*Beberapa saat yang lalu*
Saat tubuhnya menabrak permukaan kolam, pandangan Nandia langsung buyar akibat pening yang menyerang. Dirinya berusaha untuk menggapai permukaan, tapi ketidakmampuannya untuk berenang membuatnya malah menelan air banyak dan berakhir kesulitan bernapas. Saat Nandia merasa pandangannya menggelap, tiba-tiba dia merasakan sebuah tangan yang menariknya ke atas. “Nandia!” Seseorang meneriakkan namanya dengan penuh kekhawatiran, tapi mata Nandia masih tertutup rapat akibat kesadarannya yang masih berada di ambang kegelapan. Samar, Nandia juga merasakan seseorang menyentuh bibirnya, menghembuskan napas bergantian dengan tangan yang menekan dadanya kuat berkali-kali–mencoba menyadarkannya. Sampai akhirnya… “Uhuk-uhuk.” Nandia terbatuk, mengeluarkan air dari paru-parunya. “Nandia!” panggil seseorang, membuat Nandia yang memiringkan tubuhnya setelah memuntahkan air mengangkat pandangan, melihat keberadaan Reihan yang tampak basah kuyup dan begitu khawatir. Ah … jadi Reihan yang menolongnya? Reihan memeluk Nandia erat. “Syukurlah …” ucap pria itu seraya menutup mata, tidak berkata banyak dan hanya mensyukuri kehangatan tubuh Nandia yang sempat terbujur kaku di sisi kolam renang. Menjauhkan tubuh Nandia, pria itu mengecek keadaan wanita tersebut dengan saksama, “Bagaimana keadaanmu? Ada yang sakit?” Nandia menggelengkan kepalanya dengan tubuh menggigil, membuat Reihan langsung melepaskan jasnya untuk menghangatkan tubuh Nandia. “Ya, kamu baik-baik saja sekarang. Aku ada di sini, oke?” ulang Reihan berkali-kali. Entah apa pria itu sedang meyakinkan Nandia atau dirinya sendiri …. Sementara itu, pandangan Nandia beralih ke belakang Reihan, tertancap tepat pada sosok Danu yang berada di sisi Diana. Hal itu membuat Nandia tertawa pahit dalam hati. Sungguh suami yang luar biasa. Istrinya hampir saja mati tenggelam, tapi pria itu lebih memilih menyelamatkan wanita lain dan menjaganya seperti permata. Mungkin, memang benar, di mata Danu … dirinya tidak lebih dibandingkan sebongkah batu tidak berharga. Usai memakaikan jaket kepada Nandia, Reihan pun menyadari arah pandang wanita tersebut. Pria itu bertanya, “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu dan Diana terjatuh ke kolam?” Dia terdiam sesaat, lalu mengambil satu kesimpulan yang berani, “Wanita itu mendorongmu?” Mata Nandia terpaku pada sosok Diana saat pertanyaan itu terlontar, dan wanita tersebut pun semakin mendekatkan diri ke dalam pelukan suaminya, seakan meminta perlindungan. Hal itu membuat Nandia mendengus dan menggelengkan kepala. “Antarkan aku pulang saja.” Reihan terdiam, merasa ada yang tidak beres. Akan tetapi, dia langsung mengangguk dan menggendong Nandia, sontak mengundang reaksi dari sejumlah pihak–termasuk di antaranya Danu, yang menampakkan wajah gelap. Nandia sendiri agak terkejut dengan perlakuan Reihan. Dia ingin meminta diturunkan, tapi hal tersebut jelas akan mempersulit posisi Reihan di depan publik. Toh, sudah terlanjur terlihat juga. Jadi, dia diam saja. Saat Reihan baru saja mengambil satu langkah untuk pergi, sebuah suara mendadak berseru, “Nandia!” Panggilan itu membuat Reihan dan Nandia menoleh. Itu Diana. “Aku tulus meminta maaf karena telah berdansa dengan Danu, tapi kenapa kau harus mendorongku ke air?” Pertanyaan itu sontak menciptakan keributan di tengah pesta yang telah kacau tersebut. Orang-orang yang sudah berspekulasi, semakin ribut akibat ucapan Diana yang mengundang sindiran. Jadi, kekacauan