“Apa?” Diana tampak terkejut.
Nandia menggeser pandangannya ke arah Diana dan berucap dengan dingin, “Mau kalian tidur bersama atau tidak, itu bukan urusanku lagi. Kalau kamu memang begitu haus belaian seorang Danu Hadiwijaya, silakan saja ambil dia dariku.” Nandia bisa melihat jelas bagaimana ekspresi Diana sangat kaget mendengar kalimat yang dirinya ucapkan. Tentunya, tidak Diana sangka kalau Nandia bisa bersikap begitu tidak peduli terhadap hubungannya dengan Danu. Lagi pula, selama tiga tahun ini, setiap kali Diana berusaha menyakitinya, wanita itu selalu berhasil mendapatkan reaksi dari Nandia. Namun, tidak dengan sekarang. Nandia tidak ingin terlihat lemah–walau pada kenyataannya hatinya sedang berdarah. Tidak ingin isi hatinya terbongkar, Nandia pun gegas berkata, “Kalau tidak ada hal lain yang ingin kamu katakan, aku permisi.” Wanita itu pun berbalik, meninggalkan area kolam renang yang terasa sesak baginya. Namun, belum ada satu langkah Nandia ambil, sebuah tangan menariknya kuat ke belakang hingga tubuhnya terhuyung dan … Byuur! “Tolong!! Ada orang yang jatuh ke kolam!!” *Beberapa saat sebelum kejadian* “Bibi ingin Danu menceraikan Nandia agar dia bisa menikahi Diana?” Reihan memasang wajah tak percaya sembari tersenyum sinis. “Kukira hanya anaknya yang tidak waras, tapi ternyata orang tuanya juga ….” “Reihan!” Rina, ibunda Reihan, menegur anaknya. “Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu kepada bibimu sendiri!? Bibimu hanya berpikir demi kebaikan semua orang!” Usai dipanggil ke lantai atas, Danu dan Reihan diajak berbicara kedua ibu mereka di dalam salah satu ruangan yang menghadap area kolam renang. Reihan sendiri sudah menduga akan ada hal konyol yang dibicarakan dua wanita ini, tapi tidak dia duga omong kosong semacam ini bahkan berani diperbincangkan. Tidak ingin membuang tenaga berbicara omong kosong, Reihan akhirnya melipat kedua tangannya dan bersandar di dinding. “Setelah kupikirkan dengan baik, memang Nandia dan Danu lebih baik bercerai.” Dia melirik Danu yang sekarang menatapnya dan tersenyum menantang. “Selama ini dia sudah begitu menderita, mungkin sudah waktunya mengakhiri penderitaan itu.” Mendengar ucapan Reihan, pelipis Danu sedikit berkedut. Dia berdiri dari kursinya dan berhenti tepat di hadapan Reihan. Dengan ekspresi dingin pria itu berkata, “Istriku adalah urusanku, tidak perlu orang luar untuk mengurusnya.” Reihan mendengus. “Istrimu? Katakan itu di hadapan simpanan yang kau panggil dengan sebutan ‘teman kecil’ itu, baru aku tidak akan ikut campur.” Ketegangan di antara kedua pria itu meninggi, membuat dua wanita paruh baya di dalam ruangan panik. ”Hentikan! Ada apa dengan kalian berdua!?” Niat Lidia dan Rina memanggil keduanya kemari adalah untuk membicarakan mengenai masa depan pernikahan mereka, di mana Danu akan dijodohkan dengan Diana, dan Reihan dengan putri salah satu kerabat, tapi kenapa keduanya malah seperti memperebutkan Nandia!? Tepat di saat itu, tiba-tiba terdengar suara benda berbobot sedang terjatuh ke dalam kolam renang. Hal tersebut diikuti dengan kericuhan di lantai bawah. “Tolong!! Ada orang yang jatuh ke kolam!!” Kepanikan tersebut membuat Reihan dan Danu langsung mengalihkan pandangan ke lantai bawah. “Astaga, itu Diana!” seru Lidia saat melihat Diana berteriak meminta tolong. Tanpa berpikir panjang, Danu langsung berlari secepat mungkin ke lantai bawah. “Danu, tolong aku!” Teriakan Diana membuat Danu tidak membuang banyak waktu untuk melepas jas dan dasi untuk kemudian menyelam ke dalam kolam. Dengan sigap, dia membawa Diana ke pinggir kolam dan mengangkatnya keluar. “Kau baik-baik saja?” tanya pria itu seraya mengusap wajah Diana yang tampak kacau. Bulir-bulir air mata mengalir menuruni wajah Diana. Kemudian, dia memeluk Danu erat. “Huu, aku sangat ketakutan ….” Danu sempat terkejut, tapi dia ingat kalau Diana memang memiliki ketakutan dengan air. Alhasil, dia pun berusaha menenangkan wanita tersebut dengan mengusap kepalanya. “Tenang, kau sudah baik-baik saja.” Byuuur!! Tepat di saat itu, suara seseorang menyebur ke kolam kembali terdengar, membuat Danu terkejut dan dengan cepat menoleh. “Reihan! Apa yang kamu lakukan!?” Teriakan Bibi Rina terdengar, membuat Danu bingung. Namun, saat melihat Reihan keluar dari kolam renang dengan tubuh seseorang yang terkulai lemas tidak sadarkan diri, jantung Danu seakan berhenti. Wanita dalam pelukan Reihan yang terbaring tak berdaya di pinggir lantai kolam renang itu … tak lain dan tak bukan adalah istrinya … Nandia.