Saat Hans selesai menelepon entah mengapa rasa di dalam dadanya berdegub dengan kencang,
Dan dia pun memgang dadanya dengan kedua tangannya."Kenapa jantung ku berdetak tak karuan."Dan dia pun menghirup nafas dalam-dalam dan mengeluarkan kembali.Itu di lakukannya untuk menetralkan senam jantungnya yang lumayan cepat.Tok too tok..Suara orang yang mengetuk pintu."Masuk." seru Hans dari dalam rungannya.Dan ternyata yang masuk adalah Vania."Selamat siang bapak, ada apa bapak memanggil saya?" tanya Vania sambil berdiri di depan Hans.Hans pun yang tengah duduk dia pun menatap dari bawah tubuh Vania.Dia menatap kaki Vania lalu tatapan itu menjalar sampai atas."Apa kamu yang bernama Vania?" tanya Hans.Dan Vania pun menganggukan kepalanya.Dan Hans pun mempersilahkan duduk."Aku ingin mengetahui siapa kamu?" lanjut Hans.Dan Vania yang mendengar itu dia pun mengerutkan dahinya, "Mati aku, apa jangan-jangan dia sudah mengetahui siapa aku?" ujarnya dalam hati.Dan Vania berpura-pura tak paham apa yang dimaksud oleh bosnya tersebut kenapa bosnya ingin mengetahui dirinya."Maksudnya bagaimana ya pak?" tanya Vania.Hans yang mendengar itu dia pun langsung terkejut, dia bingung harus mengatakan apa, sejujurnya dia hanya ingin bertemu dengan Vania secara langsung untuk membuktikan siapa Vania itu, apakah benar dia sesosok wanita misterius 7 tahun lalu."Ya enggak, saya hanya ingin tahu siapa kamu, kenapa kamu tadi berani memberi masukan yang keras?" jawab Hans yang ngeles.Vania hanya tersenyum kecil di sudut bibirnya mendengar itu. Dia diam tidak menjawab."Oh iya kamu sudah menikah?" tanya Hans langsung karena Hans sudah tak sabar untuk mengetahui siapa sosok Vania tersebut.Vania terdiam sejanak,Dia berpikir,,"Sudah, saya memiliki 2 orang anak pak." jawab Vania langsung dan tak basa-basi.Mendengar jawab Vania, Hans pun menghembuskan nafas panjangnya dan dia memejamkan matanya sejenak."Bapak jika tak ada kepentingan mendesak, saya ijin keluar ya," seru Vania yang memecahkan pikiran Hans saat itu."Ini sudah sore, kasihan kedua anak saya menunggu saya di rumah." lanjut Vania.Dan Hans pun menganggukan kepalanya dan dia pun mempersilahkan Vania untuk keluar. "Iya silahkan kamu bisa pulang sekarang." seru Hans.Dan Vania pun keluar dari ruangan Hans dengan langkah kaki yang cepat, setelah keluar dari ruangan Hans dia pun menghembuskan nafasnya panjang-panjang.Dan dia pun memegang dadanya dengan kedua tangannya dan merasakan jika jantungnya berdegup begitu sangat kencang.Dan dia pun memutuskan untuk segera pulang, "Sudah pukul 4 sore anak-anak pasti menungguku," Sambil melihat jam yang ada di tangannya.Vania pulang dengan menaiki taksi online, entah kenapa perasaannya begitu sangat bahagia melihat bosnya yang tak lain adalah laki-laki yang pernah bersamanya.Vania merasa bahagia jika laki-laki yang bernama Hans tersebut belum memiliki pasangan dan yang membuat Vania jauh lebih bahagia itu karena berusaha mengulik siapa dirinya."Ah sialan harusnya aku berkata jujur." gerutunya pada dirinya sendiri.Namun Vania sejenak terdiam dengan perkataannya.Dia terus menimbang-nimbang hal apa yang harus dilakukannya. "Jika aku harus jujur aku takut dia akan kehilangan banyak reportasinya, dan kemungkinan terjadi dia tak akan mengakui anaknya." ujarnya adalah hati.Vania pun menatap gedung-gedung dari jendela sambil memikirkan apa yang terjadi pada dirinya."Atau bahkan dia bisa mengakui anaknya dan mengambil mereka disisiku, itu adalah kemungkinan bisa terjadi, entah mana ya terjadi di antara pemikiranku itu, berarti yang jelas aku harus menyembunyikan ini demi keamanan