Sejenak, Danu terdiam membeku, sedikit terkejut dengan permintaan sang istri. Lelaki itu pun membalikkan badannya, menatap Nandia dengan tatapan menghunus tajam.
“Apa katamu?” tanyanya dengan nada tidak percaya. “Bercerai?” Nandia berusaha menguatkan hatinya. Biasanya, kalau Danu sudah menatapnya seperti itu, dia akan menundukkan kepalanya karena takut pada lelaki itu. Namun, tidak sekarang. “Benar, aku ingin bercerai.” Danu mengerutkan keningnya. “Sandiwara macam apa lagi yang sedang kamu mainkan?” Sandiwara … Tuduhan itu bak belati yang mengiris hati Nandia tiap kali Danu menudingnya. “Aku lelah, Mas …” tutur Nandia jujur, mengabaikan tuduhan Danu perihal sandiwara. “Kalau memang tidak saling cinta dan hatimu ada pada wanita lain, maka untuk apa mempertahankan pernikahan ini?” Dia menatap Danu lurus. Mendengar ucapan itu keluar dari bibir Nandia, wajah Danu berubah semakin gelap. “Diana bukan ‘wanita lain’. Dia jauh lebih baik dari itu,” ucap pria itu, membuat hati Nandia bak berdarah saat ini juga. Usai mengatakan hal tersebut, Danu membenarkan jasnya, lalu lanjut berkata, “Selain itu, setelah kamu menghalalkan segala cara untuk menjadi Nyonya Hadiwijaya tiga tahun lalu, apa kamu kira aku akan percaya bahwa sekarang kamu rela meninggalkan segalanya begitu saja?” Mata Nandia membola, tidak percaya pria itu masih mengungkit masalah yang sudah berlalu begitu lama. “Sudah kukatakan berapa kali! Tiga tahun lalu adalah sebuah kecelakaan! Pun kamu enggan percaya dan memang aku yang melakukannya, aku sudah muak menghadapi sikap dinginmu yang tidak pernah bisa menghargaiku sebagai seorang istri dan jelas-jelas mencintai wanita la–” Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, ucapan Nandia terhenti akibat wajahnya yang dicengkeram kuat oleh tangan Danu. “Tutup mulutmu, Nandia,” tegas Danu dengan pancaran mata diselimuti kebencian. “Hubunganku dengan Diana tidak seperti yang ada di pikiran kotor dan picikmu.” Pria itu pun melepaskan cengkeramannya, membiarkan Nandia jatuh tersungkur ke tempat tidur. “Oleh karena itu, jangan pernah kamu jadikan hubungan kami untuk mengajukan perceraian. Karena selamanya aku tidak akan pernah menceraikanmu.” Bingung apa alasan Danu menolak perceraian, Nandia pun berujar, “Kalau kamu khawatir usai bercerai aku akan membebani reputasi keluarga atau mengincar harta keluarga Hadiwijaya, aku bersedia menandatangani perjanjian di depan notaris, Mas. Aku–” Sekali lagi, Nandia tidak berhasil menyelesaikan kalimatnya. Namun, berbeda dari sebelumnya, kali ini Danu tidak mencengkeram wajahnya, tapi melumat bibirnya kasar. “Mmph!” Mata Nandia membesar, dia memukul-mukul dada Danu. Akan tetapi, pria itu tidak memedulikannya dan menciumnya semakin dalam. Hanya ketika Nandia kehabisan napas, dengan air mata mengaliri wajahnya, barulah Danu melepaskannya. “Tidak peduli apa alasanmu, tapi perceraian tidak pernah terjadi di dalam keluarga Hadiwijaya. Jadi, selamanya kamu akan terjebak dalam pernikahan ini bersamaku … suka maupun tidak.” Usai mengatakan hal tersebut, Danu pun bangkit dari tempat tidur dan beranjak menghampiri pintu. “Besok adalah ulang tahun Mama. Persiapkan dirimu dengan baik dan jangan bersikap memalukan dengan tingkah bodoh seperti tadi, terutama karena Diana akan ada di sana.” Lelaki itu menutup pintu dengan sangat keras hingga membuat