Share

Keputusan Perpisahan

Author: Leon Hart
last update Last Updated: 2025-01-07 14:11:44

Setelah beberapa hari Talita memutuskan untuk menyendiri. Tinggal bersama Vani adalah pilihan satu-satunya saat ini.

"Gue jalan kerja dulu ya, Ta. Lo sudah nggak sedih lagi, kan?" tanya Vani serata menatap sahabat ini menutup bungkus nasi uduknya dengan wajah sendu.

"Entahlah."

"Sekarang lo tahu kalau Reynald yang membuat rencana jahat ini. Apalagi tujuannya selain agar secara perlahan bagian saham dan andil emosional Ayahmu di perusahaan itu berangsur hilang. Lo kan cuma minta cerai, tapi masih nggak mau lepasin prosentase saham itu. Iya, kan?" Vani menggiring Talita untuk menyetujui opininya. "Jadi dengan maksud rasa malu itu, lo akan dengan sukarela melepaskan."

"Bagaimana lo punya pikiran seperti itu?"

"Aduh, Ta. Kadar iblis di jiwa lo cuma berapa persen, sih? Heran gue. Habis baik banget. Kan ternyata benar kalau selama setahunan ini, perusahaan itu labanya sedang naik, dan otomatis kepemilikanmu juga."

"Jadi menurutmu gue harus pastikan keputusan itu?"

"Yups. Exactly. No debat."

Talita gamang. Ada suatu hal yang dia simpan rapat sampai saat ini, bahkan Vani tidak tahu. Hanya dirinya dan Reynald yang tahu.

Panggilan kemudian masuk dari ponsel Talita, baru kemudian dia ikut bersiap untuk melakukan pertemuan dengan Reynald bersama di dampingi oleh Mario.

***

"Senang sekali bekerjasama denganmu. Aku pastikan suamimu dan juga Celine tidak memandang kita berdua sebagai orang-orang lemah dan terlalu bergantung pada cinta mereka." Mario mengawali obrolan dalam mobil dengan tatapan memicing.

Mario adalah mantan kekasih Celine sebelum kembali pada Reynald. Disaat keluarga Reynald alami masalah dalam perjalanan bisnisnya, Celine secara tiba-tiba memutus hubungan. Tak berselang lama kemudian menerima pernyataan cinta Mario, sehingga menjadi salah satu alasan Reynald akhirnya bersedia menerima perjodohan antar Ayah dengan Talita.

"Ingat apa yang sudah kita bicarakan kemarin. Kamu harus jalankan skenario dengan baik. Teruslah bersikap dingin, agar Reynald tidak bisa mendiktemu lagi. Waktumu hanya 10 menit, lalu aku akan mengajakmu keluar dari sini. Oke."

Talita mengangguk setuju. Selama perjalanan hanya bersikap diam. Semua ini di luar dugaannya, terutama harus hadapi kenyataan kalau Reynald bukanlah suami baik seperti harapannya.

Kedua telapak tangan Talita serasa dingin seperti suasana aura cafe milik Mario ini. Memang belum waktunya buka, namun secara khusus tersedia satu meja dengan dua kursi yang sengaja disiapkan untuk keduanya.

"Hai," sapa Talita kaku tanpa sedikitpun berani menatap Reynald meski bukan sepenuhnya menunduk.

"Langsung saja pada pokoknya." Reynald merespon lebih dingin. Walaupun dia juga membawa serta Celine, tapi tatapannya menunjukkan rasa tak suka dengan keberadaan Mario.

"Ini surat permintaanku bercerai. Lalu soal ... itu ... Biarkan aku pada keputusan awalku. Aku akan tetap ada di perusahaan walaupun hanya sebagai minoritas."

"Bukan itu yang kuharapkan dari pertemuan ini!" Reynald utarakan dengan geregetan dan kedua tangan terkepal di atas meja. "Kamu tahu itu, kan?!"

Talita semakin tertunduk dalam. Bagaimanapun juga Reynald adalah cinta tulusnya. Begitu sulit perlihatkan kebencian, meskipun pria di hadapannya ini sudah tancapkan rasa sakit hati dan kekecewaan di hatinya.