ini terjadi akibat kecemburuan Nandia! “Tutup mulutmu,” geram Reihan dengan wajah tidak bersahabat, membuat Diana tersentak. “Aku tahu jelas Nandia orang yang seperti apa, dan dia tidak mungkin melakukan hal tersebut!” Mata Diana membulat, terlihat akan menangis seiring dirinya menampakkan wajah memelas. “Kau menuduhku berbohong, Rei?” Reihan menggertakkan gigi. “Aku–” Nandia mengangkat tangannya, menghentikan Reihan untuk terlibat semakin dalam. Bagaimanapun, ini adalah masalah yang terjadi karena hubungan pribadinya dengan Diana, dan Reihan tidak seharusnya dirugikan dengan terlibat hal semacam ini. “Turunkan aku,” pinta Nandia. Awalnya, Reihan sempat ingin menolak. Akan tetapi, tekad di mata Nandia, juga sifat keras wanita itu membuat pria tersebut akhirnya menurut. Setelah memijakkan kaki di lantai dingin, Nandia menatap lurus ke arah Diana yang sekarang berhadap-hadapan dengannya. “Kau dan aku sangat jelas kejadian yang sebenarnya terjadi seperti apa, Diana. Oleh karena itu, mari kita berterus-terang saja tanpa sandiwara,” ucap Nandia. “Apa sebenarnya yang kamu inginkan?” tanya Nandia secara terus-terang, tidak lagi peduli dengan pandangan orang-orang kepadanya. “Aku ingin tahu kenapa kamu tega mendorongku? Apa ini karena Danu menemaniku tadi malam di rumahku? Padahal, kamu tahu jelas kami tidak mungkin berbuat apa-apa, kenapa kamu harus cemburu dan memperlakukanku seperti ini?” ucap Diana dengan suara cukup keras sehingga terdengar oleh semua tamu yang hadir. Mendengar itu, Lidia segera berdiri dan menatap menantunya dengan tatapan tajam dan penuh kemarahan. “Nandia, apakah benar apa yang dikatakan Diana? Kau mendorongnya hanya karena cemburu?” Nandia merasa ingin tertawa. Bukankah tadi Diana mengatakan ini mengenai masalah berdansa dengan Danu? Kenapa jadi mengungkit masalah tadi malam? Pembahasan masalah yang tidak konsisten ini saja sudah sangat aneh! Apa orang-orang ini begitu buta dan bias sehingga tidak bisa menyadari siapa yang sedang berusaha memanipulasi keadaan? Dengan lelah, Nandia menjawab, “Aku tidak melakukan apa pun, jadi aku tidak perlu menjelaskan apa-apa. Mengenai kecemburuan yang Diana ungkit, bukankah sudah kukatakan sebelumnya dengan sangat jelas?” Di saat ini, Nandia menatap Danu lurus. “Aku tidak peduli mengenai apa yang suamiku ingin lakukan di luar sana, dan dengan wanita mana dia habiskan malamnya.” Wanita itu berucap datar seraya menegaskan, “Lagi pula, dia bukan tanggung jawabku.”PLAK!“Istri macam apa kamu sehingga berkata seperti itu mengenai suamimu sendiri!? Memang dasar menantu tidak berguna! Bisanya hanya membuat malu keluarga ini!”Tamparan yang begitu keras membuat semua orang terkesiap. Mereka menatap bagaimana Lidia yang dibutakan amarah baru saja menampar Nandia.“Nandia!”Reihan menangkap tubuh ringkih Nandia yang terhuyung mundur akibat tamparan keras Lidia. Pria itu ingin sekali mengatakan berbagai hal saat ini, tapi Nandia telah terlebih dahulu mencengkeram tangannya, sekali lagi menghentikannya untuk ikut campur.Dengan usaha tegar, Nandia menegapkan tubuhnya. Namun, sebelum dia bisa melakukan apa pun lagi, seseorang kembali berkata, “Minta maaf.” Nandia mengangkat pandangannya. Kali ini, ternyata yang berbicara adalah Danu.Wajah pria itu sangat dingin seiring dirinya menegaskan, “Berhenti mempermalukan dirimu sendiri dan selesaikan masalah ini dengan cepat, Nandia.” Danu mengulangi, “Minta maaflah kepada Diana!”Di saat kalimat ini terucap,
