“R-Reihan!?” Nandia memanggil setengah berseru sebelum akhirnya menjauh dari pelukan pria itu.
“Apa yang kamu lakukan di sini!?” Reihan Hadiwijaya, putra tunggal dari paman kedua Danu. Hal tersebut menjadikannya sepupu dari suami Nandia tersebut. Berbeda dari Danu yang memiliki sifat dingin dan dominan, Reihan adalah pria yang lembut dan hangat, dan dia adalah satu-satunya orang dari keluarga Hadiwijaya yang baik kepada Nandia. Mendengar pertanyaan Nandia yang aneh, Reihan tertawa. “Ini pesta ulang tahun bibiku. Tentu saja aku harus ada di sini,” jawab pria itu santai. “A-ah, benar juga ….” Nandia merasa bodoh menanyakan hal tersebut. Menatap Nandia dengan saksama, lalu melirik sekilas sosok Danu yang sedang bersama dengan Diana, Reihan berkata, “Bisa kulihat suamimu berulah lagi.” Pernyataan itu membuat Nandia tersentak, hanya untuk sesaat sebelum dia kemudian tersenyum tipis. “Dia hanya berbincang dengan kawan lama,” jawabnya. Reihan beralih menatap Nandia yang berusaha memaksakan sebuah senyuman, ekspresi pria itu serius. “Aku tahu sepupuku itu adalah pria yang bodoh, tapi kau tidak sebodoh itu sampai tidak sadar tujuan sesungguhnya Diana dan Bibi Lidia. Oleh karena itu, jangan berpura-pura kuat di hadapanku, Nandia.” Kalimat Reihan membuat senyuman di wajah Nandia perlahan menghilang. Kepalsuan itu luntur seketika dan digantikan dengan ekspresi pahit. “Kau masih mencintainya? Itukah alasanmu tidak kian mengajukan cerai kepadanya?” tanya Reihan, membuat Nandia menghela napas, lalu menundukkan kepala untuk menatap gelas wine kosong di tangan. “Aku sudah mencoba mengajukan cerai, Reihan. Akan tetapi–” “Apa yang kalian lakukan di sini?” Pertanyaan itu menghentikan ucapan Nandia, membuatnya menoleh dan melihat ke arah sumber suara. Tampak dari arah ruang pesta, sosok Danu datang menghampiri dengan Diana mengikuti di sisinya, membuat ekspresi Nandia yang cerah berubah buruk. Melihat Nandia tidak berniat menjawab pertanyaan suaminya, Reihan selaku penengah hanya bisa tersenyum. “Berbincang, sama persis seperti yang kamu lakukan dengan Diana.” Nandia agak kaget. Reihan jelas-jelas sedang menyindir Danu dan hubungannya dengan Diana. Wanita itu pun mengangkat pandangan dan menatap sang suami. Ah … sudah dia duga, Danu marah …. Di saat ini, Diana–yang tidak tahu apakah dia sadar atau tidak mengenai sindiran Reihan–berujung berkata, “Apa yang kalian bicarakan? Dari kejauhan kulihat pembicaraan kalian begitu romantis. Kalau aku tidak mendekat, aku akan mengira Nandia itu wanita yang sedang kamu goda, Rei!” celetuk Diana, membuat ekspresi Danu semakin menggelap. Kalimat Diana membuat Nandia mendengus. Dia tahu jelas apa niatan teman masa kecil suaminya itu. Apa lagi kalau bukan memperburuk hubungan rumah tangganya dengan Danu? “Kalau dibandingkan dengan dirimu dan suamiku yang berdansa mesra di tengah ruang pesta, aku dan Reihan yang hanya berbincang seharusnya sama sekali bukan apa-apa,” balas Nandia, membuat Danu menatap nyalang istrinya. Menangkap peringatan Danu, Nandia pun langsung bungkam. Tidak melanjutkan perdebatan karena tidak ingin memperpanjang masalah. Tepat di saat ini, Lidia dan Rina–ibu dari Reihan–memanggil kedua putranya. Sepertinya, kedua wanita itu memiliki hal yang ingin dibicarakan dengan dua putra tampan mereka. Sebelum pergi, Danu menarik tangan Nandia dan berbisik kepada