Share

Bukan Aku

Author: Leon Hart
last update Last Updated: 2025-02-08 05:39:23

"Benar itu nama ibu kandung saya, tapi sepertinya saya bukan orang yang Anda cari." Talita buru-buru mengajak Anna agar masuk ke dalam rumah. "Maaf saya tidak ada waktu. Kami harus ngerjain seuatu!" ucap Talita ketakutan, kemudian berjalan cepat sampai di balik pintu gerbang.

"Saya sudah tahu banyak tentang Anda. Percayalah."

"Ibu saya cuma orang biasa. Mungkin cuma kebetulan sama nama saja." Talita cepat-cepat menggembok pintu gerbang tersebut. "Pergilah, Pak. Saya bisa teriak minta tolong atau panggil polisi."

"Akan saya jelaskan. Tolong beri saya waktu sebentar." Pria itu masih berusaha memaksa.

"Maaf, Pak. Saya harus masuk."

"Mbak Talita. Saya tahu perasaan Anda sekarang, tapi pastikan akan ada kiriman pembuktian dari saya nanti!"

Talita mengajak asisten rumah tangganya segera masuk ke dalam dan kemudian menanyainya. "Apa saja yang sudah orang itu katakan sama kamu, Mbak?"

"Orang itu datang dua hari yang lalu terus cari Mbak, tapi sebelum-sebelumnya saya sudah pernah lihat mobilnya mondar-mandir di depan rumah."

"Kan sudah aku bilang kalau ada orang nggak kenal ya jangan di bukakan pintu."

"Tapi sepertinya orangnya baik. Selalu senyum, gitu. Cuma selama ini lihatnya dari balik kaca mobil yang di turunin. Pak itu nanya bener ini rumah Mbak Talita, terus nanya-nanya soal orang tua Mbak juga. Saya bilang cuma di bayar buat jaga rumah ini, bersihin dua hari sekali, jadi kerjanya nggak pake nginep. Rumah saya juga sekitar sini, buat jaga-jaga biar Pak itu nggak macam-macam kalau saya kenal banyak orang sini."

"Bagus. Kalau orang itu kesini lagi, bilang saja aku nggak mau berurusan sama orang yang nggak aku kenal, ya."

"Siap, Mbak."

Talita kemudian beranjak masuk ke dalam kamar kedua orangnya. Rumah itu memang terbilang lumayan besar, tapi secara keseluruhan semuanya tampak sederhana. Perabot dan dekorasinyapun tidak ada unsur yang menonjolkan sebuah kemewahan, tapi sebuah kehangatan hadir ketika setiap senyuman dari tiap foto terpampang di dinding adalah bentuk kebahagiaan yang selalu jadi kenangan indah tak terlupakan, terutama bagi Talita yang kini hidup sendiri.

"Tanjung. Kenapa selama ini aku nggak pernah kepikiran kalau nama belakang ibuku itu sama dengan keluarga konglomerat itu, ya?" gumam Talita. "Tapi mama hanya cerita kalau orang tuanya jauh darinya." Talita lalu kibaskan tangan. "Ah, sudahlah. Jaman sekarang orang suka lakuin apapun buat menipu."

Baru saja Talita akan keluar kamar, tapi asisten rumah tangganya juga sudah berada di hadapan dengan ekspresi panik. "Mbak, barusan ada orang kasih amplop ini."

"Buat aku?" tanya Talita seraya meraih amplop coklat besar, lalu membukanya dengan tangan bergetar. "Apa dari orang tadi ya, Mbak Anna?" duganya.

"Katanya sih iya. Nama orang tadi Pak Wira, kan?"

Talita mengangguk lemah, lebih tertarik pada foto-foto yang terjatuh saat tumpukan kertas itu dikeluarkan. "Apa ini?" Talita spontan duduk jongkok dan terbelalak. Beberapa menunjukkan wajah kecil sampai remaja ibunya bersama dua orang yang tak di kenal tapi pernah dia lihat di TV pada berita bisnis.

"Bukannya itu Bu Lina, Mamanya Mbak Talita. Jangan-jangan orang itu ngomong sebenarnya, Mbak?" Anna kini jadi bagian keraguan Talita.

"Entahlah. Jaman sekarang pasti gampang buat ngedit-ngedit foto kayak gini, Mbak. Aku sih masih ragu ini beneran asli. Biarin saja lha. Malah nanti bikin aku sedih aja jadi keinget Mama."

