Saat Danu dan Nandia masuk ke dalam rumah mewah itu, semua orang langsung terdiam. Seolah mereka baru saja selesai menggunjingkan orang yang baru saja tiba.
Begitu sampai di hadapan Lidia, ibunda Danu, Danu langsung memeluk ibunya itu dan berkata, “Selamat ulang tahun Ma. Semoga Mama sehat selalu dan diberi umur yang panjang,” ucap Danu sambil memeluk sang mama. “Oh ya ampun, Danu! Terima kasih, Sayang!” Wanita itu membalas pelukan sang putra hangat. “Mama pikir kamu tidak datang, Nak! Kenapa kamu lama sekali? Diana sudah menunggumu dari tadi, temuilah dia,” ucap Lidia sambil mengarahkan Danu ke arah seorang wanita cantik di ujung ruangan. Di saat itu, dari arah yang berlawanan, Nandia melihat wanita cantik dengan gaun merah menyala berjalan berlenggak lenggok mendekat ke arahnya. Dia adalah Diana. “Hai Danu, aku kangen banget sama kamu,” ucap wanita itu sambil memeluk dan mencium pipi Danu. Keduanya tampak seperti dua kekasih yang lama tak bertemu. Padahal, jelas-jelas mereka berdua baru bertemu tadi malam. Nandia hanya menatapnya saja, tidak ada rasa cemburu atau sakit hati saat melihat suaminya digandeng oleh wanita lain. “Kamu lihat Nandia, Danu dan Diana terlihat serasi bukan?” Suara itu membuat Nandia pun menoleh, menatap ke arah ibu mertuanya yang tersenyum penuh arti ke arahnya. Dari cara wanita paruh baya itu berbicara, hanya orang bodoh yang tidak mampu menangkap usahanya untuk membuat Nandia cemburu. Sayang, Nandia tidak merasakan apa-apa. “Selamat ulang tahun, Ma,” ucap Nandia seraya membungkuk sedikit untuk menunjukkan hormatnya, abai terhadap ucapan dengan niatan buruk yang belum lama terlontar. “Semoga Mama panjang umur dan sehat selalu.” Tidak mendapatkan reaksi yang dia inginkan, Lidia merasa tidak puas. “Cukup berpura-puranya. Jangan kamu kira aku tidak tahu kamu lebih bersyukur kalau aku cepat mati,” balasnya ketus sebelum kembali menatap ke arah Danu dan Diana yang sedang berbincang berdua. “Andai saja dulu kamu tidak menjebak Danu hingga bisa tidur bersamanya, sudah pasti menantuku adalah Diana … bukan wanita rendahan yang tidak pantas menjadi menantu keluarga Hadiwijaya sepertimu!” Meremas rok gaunnya, Nandia menegapkan kembali tubuhnya untuk menatap sang ibu mertua yang menatapnya penuh dengan kebencian. Orang-orang di sekeliling yang melihat dan juga mendengar cacian itu menertawakannya secara diam-diam, tapi dari bisikan-bisikan yang terdengar, jelas mereka sedang menghinanya sebagai menantu yang tidak diinginkan. Sebuah status yang telah disematkan semenjak tahun pertama dia menjadi menantu keluarga Hadiwijaya. “Aku memang ingin menceraikannya,” ucap Nandia, menyentak Lidia dan juga semua orang yang mendengar kalimatnya. “Kamu bilang apa?” Lidia menatapnya tak percaya. “Aku sudah mengajukan perceraian kepadanya,” tegas Nandia lagi, “tapi Danu menolaknya.” Lidia mendelik. “Jangan berbicara omong kosong!” Dengan wajah datar dan tanpa emosi, Nandia berkata, “Omong kosong atau tidak, Mama cukup bertanya pada Danu untuk membuktikannya.” Dia menatap ke arah taman belakang untuk sesaat sebelum berbalik memandang Lidia. “Aku sedikit sesak dan butuh udara segar, jadi aku pamit undur diri sesaat. Permisi.” Usai mengatakan hal itu, Nandia tidak lagi peduli dengan panggilan sang ibu mertua yang