#61Bu Intan terus uring-uringan setelah beradu mulut dengan Aluna. Wanita paruh baya itu seolah tak terima dengan upah yang diberikan Aluna. Merasa tidak sepadan dengan kesulitannya mengasuh Jelita. Ya, walaupun pada kenyataannya, tak banyak yang dilakukan Bu Intan.Malah, Jelita tidak bisa reda tangisnya. Hanya diam saat anak itu kelelahan menangis. Jelita justru semakin menjadi dan keras saat Bu Intan mengasuhnya."Huh, awas saja! Aku aduin dia sama Angga! Benar-benar keterlaluan dia jadi mantu!" sungutnya kesal.Bu Intan sudah dikuasai emosi sehingga ia tak memikirkan hal yang lain. Termasuk Tasya yang tak kunjung pulang ke rumah, meskipun hari sudah beranjak malam.Malam itu, Angga sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan standar. Karena begitu banyak tuntutan dari Aluna, Angga harus mau lembur di kantor demi gaji lebihan yang diharapkan dapat untuk menambal beberapa kekurangan untuk pengeluaran rumah tangganya.Saat mobilnya berhenti di l
#63Pagi itu, Bu Intan tampak berjalan mondar-mandir gelisah di ruang tamunya. Pasalnya, ia menyadari kalau semalam Tasya tak pulang ke rumah. Dan bahkan nomor ponselnya pun tak dapat dihubungi sejak semalam hingga pagi ini. Hal itu semakin membuat Bu Intan khawatir atas keadaan dan kondisi Tasya. Entah harus bagaimana, ingin mengadukan hal ini pada Angga pun, Ia tak berani. Angga pasti akan marah kalau tau Tasya ternyata tidak pulang ke rumah dan Bu Intan ketahuan berbohong padanya.Bu Intan masih memiliki rasa takut dan segan. Takut kalau nanti Angga malah mengatakan jika dirinya tak becus dalam menjaga anak bungsunya dan entah apa lagi yang akan Angga lontarkan. Yang jelas, Bu Intan tak siap jika hal itu terjadi. Sehingga, berbohong dan menutupi tingkah laku Tasya adalah jalan yang dipilihnya. Ia tak mau Angga semakin murka padanya, dan berimbas akan mengurangi jatah bulanan yang diberikan Angga untuk mereka."Aduh, ini anak kemana sih? Ditelpon juga nggak aktif dari semalam. Tas
#65Usai menjalani perawatan intensif di rumah sakit selama beberapa hari. Dokter yang menangani Laras akhirnya menyatakan jika kondisi Laras sudah kembali stabil dan diperbolehkan untuk pulang. Kabar itu disambut bahagia oleh keluarga Laras. Terutama oleh pasangan suami istri yang baru menjalani biduk rumah tangga itu.Mereka sangat bersyukur karena Laras akhirnya bisa kembali ke rumah. Dan kondisi janinnya sudah dinyatakan baik-baik saja. Selama masa perawatan, Galih pun seolah tak kenal lelah. Ia selalu siap siaga kalau-kalau Laras membutuhkan bantuan untuk mandi atau sekadar buang air ke kamar mandi. Ia benar-benar melakukan segalanya untuk menebus rasa bersalahnya pada Laras. Dan karena hari-hari yang telah Laras lalui dalam kesendirian dan kesakitan.Ya, seperhatian itu Galih terhadap istrinya. Setelah masalah rumah tangga yang menderanya itu, membuat Galih selalu dirundung rasa bersalah. Acapkali dirinya memandangi wajah polos Laras yang tengah terpejam. Dan setiap kali menatap