"Tapi, Mbak. Apa kertas-kertas itu nggak di baca dulu aja?" harap Ana sebenernya penasaran.

"Nanti aja. Setelah bantu bersih-bersih, aku mau keluar. Kamu ikut juga ya." Talita memutuskan merapikan foto-foto dan dokumen ke dalam amplop besar coklat itu lagi. Bukan berniat membuang dan mengacuhkan, hanya saja saat ini pikirannya sedang ruwet tak karuan dengan masalah pernikahannya.

"Baik, Mbak. Saya siap-siap dulu." Anna bergegas ke dalam untuk bersiap-siap, sedangkan Talita memasukkan dokumen itu ke dalam tas lalu berganti membaca tiap hasil laboratorium kesehatannya.

Gundah itu kembali menghantui, ketika kemungkinan untuk hamil itu ada namun harus disertai beberapa usaha. Salah satu saran dokter adalah adanya kerjasama serta kemauan besar pasangan. Apa Reynald pasangan yang dimaksud? Talita skeptis akan hal ini.

Setelah jalani terapi, Talita di kejutkan oleh bukti tanggungan yang sudah terbayar. Tapi pihak administrasi justru memberikan sebuah kartu debit platinum berataskan namanya. "Ini punya saya?" tanya Talita setengah tak percaya.

"Iya. Tadi ada orang yang kasih, katanya punya Mbaknya tapi masih di ruang rehab. Ini sudah terdebit ya. Bisa di lanjutkan ke bagian apotek."

Talita berikan anggukan, sambil tertegun memikirkan siapa kira-kira orang pemberi kartu debit yang ada di genggamannya ini. "Apa dari Rey, ya An?" ucapnya pada Ana di tengah ramainya pasien yang menunggu antrian panggilan apotek rumah sakit. "Tapi ini kartu tertinggi. Suamiku aja nggak punya lho."

"Coba tanya suamimu, Mbak. Kali aja emang dia. Siapa tahu karena nggak bisa anterin, jadi kasih kartu itu. Kan katanya suami Mbak Talita kaya."

Talita jadi tertunduk sedih. "Masa, sih? Apa dia masih perhatian sama aku ya?" Talita berubah ke GR-an sendiri.

"Eh, itu. Mas tampan itu bukannya suami, Mbak Talita?" tunjuk Anna setengah tak yakin.

Talita mengikuti jari telunjuk Ana, hingga tertuju pada kerumunan orang dan salah satunya memang dia kenal.

"Aku nggak mungkin lupa sama wajah suami Mbak yang ganteng itu. Bener itu, kan?" Ana terlihat antusias sampai berdiri menilik fokus pada pria yang di maksudkan. "Itu lho, Mbak Talita. Sampe di datengin. Pasti cinta dan sayang banget ya. Aduh sweetnya. Mas suami. Ini nih disini Mbak Talitanya!" Ana seolah tak sabar menunggu momen pertemuan antara Talita dan Reynald.

Aksi norak Ana ini jelas menarik perhatian Reynald yang ternyata tidak datang sendiri. Selain Veronica, Reynald juga di temani oleh Celine.

"Eh, Talita. Ternyata ketemu lagi sama kamu disini." Celine menyapa tapi juga sengaja mengalungkan tangan ke lengan kiri Reynald dengan manja. "Kamu sudah selesai terapi, ya. Syukur deh kalau misal sudah baikan." Seperti biasanya, Celine berwujud dua muka. Seolah-olah baik, tapi sebenarnya penuh siratan makna. "Ini aku mau cek ulang soal kehamilanku."

"Dia itu sudah nggak mungkin punya anak. Sekarang Reynald beruntung banget sudah pisahan sama dia, tinggal tunggu waktu ngesahin aja!" timpal Veronica semakin membuat suasana menjadi panas.

"Mama. Sudah. Kita pergi cari rumah sakit lain saja," perintah Reynald. Tak sedikitpun menatap Talita.

"Jangan, Rey. Rumah sakit ini paling bagus juga mahal. Palingan dia bayarnya pake uang bulanan dari kamu. Nggak tahu malu banget. Ngebet minta cerai tapi masih mau uangnya!" Veronica memulai babak baru hinaan untuk Talita.