"Lupakan soal rencana pembicaraan kita yang nggak pernah akan bisa terwujud. Aku tetap pada pendirianku. Kita tetap bercerai, dan biarkan namaku tetap di perusahaan itu, walaupun itu cuma penghias semata."

"Kamu itu sudah ... " Reynald melirik pada Mario dengan memicing, sekaligus tak berniat melanjutkan ucapannya. "Arrggh. Sudahlah. Terserah!" Reynald berdiri, lalu berbalik dan beralih pada Celine. "Kita pergi," pintanya dengan raut dingin dan kedua tangan di masukkan dalam kantong celana bahannya.

"Reynald Christopher. Kamu nggak bawa dokumenku," harap Talita menatap bingung antara tumpukan kertas di atas meja dan Reynald yang sudah berjalan mendekat ke arah pintu keluar.

"Persetan!"

Talita sontak memegang dadanya dengan bibir ternganga. Sejahat-jahatnya seorang Reynald, baru kali ini kata seperti itu meluncur untuknya.

Mario segera mengambil langkah cepat mendekati Talita. Memegang kedua pundaknya sambil menenangkan. "Sudahlah Talita. Jangan menangis. Justru saat ini kamu harus bersyukur. Kamu semakin dibukakan mata kalau pria itu memang berengsek."

Tapi sulit bagi Talita untuk tegar. Perilaku dan ucapan Reynald barusan sudah terlanjur menyakitinya.

"Ayo aku antar ke rumah lama orang tuamu. Masalah perceraianmu biar pengacaraku yang urus. Kami sudah beri waktu maksimal 3 bulan untuk Reynald berikan balasan. Secara hukum beracara itu sudah lama."

Talita setengah mendengarkan. Pandangannya sulit lepas dari pasangan sedang berjalan mesra menuju mobil yang dulunya adalah bagian dari kisah pernikahannya dengan Reynald.

"Kenapa, Rey? Harusnya nggak berakhir seperti ini."

Gumaman Talita ini di dengar Mario. "Tanamkan dalam pikiranmu terus Talita. Reynald pengen kamu serahkan semua hakmu itu baru dia akan melepaskanmu. Otaknya sudah jahat, jadi nggak akan mau kasih kamu sisa sepeserpun."

"Dan kau." Talita mendongak ke arah pria tampan bertubuh tinggi atletis disampingnya. "Apa kamu puas sudah menunjukkan secara terang-terangan pada Celine?"

"Belum sepenuhnya, sih. Jujur saja, Celine sering chat aku isinya merendahkan kita berdua seperti orang-orang terbuang dan rendah, karena Reynald lebih sukses sekarang. Dan kamu tahu, aku sungguh menikmati itu. "

"Apa maksudmu?" tak habis pikirnya Talita dengan kerutan di dahinya.

Mario bukannya menjawab, tapi tersenyum. "Banyak rencana di otakku ini Talita, dan kamulah bagian terbesar di dalamnya. Oh ya, aku mau ke belakang lihat stok barang. Kamu tunggu disini dulu ya."

Talita mengangguk. Memutuskan duduk di kursinya tadi. Berandai waktu kembali pada 10 menit yang lalu. Talita berharap bisa mengobrol lebih lama dengan Reynald, sekaligus memberanikan diri menatap wajah suaminya itu yang mungkin saja jadi terakhir kalinya.

Sedangkan di ruang lain, Mario ternyata berbicara dengan Vani melalui telepon. "Semua berjalan sesuai rencana, Van. Mereka berdua sudah seperti seharusnya."

**

Setelah mobil Mario tak tampak lagi di depan gerbang rumah yang sudah lama tidak dia datangi, Talita masuk setelah seorang penjaga kepercayaannya membukakan gerbang.

"Non. Orang itu datang lagi."

Talita terkejut bersamaan mengikuti arah tatapan Ana. "Siapa, Mbak?" tanyanya kemudian, ikut menatap lekat pada pria setengah baya yang sudah beberapa langkah tak jauh darinya.

"Talita Aryadna Dharmawan?" sapanya bersamaan uluran tangan perkenalan.

"I i iya. Siapa ya?" balas Talita kikuk.