Nandia terperanjat. Berbaring dengan mata tertutup, Nandia menangis meratapi nasibnya yang tragis. Kenapa … semuanya jadi seperti ini? *** Keesokan harinya, Nandia melirik samping ranjangnya. Terasa dingin saat wanita itu merabanya. Itu artinya, sang suami tidak pulang semalam. Di mana lelaki itu tidur? Mungkinkah di tempat Diana? Malas berpikir terlalu jauh, Nandia menepis pertanyaan itu dan memutuskan untuk bangun. Dia masih ada pesta yang harus dihadiri hari ini. Sebenarnya, Nandia malas pergi. Bertemu dengan keluarga besar Danu adalah hal yang paling dia hindari. Namun, teringat peringatan sang suami kemarin malam, termasuk juga terlalu lelah untuk memperpanjang masalah, Nandia memutuskan untuk bersiap meski dengan hati yang berat. Saat dia keluar dari kamar, ternyata Danu sudah menunggunya di ruang tamu. Tampak pria itu siap dengan jas hitam yang pas di tubuh tinggi dan tegapnya. Melirik kedatangan Nandia, Danu menyapa dengan wajah datar, “Sudah siap?” Nandia hanya menganggukkan kepala tanpa membalas, membuat Danu mengerutkan kening, merasa agak terganggu dengan tanggapan dingin itu. Namun, Danu menepis perasaan tersebut dan memutuskan untuk beranjak pergi sambil menggandeng tangan sang istri. Sepanjang perjalanan, Nandia hanya melihat ke luar jendela mobil selagi Danu berada di sebelahnya. Sopir di depan fokus menyetir dan keheningan pun menghiasi ruang tersebut. Satu jam kemudian, mereka sudah sampai di rumah orang tua Danu. Beberapa mobil mewah sudah berjejer rapi di halaman rumah mewah Danu. Saat turun dari mobil, Danu kembali menggandeng tangan Nandia. “Ingat, jangan membuatku malu,” tekan Danu. Tidak mendapatkan jawaban lagi, Danu menatap sang istri tajam, “Apa kau mendengarku?” “Aku tahu,” jawab Nandia datar. Ekspresi Nandia yang acuh tak acuh entah kenapa membuat hati Danu tergelitik. Ada sesuatu dalam diri pria itu yang ingin segera mencium wanita tersebut saat itu juga. Danu ingin memperingatkan wanita itu bahwa dia adalah miliknya dan harus mendengarkan dirinya. Andai ini di rumah dan bukan acara ulang tahun ibunya.Saat Danu dan Nandia masuk ke dalam rumah mewah itu, semua orang langsung terdiam. Seolah mereka baru saja selesai menggunjingkan orang yang baru saja tiba.Begitu sampai di hadapan Lidia, ibunda Danu, Danu langsung memeluk ibunya itu dan berkata, “Selamat ulang tahun Ma. Semoga Mama sehat selalu dan diberi umur yang panjang,” ucap Danu sambil memeluk sang mama.“Oh ya ampun, Danu! Terima kasih, Sayang!” Wanita itu membalas pelukan sang putra hangat. “Mama pikir kamu tidak datang, Nak! Kenapa kamu lama sekali? Diana sudah menunggumu dari tadi, temuilah dia,” ucap Lidia sambil mengarahkan Danu ke arah seorang wanita cantik di ujung ruangan.Di saat itu, dari arah yang berlawanan, Nandia melihat wanita cantik dengan gaun merah menyala berjalan berlenggak lenggok mendekat ke arahnya. Dia adalah Diana.“Hai Danu, aku kangen banget sama kamu,” ucap wanita itu sambil memeluk dan mencium pipi Danu. Keduanya tampak seperti dua kekasih yang lama tak bertemu.Padahal, jelas-jelas mereka berdua