"Saya sudah bayar, Ma, dan itu bukan dari uang Reynald."

"Halah!" Veronica meremehkan. "Ayo cepet kita daftar. Buang-buang waktu saja ngobrol sama menantu nggak guna ini!" Veronica meminta Reynald memegangi tangannya sebagai bantuan berjalan, dan tanpa sengaja menyenggol bahu Talita.

Talita segera menunduk seraya turunkan kaki untuk mengambil kartu debit platinum barunya ini, dan hal ini sempat di perhatikan Reynald yang sontak kerutkan kening. Reynald sadar tak mungkin juga bertanya kartu tersebut, bila kata pisah itu sudah jadi dirinya dan Talita seperti orang asing.

Related chapters

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Mantan Suami Hamil?

    Setelah beberapa hari berselang, Talita mulai membuka diri dengan menerima permintaan pertemuan dengan Mario. "Tersenyumlah Talita." Kalimat pertama yang Mario ucapkan pada tamu di hadapannya ini. Talita memang berikan senyuaman, tapi jelas terlihat kikuk. Tundukan malu-malunya ini akibat baru menyadari kalau Mario adalah pria yang sangat tampan. Tatapan lembut Mario cepat membuat lawan bicara merasa nyaman. "Nah gitu dong. Lampu aja kalah terang kalau kamunya lagi senyum begini." Wanita mana yang tak akan berbunga-bunga bila ucapan seperti ini meluncur dari pria yang selalu memperlakukan dirinya layaknya penjaga bagi mutiara dalam tempurung rapuh. "Terima kasih. Kamu selalu buat aku senang." "Masa? Tapi kok aku lihat kamunya masih suka murung, terus termenung kayak pikirannya lagi bawa barbel 5 kilo?" Mario berusaha menciptakan suasana cair. Setelah bertemu Talita beberapa kali, Mario sudah dapat menyimpulkan seperti apakah sifat serta karakternya. Talita tertawa terta

    Last Updated : 2025-02-08
  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Pesta Pembawa Petaka

    "Kamu memang cantik, tapi tidak akan pernah seperti Celine. Tidak pernah!" Netra Talita berkilat. Sentuhan tangan Reynald, suaminya, yang sudah terlepas dari dagunya adalah awal dari tekanan batinnya kali ini. Sudah berusaha keras memulas wajah dengan persiapan beberapa hari sebelumnya, masih saja tak menarik perhatian suaminya itu. Malam ini adalah pesta rutin tahunan perusahaan keluarga Christopher dalam rangka penghormatan kepada para kolega dan pemegang sahamnya. Setelah kematian Reymond Christoper setahun yang lalu, secara estafet tapuk pimpinan otomatis beralih pada Reynald, putra sulungnya."Aku sudah selesai. Tinggal memilih kalung mana yang cocok. Bantu aku ya. Tunggu sebentar." Talita berusaha kesampingkan harga dirinya yang sudah seperti tak bernilai lagi di hadapan Reynald dengan berbalik. Talita berniat mengambil 2 benda dari mutiara itu untuk di tunjukkan pada Reynald."Itu hanya hal kecil bagi wanita, tapi kenapa seperti sesuatu yang berat buatmu?" Tak habis pikirn

    Last Updated : 2025-01-07
  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Sakit Hatiku

    "Sebaiknya kamu periksakan kesehatan mentalmu juga. Sepertinya kamu mulai berhalusinasi." Mulut Talita ternganga. Tak menyangka akan tanggapn Reynald, tapi tak sanggup membantah. Ada beban moral yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga tidak akan bisa serta-merta dia kesampingkan begitu saja. "Aku baik-baik saja. Baiklah kita pulang sekarang." "Aku harus antar Celine ke apartemennya. Dia mengeluh mual, tapi nggak mau periksa ke dokter. Aku tahu Celine nggak mau bebani aku karena keadaanmu, jadi tolong kerjasamanya." Dengan mudahnya Reynald berkata demikian, sedangkan isi pikiran Talita semakin kalut. "Apa ... Apa Celine ... Hamil?" terlontar begitu saja pertanyaan ini dari bibir Talita. "Kalau memang seperti itu, kamu sudah tahu kan siapa yang lebih aku khawatirkan sekarang," jawaban enteng Reynald. "Cepatlah. Mama sama Clarissa sudah menunggu. Mereka tidak akan menyukai itu." Belum juga sanggup mencerna sepenuhnya pernyataan Reynald, kini di tambah bayangan akan satu mobil den