#67Malam itu, Laras berdiri di dekat jendelanya dan menatap gelap serta kelamnya malam. Ia membuka jendela itu sedikit agar kesiur angin malam dapat membelai wajahnya.Dari arah pintu, Galih membawakan segelas susu untuk Laras. Ini sudah menjadi kebiasaannya sejak Laras pulang dari rumah sakit. Perhatian Galih semakin tertumpah pada Laras. Sepulang dari mengurus cafe, Galih akan langsung pulang ke rumah.Ya, meskipun memang sejak menikah pun, Galih tak pernah pulang terlambat. Tapi, perhatian Galih seakan makin banyak dan bertambah setiap harinya."Lagi apa?" tanya Galih saat dirinya telah berhasil menghampiri Laras."Biasa, Mas. Aku lagi ngeliatin bulan, bintang dan benda yang ada di langit lainnya," sahut Laras cepat diiringi senyuman manisnya."Nih, diminum dulu susunya, Sayang." Galih menyodorkan segelas susu hangat untuk Laras. Lalu, wanita itu pun segera menerimanya dengan senang."Terima kasih, Mas," ujar Laras seraya mulai menyeruput pelan segelas susu yang sengaja dibuat Gal
#69Sepulangnya Angga ke rumah. Ia harus menerima tatapan sinis dari Aluna. Wanita itu sangat murka saat melihat suaminya seenaknya saja pergi tanpa membawa dirinya dan Jelita."Kamu dari mana aja sih, Mas?" tanya Aluna sinis ketika melihat Angga baru saja pulang dan masuk ke rumah."Cari udara segar lah. Biar nggak sumpek, di rumah," sahut Angga asal. Ia tak menoleh ke arah Aluna sedikit pun.Wanita itu tampak sibuk menggendong Jelita yang sedang rewel karena demam. Ia makin kesal karena kepergian Angga menggagalkan rencananya bertemu Feri. Ditambah lagi dengan Jelita yang rewel karena suhu tubuhnya panas.Bu Intan tak bisa dititipi Jelita, karena hari ini dia juga pergi untuk arisan dengan teman gengnya. Sementara Tasya tak mungkin bisa dititipi Jelita. Hal itulah yang membuat Aluna sangat murka."Emang kamu aja yang mau cari udara segar, hah!" ketus Aluna menatap tajam wajah suaminya yang tampan tapi menyebalkan."Bisa nggak sih sehari aja kamu nggak marah-marah, Lun! Aku cuma sehar
#71Angga sempat merasa aneh dengan sikap adiknya yang acuh. Tapi, ia tak begitu terlalu memerhatikan. Padahal, banyak yang ingin dia tanyakan pada Tasya. Namun, Angga urung melakukannya karena Aluna sudah memanggilnya dari rumahnya."Kenapa nggak langsung pulang sih, Mas. Malah ke rumah ibu dulu," omel Aluna saat suaminya hendak berjalan pulang."Emang nggak boleh kalau aku mampir ke rumah ibu?" Angga tak menjawab malah balik bertanya pada Aluna."Nggak salah, Mas. Tapi, aku capek tau ngurusin Jelita sendirian. Mas bisa nggak cariin aku pengasuh buat Jelita lagi," keluh Aluna dengan wajah dibuat memelas. Ia bahkan tak segan mengatakan permintaannya pada Angga. Membuat lelaki itu muak dengan kelakuannya.'Aku sangat menyesal mengenalmu, Aluna!' batin Angga seraya menatap kesal pada Aluna."Gimana, Mas? Mau 'kan kalau kita ambil pengasuh lagi? Ya?" tanyanya lagi memastikan karena Angga hanya bergeming dan tak kunjung memberi jawaban hingga membuatnya tak sabaran."Maaf, Lun. Aku 'kan s