*Beberapa saat yang lalu*Saat tubuhnya menabrak permukaan kolam, pandangan Nandia langsung buyar akibat pening yang menyerang. Dirinya berusaha untuk menggapai permukaan, tapi ketidakmampuannya untuk berenang membuatnya malah menelan air banyak dan berakhir kesulitan bernapas.Saat Nandia merasa pandangannya menggelap, tiba-tiba dia merasakan sebuah tangan yang menariknya ke atas. “Nandia!” Seseorang meneriakkan namanya dengan penuh kekhawatiran, tapi mata Nandia masih tertutup rapat akibat kesadarannya yang masih berada di ambang kegelapan.Samar, Nandia juga merasakan seseorang menyentuh bibirnya, menghembuskan napas bergantian dengan tangan yang menekan dadanya kuat berkali-kali–mencoba menyadarkannya.Sampai akhirnya…“Uhuk-uhuk.” Nandia terbatuk, mengeluarkan air dari paru-parunya. “Nandia!” panggil seseorang, membuat Nandia yang memiringkan tubuhnya setelah memuntahkan air mengangkat pandangan, melihat keberadaan Reihan yang tampak basah kuyup dan begitu khawatir.Ah … jadi R
PLAK!“Istri macam apa kamu sehingga berkata seperti itu mengenai suamimu sendiri!? Memang dasar menantu tidak berguna! Bisanya hanya membuat malu keluarga ini!”Tamparan yang begitu keras membuat semua orang terkesiap. Mereka menatap bagaimana Lidia yang dibutakan amarah baru saja menampar Nandia.“Nandia!”Reihan menangkap tubuh ringkih Nandia yang terhuyung mundur akibat tamparan keras Lidia. Pria itu ingin sekali mengatakan berbagai hal saat ini, tapi Nandia telah terlebih dahulu mencengkeram tangannya, sekali lagi menghentikannya untuk ikut campur.Dengan usaha tegar, Nandia menegapkan tubuhnya. Namun, sebelum dia bisa melakukan apa pun lagi, seseorang kembali berkata, “Minta maaf.” Nandia mengangkat pandangannya. Kali ini, ternyata yang berbicara adalah Danu.Wajah pria itu sangat dingin seiring dirinya menegaskan, “Berhenti mempermalukan dirimu sendiri dan selesaikan masalah ini dengan cepat, Nandia.” Danu mengulangi, “Minta maaflah kepada Diana!”Di saat kalimat ini terucap,
“Nandia!”Teriakan Danu menggelegar di seisi kediamannya, membuat sejumlah pelayan tampak ketakutan melihat sang majikan merangsek beberapa kamar kediaman seperti orang gila.Ini adalah kali pertama, seorang Danu Hadiwijaya yang terkenal dingin dan tenang menampakkan wajah panik dan frustrasi seperti ini. Dan semua … diakibatkan sang istri, Nandia, yang menghilang tanpa jejak sama sekali.Danu berpindah dari kamar utama, kamar tamu, kamar pelayan, tapi semua kosong. Tidak ada sang istri di sana.“Kamu di mana Nandia!”Danu pun akhirnya keluar dari kamar dan mencari istrinya ke seluruh penjuru ruangan yang ada di rumah ini. Bahkan tempat Nandia biasa menghabiskan waktu pun dia datangi. Namun sang istri tak ada dimanapun.Danu tiba-tiba merasa ketakutan. Dia pun berteriak memanggil asisten rumah tangganya. Berharap mereka tahu di mana sang istri berada. “Resta!!”Dengan langkah tergopoh-gopoh, Resta, seorang perempuan paruh baya yang merupakan kepala pelayan di kediaman itu, menghadap
Menatap dua manik Danu yang memancarkan amarah, Reihan mendengus. “Setelah dia pergi, kamu baru ingat kalau dia istrimu? Kenapa tadi kamu malah membuang lebih banyak waktu mengkhawatirkan wanita lain yang bukan siapa-siapa untukmu? Aku sampai mengira Dianalah istrimu.”“Kamu–!”“Danu, sebenarnya … kenapa kamu menikahi Nandia?”Pertanyaan Reihan membuat Danu terdiam. “Apa kamu bahkan mencintainya?” Lidah Danu terasa kelu, dan wajahnya menampakkan ekspresi kebingungan.Cinta …? Danu tidak pernah mengerti hal tersebut.Sedari kecil, hidup Danu sudah diatur oleh keluarganya. Dia tumbuh besar sebagai pewaris sang ayah, dan pasangan hidupnya sudah ditetapkan oleh sang ibu.Semuanya sempurna, sampai akhirnya … dia bertemu dengan Nandia.Awalnya, wanita itu melamar sebagai sekretaris Danu. Dengan penampilan anggun, pembawaan tenang, dan juga kinerja yang cekatan, patut diakui bahwa Nandia adalah satu-satunya sekretaris yang Danu sukai. Pria itu bahkan tidak segan membawa Nandia ke berbagai
