maa
#55Laras pingsan dan tak sadarkan diri dengan tiba-tiba. Ia tak dapat lagi menahan sakit luar biasa yang mendera perutnya."Astaghfirullah! Bu Laras!" pekik ketiga asisten Laras secara bersamaan.Mereka sangat terkejut saat tiba-tiba Laras terjatuh dan tak sadarkan diri. Mereka saling berpandangan, dan sepersekian detik kemudian mereka mendekati tubuh Laras. Memanggil nama Laras, serta mengguncang tubuhnya dengan lembut."Bu, Bu Laras, bangun, Bu," ucap Nela panik. Asisten paling muda di antara yang lainnya itu pun terlihat paling panik. Dia begitu menyayangi dan menghormati Laras karena kebaikannya."Kita harus cari bantuan, Mbak Rasti. Sebentar, saya keluar dulu siapa tahu ada yang mau bantu," tutur Rena dengan terburu-buru. Ia juga sama paniknya dengan yang lain. Apalagi mengingat jika rumah tangga Laras seperti sedang bermasalah.Tapi, Rena tak akan membicarakan hal
57Tak lama kemudian, Galih kembali ke rumah sakit dengan membawakan makanan untuk Laras. Ia mempercepat langkah kakinya saat ruangan Laras sudah terlihat di depan mata. Ia segera berlari kecil setelah dekat dengan pintu.Lelaki itu membuka pintu, dan ketiga pasang mata yang ada di ruangan itu segera menoleh ke arah pintu."Kenapa lama banget, Gal," protes Bu Irma pada putranya. Wanita paruh baya itu memanyunkan bibirnya."Ma–maaf, Ma. Tadi di penjual buburnya lumayan ngantre sih," sahut Galih seraya berjalan mendekati ranjang."Ya sudah, sini cepetan kamu suapin makannya, Laras. Mama sama papa juga mau cari makanan dulu ke luar," ujar Bu Irma sambil bersiap untuk pergi. Ia melirik suaminya yang terlihat masih duduk santai di atas sofa."Ayo, Pa, kita beli makanan dulu," ajak Bu Irma. Tangannya terulur pada sang suami."Ayo, Ma. Galih, Laras, kita pergi dulu, ya," ucap Pak Dhanu berpamitan pada anak serta menantunya.Padahal dia kurang mengerti kenapa istrinya mengajaknya untuk kelua
#59"Sial! Sial! Gara-gara ibu-ibu tadi sih, aku gagal ngintipin si Laras dan apa yang sedang Mas Galih bicarakan dengan ibunya Laras!" gerutu Tasya sembari terus melangkahkan kakinya dengan dihentak-hentakkan ke lantai.Rasa kesal sedang melandanya karena merasa jika rencananya tidak berjalan sempurna."Ini semua gara-gara ibu-ibu itu, deh! Siapa sih dia? Mana marahnya kenceng banget lagi. Malu banget diliatin orang-orang tadi," gerutunya lagi sambil terus melangkah keluar dari area rumah sakit.Ya, gadis itu adalah Tasya yang sedang penasaran dengan keadaan Laras. Sehingga, dia bisa berada di sini.Kecerdikannya telah membuatnya bisa mengetahui keberadaan Laras. Dan hal itu karena tak lain, ada seseorang yang sudah menginfokan padanya. Dan orang itu sangatlah dekat dengan Laras dan Galih."Sial deh! Jadi, rencanaku gagal lagi gitu buat misahin mereka! Ah, sebel anjay!" Ia terus menggerutu sepanjang langkahnya.Ia mengira jika rencananya sudah berhasil dan hasutannya kala itu akan m