#72Dalam benak Angga, setelah pulang dari rumah ibunya ia ingin segera memarahi Aluna. Dia telah membodohi Angga, dan ia tak terima.'Sialan kenapa dulu aku percaya saja kalau dia sedang mengandung benihku.' Angga menggumam tak percaya di dalam hatinya. Ia benar-benar merasa sangat marah saat ini.Mengenalnya juga tidak terlalu lama. Akibat malam itu dunianya terbalik. Angga menyugar rambutnya dengan kasar. Ia merasa gusar, kenapa waktu seolah melambat.Hingga saat malam tiba, setelah Angga membersihkan diri dan hendak tidur. Ia memandangi ranjang yang penuh dengan kenangan. Suka dan duka nya menjalani rumah tangga bersama Laras. Hingga kehadiran Aluna telah menghancurkan segalanya.Salahnya juga tidak pernah mencari tahu informasi lebih banyak tentang wanita yang kini menjadi istrinya. Angga menyesali kejadian malam itu hingga harus membuatnya akhirnya terlibat dengan Aluna.Malam itu, ia sangat frustasi sampai menenggak alkohol dengan tak terkontrol. Sebelum benar-benar mabuk, ia s
#73Tasya kembali ke kamarnya dengan langkah gontai. Ia harus bersiap untuk menemui Roy dan teman-temannya lagi. Tak lain untuk memuaskan has**rat mereka dengan tubuh moleknya. Ia layaknya boneka yang seenaknya bisa dipermainkan oleh mereka. Dirinya seolah tak berharga lagi sebagai seorang wanita. Ia merasa jika dirinya tak ubahnya seonggok sampah yang tak berguna.Wajah gadis itu tiba-tiba berubah sendu saat membayangkan tubuhnya harus dijamah lagi oleh ketiga teman bejatnya itu. Ingin lepas dari semua belenggu menyesatkan itu, tapi Tasya seolah tak bisa memikirkan cara apa pun selain mati dan meninggalkan semua urusan di dunia ini. Dan, dirinya belum siap untuk itu. Tasya tak tahu bagaimana caranya agar dirinya lepas dari belenggu itu.Tasya sudah merelakan perasaannya yang tak berbalas pada Galih. Ia sudah memasrahkan semuanya, dan memutuskan untuk berhenti mengejar Galih dan cintanya. Karena itu adalah hal yang sangat sulit ia capai. Cinta Galih hanya akan menjadi milik Laras sela
#148Setelah Tasya pergi dan memulai kehidupannya di tempat yang baru. Angga dan Syahna saling bergantian menjaga Bu Intan di rumah sakit.Kadang ada rasa bosan yang menghampiri, karena Angga hanya berkutat di kantor, rumah dan rumah sakit. Namun, kehadiran Syahna selalu menenangkan suasana dan selalu menghiburnya di saat rasa bosan kadang menghampirinya.Angga hampir saja kehilangan harapannya pada Bu Intan, sebab Ia tak kunjung siuman sejak dinyatakan koma beberapa hari yang lalu. Dan hingga saat ini pun tidak terlihat ada tanda-tanda vital jika Bu Intan akan segera siuman.Saat dia ingin menyerah dan terus merasa frustrasi dengan keadaan, Angga akan mengingat jika dia masih memiliki Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai tempatnya melangitkan doa."Jangan lupa selalu berdoa untuk kesembuhan ibumu, Ga." Itulah pesan dari Pak Rahmat yang selalu terngiang dan tertanam di benak Angga.