"Saya Wira." Pria berpostur tinggi dan bermata eksotik itu memberikan sebuah kartu nama pada Talita. "Saya adalah Vice President Tanjung corp."

"Apa keperluan Anda datang kemari, Pak?" Talita bergetar. Siapa yang tak mengetahui nama kerajaan bisnis keluarga Tanjung yang merupakan salah satu orang terkaya ini.

"Pasti anda tahu di pemberitaan kalau Pak Arsyad Tanjung telah meninggal dunia. Saya datang ke sini untuk mengajak Anda mengikuti pertemuan keluarga guna pembacaan surat wasiat beliau. Anda adalah cucu dari putri bungsu bernama Talina Tanjung yang sudah lama tidak saling bertemu. Dan itu nama mendiang ibu kandung Anda, bukan?"

Related chapters

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Pesta Pembawa Petaka

    "Kamu memang cantik, tapi tidak akan pernah seperti Celine. Tidak pernah!" Netra Talita berkilat. Sentuhan tangan Reynald, suaminya, yang sudah terlepas dari dagunya adalah awal dari tekanan batinnya kali ini. Sudah berusaha keras memulas wajah dengan persiapan beberapa hari sebelumnya, masih saja tak menarik perhatian suaminya itu. Malam ini adalah pesta rutin tahunan perusahaan keluarga Christopher dalam rangka penghormatan kepada para kolega dan pemegang sahamnya. Setelah kematian Reymond Christoper setahun yang lalu, secara estafet tapuk pimpinan otomatis beralih pada Reynald, putra sulungnya."Aku sudah selesai. Tinggal memilih kalung mana yang cocok. Bantu aku ya. Tunggu sebentar." Talita berusaha kesampingkan harga dirinya yang sudah seperti tak bernilai lagi di hadapan Reynald dengan berbalik. Talita berniat mengambil 2 benda dari mutiara itu untuk di tunjukkan pada Reynald."Itu hanya hal kecil bagi wanita, tapi kenapa seperti sesuatu yang berat buatmu?" Tak habis pikirn

    Last Updated : 2025-01-07
  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Sakit Hatiku

    "Sebaiknya kamu periksakan kesehatan mentalmu juga. Sepertinya kamu mulai berhalusinasi." Mulut Talita ternganga. Tak menyangka akan tanggapn Reynald, tapi tak sanggup membantah. Ada beban moral yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga tidak akan bisa serta-merta dia kesampingkan begitu saja. "Aku baik-baik saja. Baiklah kita pulang sekarang." "Aku harus antar Celine ke apartemennya. Dia mengeluh mual, tapi nggak mau periksa ke dokter. Aku tahu Celine nggak mau bebani aku karena keadaanmu, jadi tolong kerjasamanya." Dengan mudahnya Reynald berkata demikian, sedangkan isi pikiran Talita semakin kalut. "Apa ... Apa Celine ... Hamil?" terlontar begitu saja pertanyaan ini dari bibir Talita. "Kalau memang seperti itu, kamu sudah tahu kan siapa yang lebih aku khawatirkan sekarang," jawaban enteng Reynald. "Cepatlah. Mama sama Clarissa sudah menunggu. Mereka tidak akan menyukai itu." Belum juga sanggup mencerna sepenuhnya pernyataan Reynald, kini di tambah bayangan akan satu mobil den

    Last Updated : 2025-01-07
  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Perjodohan Suami Dengan Mantan Kekasihnya

    "Cepet bersihin luka Celine! Bawa sial aja bisanya!" Talita mengangguk patuh atas perintah dari Veronica ini. "Baik, Ma." Talita segera berdiri meski sedikit susah payah. Rasa nyeri pada pinggang masih sering kali hilang timbul ketika melakukan perubahan gerakan mendadak seperti saat ini. Seorang pembantu rumah tangga masuk ke dalam ruang makan dengan tergopoh-gopoh bersama 2 lap basah dan kering. "Nyonya muda, biar saya yang bersihin," pintanya tapi di tanggapi Talita dengan gelengan kepala. "Nggak usah. Aku saja. Mama Vero pasti nggak akan ijinin kamu bantu kesalahanku. Ambilin pengki saja ya." Perintah Talita ini kemudian jadi gerak cepat pembantu rumah tangga bernama Sari ini ke area belakang rumah. Sedangkan Talita merunduk lagi untuk membersihkan punggung kaki Celine. "Maaf, Celine. Aku benar-benar nggak sengaja. Aww!" Berganti Talita menjerit tertahan karena tak melihat bagian yang di bersihkan, jadi sempat ada remahan pecahan menusuk dan hampir masuk ke dalam kulitnya. "A

