Nicki melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi karena cemas dengan keadaan Sean. Ia khawatir atasannya itu pergi ke tempat yang tidak baik demi melampiaskan amarahnya."Semoga pikiranku salah," gumam Nicki yang terus fokus menyetir.Tak berselang lama Nicki sampai di depan sebuah bar ternama di kota itu. Selain besar, tempat itu juga terkenal karena sering dikunjungi para wisatawan dan beberapa orang penting dari ibu kota yang sedang jalan-jalan ke kota tersebut.Nicki menoleh ke sana kemari, mencari kendaraan Sean yang mungkin saja terparkir di sana.Mata pria itu seketika tertuju pada sebuah mobil sport hitam yang terparkir tak jauh dari gerbang utama. Nicki lantas menghela napas panjang karenanya."Kuharap Pak Sean tidak melakukan sesuatu yang bodoh." Nicki bergegas memasuki bar.Saat berada di dalam bar, matanya terus menatap sekeliling, berusaha mencari keberadaan Sean. Hingga sosok sang atasan yang sedang mabuk terlihat sedang duduk bersandar dengan beberapa perempuan tampak me
Nicki menelan ludah, tak tahu apa yang akan dihadapinya nanti. Dari suaranya saja jelas terdengar jika Evelyn sedang dalam keadaan emosi.Pria itu perlahan berbalik dan kembali menuju Evelyn."Ya, ada yang bisa saya bantu, Bu Evelyn?" Nicki hanya menunduk, tak berani menatap mata Evelyn yang sebelumnya sekilas tampak penuh amarah."Aku mencium parfum perempuan di pakaian suamiku. Apa kamu bisa menjelaskan itu?" Evelyn menatap Nicki, lekat.Nicki langsung menelan ludah, tak menyangka jika akhirnya akan terjadi hal seperti itu. Bahkan, dalam lubuk hati terdalam ia merasa tertekan dengan perkara rumah tangga sang atasan yang malah menyeret dirinya."I-itu …." Nicki sangat gugup, rasa cemas terus menghantuinya."Katakan saja! Aku tidak akan memarahimu." Dari suaranya saja jelas terlihat jika Evelyn sedang emosi."Saat Pak Sean mabuk, beberapa perempuan memanfaatkan itu. Mereka berusaha menggoda Pak Sean yang sedang tak berdaya," jelas Nicki yang saat itu terus mengeluarkan keringat dingin.
Evelyn langsung menelepon Diana saat itu juga, kaki yang sedang sakit membuatnya tak bisa leluasa untuk mencari sendiri keberadaan Sean dan Kelvin."Apa kamu melihat Kelvin?" tanya Evelyn sesaat setelah Diana mengangkat telepon."Sepertinya Kelvin dan Pak Sean pergi ke arah taman. Memang kenapa? Apa ada yang bisa aku bantu, Kak?""Oh, tidak ada. Kalau begitu terima kasih," jawab Evelyn yang penasaran dengan apa yang sebenarnya Sean lakukan bersama dengan Kelvin.Evelyn beranjak dari duduknya, berniat untuk pergi ke taman sambil berjalan perlahan. Baginya suasana di taman cukup bagus untuk menjelaskan tentang acara pernikahan sang mertua.Dengan langkah tertatih sambil memakai tongkat, Evelyn berjalan perlahan keluar dari kamar. Ingin berbincang dengan suasana yang tenang, berharap jika Sean bisa merespon dengan kepala dingin."Apa yang sedang Kakak lakukan? Jangan memaksakan diri seperti itu!" Diana menghampiri Evelyn dengan wajah panik."Ah, itu … aku ingin pergi ke taman sebentar,"
Evelyn memilih untuk diam terpaku. Ia menaikan kakinya ke atas kloset agar tidak terlihat dari celah bawah pintu. Dengan menahan sakit, Evelyn terus menaikan kaki sambil membekap mulut dengan mata berkaca-kaca.'ini sangat menyakitkan,"' batin Evelyn yang kakinya terasa ngilu karena dipaksa di tekuk.Evelyn tanpa sadar meneteskan air mata akibat menahan rasa sakit. Namun, setidaknya masih bisa menahan agar tidak mengeluarkan suara."Di mana perempuan itu?" Mendadak terdengar suara seorang pria di luar bilik toilet.Seketika Evelyn tercengang sekaligus ketakutan saat tahu ada suara pria di toilet wanita. Hal tersebut tentunya bukan sesuatu yang sederhana, entah apa yang sedang menunggunya di luar."Kita cek satu persatu saja," sahut pria lainnya.Suara dua orang pria semakin menambah kepanikan Evelyn, diperparah dengan perbincangan mereka yang hendak mengecek bilik satu persatu."Jangan harap bisa bersembunyi dari kami!" teriak salah seorang pria.Suara pintu yang dihantam kencang teru