#147Tasya sudah bersiap dengan koper kecil yang berisi barang-barang bawaannya. Di pagi buta itu seusai sarapan, Tasya sudah berpenampilan rapi dan telah bersiap pergi bersama Angga ke rumah sakit. Syahna pun turut serta untuk menemani Bu Intan di rumah sakit, atas permintaan Angga semalam.Setelah itu barulah dia akan pergi ke terminal bersama Pak Rahmat. Sedangkan, Angga hanya akan mengantarnya hingga ke terminal bus. Ia pun harus membawa serta Syahna dan Jelita ke rumah sakit untuk menunggu Bu Intan di ruangannya.Saat Angga mengatakan tentang rencana kepergian Tasya esok hari dan saat datang menemui Laras di rumah pada Syahna. Tentu hal itu mengundang respon terkejut atas pernyataan Angga. Syahna merasa kesal karena Angga terkesan melupakan janjinya sendiri."Kok aku nggak diajak ketemu Laras kemarin, Mas," protes Syahna kala lelaki itu memberitahukan padanya tentang apa saja yang dia lakukan kemarin b
#146"Apa Syahna lagi sakit? Atau Jelita yang sakit?" Angga terus bertanya-tanya. Dan akhirnya memberanikan diri untuk melihat isinya."Ini …."Syahna baru saja menyelesaikan acara memasaknya. Memang dia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memasak mie goreng spesial yang menjadi favorit Angga.Satu gelas kopi, dan satu piring mie goreng spesial untuk Angga, serta satu mangkok makanan pendamping Asi untuk makan siang Jelita, sudah Syahna tata rapi di atas nampan. Siap untuk dihidangkan ke Angga dan Jelita.'Mereka pasti udah nggak sabar lagi nunggu makanan ini,' batin Syahna riang dalam hatinya.Mood nya sempat turun akibat kabar dari tes DNA itu, akan tetapi setelah Angga pulang. Kehadirannya cukup untuk membuat Syahna mendapatkan kembali semangatnya. Angga serta perasaan cintanya sangat berpengaruh bagi mood Syahna.Tanpa firasat buruk apa pun, Sy
#144Terkadang bertemu dengan masa lalu yang menyakitkan itu, akan membuat kita mau tak mau mengingat lagi masa-masa sulit yang disebabkan oleh orang yang menyakiti kita tersebut.Hal yang harus dihindari adalah, memutus kontak dan menghilangkan semua akses untuk bertemu. Namun, hari ini semua itu seolah tak berlaku bagi Laras.Ia tak pernah menyangka jika mantan suami dan adik iparnya yang kini sudah mengubah penampilannya, ada di sini dan menginjakkan kaki ke rumahnya untuk pertama kalinya."Kenapa kalian ada di sini?" tanya Laras memberanikan diri. Ia berharap-harap cemas menantikan jawaban mereka. Laras sangat tidak menghendaki kehadiran mereka, namun apa boleh buat. Tidak ada pilihan lain selain menanyakan maksud kedatangan mereka.Sebenci apa pun Laras di masa lalu pada keduanya. Akan tetapi, Laras juga tak mungkin mengusir kedua kakak beradik itu setelah mereka sudah duduk di ruang
#142"Kamu yakin … mau ikut menemui Laras?" Lelaki itu menatap lekat wajah Syahna yang tampak serius saat ini. Wajahnya tampak tenang seolah tak menunjukkan ekspresi apa pun, akan tetapi Angga dapat menilai kalau Syahna cukup serius dengan apa yang baru saja diucapkannya itu.Angga bertanya untuk memastikan lagi agar dia tak salah dalam menafsirkan keinginan Syahna. Angga berharap-harap cemas menantikan jawaban Syahna. Lelaki itu menatap Syahna dengan tatapan yang sulit dimengerti. Dengan sabar, Angga menunggu Syahna membuka mulutnya dan menjawab pertanyaannya.Syahna menganggukkan kepalanya mantap. Gadis itu merasa yakin dengan pilihannya untuk menemui Laras. Keinginan itu datang dengan sendirinya dari dalam hati. Entah mengapa, ia tiba-tiba berkeinginan menggebu untuk mengenal wanita hebat seperti Laras.Ia ingin sekali bertemu dan mengenal Laras. Sebab, Entah mengapa Syahna yakin jika sampai saat ini pu