“R-Reihan!?” Nandia memanggil setengah berseru sebelum akhirnya menjauh dari pelukan pria itu.“Apa yang kamu lakukan di sini!?”Reihan Hadiwijaya, putra tunggal dari paman kedua Danu. Hal tersebut menjadikannya sepupu dari suami Nandia tersebut. Berbeda dari Danu yang memiliki sifat dingin dan dominan, Reihan adalah pria yang lembut dan hangat, dan dia adalah satu-satunya orang dari keluarga Hadiwijaya yang baik kepada Nandia.Mendengar pertanyaan Nandia yang aneh, Reihan tertawa. “Ini pesta ulang tahun bibiku. Tentu saja aku harus ada di sini,” jawab pria itu santai.“A-ah, benar juga ….” Nandia merasa bodoh menanyakan hal tersebut.Menatap Nandia dengan saksama, lalu melirik sekilas sosok Danu yang sedang bersama dengan Diana, Reihan berkata, “Bisa kulihat suamimu berulah lagi.”Pernyataan itu membuat Nandia tersentak, hanya untuk sesaat sebelum dia kemudian tersenyum tipis. “Dia hanya berbincang dengan kawan lama,” jawabnya.Reihan beralih menatap Nandia yang berusaha memaksakan s
“Apa?” Diana tampak terkejut.Nandia menggeser pandangannya ke arah Diana dan berucap dengan dingin, “Mau kalian tidur bersama atau tidak, itu bukan urusanku lagi. Kalau kamu memang begitu haus belaian seorang Danu Hadiwijaya, silakan saja ambil dia dariku.”Nandia bisa melihat jelas bagaimana ekspresi Diana sangat kaget mendengar kalimat yang dirinya ucapkan. Tentunya, tidak Diana sangka kalau Nandia bisa bersikap begitu tidak peduli terhadap hubungannya dengan Danu.Lagi pula, selama tiga tahun ini, setiap kali Diana berusaha menyakitinya, wanita itu selalu berhasil mendapatkan reaksi dari Nandia.Namun, tidak dengan sekarang. Nandia tidak ingin terlihat lemah–walau pada kenyataannya hatinya sedang berdarah.Tidak ingin isi hatinya terbongkar, Nandia pun gegas berkata, “Kalau tidak ada hal lain yang ingin kamu katakan, aku permisi.”Wanita itu pun berbalik, meninggalkan area kolam renang yang terasa sesak baginya.Namun, belum ada satu langkah Nandia ambil, sebuah tangan menariknya
*Beberapa saat yang lalu*Saat tubuhnya menabrak permukaan kolam, pandangan Nandia langsung buyar akibat pening yang menyerang. Dirinya berusaha untuk menggapai permukaan, tapi ketidakmampuannya untuk berenang membuatnya malah menelan air banyak dan berakhir kesulitan bernapas.Saat Nandia merasa pandangannya menggelap, tiba-tiba dia merasakan sebuah tangan yang menariknya ke atas. “Nandia!” Seseorang meneriakkan namanya dengan penuh kekhawatiran, tapi mata Nandia masih tertutup rapat akibat kesadarannya yang masih berada di ambang kegelapan.Samar, Nandia juga merasakan seseorang menyentuh bibirnya, menghembuskan napas bergantian dengan tangan yang menekan dadanya kuat berkali-kali–mencoba menyadarkannya.Sampai akhirnya…“Uhuk-uhuk.” Nandia terbatuk, mengeluarkan air dari paru-parunya. “Nandia!” panggil seseorang, membuat Nandia yang memiringkan tubuhnya setelah memuntahkan air mengangkat pandangan, melihat keberadaan Reihan yang tampak basah kuyup dan begitu khawatir.Ah … jadi R
PLAK!“Istri macam apa kamu sehingga berkata seperti itu mengenai suamimu sendiri!? Memang dasar menantu tidak berguna! Bisanya hanya membuat malu keluarga ini!”Tamparan yang begitu keras membuat semua orang terkesiap. Mereka menatap bagaimana Lidia yang dibutakan amarah baru saja menampar Nandia.“Nandia!”Reihan menangkap tubuh ringkih Nandia yang terhuyung mundur akibat tamparan keras Lidia. Pria itu ingin sekali mengatakan berbagai hal saat ini, tapi Nandia telah terlebih dahulu mencengkeram tangannya, sekali lagi menghentikannya untuk ikut campur.Dengan usaha tegar, Nandia menegapkan tubuhnya. Namun, sebelum dia bisa melakukan apa pun lagi, seseorang kembali berkata, “Minta maaf.” Nandia mengangkat pandangannya. Kali ini, ternyata yang berbicara adalah Danu.Wajah pria itu sangat dingin seiring dirinya menegaskan, “Berhenti mempermalukan dirimu sendiri dan selesaikan masalah ini dengan cepat, Nandia.” Danu mengulangi, “Minta maaflah kepada Diana!”Di saat kalimat ini terucap,