Sebelum memberi tahu tentang idenya pada Sean, Andi memilih untuk mengecek terlebih dahulu setiap jalan yang kemungkinan dilalui Evelyn."Ada apa? Apa kamu menemukan sesuatu?" tanya Sean saat melihat Andi terus mondar-mandir."Tunggu sebentar, Pak. Saya mau mengeceknya dulu," jawab Andi yang wajahnya terlihat begitu serius.Sean mengerutkan alis karena sedikit bingung dengan maksud Andi, hingga setelah ia menyaksikan bawahannya itu beberapa saat kemudian baru menyadari apa yang sedang dicari."CCTV?" Sean segera menghentikan Andi. "Jadi, apa yang kamu temukan?""Tidak semua jalan menuju toilet dilengkapi CCTV. Dan saya perhatikan beberapa diantaranya palsu, hanya hiasan saja." Andi terlihat serius saat memandangi sebuah CCTV yang menurutnya hanya hiasan semata."Dari mana kamu tahu jika itu CCTV palsu?"Sebelum menjawab Andi malah tertawa sambil menggaruk kepala yang tak gatal."Karena saya punya beberapa di rumah, hanya untuk terlihat keren saja. Dan kebetulan yang ada di sana persis
"Apa yang kamu inginkan? Siapa kamu sebenarnya?" cecar Evelyn dengan tangan gemetar, saking merasa ketakutan dengan situasi yang sedang dihadapi."Hey, bersikap sopan lah pada Bos!" ucap salah seorang pria yang saat itu berada di ruangan juga.Evelyn semakin dibuat keheranan, Bos? Jadi pria yang sangat ia kenal itu adalah dalangnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus menari-nari di kepala Evelyn. Namun, ia tidak berani untuk mengungkapkan lagi karena selain percuma malah berakhir dengan bentakan yang cukup menakutkan.Pria yang sedang duduk di kursi mengangkat tangannya, untuk menghentikan ocehan sang anak buah."Jangan berbuat kasar pada wanitaku!"Evelyn sontak tercengang dan menjadi semakin merinding."Apa maksudmu, Dion?" Evelyn menatap pria di hadapannya dengan sorot mata tajam, saking merasa aneh dan keheranan.Bukannya menjawab Dion malah tersenyum. Pria itu beranjak, lalu menghampiri Evelyn yang sedang duduk di kursi roda."Lihat ini! Kamu adalah istriku!" ujar Dion sambil me
Baru saja Evelyn sedikit menggeserkan tubuhnya, lengan itu malah semakin memeluk dengan erat. Ia mulai merasa ngeri dan takut dengan situasi tersebut.Namun tetapi memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Evelyn merasa terkejut, ternyata di belakangnya sedang berbaring seorang anak perempuan yang berusia sekitar delapan tahunan."Ibu, tolong jangan pergi lagi!" ucap anak itu, dengan bulir bening menetes dari sudut mata yang masih terpejam.Evelyn yakin jika anak perempuan itu adalah anak Dion dengan wanita di dalam foto. Merasa kasihan ia lantas melanjutkan tidurnya dan membiarkan gadis kecil itu memeluk meski semakin erat.***Pagi hari, Evelyn yang cukup lelah karena begadang semalaman pun tanpa sadar bangun kesiangan, dan saat membuka mata malah mendapati gadis kecil yang semalam memeluknya sedang duduk sambil terus memperhatikan."A-apa yang sedang kamu lakukan?" Evelyn beranjak duduk saking merasa terkejut."Bella Sangat merindukan Ibu. Akhirnya Ibu kembali," ucap bocah perem
Meski demikian Evelyn tidak berani bersikap gegabah dan segera menoleh ke arah Dion untuk mengetahui seperti apa respon pria itu."Ayah, apa Tante ini pelayan baru?" tanya Bella tiba-tiba."Ya," jawab Dion singkat. Ia langsung meminum jus jeruk yang baru saja dituangkan.Bella merasa sedikit aneh dengan tingkah Evelyn yang mendadak terlihat canggung dan terus diam dengan tatapan penuh ketakutan. Bocah itu langsung menghampiri, lalu memeluk perempuan yang ia anggap sebagai ibunya itu."Ibu jangan takut! Kita tidak akan berpisah lagi," ujar Bella sambil memeluk Evelyn dengan erat.Evelyn tak hentinya menoleh ke arah Dion. Rasa takut semakin menjadi-jadi saat melihat Diana yang sampai tak berani menoleh ke arahnya. Tentu hal itu membuatnya berpikir jika mungkin pengasuh Kelvin tersebut sedang berada di bawah tekanan."Kenapa kamu begitu tegang? Rileks saja! Bella memang menjadi semakin manja akhir-akhir ini," ujar Dion sambil menatap lekat.Setiap kalimat yang Dion lontarkan, bagi Evelyn