#61Bu Intan terus uring-uringan setelah beradu mulut dengan Aluna. Wanita paruh baya itu seolah tak terima dengan upah yang diberikan Aluna. Merasa tidak sepadan dengan kesulitannya mengasuh Jelita. Ya, walaupun pada kenyataannya, tak banyak yang dilakukan Bu Intan.Malah, Jelita tidak bisa reda tangisnya. Hanya diam saat anak itu kelelahan menangis. Jelita justru semakin menjadi dan keras saat Bu Intan mengasuhnya."Huh, awas saja! Aku aduin dia sama Angga! Benar-benar keterlaluan dia jadi mantu!" sungutnya kesal.Bu Intan sudah dikuasai emosi sehingga ia tak memikirkan hal yang lain. Termasuk Tasya yang tak kunjung pulang ke rumah, meskipun hari sudah beranjak malam.Malam itu, Angga sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan standar. Karena begitu banyak tuntutan dari Aluna, Angga harus mau lembur di kantor demi gaji lebihan yang diharapkan dapat untuk menambal beberapa kekurangan untuk pengeluaran rumah tangganya.Saat mobilnya berhenti di l
#63Pagi itu, Bu Intan tampak berjalan mondar-mandir gelisah di ruang tamunya. Pasalnya, ia menyadari kalau semalam Tasya tak pulang ke rumah. Dan bahkan nomor ponselnya pun tak dapat dihubungi sejak semalam hingga pagi ini. Hal itu semakin membuat Bu Intan khawatir atas keadaan dan kondisi Tasya. Entah harus bagaimana, ingin mengadukan hal ini pada Angga pun, Ia tak berani. Angga pasti akan marah kalau tau Tasya ternyata tidak pulang ke rumah dan Bu Intan ketahuan berbohong padanya.Bu Intan masih memiliki rasa takut dan segan. Takut kalau nanti Angga malah mengatakan jika dirinya tak becus dalam menjaga anak bungsunya dan entah apa lagi yang akan Angga lontarkan. Yang jelas, Bu Intan tak siap jika hal itu terjadi. Sehingga, berbohong dan menutupi tingkah laku Tasya adalah jalan yang dipilihnya. Ia tak mau Angga semakin murka padanya, dan berimbas akan mengurangi jatah bulanan yang diberikan Angga untuk mereka."Aduh, ini anak kemana sih? Ditelpon juga nggak aktif dari semalam. Tas
#148Setelah Tasya pergi dan memulai kehidupannya di tempat yang baru. Angga dan Syahna saling bergantian menjaga Bu Intan di rumah sakit.Kadang ada rasa bosan yang menghampiri, karena Angga hanya berkutat di kantor, rumah dan rumah sakit. Namun, kehadiran Syahna selalu menenangkan suasana dan selalu menghiburnya di saat rasa bosan kadang menghampirinya.Angga hampir saja kehilangan harapannya pada Bu Intan, sebab Ia tak kunjung siuman sejak dinyatakan koma beberapa hari yang lalu. Dan hingga saat ini pun tidak terlihat ada tanda-tanda vital jika Bu Intan akan segera siuman.Saat dia ingin menyerah dan terus merasa frustrasi dengan keadaan, Angga akan mengingat jika dia masih memiliki Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai tempatnya melangitkan doa."Jangan lupa selalu berdoa untuk kesembuhan ibumu, Ga." Itulah pesan dari Pak Rahmat yang selalu terngiang dan tertanam di benak Angga.