    Last Updated : 2025-01-07
  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Rencana Jahat

    Baik Talita maupun Reynald berganti tujuan ke arah single sofa tempat Veronica duduk berada. "Mama? Kenapa?!" kepanikan Reynald, segera memposisikan ibunya tidur dalam pelukannya. "Kita ke dokter sekarang!" putusnya melihat keadaan Veronica yang terlihat sulit bernapas, tapi justru mendapatkan pencegahan. "Nggak usah, Rey. Bawa Mama ke kamar saja. Kita juga perlu bicara berdua." Veronica menurunkan kaki, lalu meminta putranya ini untuk memapahnya secara perlahan. "Aku bikinin teh anget ya, Ma." Talita masih menaruh rasa peduli, namun mendapatkan tanggapan sebaliknya. "Nggak usah!" sahut Veronica sewot. "Harusnya kamu itu bikin surat laporan. Nyadar nggak, sih?! Kalau hari ini kamu sudah buat dua orang bisa saja mati. Aduhh, Tuhan toloongg. Dosa apa aku pada-Mu sampai kirim menantu bisanya buat sial teruss!" Veronica merutuki diri seolah-olah tengah mendapatkan hukuman dan hanya berakhir pada penyesalan. "Sudahlah, Ma. Kita bicara saja di dalam." Reynald lalu beralih pada Tal

    Last Updated : 2025-01-07

Latest chapter

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Keputusan Perpisahan

    Setelah beberapa hari Talita memutuskan untuk menyendiri. Tinggal bersama Vani adalah pilihan satu-satunya saat ini. "Gue jalan kerja dulu ya, Ta. Lo sudah nggak sedih lagi, kan?" tanya Vani serata menatap sahabat ini menutup bungkus nasi uduknya dengan wajah sendu. "Entahlah." "Sekarang lo tahu kalau Reynald yang membuat rencana jahat ini. Apalagi tujuannya selain agar secara perlahan bagian saham dan andil emosional Ayahmu di perusahaan itu berangsur hilang. Lo kan cuma minta cerai, tapi masih nggak mau lepasin prosentase saham itu. Iya, kan?" Vani menggiring Talita untuk menyetujui opininya. "Jadi dengan maksud rasa malu itu, lo akan dengan sukarela melepaskan." "Bagaimana lo punya pikiran seperti itu?" "Aduh, Ta. Kadar iblis di jiwa lo cuma berapa persen, sih? Heran gue. Habis baik banget. Kan ternyata benar kalau selama setahunan ini, perusahaan itu labanya sedang naik, dan otomatis kepemilikanmu juga." "Jadi menurutmu gue harus pastikan keputusan itu?" "Yups. Exac

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Rencana Jahat

    Baik Talita maupun Reynald berganti tujuan ke arah single sofa tempat Veronica duduk berada. "Mama? Kenapa?!" kepanikan Reynald, segera memposisikan ibunya tidur dalam pelukannya. "Kita ke dokter sekarang!" putusnya melihat keadaan Veronica yang terlihat sulit bernapas, tapi justru mendapatkan pencegahan. "Nggak usah, Rey. Bawa Mama ke kamar saja. Kita juga perlu bicara berdua." Veronica menurunkan kaki, lalu meminta putranya ini untuk memapahnya secara perlahan. "Aku bikinin teh anget ya, Ma." Talita masih menaruh rasa peduli, namun mendapatkan tanggapan sebaliknya. "Nggak usah!" sahut Veronica sewot. "Harusnya kamu itu bikin surat laporan. Nyadar nggak, sih?! Kalau hari ini kamu sudah buat dua orang bisa saja mati. Aduhh, Tuhan toloongg. Dosa apa aku pada-Mu sampai kirim menantu bisanya buat sial teruss!" Veronica merutuki diri seolah-olah tengah mendapatkan hukuman dan hanya berakhir pada penyesalan. "Sudahlah, Ma. Kita bicara saja di dalam." Reynald lalu beralih pada Tal

