Laki-laki yang berumur 35 tahun itu telah sampai di sebuah rumah sakit kota.Dia turun... lalu masuk ke dalam rumah sakit dimana Vino dan Vero di rawat.Hans masuk ke dalam ruang rawat inap yang berisi dua keranjang pasien tersebut.Lalu melihat Vino yang tengah duduk bersender, sedangkan Vero masih berbaring lemah namun dia sudah sadar."Hay anak-anak." sapa Hans.Vino pun tersenyum sumringah."Hay paaa." jawabnya.Hans mengerutkan dahinya dia menatap Vino dengan senyum, karena mendengar sebutan papa kepada dirinya."Kan sekarang aku sudah ada papa, masih ingatkah tadi malam percakapan kita?" tanya Vino.Hans tersenyum..."Ada apa ya kok aku gak tahu?" sahut Vero.Dan Vino pun menjelaskan kepada saudara kembarnya,Nampak mereka sangat begitu bahagia.Hari ini Hans yang merawat mereka, laki-laki pengusaha itu menonaktifkan ponselnya, dia ingin merawat Vino dan Vero meski keadaan perusahaannya sekarang lumayan sedikit krisis.Hans pun langsung membeli secara online berbagai macam maina
"Huss.... jangan keras-keras." seru salah satu bocah kembar itu yang saling berbisik satu sama lain.Melihat dua orang dewasa yang berdebat membuat mereka berdua menghelakan nafas panjangnya,Bagi mereka itu sangat membuat pusing."Sudah lah maaa, mama jangan marah lagi. Apa mau kita sakit lagi melihat mama seperti ini." ujar Vino dengan sedikit menelan ludahnya, sebenarnya dia sedikit takut.Vero yang melihat itu dia pun terkejut. "Wawww wawww waww kau sungguh hebat Vino." serunya dengan lirih sambil menepuk bahunya.Vero tak menyangka jika saudara kembarnya itu sedikit berani mengatakan hal tersebut kepada mama mereka."Diam kalian, jangan pikir mama gak dengar." sahut Vania.Vania pun masih marah...Dan saat itu juga dokter yang menangani Vero dan Vino masuk.Membuat mereka menormalkan kembali sikap mereka."Silahkan masuk dok." seru Vania.Dan dokter tersebut memeriksa keadaan Vero dan Vino, dan alhasil mereka di perbolehkan untuk pulang.Itu adalah sebuah kabar bahagia untuk Vani
Dan mereka bertiga pun pulang...Hans yang melihat itu dia langsung berlari mengejar Vania dan kedua anaknya yang sudah berjalan sekitar 10 meter darinya.."Tunggu Vania." teriak Hans.Vania yang mendengar itu dia pun menghentikan langkah kakinya,Dan dia pun membalikan badannya."Ada apa?" tanya Vania yang begitu sangat judes kepada Hans.Hans pun berdiri tepat di hadapan Vania, dan dia melihat kedua putranya yang tak berani berkutik.Lalu Hans mengalihkan pandangannya ke Vania,"Vania mari saya antar." seru Hans.Vania yang mendengar itu segera lekas menolak tawaran dari Hans."Tidak usah bapak, ini anak saya bukan anak bapak. Jadi bapak tak perlu khawatir. Meraka adalah tangungg jawab saya." jawab Vania yang menolak halus tawaran Hans, sambil menahan rasa kesalnya kepada atasannya tersebut yang berusaha untuk hadir di hidupnya dan hidup anak-anaknya.Vania membalikan badannya dan melanjutkan langkahnya.Dia berjalan sambil memegang tangan kedua anaknya.Hans yang berdiri sambil m
Hans pun menjatuhkan badannya di atas tempat tidur,Kedua tangannya memegang sebuah gelang yang terlihat sangat mirip.Hans mengamati satu persatu, dan mata Hans tertuju pada sebuah ukiran gelang di salah satu batu hiasannya yang terbuat dari mutiara yang berasal dari laut mediterania."Haaa fak mungkin ini adalah ukiran yang sangat sama persis, apa mungkin..?" tanya Hans pada dirinya sendiri.Di tangan Hans adalah 2 gelang yang kemiripannya sekitar 90%, membuat pikirannya semakin bingung tak karuan.Dia merasa jika masalahnya itu tak akan menemukan titik terangnya, karena masalahnya seperti sebuah benang yang kusut.Karena menurut Hans ini adalah masalah yang rumit yang membuat pemikirannya tak mampu lagi berpikir."Aku yakin dengan status gelang ini, aku yakin jika wanita itulah yang meninggalkan gelangnya saat aku tertidur." ujarnya yang berbicara dengan gelang yang berada di tangan kanannya.Hans menatap gelang itu, dia pun tersenyum.Dia teringat malam itu, "Cantiknya kamu. Hehh