anak-anakku." lanjutnya.Yang mulanya Vania tak mengharapkan kehadiran kedua anaknya namun hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun silih berganti tahun.Perasaannya begitu besar kepada kedua anaknya, dan yang jelas Vania tak ingin kehilangan anaknya begitu saja karena rasa cintanya yang sudah sangat melekat sempurna.Sebelum Vania pulang dia pun menyempatkan diri untuk membeli sebuah oleh-oleh dia membeli sebuah makanan untuk dimakan bersama dengan kedua anaknya,Vania pun tersenyum di sudut bibinya,Dia sangat berasa bahagia memiliki kedua buah hatinya melebihi apapun.Dan dia pun melanjutkan perjalanan pulangnya.Sesampai di apartemen dia membuka pintu dan disembut dengan kedua anaknya yang sedang menunggunya di ruang tamu."Mamaaaa," teriak mereka yang sudah menahan rindu kepada Vania.Dan Vania pun membuka lebar-lebar kedua tangannya mereka berdua yang tengah berlari kepada dirinya."Ooh sayang mama juga merindukan kalian." jawab Vania sambil memeluk kedua anaknya.Dan Vania pun menyuruh kedua anaknya untuk mengambil piring dan makan bersama,"Ayo kita makan bersama-sama ini siapin, mama mau ganti baju dulu ya." seru Vania sambil memberikan sebuah bungkusan kresek kepada kedua anaknya.Dan mereka pun menyiapkan apa yang diperintahkan oleh Vania, mereka anak-anak yang sangat nurut kepada orangnya."Sudah selesai anak-anak?" tanya vania yang keluar dari kamarnya sambil memakai sebuah baju tidur lengan panjang dan celana panjang.Dan mereka pun makan bersama-sama."Oh ya mah di kantor mamah nggak ada tah om-om yang mau sama mama?" tanya Vero kepada Vania yang membuka obrolan.Vania yang mendengar itu dia pun mengerutkan dahinya, "Siapa juga yang mau sama mama, mama sudah punya dua anak. Jadi nggak ada yang mau sama mama." jawabannya dengan enteng.Mendengar jawaban dari mama mereka, membuat Vero dan Vino saling menatap satu sama lain,Sepertinya mereka memiliki bahasa yang tak dimengerti, yang mengerti hanyalah mereka berdua.Vania yang sudah tidak mood dengan makannya karena pertanyaan dari kedua anaknya dia pun lekas menghabiskan makanannya,"Oh ya nanti piring mama dicuci ya, mau mama mau bekerja dulu supaya kita punya banyak uang dan bisa membelikan apapun barang yang kalian minta ke mama." seru Vania sambil beranjak dari duduknya.Dan dia pun pergi meninggalkan kedua anaknya yang masih duduk sambil makan."Ehmm mama alasan pasti dia menghindar dari pertanyaan kita." seru Vero sambil melirikan matanya menatap kepergian mamanya dari meja makan.Vino pun menghabiskan makanannya di piring. "Bagaimana kalau kita besok ke kantor mama tanpa sepengetahuan mama. Kita mata-matai mama bagaimana?" usul Vino kepada Vero.Vero mendengar itu dia pun berpikir keras,Dia takut jika mama mereka marah."Eh Vino kantor mama itu agak jauh loh." ujar Vero."Kita ini sudah besar, negara ini aman jadi nggak perlu khawatir, lagian sekolah kita nanti juga dekat dengan kantor mama."Keesokan harinya."Vero Vino mama berangkat dulu ya kalian kalau mau makan kalian bisa ambil di dapur mama sudah siapin semuanya di dapur," teriak Vania yang sedang memasang sepatunya dan akan bersiap berangkat pergi bekerja.Vero dan Vino pun melangkahkan kakinya mendekati Vania, untuk melepas kepergian mama untuk berangkat bekerja."Kita kapan masuk sekolah ma?" tanya Vero."Iya nih ma aku sudah bosen di rumah." sahut Vino.Vania menjelaskan kepada dua anaknya dengan nada yang amat luar biasa lembut dan mudah di pahami oleh kedua anaknya."Nanti mama ke sekolah kalian dulu, mama mau membayar perlengkapan yang belum mama bayar dan besok kalian bisa sekolah." ujar Vania yang menjelaskan kepada anaknya.Mereka pun berpelukan bersama, Vania pun pamit kepada kedua anaknya untuk bekerja. "Ya udah ini sudah siang, mama berangkat dulu ya anak-anak, jika ada apa-apa kalian bisa telepon mama." lanjutkan sambil membuka pintu apartemennya untuk keluar.Vania melambaikan kedua tangannya,"D