berusaha menghentikannya. Dia terus berjalan hingga meninggalkan ruang pesta dan berakhir di area taman belakang yang memiliki kolam renang luas nan indah. Dengan sebuah gelas wine di tangan, Nandia menyesap isinya perlahan, lalu menatap ke dalam ruang pesta sekilas. Tanpa perlu berusaha, bisa terlihat jelas olehnya sosok Danu, sang suami, tengah tersenyum dengan lembut saat berbicara dengan Diana, teman kecil sekaligus wanita yang seharusnya dijodohkan dengan pria tersebut. “Hubunganku dengan Diana tidak seperti yang ada di pikiran kotor dan picikmu.” “Oleh karena itu, jangan pernah kamu jadikan hubungan kami untuk mengajukan perceraian. Karena selamanya aku tidak akan pernah menceraikanmu.” Terngiang kalimat yang Danu ucapkan di malam lalu, Nandia tak elak menutup mata dan meneguk habis wine di dalam gelasnya. Sungguh, dia tidak mengerti apa yang ada di pikiran suaminya itu. Kalau memang tidak cinta, kenapa tidak bisa melepaskannya? Jelas-jelas pria itu mencintai Diana dan bukan dirinya. Lalu, kenapa harus menyiksanya seperti ini!? Apa karena kejadian di malam itu menyakiti hati Diana? Itukah alasan Danu ingin mengikat dan menyiksanya seperti ini!? “Keterlaluan …” maki Nandia rendah. “Bisa kulihat suasana hati seorang Nandia sedang tidak begitu baik ….” Kalimat yang terdengar tiba-tiba itu membuat Nandia tersentak dan langsung menoleh. Akan tetapi, di saat yang bersamaan, kakinya yang mengambil langkah mundur terpeleset dan dia mulai terjatuh ke belakang. “Ah!” Menutup mata, bersiap menabrak lantai batu yang keras, Nandia berujung merasakan sebuah tangan melingkari pinggangnya dengan protektif. Tangan tersebut menariknya dengan kuat untuk kembali berdiri dan dirinya pun terjatuh ke dalam pelukan yang begitu hangat. Saat dia membuka mata, Nandia mendapati sebuah wajah tampan tengah menatapnya dengan senyum lembut dan perhatian.“R-Reihan!?” Nandia memanggil setengah berseru sebelum akhirnya menjauh dari pelukan pria itu.“Apa yang kamu lakukan di sini!?”Reihan Hadiwijaya, putra tunggal dari paman kedua Danu. Hal tersebut menjadikannya sepupu dari suami Nandia tersebut. Berbeda dari Danu yang memiliki sifat dingin dan dominan, Reihan adalah pria yang lembut dan hangat, dan dia adalah satu-satunya orang dari keluarga Hadiwijaya yang baik kepada Nandia.Mendengar pertanyaan Nandia yang aneh, Reihan tertawa. “Ini pesta ulang tahun bibiku. Tentu saja aku harus ada di sini,” jawab pria itu santai.“A-ah, benar juga ….” Nandia merasa bodoh menanyakan hal tersebut.Menatap Nandia dengan saksama, lalu melirik sekilas sosok Danu yang sedang bersama dengan Diana, Reihan berkata, “Bisa kulihat suamimu berulah lagi.”Pernyataan itu membuat Nandia tersentak, hanya untuk sesaat sebelum dia kemudian tersenyum tipis. “Dia hanya berbincang dengan kawan lama,” jawabnya.Reihan beralih menatap Nandia yang berusaha memaksakan s