istrinya, “Jaga bicaramu dan jangan berbuat onar. Apa kau sudah lupa yang kukatakan sebelum datang ke pesta?” “Selama tidak ada yang mencari masalah denganku, maka aku tidak akan mencari masalah dengan mereka,” jawab Nandia sebelum akhirnya menepis tangan Danu dan mengambil langkah mundur. Wanita itu pun tersenyum manis, menyembunyikan ekspresi dingin yang tadi hanya terlihat oleh suaminya itu. “Mama memanggilmu, cepatlah pergi. Aku akan baik-baik saja di sini,” ucapnya kepada Danu, membuat pria itu terkejut dengan betapa ahlinya sang istri mengusirnya dari tempat tersebut. Tidak lagi mengatakan apa pun, Danu berbalik pergi untuk segera menghampiri ibunya. Di saat ini, sebuah suara terdengar berbicara di sisi telinga Nandia, “Berhati-hatilah sedikit.” Nandia menoleh dan melihat Reihan ada di sebelahnya, menatap Diana tajam untuk sesaat sebelum beralih menatapnya. “Aku akan segera kembali,” ucap pria tersebut sebelum akhirnya pergi menyusul Danu. Setelah kedua pria tersebut pergi, kini hanya tertinggal Nandia dan Diana berdua saja di area luar pesta. Merasa peringatan Reihan ada benarnya, Nandia pun menghadap Diana dan berkata, “Aku masih ada urusan, jadi permi–” “Kamu tidak lelah hidup bersama dengan lelaki yang tidak mencintaimu Nandia?” Pertanyaan Diana yang memotong ucapannya membuat Nandia menghela napas. Sepertinya, konflik memang tidak bisa dihindari. “Aku lelah atau tidak, aku tidak merasa itu urusanmu,” jawab Nandia dengan ekspresi datar, membuat Diana tersenyum sinis. Seraya menghampiri Nandia, Diana berucap, “Tidakkah kau bertanya-tanya, ke mana suamimu tadi malam?” Wanita itu berhenti tepat di hadapan Nandia, kemudian tersenyum manis sembari melanjutkan, “Dia tidur di sebelahku dengan nyenyak hingga pagi, menemaniku penuh dengan cinta dan perhatian.” Hening. Tidak ada yang berbicara. Hanya ada suara riuh pesta di dalam kediaman Hadiwijaya, dan juga deru air kolam renang yang tertiup angin dingin malam. Diana menunggu beberapa detik, menantikan ekspresi tersakiti di wajah Nandia. Akan tetapi, dia berujung dikejutkan dengan Nandia yang berkata, “Apa kau kira aku peduli?”“Apa?” Diana tampak terkejut.Nandia menggeser pandangannya ke arah Diana dan berucap dengan dingin, “Mau kalian tidur bersama atau tidak, itu bukan urusanku lagi. Kalau kamu memang begitu haus belaian seorang Danu Hadiwijaya, silakan saja ambil dia dariku.”Nandia bisa melihat jelas bagaimana ekspresi Diana sangat kaget mendengar kalimat yang dirinya ucapkan. Tentunya, tidak Diana sangka kalau Nandia bisa bersikap begitu tidak peduli terhadap hubungannya dengan Danu.Lagi pula, selama tiga tahun ini, setiap kali Diana berusaha menyakitinya, wanita itu selalu berhasil mendapatkan reaksi dari Nandia.Namun, tidak dengan sekarang. Nandia tidak ingin terlihat lemah–walau pada kenyataannya hatinya sedang berdarah.Tidak ingin isi hatinya terbongkar, Nandia pun gegas berkata, “Kalau tidak ada hal lain yang ingin kamu katakan, aku permisi.”Wanita itu pun berbalik, meninggalkan area kolam renang yang terasa sesak baginya.Namun, belum ada satu langkah Nandia ambil, sebuah tangan menariknya