“Nandia!”Teriakan Danu menggelegar di seisi kediamannya, membuat sejumlah pelayan tampak ketakutan melihat sang majikan merangsek beberapa kamar kediaman seperti orang gila.Ini adalah kali pertama, seorang Danu Hadiwijaya yang terkenal dingin dan tenang menampakkan wajah panik dan frustrasi seperti ini. Dan semua … diakibatkan sang istri, Nandia, yang menghilang tanpa jejak sama sekali.Danu berpindah dari kamar utama, kamar tamu, kamar pelayan, tapi semua kosong. Tidak ada sang istri di sana.“Kamu di mana Nandia!”Danu pun akhirnya keluar dari kamar dan mencari istrinya ke seluruh penjuru ruangan yang ada di rumah ini. Bahkan tempat Nandia biasa menghabiskan waktu pun dia datangi. Namun sang istri tak ada dimanapun.Danu tiba-tiba merasa ketakutan. Dia pun berteriak memanggil asisten rumah tangganya. Berharap mereka tahu di mana sang istri berada. “Resta!!”Dengan langkah tergopoh-gopoh, Resta, seorang perempuan paruh baya yang merupakan kepala pelayan di kediaman itu, menghadap
Menatap dua manik Danu yang memancarkan amarah, Reihan mendengus. “Setelah dia pergi, kamu baru ingat kalau dia istrimu? Kenapa tadi kamu malah membuang lebih banyak waktu mengkhawatirkan wanita lain yang bukan siapa-siapa untukmu? Aku sampai mengira Dianalah istrimu.”“Kamu–!”“Danu, sebenarnya … kenapa kamu menikahi Nandia?”Pertanyaan Reihan membuat Danu terdiam. “Apa kamu bahkan mencintainya?” Lidah Danu terasa kelu, dan wajahnya menampakkan ekspresi kebingungan.Cinta …? Danu tidak pernah mengerti hal tersebut.Sedari kecil, hidup Danu sudah diatur oleh keluarganya. Dia tumbuh besar sebagai pewaris sang ayah, dan pasangan hidupnya sudah ditetapkan oleh sang ibu.Semuanya sempurna, sampai akhirnya … dia bertemu dengan Nandia.Awalnya, wanita itu melamar sebagai sekretaris Danu. Dengan penampilan anggun, pembawaan tenang, dan juga kinerja yang cekatan, patut diakui bahwa Nandia adalah satu-satunya sekretaris yang Danu sukai. Pria itu bahkan tidak segan membawa Nandia ke berbagai
Detik pertanyaan itu diajukan, wajah Nandia memucat. Dan wajah wanita itu adalah jawaban bagi sang kakek.Anggara menghela napas berat dan berkata, “Kau … ingin memberitahukan hal ini kepada pria itu?”Menggertakkan gigi dan mengepalkan tangan, Nandia langsung menjawab, “Tidak. Tidak akan pernah.” Dia mengelus perutnya yang masih rata dan menjawab, “Kalau aku memang hamil dan sedang mengandung, maka anak ini adalah anakku seorang dan sama sekali tidak ada hubungan dengan pria itu!”*Empat tahun kemudian*Di sebuah bandara internasional, seorang wanita cantik berjalan anggun dengan menggandeng anak laki-laki yang tampan. Matanya coklat mewarisi gen sang ayah. Hampir setiap orang yang berjalan menatap ke arahnya. Mereka terkagum dengan kecantikan dan ketampanan bocah imut itu. Daniel Anggara Pratama, bocah tampan berusia 3 tahun itu tiba-tiba saja melepaskan pegangan tangannya dari sang mama kemudian berlari.Wanita cantik itu pun kaget kemudian mengejar sang putra. Karena tidak berha
Pagi ini, Danu keluar dari mobil mewahnya. Setelah melepaskan kacamata hitamnya, dia berjalan dengan langkah tegap. Jas biru yang dia kenakan menambah kesan betapa gagah dan tampannya lelaki itu. Sayangnya, hatinya dingin tak tersentuh. Para karyawan menunduk memberi hormat sang atasan saat lelaki itu lewat. Danu hanya mengangguk tanpa ada senyum yang menghiasi wajahnya.Resepsionis yang tadi menyapanya pun menyenggol lengan rekan kerjanya.“Eh, kamu lihat nggak, semenjak Tuan Danu menjadi duda, kenapa aura ketampanannya semakin bertambah? Duh, seandainya, aku bisa memilikinya,” kata Sila, resepsionis tadi.“Nggak usah mimpi jadi istri Bos! Gimana kamu bisa menaklukkan beruang kutub yang dinginnya melebihi es. Apalagi semenjak istrinya meninggal. Semakin galak saja dia,” sahut karyawati yang lain.“Bener juga, wanita sekelas Diana saja tidak bisa membuat Bos kita bertekuk lutut. Apalagi kita,” balas Sila.“Tapi anehnya, semasa Bos masih bersama Ibu Nandia, mereka terlihat seperti pas