Hans pun menelan ludahnya, dan dia pun menatap lekat-lekat dua anak yang berada di depannya.Dua anak yang tampan dengan wajah yang putih sediki kemerahan.Dan Hans mengangguk-nganggukan kepalanya sendiri mendengar cerita mereka."Iya sudah kalian makan dulu ya, kalau sudah selesai nanti kalian paman antar pulang." seru Hans.Dan kedua anak kembar yang berada di depannya makan begitu lahabnya, membuat hati Hans sangat teriris-iris."Paman gak udah antar kita pulang, kita bisa pulang sendiri nanti." iawab Vero sambil makan.Ya bagaimana tidak sakit hatinya Hans mengingat dirinya selama hidup tak pernah kekurangan makanan bahkan selalu makan-makan yang sehat dan tentunya gizinya selalu terpenuhi.Lalu melihat kedua anak di depannya yang makan seperti orang yang tak pernah makan."Paman kenapa tidak di makan?" sahut Vino.Hans yang sedang melamum dan berperang dengan pikirannya membuat dia terkejut, "Oh iya, paman akan makan." jawab Hans sambil menyendokan makanan dan memasukan kedalam
Di dalam kamar Vania yang sedang berdiri sambil menyilakan tangannya di dada, dia terus saja marah-marah kepada Vero.Vannia menumpahkan rasa kesalnya kepada Vero, karena sudah lancang membawa seseorang yang baru di kenalnya."Sudahlah ma, ayo kita keluar kasihan ada tamu," ujar Vero yang merasa sedikit malu kepada Hans yang mengetahui tingkah mamanya yang sedang tantrum."Ya sudah aku minta maaf ma, kami salah. Sekarang mama keluar tolong temui orang yang menolong kita. Please ma harga tamu kita." lanjut Vero dengan sedikit memelas dengan sedikit memohon serta mengalah bahkan meminta maaf.Vero berusaha memberanikan dirinya menghadapi tingkah mamanya yang gampang berubah-ubah moodnya mengalahkan kecepatannya perkiraan cuaca yang selalu berubah-ubah di tiap jamnya bahkan menitnya.Membuat Vero kembali memohon dan terus memohon bahkan bersujud.Vania yang sedang kesal kepada kedua anaknya dia pun terdiam,Dia pun mendengus kesal."Iyalah, iyalah." gerutu Vania.Dan dengan terpaksa ib
Dengan berat hati Vania pun melangkahakn kakinya untuk masuk ke dalam mobil.Sebenarnya sih, Vania tak ingin dan yak mau mengambil kesempatan untuk berusaha dekat dengan pemilik perusahan tempat dimana dirinya bekerja.Bisa saja Vania mengatakan yang sejujurnya kepada Hans tapi Vania tak mau.Karena Vania takut jika ke dua anaknya dia ambil oleh Hans.Vania masuk tanpa mengatakan apapun, dia hanya terdiam sambil matanya terus menatap keluar jendela melihat lalu lalang kendaraan di bawah terik sang matahari.Wajahnya yang cantik terlihat begitu sangat muram."Kamu mau ke mana?" tanya Hans sambil menancapkan gasnya yang membuyarkan lamunan Vania.Vania yang duduk di samping Hans dia mengalihkan pandangannya,"Ke sekolah sebrang jalan." serunya.Sebenarnya jarak sekolah dan kantornya tidaklah jauh, namun di antara gedung tersebut terpisah jalan besar jadi jika harus ke sekolah anaknya Vania harus memutar terlebih dahulu karen tak ada jembatan penyebrangan.Vania terdiam.Di dalam mobil h