Hans yang melihat langsung hasil kerja dari Vania melihat model kalung yang di rancanganya begitu sangat mirip dengan gelang pemberian wanita mesterius itu.Hans mengalihkan pandangannya ke Vania yang duduk di depannya."Vania aku minta gambar kamu. Kamu kirim file-nya ke surel ku." seru Hans.Hans melakukan itu untuk memastikan karya orisinil Vania.Hans tak ingin gegabah dalam menyimpulkan.Vania yang mendengar itu dia pun menghembuskan nafas panjangnya."Untung udah ku scan," ujarnya dalam hati bernafas lega.Hans menatap Vania yang terdiam dengan sedikit melamun."Kenapa?" tanya Hans.Vania yang melamun seketika terkejut, dia menghembuskan nafas panjangnya kembali."Aku gak bawa apa-apa kesini pak, bagaimana mau ngirim," jawabnya enteng dnegan sedikit gugup.Vania merasa lumayan tenang karena Vania paham jika Hans tidak akan marah kepada dirinya."Oh iya sudah, ku antar pulang saja kamu biar aku lihat nanti." ucapanya sambil menutup salinan gambar Vania.Hans beranjak dari dud
"Terus apa rencana kamu sekarang?" tanya Hans kepada Vania.Hans sedikit penasaran dengan jjlan pikiran VaniaDan Vania pun mulai berbicara serius, dia berusaha untuk mengatur strategi supaya apa yang direncanakan berjalan dengan mulus."Sekarang gini saja pak bapak, kita lakukan pra-perilisan dengan siaran langsung di media sosial perusahaan bapak, nanti akan banyak komentar masuk dan kita lihat respon mereka," ujar Vania.Hans yang mendengar ide Vania dia pun mengerutkan dahinya dia tak paham dengan apa yang ingin dilakukan oleh Vania. "Ya pasti jelaslah respon mereka negatif?" jawab Hans kepada Vania.Vania pun terdiam, dalam diamnya dia masih berpikir keras.Dia sangat kuat dalam menginginkan sesuatu dan berusaha untuk terwujud secepatnya.Berarti kedepannya dia juga harus memberikan ruang jika para respon warganet begitu sangat negatif, dan itu jelas akan berdampak untuk karyanya."Ahhh nggak usah dipikir dulu Pak yang penting rencana kita yang pertama kita lakukan saja." jawab
"Aduh mati gue." gumam Andre.Andre pun memegang kepalanya, dia nampak pusing dengan tingkah bosnya itu."Ohh tidak jika sampai bos besar tahu matilah aku." lanjutnya.Bos besar itu adalah papa Hans, orang yang mengendalikan dan mengamati perusahan dari jauh.Dia juga yang memegang semua perusahan termasuk perusahan cabang yang berada di beberapa negara.*******Hans pun lagi bersiap di ruangannya. Dia memakai baju setelan jas berwarna hitam.Saat Hans merapikan jasnya di depan cermin datar yang berukuran setinggi badannya, dia menghela nafas panjangnya.Hans berpikir jika Ini adalah sebuah tindakan yang harus di pertanggung jawabkan olehnya kedepannya.Ini adalah keputusan yang besar untuk Hans, dan Hans juga berpikir jika semua ini terjadi karena dirinya kurang teliti dalam bekerja, "Ku akui keputusan yang ku ambil kemarin adalah keputusan emosi bukan rasional, aku terlalu menggebu-gebu dalam merilis." gumamnya dalam hati sedikit menyesal."Oke Hans kamu harus bisa, kamu berada di
"Terus jika kamu tetap melakukan itu, apa kamu gak mikir dana keuangan kita, kemarin kita sudah rugi itu sangat jelas Hans, Harusnya kamu mikir Hans, nasib perusahaan ini di tangan kamu." ujar pak Bram yang nampak begitu marah.Pak Bram mendengus kesal, namun dia berusaha untuk menahannya, mengingat ini adalah kali pertama dalam sejarah perusahan mengalami masalah di tangan Hans.Hans yang mendengar itu dia menghembuskan nafas panjangnya.Sejujurnya kepalanya terasa amat berat karena memikirkan masalah itu, namun sebagai pemimpin dia di tuntut untuk tenang dalam segala kondisi.p"Masalah itu sudah aku pikirkan matang-matang pa, yang terpenting sekarang kita harus memulihkan nama brand besar kita. Yang jelas aku harus bertindak dari pada diam." jawab Hans.Pak Bram sepertinya sudah putus asa, dia pun pergi meninggalakan Hans seorang diri."Terserah kamu Hans, yang jelas apa oun keputusan nu kamu harus menanggung resikonya, ingat kita perusahaan besar, kita menaungi banyak karyawan di b