#113Gadis itu mendongakkan wajah begitu mendengar ada seseorang yang memanggilnya. Suaranya terdengar tidak asing. Dan ia terkejut saat melihat Angga sudah berada di hadapannya. Entah sejak kapan dia berada di sana. Yang pasti Rere tak menyangka melihat Angga saat ini. Di hadapannya."B–Bang Angga?" sahutnya kaget. Ia tak menyangka akan bertemu lagi dengan Angga di sini. Dunia begitu sempit, pikirnya."Iya, ini saya," sahutnya kemudian. Angga mengambil posisi duduk di samping Rere. Mendadak gadis itu merasa gugup, sebab Angga pasti akan menanyakan kenapa dirinya berada di sini."B–Bang Angga kenapa ada di sini?" tanya Rere. Merasa gugup dan bersalah atas tersebarnya video sy*ur Tasya, meskipun Angga tidak mengetahui itu dan video itu tersebar juga bukan karena dirinya tapi tetap saja Rere merasa takut dan khawatir berada di dekat Angga."Kamu lupa kalau tempat ini merupakan tempat umum. Siapa pun bisa berada di sini, 'kan?" Angga malah balik bertanya pada Rere. Dan Rere merasa tak be
#114Selesai membeli makanan di restoran, Angga segera kembali ke rumah sakit, dan langsung menuju ke ruangan Tasya lagi. Ia sudah menduga jika ibunya pasti akan mengomelinya sebab butuh waktu lama bagi Angga untuk kembali ke ruangan Tasya.Benar saja, saat Angga baru saja membuka pintu ruangan tempat Tasya dirawat. Bu Intan langsung menyambutnya dengan omelan khasnya serta wajah yang bersungut-sungut kesal, karena sejak tadi ia sudah menunggu dengan menahan rasa lapar."Kamu beli makanannya ke Mesir ya, Ga. Lama amat dari tadi ibu nungguin," semprot Bu Intan pada Angga yang baru saja datang. Ia mengerucutkan bibirnya saking kesal dan gemas pada anak laki-lakinya itu.Angga malah cengengesan dan tidak terlalu memedulikan ocehan ibunya itu. "Iya, maaf Bu. Habis di sana ngantri sih, makanya lama," kilah Angga berbohong. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah ia sempat mampir dulu sebentar karena melihat seseorang yang seperti dikenalnya.Tetapi, Angga memilih merahasiakannya dari sang
#115'Tuhan, semoga Mona baik-baik saja,' bisiknya berharap dalam hati.Rere duduk dengan wajah tegang dan khawatir sebab ia masih belum mengetahui keadaan Mona. Sang dokter muda yang memeriksa Mona tadi telah meminta Rere untuk duduk sejak lima menit yang lalu, namun beliau juga mengeluarkan suara dan memberitahukan Rere tentang kondisi Mona dan hal itu membuat Rere semakin dihantui rasa khawatir.“Dok, jadi bagaimana keadaan teman saya, Dok?” tanya Rere setelah dirinya bosan dengan suasana hening yang terjadi di ruangan itu.“Oh, maafkan saya.” Dokter itu tersadar sebab ia rupanya larut dalam lamunannya memikirkan kata-kata yang tepat untuk memberitahukan kondisi pasiennya tadi agar tak membuat gadis muda di hadapannya itu syok.“Gimana, Dok? Apa dia baik-baik saja?” tanya Rere lagi seolah tak sabar menunggu kata demi kata yang akan keluar dari mulut dokter muda itu.“Jadi begini, pasien mengalami luka tusuk yang cukup dalam dan kehilangan begitu banyak darah. Dan kondisinya sedang
#116"Tante?" Rere terkejut saat melihat Yunita sedang berjalan ke arah mereka. Pun sama dengan Mona, ia terkejut. Dan tak pernah mengira jika ibunya akan datang dan melihat keadaannya."Ngapain mama kesini?" tanya Mona ketus. Tampal sekali raut wajah tak suka darinya. Ia seakan tak mengharapkan kehadiran ibunya saat ini."Temanmu yang ngasih tahu kabar kamu ke mama, dan memangnya kenapa kalau mama kemari?" Yunita bertanya retoris. Wanita itu tak mengerti dengan respon putrinya yang terkesan dingin padanya itu."Mama bisa abaikan telepon dari temanku dan gak perlu datang kemari," sungut Mona. Kebenciannya akibat perceraian sang ibu pun menjadi pemicu sikapnya terhadap Yunita."Sudahlah. Kalau kamu nggak mengharapkan mama kemar. Yang penting mama udah datang dan mengurus administrasimu. Memangnya temanmu bisa membayarnya? Tentu tidak, 'kan?" Yunita melirik sinis ke arah dua gadis muda itu secara bergantian.Rere tampak tak enak hati karena pada akhirnya kedatangan Yunita sama sekali ta
#117Dua hari kemudian, setelah kondisinya sudah dinyatakan stabil oleh dokter. Tasya sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Mau tak mau dirinya harus mulai menerima takdirnya.Tasya tak dapat bersembunyi, maupun menyembunyikan segala aib yang telah diciptakan akibat kebodohannya sendiri. Ia tak menyalahkan siapa pun. Dan hanya menyalahkan dirinya sendiri.Tak diduga saat Tasya serta ibu dan kakaknya sedang berjalan di lorong rumah sakit. Ada suara yang memanggil mereka dari arah belakang."Sya! Tasya, tunggu!"Mereka bertiga pun menoleh ke arah sumber suara, dan terkejut saat melihat dua orang gadis muda yang memanggilnya itu sedang berjalan ke arah mereka."Mona? Rere?" lirih Tasya tak menyangka jika mereka dapat bertemu di sini."Sya, kamu gimana kabarnya?" tanya Rere begitu keduanya sudah berada di dekat rombongan Bu Intan."