#147Tasya sudah bersiap dengan koper kecil yang berisi barang-barang bawaannya. Di pagi buta itu seusai sarapan, Tasya sudah berpenampilan rapi dan telah bersiap pergi bersama Angga ke rumah sakit. Syahna pun turut serta untuk menemani Bu Intan di rumah sakit, atas permintaan Angga semalam.Setelah itu barulah dia akan pergi ke terminal bersama Pak Rahmat. Sedangkan, Angga hanya akan mengantarnya hingga ke terminal bus. Ia pun harus membawa serta Syahna dan Jelita ke rumah sakit untuk menunggu Bu Intan di ruangannya.Saat Angga mengatakan tentang rencana kepergian Tasya esok hari dan saat datang menemui Laras di rumah pada Syahna. Tentu hal itu mengundang respon terkejut atas pernyataan Angga. Syahna merasa kesal karena Angga terkesan melupakan janjinya sendiri."Kok aku nggak diajak ketemu Laras kemarin, Mas," protes Syahna kala lelaki itu memberitahukan padanya tentang apa saja yang dia lakukan kemarin b
#146"Apa Syahna lagi sakit? Atau Jelita yang sakit?" Angga terus bertanya-tanya. Dan akhirnya memberanikan diri untuk melihat isinya."Ini …."Syahna baru saja menyelesaikan acara memasaknya. Memang dia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memasak mie goreng spesial yang menjadi favorit Angga.Satu gelas kopi, dan satu piring mie goreng spesial untuk Angga, serta satu mangkok makanan pendamping Asi untuk makan siang Jelita, sudah Syahna tata rapi di atas nampan. Siap untuk dihidangkan ke Angga dan Jelita.'Mereka pasti udah nggak sabar lagi nunggu makanan ini,' batin Syahna riang dalam hatinya.Mood nya sempat turun akibat kabar dari tes DNA itu, akan tetapi setelah Angga pulang. Kehadirannya cukup untuk membuat Syahna mendapatkan kembali semangatnya. Angga serta perasaan cintanya sangat berpengaruh bagi mood Syahna.Tanpa firasat buruk apa pun, Sy
#144Terkadang bertemu dengan masa lalu yang menyakitkan itu, akan membuat kita mau tak mau mengingat lagi masa-masa sulit yang disebabkan oleh orang yang menyakiti kita tersebut.Hal yang harus dihindari adalah, memutus kontak dan menghilangkan semua akses untuk bertemu. Namun, hari ini semua itu seolah tak berlaku bagi Laras.Ia tak pernah menyangka jika mantan suami dan adik iparnya yang kini sudah mengubah penampilannya, ada di sini dan menginjakkan kaki ke rumahnya untuk pertama kalinya."Kenapa kalian ada di sini?" tanya Laras memberanikan diri. Ia berharap-harap cemas menantikan jawaban mereka. Laras sangat tidak menghendaki kehadiran mereka, namun apa boleh buat. Tidak ada pilihan lain selain menanyakan maksud kedatangan mereka.Sebenci apa pun Laras di masa lalu pada keduanya. Akan tetapi, Laras juga tak mungkin mengusir kedua kakak beradik itu setelah mereka sudah duduk di ruang
#142"Kamu yakin … mau ikut menemui Laras?" Lelaki itu menatap lekat wajah Syahna yang tampak serius saat ini. Wajahnya tampak tenang seolah tak menunjukkan ekspresi apa pun, akan tetapi Angga dapat menilai kalau Syahna cukup serius dengan apa yang baru saja diucapkannya itu.Angga bertanya untuk memastikan lagi agar dia tak salah dalam menafsirkan keinginan Syahna. Angga berharap-harap cemas menantikan jawaban Syahna. Lelaki itu menatap Syahna dengan tatapan yang sulit dimengerti. Dengan sabar, Angga menunggu Syahna membuka mulutnya dan menjawab pertanyaannya.Syahna menganggukkan kepalanya mantap. Gadis itu merasa yakin dengan pilihannya untuk menemui Laras. Keinginan itu datang dengan sendirinya dari dalam hati. Entah mengapa, ia tiba-tiba berkeinginan menggebu untuk mengenal wanita hebat seperti Laras.Ia ingin sekali bertemu dan mengenal Laras. Sebab, Entah mengapa Syahna yakin jika sampai saat ini pu