Nandia baru saja keluar dari Anggara Corp. Dia sudah terlambat untuk menghadiri pertemuan dengan kliennya. Meeting tadi menyita banyak waktu karena ada sedikit masalah.Matahari sudah berada di atas kepala. Nandia berjalan dengan cepat, sambil menutupi kepalanya dengan tangan. Akan tetapi, sebelum dia masuk ke dalam mobil. Suara berat nan tegas membuat dia menoleh ke belakang.“Nandia!”Lelaki tampan dengan rambut pirang bermata biru setengah berlari mengejarnya sambil menggendong bocah tampan berusia tiga tahun. Senyum terpancar di wajahnya saat dia melihat sosok Nandia. Sementara bocah kecil itu mengulurkan tangannya disertai rengekan kecil.“Mike? Kenapa?” tanya Nandia terkejut.“Pangeran kecilmu mencari maminya, dan sekarang, dia bilang ingin ikut denganmu!” ujarnya sambil menyodorkan bocah tampan itu.Hubungan Mike dan Nandia sangat dekat sejak Nandia tinggal di rumahnya saat wanita itu melarikan diri dari Danu. Mike adalah anak dari kakak ibunya yang menikah dengan orang bule.N
Hari ini, para pelayan kediaman keluarga Hadiwijaya sibuk bekerja keras.Danu Hadiwijaya, tuan mereka, akan segera pulang setelah melakukan perjalanan bisnis yang panjang.Di ruang tamu, duduk dengan anggun selagi menatap ponselnya, Nandia Amelia menunggu kedatangan sang suami dengan wajah sendu.“Nyonya, Tuan sudah datang,” ucap seorang pelayan, membuyarkan lamunan wanita itu.Langsung berdiri dari kursinya, Nandia berjalan menghampiri pintu utama. Dari sana, dia melihat sebuah mobil melesat masuk melewati gerbang, mengitari air mancur tengah taman, lalu berhenti tepat di tangga lobi kediaman.Saat pintu mobil mewah itu terbuka, seorang pria berkaki jenjang dan bertubuh dibalut jas hitam turun. Aura kekuasaan dan dominan menguar kuat dari dirinya.Itulah dia, Danu Hadiwijaya, pemimpin perusahaan XYZ yang sempat menjadi pria bujangan paling menggiurkan di negara tersebut. Dia juga suami Nandia.“Mas,” sapa Nandia seraya meraih tas kerja di tangan Danu. “Kau ingin makan dulu atau langs
Sejenak, Danu terdiam membeku, sedikit terkejut dengan permintaan sang istri. Lelaki itu pun membalikkan badannya, menatap Nandia dengan tatapan menghunus tajam. “Apa katamu?” tanyanya dengan nada tidak percaya. “Bercerai?” Nandia berusaha menguatkan hatinya. Biasanya, kalau Danu sudah menatapnya seperti itu, dia akan menundukkan kepalanya karena takut pada lelaki itu. Namun, tidak sekarang. “Benar, aku ingin bercerai.”Danu mengerutkan keningnya. “Sandiwara macam apa lagi yang sedang kamu mainkan?”Sandiwara …Tuduhan itu bak belati yang mengiris hati Nandia tiap kali Danu menudingnya.“Aku lelah, Mas …” tutur Nandia jujur, mengabaikan tuduhan Danu perihal sandiwara. “Kalau memang tidak saling cinta dan hatimu ada pada wanita lain, maka untuk apa mempertahankan pernikahan ini?” Dia menatap Danu lurus.Mendengar ucapan itu keluar dari bibir Nandia, wajah Danu berubah semakin gelap. “Diana bukan ‘wanita lain’. Dia jauh lebih baik dari itu,” ucap pria itu, membuat hati Nandia bak ber