#118Di sebuah kamar berukuran besar dengan dilengkapi beberapa perabotan mewah. Seorang pemuda tampak sedang kesal dan uring-uringan. Langkahnya mondar-mandir tak karuan. Ia kesal sebab orang tuanya telah mengurungnya selama hampir tiga hari, layaknya burung yang dikurung di dalam sangkar."Sialan! Kalau gini caranya, gue nggak bisa leluasa mengawasi gerak-gerik mereka. Mana ponsel gue disita lagi! Sial!" geramnya sambil mengepalkan tangan, dan memukulkannya ke dinding. Rasanya seolah mati. Ia tak merasakan kesakitan apa pun meskipun tangannya berdarah setelah memukul dinding itu."Ini semua gara-gara Tasya! Kalau saja dia nggak lapor polisi, mungkin gue masih bisa bebas di luaran sana! Nggak kayak sekarang, dikurung kayak tahanan aja! Sumpah, gue mau cekek dia sampai mati dengan tangan gue sendiri," geramnya dengan mata berkilat marah. Ia geram saat mengingat momen di mana dirinya dan kawan-kawannya digerebek atas laporan d
#119"Benar, Angga. Kamu masih hutang banyak penjelasan sama ibu. Sebenarnya apa masalahnya sampai kamu ngusir Aluna, Ga?" Bu Intan segera menimpali pertanyaan Tasya dengan pertanyaan yang sama juga."Hah? Aluna pergi, Bu? Tapi, kenapa? Apa masalahnya, Bang?" tanya Tasya setengah terkejut mendengar pengakuan Bu Intan. Ia menatap Angga penuh rasa penasaran. Ia pikir, baru beberapa hari saja ia tidak di rumah tapi keadaan sudah banyak yang berubah."Iya, waktu kamu menginap di rumah sakit, besoknya ibu tahu dari tetangga sini kalau Aluna pergi dari rumah bawa koper," sahut Bu Intan membenarkan pertanyaan Tasya.'Apa Bang Angga sudah tau ya tentang perselingkuhan Aluna sama papanya Arvin?' duga Tasya dalam hatinya. Namun, ia masih merasa jika itu tidak mungkin. Sebab, hanya dia yang tahu tentang itu."Iya, itu benar, Sya. Tapi, mari kita bahas tentang Aluna nanti, Bu, Sya. Aku masih lelah," u
#120"Ya, tujuan saya kesini awalnya untuk membuat rumah tangga Aluna hancur berantakan, sama seperti apa yang dia lakukan pada rumah tangga orang tuaku."Kedua orang di hadapannya itu tersentak demi mendengar pengakuan mengejutkan dari Syahna. Tiba-tiba saja terbit rasa khawatir di hati mereka. Keduanya takut kalau-kalau Syahna juga memiliki niat jahat kepada mereka."Ka–kamu jangan bercanda!" Bu Intan berkata setengah berteriak."Saya tidak sedang bercanda, Bu. Itu adalah kenyataannya. Tapi … kalian jangan khawatir, kalian tidak masuk dalam rencana balas dendamku," ungkap Syahna. Suaranya yang dingin itu tiba-tiba mulai melunak."Terus? Mau kamu apa sekarang, hah! Apa kamu puas sudah menghancurkan rumah tangga Angga! Dan apa lelaki yang di hotel waktu itu adalah suruhanmu?" Tasya menebak sebuah hal yang sama sekali tak dilakukan oleh Syahna.Syahna menggeleng cepat. "K