    Last Updated : 2025-01-07
  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Perjodohan Suami Dengan Mantan Kekasihnya

    "Cepet bersihin luka Celine! Bawa sial aja bisanya!" Talita mengangguk patuh atas perintah dari Veronica ini. "Baik, Ma." Talita segera berdiri meski sedikit susah payah. Rasa nyeri pada pinggang masih sering kali hilang timbul ketika melakukan perubahan gerakan mendadak seperti saat ini. Seorang pembantu rumah tangga masuk ke dalam ruang makan dengan tergopoh-gopoh bersama 2 lap basah dan kering. "Nyonya muda, biar saya yang bersihin," pintanya tapi di tanggapi Talita dengan gelengan kepala. "Nggak usah. Aku saja. Mama Vero pasti nggak akan ijinin kamu bantu kesalahanku. Ambilin pengki saja ya." Perintah Talita ini kemudian jadi gerak cepat pembantu rumah tangga bernama Sari ini ke area belakang rumah. Sedangkan Talita merunduk lagi untuk membersihkan punggung kaki Celine. "Maaf, Celine. Aku benar-benar nggak sengaja. Aww!" Berganti Talita menjerit tertahan karena tak melihat bagian yang di bersihkan, jadi sempat ada remahan pecahan menusuk dan hampir masuk ke dalam kulitnya. "A

    Last Updated : 2025-01-07
  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Rencana Jahat

    Baik Talita maupun Reynald berganti tujuan ke arah single sofa tempat Veronica duduk berada. "Mama? Kenapa?!" kepanikan Reynald, segera memposisikan ibunya tidur dalam pelukannya. "Kita ke dokter sekarang!" putusnya melihat keadaan Veronica yang terlihat sulit bernapas, tapi justru mendapatkan pencegahan. "Nggak usah, Rey. Bawa Mama ke kamar saja. Kita juga perlu bicara berdua." Veronica menurunkan kaki, lalu meminta putranya ini untuk memapahnya secara perlahan. "Aku bikinin teh anget ya, Ma." Talita masih menaruh rasa peduli, namun mendapatkan tanggapan sebaliknya. "Nggak usah!" sahut Veronica sewot. "Harusnya kamu itu bikin surat laporan. Nyadar nggak, sih?! Kalau hari ini kamu sudah buat dua orang bisa saja mati. Aduhh, Tuhan toloongg. Dosa apa aku pada-Mu sampai kirim menantu bisanya buat sial teruss!" Veronica merutuki diri seolah-olah tengah mendapatkan hukuman dan hanya berakhir pada penyesalan. "Sudahlah, Ma. Kita bicara saja di dalam." Reynald lalu beralih pada Tal

    Last Updated : 2025-01-07
  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Keputusan Perpisahan

    Setelah beberapa hari Talita memutuskan untuk menyendiri. Tinggal bersama Vani adalah pilihan satu-satunya saat ini. "Gue jalan kerja dulu ya, Ta. Lo sudah nggak sedih lagi, kan?" tanya Vani serata menatap sahabat ini menutup bungkus nasi uduknya dengan wajah sendu. "Entahlah." "Sekarang lo tahu kalau Reynald yang membuat rencana jahat ini. Apalagi tujuannya selain agar secara perlahan bagian saham dan andil emosional Ayahmu di perusahaan itu berangsur hilang. Lo kan cuma minta cerai, tapi masih nggak mau lepasin prosentase saham itu. Iya, kan?" Vani menggiring Talita untuk menyetujui opininya. "Jadi dengan maksud rasa malu itu, lo akan dengan sukarela melepaskan." "Bagaimana lo punya pikiran seperti itu?" "Aduh, Ta. Kadar iblis di jiwa lo cuma berapa persen, sih? Heran gue. Habis baik banget. Kan ternyata benar kalau selama setahunan ini, perusahaan itu labanya sedang naik, dan otomatis kepemilikanmu juga." "Jadi menurutmu gue harus pastikan keputusan itu?" "Yups. Exac

    Last Updated : 2025-01-07

Latest chapter

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Mantan Suami Hamil?