#140Hari itu, Angga dan Tasya pulang ke rumah. Angga sengaja berniat untuk pulang, sekadar untuk melihat keadaan Syahna dan Jelita. Sementara, Tasya pulang untuk sekadar beristirahat dengan tenang sebelum harus kembali ke rumah sakit lagi.Pak Rahmat bersedia ditinggal di rumah sakit untuk menunggu Bu Intan dan membiarkan kedua kakak beradik itu pulang untuk beristirahat sejenak. Hari-hari yang mereka lalui pasti sangatlah berat. Tetapi mereka tetap bersyukur telah dikirimkan Pak Rahmat untuk sedikit meringankan beban mereka."Sore nanti kita balik lagi ke rumah sakit, Sya," ucap Angga mengingatkan sang adik setelah mobilnya terparkir sempurna. Kadang rasanya lelah, harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjaga sang ibu yang sedang koma. Namun, mereka tak boleh dan pantang mengeluh. Sebab, itu sudah menjadi kewajiban mereka sebagai seorang anak untuk berbakti pada sang ibu."Iya, Bang. Tasya mau tidur dan
#139Tekanan darah yang sangat tinggi saat Bu Intan tak sadarkan diri tempo hari, membuat Dokter dengan berat hati mengatakan kalau beliau koma. Dan, belum bisa dipastikan kapan akan tersadar dari komanya. Pihak dokter pun belum dapat memastikannya. Mereka hanya dapat berdoa untuk kesembuhan Bu Intan, dan meminta keluarga pasien untuk tabah dan menerima keadaannya. Dan tak lupa untuk berdoa memohon kesembuhan bagi ibu mereka berdua.Kabar mengejutkan itu sontak membuat Tasya sangat terpukul. Ia sungguh tak menyangka jika ibunya akan mengalami masa yang sangat sulit seperti sekarang. Kini, baik Angga maupun Tasya hanya dapat berdoa agar Bu Intan segera tersadar dari komanya. Dan, mereka berdua hanya dapat saling menguatkan satu sama lain. Ya, hanya itu yang dapat mereka lakukan selain berdoa. Tasya berharap agar ibunya segera sadar dan ingin memperlihatkan pada beliau jika ia mampu berubah untuk menjadi lebih baik. Juga, ingin agar Bu Intan bahag
#138Karma selalu dibayar tunai! Begitulah kata-kata yang selalu terngiang dalam benak Tasya. Ia merasa jika apa yang sedang mereka alami adalah buah dari segala perbuatan buruknya selama ini."Bang, apa ini karma ya buat kita?" Dengan mata berkaca-kaca, Tasya bertanya tentang karma."Husst! Jangan ngawur kita cukup berdoa saja yang baik-baik buat Ibu, Sya." Angga mencoba menanamkan nasihat positif pada adiknya. Ia mencoba segala cara agar Tasya tak selalu memikirkan hal negatif yang hanya akan membuat hati dan pikiran terasa lelah. Tak ada obat untuk semua rasa lelah itu.Tasya pun tak lagi membuka suara, cenderung terdiam dan merenungi segala kesalahannya di masa lalu. Memang benar kata pepatah jika penyesalan itu selalu datang di akhir cerita. Dan, kini Tasya baru saja merasakan penyesalan atas segala perbuatannya terhadap Laras dulu.*Bu Intan tak kunjung siuman mes
#136"Menurutmu, aku harus bagaimana?" Angga mengulangi lagi pertanyaannya dan lagi-lagi membuat Syahna terkejut setengah mati.Pertanyaan Angga kali ini sanggup membuat Syahna terkesiap sesaat. Lelaki itu bahkan menanyakan padanya tentang apa yang harus dilakukan. Syahna merasa dihargai dan dianggap sebagai orang spesial yang penting bagi Angga.Ia pun tampak terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Angga tersebut, tanpa terdengar seperti meremehkan lelaki itu."Menurutku … lebih baik Mas jujur saja sama Ibu. Di dunia ini pasti tak ada satu orang pun yang suka dibohongi, pun sama dengan ibumu, Mas. Walaupun kamu memilih untuk nggak cerita dan mengatakan yang sebenarnya sama Ibumu sekarang. Beliau pasti akan terus mencari tahu. Dan akan sangat miris kalau ibu tau semua itu dari mulut orang lain," ujar Syahna memberi jawaban sekaligus nasihat untuk Angga.