#140Hari itu, Angga dan Tasya pulang ke rumah. Angga sengaja berniat untuk pulang, sekadar untuk melihat keadaan Syahna dan Jelita. Sementara, Tasya pulang untuk sekadar beristirahat dengan tenang sebelum harus kembali ke rumah sakit lagi.Pak Rahmat bersedia ditinggal di rumah sakit untuk menunggu Bu Intan dan membiarkan kedua kakak beradik itu pulang untuk beristirahat sejenak. Hari-hari yang mereka lalui pasti sangatlah berat. Tetapi mereka tetap bersyukur telah dikirimkan Pak Rahmat untuk sedikit meringankan beban mereka."Sore nanti kita balik lagi ke rumah sakit, Sya," ucap Angga mengingatkan sang adik setelah mobilnya terparkir sempurna. Kadang rasanya lelah, harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjaga sang ibu yang sedang koma. Namun, mereka tak boleh dan pantang mengeluh. Sebab, itu sudah menjadi kewajiban mereka sebagai seorang anak untuk berbakti pada sang ibu."Iya, Bang. Tasya mau tidur dan
#139Tekanan darah yang sangat tinggi saat Bu Intan tak sadarkan diri tempo hari, membuat Dokter dengan berat hati mengatakan kalau beliau koma. Dan, belum bisa dipastikan kapan akan tersadar dari komanya. Pihak dokter pun belum dapat memastikannya. Mereka hanya dapat berdoa untuk kesembuhan Bu Intan, dan meminta keluarga pasien untuk tabah dan menerima keadaannya. Dan tak lupa untuk berdoa memohon kesembuhan bagi ibu mereka berdua.Kabar mengejutkan itu sontak membuat Tasya sangat terpukul. Ia sungguh tak menyangka jika ibunya akan mengalami masa yang sangat sulit seperti sekarang. Kini, baik Angga maupun Tasya hanya dapat berdoa agar Bu Intan segera tersadar dari komanya. Dan, mereka berdua hanya dapat saling menguatkan satu sama lain. Ya, hanya itu yang dapat mereka lakukan selain berdoa. Tasya berharap agar ibunya segera sadar dan ingin memperlihatkan pada beliau jika ia mampu berubah untuk menjadi lebih baik. Juga, ingin agar Bu Intan bahag
#138Karma selalu dibayar tunai! Begitulah kata-kata yang selalu terngiang dalam benak Tasya. Ia merasa jika apa yang sedang mereka alami adalah buah dari segala perbuatan buruknya selama ini."Bang, apa ini karma ya buat kita?" Dengan mata berkaca-kaca, Tasya bertanya tentang karma."Husst! Jangan ngawur kita cukup berdoa saja yang baik-baik buat Ibu, Sya." Angga mencoba menanamkan nasihat positif pada adiknya. Ia mencoba segala cara agar Tasya tak selalu memikirkan hal negatif yang hanya akan membuat hati dan pikiran terasa lelah. Tak ada obat untuk semua rasa lelah itu.Tasya pun tak lagi membuka suara, cenderung terdiam dan merenungi segala kesalahannya di masa lalu. Memang benar kata pepatah jika penyesalan itu selalu datang di akhir cerita. Dan, kini Tasya baru saja merasakan penyesalan atas segala perbuatannya terhadap Laras dulu.*Bu Intan tak kunjung siuman mes
#136"Menurutmu, aku harus bagaimana?" Angga mengulangi lagi pertanyaannya dan lagi-lagi membuat Syahna terkejut setengah mati.Pertanyaan Angga kali ini sanggup membuat Syahna terkesiap sesaat. Lelaki itu bahkan menanyakan padanya tentang apa yang harus dilakukan. Syahna merasa dihargai dan dianggap sebagai orang spesial yang penting bagi Angga.Ia pun tampak terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Angga tersebut, tanpa terdengar seperti meremehkan lelaki itu."Menurutku … lebih baik Mas jujur saja sama Ibu. Di dunia ini pasti tak ada satu orang pun yang suka dibohongi, pun sama dengan ibumu, Mas. Walaupun kamu memilih untuk nggak cerita dan mengatakan yang sebenarnya sama Ibumu sekarang. Beliau pasti akan terus mencari tahu. Dan akan sangat miris kalau ibu tau semua itu dari mulut orang lain," ujar Syahna memberi jawaban sekaligus nasihat untuk Angga.