*Beberapa saat yang lalu*Saat tubuhnya menabrak permukaan kolam, pandangan Nandia langsung buyar akibat pening yang menyerang. Dirinya berusaha untuk menggapai permukaan, tapi ketidakmampuannya untuk berenang membuatnya malah menelan air banyak dan berakhir kesulitan bernapas.Saat Nandia merasa pandangannya menggelap, tiba-tiba dia merasakan sebuah tangan yang menariknya ke atas. “Nandia!” Seseorang meneriakkan namanya dengan penuh kekhawatiran, tapi mata Nandia masih tertutup rapat akibat kesadarannya yang masih berada di ambang kegelapan.Samar, Nandia juga merasakan seseorang menyentuh bibirnya, menghembuskan napas bergantian dengan tangan yang menekan dadanya kuat berkali-kali–mencoba menyadarkannya.Sampai akhirnya…“Uhuk-uhuk.” Nandia terbatuk, mengeluarkan air dari paru-parunya. “Nandia!” panggil seseorang, membuat Nandia yang memiringkan tubuhnya setelah memuntahkan air mengangkat pandangan, melihat keberadaan Reihan yang tampak basah kuyup dan begitu khawatir.Ah … jadi R
PLAK!“Istri macam apa kamu sehingga berkata seperti itu mengenai suamimu sendiri!? Memang dasar menantu tidak berguna! Bisanya hanya membuat malu keluarga ini!”Tamparan yang begitu keras membuat semua orang terkesiap. Mereka menatap bagaimana Lidia yang dibutakan amarah baru saja menampar Nandia.“Nandia!”Reihan menangkap tubuh ringkih Nandia yang terhuyung mundur akibat tamparan keras Lidia. Pria itu ingin sekali mengatakan berbagai hal saat ini, tapi Nandia telah terlebih dahulu mencengkeram tangannya, sekali lagi menghentikannya untuk ikut campur.Dengan usaha tegar, Nandia menegapkan tubuhnya. Namun, sebelum dia bisa melakukan apa pun lagi, seseorang kembali berkata, “Minta maaf.” Nandia mengangkat pandangannya. Kali ini, ternyata yang berbicara adalah Danu.Wajah pria itu sangat dingin seiring dirinya menegaskan, “Berhenti mempermalukan dirimu sendiri dan selesaikan masalah ini dengan cepat, Nandia.” Danu mengulangi, “Minta maaflah kepada Diana!”Di saat kalimat ini terucap,
“Nandia!”Teriakan Danu menggelegar di seisi kediamannya, membuat sejumlah pelayan tampak ketakutan melihat sang majikan merangsek beberapa kamar kediaman seperti orang gila.Ini adalah kali pertama, seorang Danu Hadiwijaya yang terkenal dingin dan tenang menampakkan wajah panik dan frustrasi seperti ini. Dan semua … diakibatkan sang istri, Nandia, yang menghilang tanpa jejak sama sekali.Danu berpindah dari kamar utama, kamar tamu, kamar pelayan, tapi semua kosong. Tidak ada sang istri di sana.“Kamu di mana Nandia!”Danu pun akhirnya keluar dari kamar dan mencari istrinya ke seluruh penjuru ruangan yang ada di rumah ini. Bahkan tempat Nandia biasa menghabiskan waktu pun dia datangi. Namun sang istri tak ada dimanapun.Danu tiba-tiba merasa ketakutan. Dia pun berteriak memanggil asisten rumah tangganya. Berharap mereka tahu di mana sang istri berada. “Resta!!”Dengan langkah tergopoh-gopoh, Resta, seorang perempuan paruh baya yang merupakan kepala pelayan di kediaman itu, menghadap
Menatap dua manik Danu yang memancarkan amarah, Reihan mendengus. “Setelah dia pergi, kamu baru ingat kalau dia istrimu? Kenapa tadi kamu malah membuang lebih banyak waktu mengkhawatirkan wanita lain yang bukan siapa-siapa untukmu? Aku sampai mengira Dianalah istrimu.”“Kamu–!”“Danu, sebenarnya … kenapa kamu menikahi Nandia?”Pertanyaan Reihan membuat Danu terdiam. “Apa kamu bahkan mencintainya?” Lidah Danu terasa kelu, dan wajahnya menampakkan ekspresi kebingungan.Cinta …? Danu tidak pernah mengerti hal tersebut.Sedari kecil, hidup Danu sudah diatur oleh keluarganya. Dia tumbuh besar sebagai pewaris sang ayah, dan pasangan hidupnya sudah ditetapkan oleh sang ibu.Semuanya sempurna, sampai akhirnya … dia bertemu dengan Nandia.Awalnya, wanita itu melamar sebagai sekretaris Danu. Dengan penampilan anggun, pembawaan tenang, dan juga kinerja yang cekatan, patut diakui bahwa Nandia adalah satu-satunya sekretaris yang Danu sukai. Pria itu bahkan tidak segan membawa Nandia ke berbagai