“Apa?” Diana tampak terkejut.Nandia menggeser pandangannya ke arah Diana dan berucap dengan dingin, “Mau kalian tidur bersama atau tidak, itu bukan urusanku lagi. Kalau kamu memang begitu haus belaian seorang Danu Hadiwijaya, silakan saja ambil dia dariku.”Nandia bisa melihat jelas bagaimana ekspresi Diana sangat kaget mendengar kalimat yang dirinya ucapkan. Tentunya, tidak Diana sangka kalau Nandia bisa bersikap begitu tidak peduli terhadap hubungannya dengan Danu.Lagi pula, selama tiga tahun ini, setiap kali Diana berusaha menyakitinya, wanita itu selalu berhasil mendapatkan reaksi dari Nandia.Namun, tidak dengan sekarang. Nandia tidak ingin terlihat lemah–walau pada kenyataannya hatinya sedang berdarah.Tidak ingin isi hatinya terbongkar, Nandia pun gegas berkata, “Kalau tidak ada hal lain yang ingin kamu katakan, aku permisi.”Wanita itu pun berbalik, meninggalkan area kolam renang yang terasa sesak baginya.Namun, belum ada satu langkah Nandia ambil, sebuah tangan menariknya
*Beberapa saat yang lalu*Saat tubuhnya menabrak permukaan kolam, pandangan Nandia langsung buyar akibat pening yang menyerang. Dirinya berusaha untuk menggapai permukaan, tapi ketidakmampuannya untuk berenang membuatnya malah menelan air banyak dan berakhir kesulitan bernapas.Saat Nandia merasa pandangannya menggelap, tiba-tiba dia merasakan sebuah tangan yang menariknya ke atas. “Nandia!” Seseorang meneriakkan namanya dengan penuh kekhawatiran, tapi mata Nandia masih tertutup rapat akibat kesadarannya yang masih berada di ambang kegelapan.Samar, Nandia juga merasakan seseorang menyentuh bibirnya, menghembuskan napas bergantian dengan tangan yang menekan dadanya kuat berkali-kali–mencoba menyadarkannya.Sampai akhirnya…“Uhuk-uhuk.” Nandia terbatuk, mengeluarkan air dari paru-parunya. “Nandia!” panggil seseorang, membuat Nandia yang memiringkan tubuhnya setelah memuntahkan air mengangkat pandangan, melihat keberadaan Reihan yang tampak basah kuyup dan begitu khawatir.Ah … jadi R
PLAK!“Istri macam apa kamu sehingga berkata seperti itu mengenai suamimu sendiri!? Memang dasar menantu tidak berguna! Bisanya hanya membuat malu keluarga ini!”Tamparan yang begitu keras membuat semua orang terkesiap. Mereka menatap bagaimana Lidia yang dibutakan amarah baru saja menampar Nandia.“Nandia!”Reihan menangkap tubuh ringkih Nandia yang terhuyung mundur akibat tamparan keras Lidia. Pria itu ingin sekali mengatakan berbagai hal saat ini, tapi Nandia telah terlebih dahulu mencengkeram tangannya, sekali lagi menghentikannya untuk ikut campur.Dengan usaha tegar, Nandia menegapkan tubuhnya. Namun, sebelum dia bisa melakukan apa pun lagi, seseorang kembali berkata, “Minta maaf.” Nandia mengangkat pandangannya. Kali ini, ternyata yang berbicara adalah Danu.Wajah pria itu sangat dingin seiring dirinya menegaskan, “Berhenti mempermalukan dirimu sendiri dan selesaikan masalah ini dengan cepat, Nandia.” Danu mengulangi, “Minta maaflah kepada Diana!”Di saat kalimat ini terucap,
“Nandia!”Teriakan Danu menggelegar di seisi kediamannya, membuat sejumlah pelayan tampak ketakutan melihat sang majikan merangsek beberapa kamar kediaman seperti orang gila.Ini adalah kali pertama, seorang Danu Hadiwijaya yang terkenal dingin dan tenang menampakkan wajah panik dan frustrasi seperti ini. Dan semua … diakibatkan sang istri, Nandia, yang menghilang tanpa jejak sama sekali.Danu berpindah dari kamar utama, kamar tamu, kamar pelayan, tapi semua kosong. Tidak ada sang istri di sana.“Kamu di mana Nandia!”Danu pun akhirnya keluar dari kamar dan mencari istrinya ke seluruh penjuru ruangan yang ada di rumah ini. Bahkan tempat Nandia biasa menghabiskan waktu pun dia datangi. Namun sang istri tak ada dimanapun.Danu tiba-tiba merasa ketakutan. Dia pun berteriak memanggil asisten rumah tangganya. Berharap mereka tahu di mana sang istri berada. “Resta!!”Dengan langkah tergopoh-gopoh, Resta, seorang perempuan paruh baya yang merupakan kepala pelayan di kediaman itu, menghadap