    Setelah beberapa hari berselang, Talita mulai membuka diri dengan menerima permintaan pertemuan dengan Mario. "Tersenyumlah Talita." Kalimat pertama yang Mario ucapkan pada tamu di hadapannya ini. Talita memang berikan senyuaman, tapi jelas terlihat kikuk. Tundukan malu-malunya ini akibat baru menyadari kalau Mario adalah pria yang sangat tampan. Tatapan lembut Mario cepat membuat lawan bicara merasa nyaman. "Nah gitu dong. Lampu aja kalah terang kalau kamunya lagi senyum begini." Wanita mana yang tak akan berbunga-bunga bila ucapan seperti ini meluncur dari pria yang selalu memperlakukan dirinya layaknya penjaga bagi mutiara dalam tempurung rapuh. "Terima kasih. Kamu selalu buat aku senang." "Masa? Tapi kok aku lihat kamunya masih suka murung, terus termenung kayak pikirannya lagi bawa barbel 5 kilo?" Mario berusaha menciptakan suasana cair. Setelah bertemu Talita beberapa kali, Mario sudah dapat menyimpulkan seperti apakah sifat serta karakternya. Talita tertawa terta

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Bukan Aku

    "Benar itu nama ibu kandung saya, tapi sepertinya saya bukan orang yang Anda cari." Talita buru-buru mengajak Anna agar masuk ke dalam rumah. "Maaf saya tidak ada waktu. Kami harus ngerjain seuatu!" ucap Talita ketakutan, kemudian berjalan cepat sampai di balik pintu gerbang. "Saya sudah tahu banyak tentang Anda. Percayalah." "Ibu saya cuma orang biasa. Mungkin cuma kebetulan sama nama saja." Talita cepat-cepat menggembok pintu gerbang tersebut. "Pergilah, Pak. Saya bisa teriak minta tolong atau panggil polisi." "Akan saya jelaskan. Tolong beri saya waktu sebentar." Pria itu masih berusaha memaksa. "Maaf, Pak. Saya harus masuk." "Mbak Talita. Saya tahu perasaan Anda sekarang, tapi pastikan akan ada kiriman pembuktian dari saya nanti!" Talita mengajak asisten rumah tangganya segera masuk ke dalam dan kemudian menanyainya. "Apa saja yang sudah orang itu katakan sama kamu, Mbak?" "Orang itu datang dua hari yang lalu terus cari Mbak, tapi sebelum-sebelumnya saya sudah pernah

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Keputusan Perpisahan

    Setelah beberapa hari Talita memutuskan untuk menyendiri. Tinggal bersama Vani adalah pilihan satu-satunya saat ini. "Gue jalan kerja dulu ya, Ta. Lo sudah nggak sedih lagi, kan?" tanya Vani serata menatap sahabat ini menutup bungkus nasi uduknya dengan wajah sendu. "Entahlah." "Sekarang lo tahu kalau Reynald yang membuat rencana jahat ini. Apalagi tujuannya selain agar secara perlahan bagian saham dan andil emosional Ayahmu di perusahaan itu berangsur hilang. Lo kan cuma minta cerai, tapi masih nggak mau lepasin prosentase saham itu. Iya, kan?" Vani menggiring Talita untuk menyetujui opininya. "Jadi dengan maksud rasa malu itu, lo akan dengan sukarela melepaskan." "Bagaimana lo punya pikiran seperti itu?" "Aduh, Ta. Kadar iblis di jiwa lo cuma berapa persen, sih? Heran gue. Habis baik banget. Kan ternyata benar kalau selama setahunan ini, perusahaan itu labanya sedang naik, dan otomatis kepemilikanmu juga." "Jadi menurutmu gue harus pastikan keputusan itu?" "Yups. Exac

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Rencana Jahat

    Baik Talita maupun Reynald berganti tujuan ke arah single sofa tempat Veronica duduk berada. "Mama? Kenapa?!" kepanikan Reynald, segera memposisikan ibunya tidur dalam pelukannya. "Kita ke dokter sekarang!" putusnya melihat keadaan Veronica yang terlihat sulit bernapas, tapi justru mendapatkan pencegahan. "Nggak usah, Rey. Bawa Mama ke kamar saja. Kita juga perlu bicara berdua." Veronica menurunkan kaki, lalu meminta putranya ini untuk memapahnya secara perlahan. "Aku bikinin teh anget ya, Ma." Talita masih menaruh rasa peduli, namun mendapatkan tanggapan sebaliknya. "Nggak usah!" sahut Veronica sewot. "Harusnya kamu itu bikin surat laporan. Nyadar nggak, sih?! Kalau hari ini kamu sudah buat dua orang bisa saja mati. Aduhh, Tuhan toloongg. Dosa apa aku pada-Mu sampai kirim menantu bisanya buat sial teruss!" Veronica merutuki diri seolah-olah tengah mendapatkan hukuman dan hanya berakhir pada penyesalan. "Sudahlah, Ma. Kita bicara saja di dalam." Reynald lalu beralih pada Tal