Detik pertanyaan itu diajukan, wajah Nandia memucat. Dan wajah wanita itu adalah jawaban bagi sang kakek.Anggara menghela napas berat dan berkata, “Kau … ingin memberitahukan hal ini kepada pria itu?”Menggertakkan gigi dan mengepalkan tangan, Nandia langsung menjawab, “Tidak. Tidak akan pernah.” Dia mengelus perutnya yang masih rata dan menjawab, “Kalau aku memang hamil dan sedang mengandung, maka anak ini adalah anakku seorang dan sama sekali tidak ada hubungan dengan pria itu!”*Empat tahun kemudian*Di sebuah bandara internasional, seorang wanita cantik berjalan anggun dengan menggandeng anak laki-laki yang tampan. Matanya coklat mewarisi gen sang ayah. Hampir setiap orang yang berjalan menatap ke arahnya. Mereka terkagum dengan kecantikan dan ketampanan bocah imut itu. Daniel Anggara Pratama, bocah tampan berusia 3 tahun itu tiba-tiba saja melepaskan pegangan tangannya dari sang mama kemudian berlari.Wanita cantik itu pun kaget kemudian mengejar sang putra. Karena tidak berha
Pagi ini, Danu keluar dari mobil mewahnya. Setelah melepaskan kacamata hitamnya, dia berjalan dengan langkah tegap. Jas biru yang dia kenakan menambah kesan betapa gagah dan tampannya lelaki itu. Sayangnya, hatinya dingin tak tersentuh. Para karyawan menunduk memberi hormat sang atasan saat lelaki itu lewat. Danu hanya mengangguk tanpa ada senyum yang menghiasi wajahnya.Resepsionis yang tadi menyapanya pun menyenggol lengan rekan kerjanya.“Eh, kamu lihat nggak, semenjak Tuan Danu menjadi duda, kenapa aura ketampanannya semakin bertambah? Duh, seandainya, aku bisa memilikinya,” kata Sila, resepsionis tadi.“Nggak usah mimpi jadi istri Bos! Gimana kamu bisa menaklukkan beruang kutub yang dinginnya melebihi es. Apalagi semenjak istrinya meninggal. Semakin galak saja dia,” sahut karyawati yang lain.“Bener juga, wanita sekelas Diana saja tidak bisa membuat Bos kita bertekuk lutut. Apalagi kita,” balas Sila.“Tapi anehnya, semasa Bos masih bersama Ibu Nandia, mereka terlihat seperti pas
Nandia baru saja keluar dari Anggara Corp. Dia sudah terlambat untuk menghadiri pertemuan dengan kliennya. Meeting tadi menyita banyak waktu karena ada sedikit masalah.Matahari sudah berada di atas kepala. Nandia berjalan dengan cepat, sambil menutupi kepalanya dengan tangan. Akan tetapi, sebelum dia masuk ke dalam mobil. Suara berat nan tegas membuat dia menoleh ke belakang.“Nandia!”Lelaki tampan dengan rambut pirang bermata biru setengah berlari mengejarnya sambil menggendong bocah tampan berusia tiga tahun. Senyum terpancar di wajahnya saat dia melihat sosok Nandia. Sementara bocah kecil itu mengulurkan tangannya disertai rengekan kecil.“Mike? Kenapa?” tanya Nandia terkejut.“Pangeran kecilmu mencari maminya, dan sekarang, dia bilang ingin ikut denganmu!” ujarnya sambil menyodorkan bocah tampan itu.Hubungan Mike dan Nandia sangat dekat sejak Nandia tinggal di rumahnya saat wanita itu melarikan diri dari Danu. Mike adalah anak dari kakak ibunya yang menikah dengan orang bule.N