Menatap dua manik Danu yang memancarkan amarah, Reihan mendengus. “Setelah dia pergi, kamu baru ingat kalau dia istrimu? Kenapa tadi kamu malah membuang lebih banyak waktu mengkhawatirkan wanita lain yang bukan siapa-siapa untukmu? Aku sampai mengira Dianalah istrimu.”“Kamu–!”“Danu, sebenarnya … kenapa kamu menikahi Nandia?”Pertanyaan Reihan membuat Danu terdiam. “Apa kamu bahkan mencintainya?” Lidah Danu terasa kelu, dan wajahnya menampakkan ekspresi kebingungan.Cinta …? Danu tidak pernah mengerti hal tersebut.Sedari kecil, hidup Danu sudah diatur oleh keluarganya. Dia tumbuh besar sebagai pewaris sang ayah, dan pasangan hidupnya sudah ditetapkan oleh sang ibu.Semuanya sempurna, sampai akhirnya … dia bertemu dengan Nandia.Awalnya, wanita itu melamar sebagai sekretaris Danu. Dengan penampilan anggun, pembawaan tenang, dan juga kinerja yang cekatan, patut diakui bahwa Nandia adalah satu-satunya sekretaris yang Danu sukai. Pria itu bahkan tidak segan membawa Nandia ke berbagai
Detik pertanyaan itu diajukan, wajah Nandia memucat. Dan wajah wanita itu adalah jawaban bagi sang kakek.Anggara menghela napas berat dan berkata, “Kau … ingin memberitahukan hal ini kepada pria itu?”Menggertakkan gigi dan mengepalkan tangan, Nandia langsung menjawab, “Tidak. Tidak akan pernah.” Dia mengelus perutnya yang masih rata dan menjawab, “Kalau aku memang hamil dan sedang mengandung, maka anak ini adalah anakku seorang dan sama sekali tidak ada hubungan dengan pria itu!”*Empat tahun kemudian*Di sebuah bandara internasional, seorang wanita cantik berjalan anggun dengan menggandeng anak laki-laki yang tampan. Matanya coklat mewarisi gen sang ayah. Hampir setiap orang yang berjalan menatap ke arahnya. Mereka terkagum dengan kecantikan dan ketampanan bocah imut itu. Daniel Anggara Pratama, bocah tampan berusia 3 tahun itu tiba-tiba saja melepaskan pegangan tangannya dari sang mama kemudian berlari.Wanita cantik itu pun kaget kemudian mengejar sang putra. Karena tidak berha
Pagi ini, Danu keluar dari mobil mewahnya. Setelah melepaskan kacamata hitamnya, dia berjalan dengan langkah tegap. Jas biru yang dia kenakan menambah kesan betapa gagah dan tampannya lelaki itu. Sayangnya, hatinya dingin tak tersentuh. Para karyawan menunduk memberi hormat sang atasan saat lelaki itu lewat. Danu hanya mengangguk tanpa ada senyum yang menghiasi wajahnya.Resepsionis yang tadi menyapanya pun menyenggol lengan rekan kerjanya.“Eh, kamu lihat nggak, semenjak Tuan Danu menjadi duda, kenapa aura ketampanannya semakin bertambah? Duh, seandainya, aku bisa memilikinya,” kata Sila, resepsionis tadi.“Nggak usah mimpi jadi istri Bos! Gimana kamu bisa menaklukkan beruang kutub yang dinginnya melebihi es. Apalagi semenjak istrinya meninggal. Semakin galak saja dia,” sahut karyawati yang lain.“Bener juga, wanita sekelas Diana saja tidak bisa membuat Bos kita bertekuk lutut. Apalagi kita,” balas Sila.“Tapi anehnya, semasa Bos masih bersama Ibu Nandia, mereka terlihat seperti pas