Detik pertanyaan itu diajukan, wajah Nandia memucat. Dan wajah wanita itu adalah jawaban bagi sang kakek.Anggara menghela napas berat dan berkata, “Kau … ingin memberitahukan hal ini kepada pria itu?”Menggertakkan gigi dan mengepalkan tangan, Nandia langsung menjawab, “Tidak. Tidak akan pernah.” Dia mengelus perutnya yang masih rata dan menjawab, “Kalau aku memang hamil dan sedang mengandung, maka anak ini adalah anakku seorang dan sama sekali tidak ada hubungan dengan pria itu!”*Empat tahun kemudian*Di sebuah bandara internasional, seorang wanita cantik berjalan anggun dengan menggandeng anak laki-laki yang tampan. Matanya coklat mewarisi gen sang ayah. Hampir setiap orang yang berjalan menatap ke arahnya. Mereka terkagum dengan kecantikan dan ketampanan bocah imut itu. Daniel Anggara Pratama, bocah tampan berusia 3 tahun itu tiba-tiba saja melepaskan pegangan tangannya dari sang mama kemudian berlari.Wanita cantik itu pun kaget kemudian mengejar sang putra. Karena tidak berha
Pagi ini, Danu keluar dari mobil mewahnya. Setelah melepaskan kacamata hitamnya, dia berjalan dengan langkah tegap. Jas biru yang dia kenakan menambah kesan betapa gagah dan tampannya lelaki itu. Sayangnya, hatinya dingin tak tersentuh. Para karyawan menunduk memberi hormat sang atasan saat lelaki itu lewat. Danu hanya mengangguk tanpa ada senyum yang menghiasi wajahnya.Resepsionis yang tadi menyapanya pun menyenggol lengan rekan kerjanya.“Eh, kamu lihat nggak, semenjak Tuan Danu menjadi duda, kenapa aura ketampanannya semakin bertambah? Duh, seandainya, aku bisa memilikinya,” kata Sila, resepsionis tadi.“Nggak usah mimpi jadi istri Bos! Gimana kamu bisa menaklukkan beruang kutub yang dinginnya melebihi es. Apalagi semenjak istrinya meninggal. Semakin galak saja dia,” sahut karyawati yang lain.“Bener juga, wanita sekelas Diana saja tidak bisa membuat Bos kita bertekuk lutut. Apalagi kita,” balas Sila.“Tapi anehnya, semasa Bos masih bersama Ibu Nandia, mereka terlihat seperti pas
Nandia baru saja keluar dari Anggara Corp. Dia sudah terlambat untuk menghadiri pertemuan dengan kliennya. Meeting tadi menyita banyak waktu karena ada sedikit masalah.Matahari sudah berada di atas kepala. Nandia berjalan dengan cepat, sambil menutupi kepalanya dengan tangan. Akan tetapi, sebelum dia masuk ke dalam mobil. Suara berat nan tegas membuat dia menoleh ke belakang.“Nandia!”Lelaki tampan dengan rambut pirang bermata biru setengah berlari mengejarnya sambil menggendong bocah tampan berusia tiga tahun. Senyum terpancar di wajahnya saat dia melihat sosok Nandia. Sementara bocah kecil itu mengulurkan tangannya disertai rengekan kecil.“Mike? Kenapa?” tanya Nandia terkejut.“Pangeran kecilmu mencari maminya, dan sekarang, dia bilang ingin ikut denganmu!” ujarnya sambil menyodorkan bocah tampan itu.Hubungan Mike dan Nandia sangat dekat sejak Nandia tinggal di rumahnya saat wanita itu melarikan diri dari Danu. Mike adalah anak dari kakak ibunya yang menikah dengan orang bule.N
Hari ini, para pelayan kediaman keluarga Hadiwijaya sibuk bekerja keras.Danu Hadiwijaya, tuan mereka, akan segera pulang setelah melakukan perjalanan bisnis yang panjang.Di ruang tamu, duduk dengan anggun selagi menatap ponselnya, Nandia Amelia menunggu kedatangan sang suami dengan wajah sendu.“Nyonya, Tuan sudah datang,” ucap seorang pelayan, membuyarkan lamunan wanita itu.Langsung berdiri dari kursinya, Nandia berjalan menghampiri pintu utama. Dari sana, dia melihat sebuah mobil melesat masuk melewati gerbang, mengitari air mancur tengah taman, lalu berhenti tepat di tangga lobi kediaman.Saat pintu mobil mewah itu terbuka, seorang pria berkaki jenjang dan bertubuh dibalut jas hitam turun. Aura kekuasaan dan dominan menguar kuat dari dirinya.Itulah dia, Danu Hadiwijaya, pemimpin perusahaan XYZ yang sempat menjadi pria bujangan paling menggiurkan di negara tersebut. Dia juga suami Nandia.“Mas,” sapa Nandia seraya meraih tas kerja di tangan Danu. “Kau ingin makan dulu atau langs