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Perjodohan Suami Dengan Mantan Kekasihnya

    "Cepet bersihin luka Celine! Bawa sial aja bisanya!" Talita mengangguk patuh atas perintah dari Veronica ini. "Baik, Ma." Talita segera berdiri meski sedikit susah payah. Rasa nyeri pada pinggang masih sering kali hilang timbul ketika melakukan perubahan gerakan mendadak seperti saat ini. Seorang pembantu rumah tangga masuk ke dalam ruang makan dengan tergopoh-gopoh bersama 2 lap basah dan kering. "Nyonya muda, biar saya yang bersihin," pintanya tapi di tanggapi Talita dengan gelengan kepala. "Nggak usah. Aku saja. Mama Vero pasti nggak akan ijinin kamu bantu kesalahanku. Ambilin pengki saja ya." Perintah Talita ini kemudian jadi gerak cepat pembantu rumah tangga bernama Sari ini ke area belakang rumah. Sedangkan Talita merunduk lagi untuk membersihkan punggung kaki Celine. "Maaf, Celine. Aku benar-benar nggak sengaja. Aww!" Berganti Talita menjerit tertahan karena tak melihat bagian yang di bersihkan, jadi sempat ada remahan pecahan menusuk dan hampir masuk ke dalam kulitnya. "A

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Sakit Hatiku

    "Sebaiknya kamu periksakan kesehatan mentalmu juga. Sepertinya kamu mulai berhalusinasi." Mulut Talita ternganga. Tak menyangka akan tanggapn Reynald, tapi tak sanggup membantah. Ada beban moral yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga tidak akan bisa serta-merta dia kesampingkan begitu saja. "Aku baik-baik saja. Baiklah kita pulang sekarang." "Aku harus antar Celine ke apartemennya. Dia mengeluh mual, tapi nggak mau periksa ke dokter. Aku tahu Celine nggak mau bebani aku karena keadaanmu, jadi tolong kerjasamanya." Dengan mudahnya Reynald berkata demikian, sedangkan isi pikiran Talita semakin kalut. "Apa ... Apa Celine ... Hamil?" terlontar begitu saja pertanyaan ini dari bibir Talita. "Kalau memang seperti itu, kamu sudah tahu kan siapa yang lebih aku khawatirkan sekarang," jawaban enteng Reynald. "Cepatlah. Mama sama Clarissa sudah menunggu. Mereka tidak akan menyukai itu." Belum juga sanggup mencerna sepenuhnya pernyataan Reynald, kini di tambah bayangan akan satu mobil den

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Pesta Pembawa Petaka

    "Kamu memang cantik, tapi tidak akan pernah seperti Celine. Tidak pernah!" Netra Talita berkilat. Sentuhan tangan Reynald, suaminya, yang sudah terlepas dari dagunya adalah awal dari tekanan batinnya kali ini. Sudah berusaha keras memulas wajah dengan persiapan beberapa hari sebelumnya, masih saja tak menarik perhatian suaminya itu. Malam ini adalah pesta rutin tahunan perusahaan keluarga Christopher dalam rangka penghormatan kepada para kolega dan pemegang sahamnya. Setelah kematian Reymond Christoper setahun yang lalu, secara estafet tapuk pimpinan otomatis beralih pada Reynald, putra sulungnya."Aku sudah selesai. Tinggal memilih kalung mana yang cocok. Bantu aku ya. Tunggu sebentar." Talita berusaha kesampingkan harga dirinya yang sudah seperti tak bernilai lagi di hadapan Reynald dengan berbalik. Talita berniat mengambil 2 benda dari mutiara itu untuk di tunjukkan pada Reynald."Itu hanya hal kecil bagi wanita, tapi kenapa seperti sesuatu yang berat buatmu?" Tak habis pikirn

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status