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Perjodohan Suami Dengan Mantan Kekasihnya

    "Cepet bersihin luka Celine! Bawa sial aja bisanya!" Talita mengangguk patuh atas perintah dari Veronica ini. "Baik, Ma." Talita segera berdiri meski sedikit susah payah. Rasa nyeri pada pinggang masih sering kali hilang timbul ketika melakukan perubahan gerakan mendadak seperti saat ini. Seorang pembantu rumah tangga masuk ke dalam ruang makan dengan tergopoh-gopoh bersama 2 lap basah dan kering. "Nyonya muda, biar saya yang bersihin," pintanya tapi di tanggapi Talita dengan gelengan kepala. "Nggak usah. Aku saja. Mama Vero pasti nggak akan ijinin kamu bantu kesalahanku. Ambilin pengki saja ya." Perintah Talita ini kemudian jadi gerak cepat pembantu rumah tangga bernama Sari ini ke area belakang rumah. Sedangkan Talita merunduk lagi untuk membersihkan punggung kaki Celine. "Maaf, Celine. Aku benar-benar nggak sengaja. Aww!" Berganti Talita menjerit tertahan karena tak melihat bagian yang di bersihkan, jadi sempat ada remahan pecahan menusuk dan hampir masuk ke dalam kulitnya. "A

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Sakit Hatiku

    "Sebaiknya kamu periksakan kesehatan mentalmu juga. Sepertinya kamu mulai berhalusinasi." Mulut Talita ternganga. Tak menyangka akan tanggapn Reynald, tapi tak sanggup membantah. Ada beban moral yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga tidak akan bisa serta-merta dia kesampingkan begitu saja. "Aku baik-baik saja. Baiklah kita pulang sekarang." "Aku harus antar Celine ke apartemennya. Dia mengeluh mual, tapi nggak mau periksa ke dokter. Aku tahu Celine nggak mau bebani aku karena keadaanmu, jadi tolong kerjasamanya." Dengan mudahnya Reynald berkata demikian, sedangkan isi pikiran Talita semakin kalut. "Apa ... Apa Celine ... Hamil?" terlontar begitu saja pertanyaan ini dari bibir Talita. "Kalau memang seperti itu, kamu sudah tahu kan siapa yang lebih aku khawatirkan sekarang," jawaban enteng Reynald. "Cepatlah. Mama sama Clarissa sudah menunggu. Mereka tidak akan menyukai itu." Belum juga sanggup mencerna sepenuhnya pernyataan Reynald, kini di tambah bayangan akan satu mobil den

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Pesta Pembawa Petaka

    "Kamu memang cantik, tapi tidak akan pernah seperti Celine. Tidak pernah!" Netra Talita berkilat. Sentuhan tangan Reynald, suaminya, yang sudah terlepas dari dagunya adalah awal dari tekanan batinnya kali ini. Sudah berusaha keras memulas wajah dengan persiapan beberapa hari sebelumnya, masih saja tak menarik perhatian suaminya itu. Malam ini adalah pesta rutin tahunan perusahaan keluarga Christopher dalam rangka penghormatan kepada para kolega dan pemegang sahamnya. Setelah kematian Reymond Christoper setahun yang lalu, secara estafet tapuk pimpinan otomatis beralih pada Reynald, putra sulungnya."Aku sudah selesai. Tinggal memilih kalung mana yang cocok. Bantu aku ya. Tunggu sebentar." Talita berusaha kesampingkan harga dirinya yang sudah seperti tak bernilai lagi di hadapan Reynald dengan berbalik. Talita berniat mengambil 2 benda dari mutiara itu untuk di tunjukkan pada Reynald."Itu hanya hal kecil bagi wanita, tapi kenapa seperti sesuatu yang berat buatmu?" Tak habis pikirn

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status