Hans pun hanya terdiam dia hanya melirikan matanya saja.Mobilnya mengarahkan ke sebuah tempat makan yang terletak di pinggir kota.Tempat makan itu berada di pinggir sungai besar yang memiliki karakteristik seperti danau."Ayo turun semua." seru Hans membukakan pintu mobil untuk Vino dan Vero.Dan kedua anak tersebut yang masih pakai baju sekolah merasa sangat bahagia karena baru kali ini mereka berdua makan di luar."Wahhh bagusnya." teriak Vero yang sangat kagum melihat keindahan tempat makan di pinggir sungai dengan angin yang menerpa wajahnya secara semilir-milir lembut.Hans pun yang berdiri sambil bersender di mobilnya sambil menyilakan tangan di dadanya, dia tersenyum."Mereka sangat persis wajahnya seperti wajahku ketika aku kecil. Apa mungkin mereka adalah darah ku?" gumam Hans dalam hati.Entah mengapa Hans merasa jika firasatnya sangat kuat jika mereka adalah anak-anaknya.Mungkin itu firasat seorang bapak kepada anaknya.Lalu Hans mengalihkan pandangannya ke Vania yang ma
Mendengar itu dia pun langsung mengalihkan pandangannya, dia sangat kesel kepada kedua anaknya yang terus menerus meminta hal yang membuatnya pusing kepala.Di kasih hati minta jantung."Udah ya udah cukup, dari tadi kamu minta ini... itu, udah stop."Dan Vania pun langsung keluar dari kamar Vero dan Vino,Dia pun keluar dengan menghentakkan kakinya karena saking kesalnya kepada kedua anaknya."Dasar bocah ada-ada saja mintanya."Vero dan Vino yang berada di dalam kamar yang terdapat Hans yang tengah duduk di tepi tempat tidur mereka. Hans pun memberi nasehat kepada dua anak yang masih berusia 6 tahun itu"Udahlah kalian jangan aneh-aneh seperti itu, noh lihat mamamu marah." seru Hans yang berusaha memberi sedikit masukan kepada Vero dan Vino.Dan Hans menyuruh mereka untuk segera tidur kembali karena hari semakin mulai malam,"Ya sudah kalian tidur ya." lanjut Hans sambil mengusap kedua kepala anak tersebut lalu memasang selimut untuk mereka.Dan Hans pun beranjak dari duduknya da
Di sisi lain di ruangan Hans.Hans yang tengah bekerja menganalisis perkembangan perusahannya.Datanglah Andre sang asisten yang masuk ke ruangannya"Selamat pagi bos." seru Andre sambil berjalan mendekati Hans lalu duduk di kursi depan meja kerja Hans.Mereka berdua duduk saling berhadapan."Kemaren kenapa ponsel bos kok mati?" lanjut tanya Andre kepada Hans yang merasa kepo karena hal tersebut sangat tak lazim di lakukan bosnya.Hans pun mengalihkan pandangannya, dia menatap Andre dengan memicingkan matanya."Sejak kapan kamu mulai mengurusi hidup ku Ndre." jawab Hans.Andre tertawa.Andre pun hanya bisa meringis mendengar ucapaan Hans yang mementahi dirinya.Andre pun mengalihkan perhatiannya, dia pun membuak tab-nya dan membuka grafik penjualan barang yang baru saja mereka rilis."Bos lihat ini, angka penjualan sangat tinggi." ujarnya sambil memberi tahu Hans dan menyodorkan grafik tersebut."Respon warganet begitu antusias, sebagian banyak mereka merasa penasaran dan sudah banyak
"Apa... mereka memiliki alergi yang sama dengan ku. Tidak mungkin..." lanjut gumam Hans di dalam hati.Dan Hans pun mendekati Vero dan Vino ya sedang berbaring dengan hidung terpasang sebuah alat untuk membantu pernafasannya.Hans menatap keadaan mereka yang sedang memejamkan matanya.Sedangkan Vania mengantar keluar pihak sekolah yang pamit untuk pulang."Kalian cepat bangun, papa akan menuruti semua permintaan kalian." ujar lirih Hans sambil tangannya memegang kedua tangan akan kembar itu.Entah mengapa jantungnya berdebar-debar, perasaan apa yang ada di hatinya tak bisa di ungkapkan sekarang.Saat Hans sedang menundukan kepalanya ternyata tangan Vino bergerak, dia melirikan bola matanya ke Hans."Papa." serunya.Hans yang mendengar itu dia pun mendongkan kepalanya, dia menatap Vino."Iya apa sayangku? Kalian cepat sembuh ya nanti apa pun keinginan kalian akan papa turuti." jawab Hans.Dan Vino menitihkan air matanya sambil tersenyum di sudut bibirnya, dan dia pun memejamkan matanya