“Nandia!”Teriakan Danu menggelegar di seisi kediamannya, membuat sejumlah pelayan tampak ketakutan melihat sang majikan merangsek beberapa kamar kediaman seperti orang gila.Ini adalah kali pertama, seorang Danu Hadiwijaya yang terkenal dingin dan tenang menampakkan wajah panik dan frustrasi seperti ini. Dan semua … diakibatkan sang istri, Nandia, yang menghilang tanpa jejak sama sekali.Danu berpindah dari kamar utama, kamar tamu, kamar pelayan, tapi semua kosong. Tidak ada sang istri di sana.“Kamu di mana Nandia!”Danu pun akhirnya keluar dari kamar dan mencari istrinya ke seluruh penjuru ruangan yang ada di rumah ini. Bahkan tempat Nandia biasa menghabiskan waktu pun dia datangi. Namun sang istri tak ada dimanapun.Danu tiba-tiba merasa ketakutan. Dia pun berteriak memanggil asisten rumah tangganya. Berharap mereka tahu di mana sang istri berada. “Resta!!”Dengan langkah tergopoh-gopoh, Resta, seorang perempuan paruh baya yang merupakan kepala pelayan di kediaman itu, menghadap
Menatap dua manik Danu yang memancarkan amarah, Reihan mendengus. “Setelah dia pergi, kamu baru ingat kalau dia istrimu? Kenapa tadi kamu malah membuang lebih banyak waktu mengkhawatirkan wanita lain yang bukan siapa-siapa untukmu? Aku sampai mengira Dianalah istrimu.”“Kamu–!”“Danu, sebenarnya … kenapa kamu menikahi Nandia?”Pertanyaan Reihan membuat Danu terdiam. “Apa kamu bahkan mencintainya?” Lidah Danu terasa kelu, dan wajahnya menampakkan ekspresi kebingungan.Cinta …? Danu tidak pernah mengerti hal tersebut.Sedari kecil, hidup Danu sudah diatur oleh keluarganya. Dia tumbuh besar sebagai pewaris sang ayah, dan pasangan hidupnya sudah ditetapkan oleh sang ibu.Semuanya sempurna, sampai akhirnya … dia bertemu dengan Nandia.Awalnya, wanita itu melamar sebagai sekretaris Danu. Dengan penampilan anggun, pembawaan tenang, dan juga kinerja yang cekatan, patut diakui bahwa Nandia adalah satu-satunya sekretaris yang Danu sukai. Pria itu bahkan tidak segan membawa Nandia ke berbagai
Detik pertanyaan itu diajukan, wajah Nandia memucat. Dan wajah wanita itu adalah jawaban bagi sang kakek.Anggara menghela napas berat dan berkata, “Kau … ingin memberitahukan hal ini kepada pria itu?”Menggertakkan gigi dan mengepalkan tangan, Nandia langsung menjawab, “Tidak. Tidak akan pernah.” Dia mengelus perutnya yang masih rata dan menjawab, “Kalau aku memang hamil dan sedang mengandung, maka anak ini adalah anakku seorang dan sama sekali tidak ada hubungan dengan pria itu!”*Empat tahun kemudian*Di sebuah bandara internasional, seorang wanita cantik berjalan anggun dengan menggandeng anak laki-laki yang tampan. Matanya coklat mewarisi gen sang ayah. Hampir setiap orang yang berjalan menatap ke arahnya. Mereka terkagum dengan kecantikan dan ketampanan bocah imut itu. Daniel Anggara Pratama, bocah tampan berusia 3 tahun itu tiba-tiba saja melepaskan pegangan tangannya dari sang mama kemudian berlari.Wanita cantik itu pun kaget kemudian mengejar sang putra. Karena tidak berha