Home / Rumah Tangga / Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi / Chapter 42 Frustasi - Rencana Licik

Share

Chapter 42 Frustasi - Rencana Licik

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2024-09-20 09:16:13

Kata-kata itu bagaikan tamparan untuk Julia.

Dengan terang-terangan Martin mengatakan itu dihadapannya.

“Apa sih, Pa? Jangan berlebihan seperti itu! Wajar kalau Henry dekat dengan orang yang sudah membantu Mama.” Elise menyela dengan cepat, membela tindakan Julia.

“Jangan membenarkan kedekatan putramu dengan wanita lain dengan berdalih karena balas budi!” sargah Martin dengan tegas.

Elise kembali terdiam melihat tatapan tajam suaminya. Tanpa perlu berbicara dia bisa merasakan ancaman di mata Martin.

Julia bisa merasakan campuran kebencian sekaligus senang karena memiliki tameng untuk memperkuat posisinya.

Dengan memaksakan senyum Julia menjawab, “Ah, ya, maafkan Julia, Uncle. Mungkin kedekatan Julia sedikit berimbas pada Henry, kedepannya Julia akan lebih fokus ke pekerjaan.”

“Uncle tidak melarangmu untuk berteman dengan Henry, tapi kau harus mengetahuimu batasanmu agar tidak menimbulkan spekulasi lain dihadapan orang-orang.” Martin kembali mempertegas.

Julia mengangguk. “Julia menger
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 43 Bayang-Bayang Harapan

    Di restoran bawah laut yang memukau di Maldives, Henry dan Eva duduk di meja yang dikelilingi oleh dinding kaca transparan.Eva tersenyum memandang ikan-ikan yang berenang dengan lincah. Sejenak, keindahan itu membuatnya terpesonaNamun, melihat ikan-ikan itu, pikirannya melayang kembali ke rumah tangganya yang penuh ketidakpastian.Betapa indahnya mereka. Mereka bebas, tidak terikat apapun. Sementara aku terjebak dalam proses yang seolah tidak pernah ada ujungnya. Kenapa semuanya harus begitu rumit?Dia merasakan berat di dadanya, mengingat semua perdebatan dan kesedihan yang menggelayutinya.Saat Eva tersenyum kecil memandang ikan-ikan itu, Henry mengecek ponselnya yang sudah tiga hari ini dia biarkan tergeletak begitu saja.Dia membaca pesan-pesan yang masuk. Namun di saat dia melihat pesan dari Julia, tiba-tiba saja wajahnya berubah.Eva yang melihat ekspresi Henry itu merasa hatinya menyempit. “Ada apa?”Henry tidak menjawab, justru dia menempelkan ponselnya di telinga kanannya.

    Last Updated : 2024-09-21
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 44 Di Persimpangan Perasaan

    Saat tiba di rumah sakit, Henry melangkah terburu-buru menuju ruang yang ditempati oleh Julia. Dia mendorong pintu dan masuk.Julia menoleh ketika pintu ruangan terbuka, dia tersenyum tipis melihat kedatangan Henry. “Henry? Kau sudah pulang?” Julia bangun, mengubah posisi duduknya dengan sempurna. Henry menyahut dengan paniknya, “Bagaimana keadaanmu sekarang? Dan apa yang terjadi?”Julia berdehem pelan, menutupi senyum kemenangan yang nyaris tak bisa ia sembunyikan. “Itu hanya gerd-ku saja yang kambuh.”Henry mendekat dengan cemas, duduk di sebelah brankar memeriksa kondisi Julia. "Kau benar-benar membuatku khawatir, Julia. Harusnya kau menurut dengan ucapanku waktu itu untuk memeriksakan kondisimu.”Mendengar itu, Julia tertawa pelan, tapi wajahnya tetap menunjukkan ekspresi lemah. “aku sudah jauh lebih baik sekarang.” Henry menghela napas, tampak lega. “Syukurlah. Aku akan tetap di sini untuk memastikan kau pulih sepenuhnya.”Senyum Julia semakin lebar, rencananya untuk menarik

    Last Updated : 2024-09-23
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 45 Kebenaran Tersembunyi

    Eva menarik napas dalam-dalam, mencari kata-kata yang tepat. “Sebenarnya, aku ingin menyiapkan uang itu jika sewaktu-waktu mataku memerlukan penanganan lebih lanjut.”Luna mengernyit, sedikit merasa curiga. Benarkah biaya pengobatan matanya sebanyak itu? “Apa sebanyak itu?" tanyanya, nada suaranya lembut tapi penuh kehati-hatian.Eva mengangguk, ia menatap Luna, berusaha mengatur ekspresinya lebih tenang. Kemudian melanjutkan, “Itu adalah perkiraan semuanya yang aku butuhkan. Aku hanya ingin memastikan semuanya tersedia dan tidak membebani banyak orang.”Akhirnya Luna mengangguk, dia mengerti kondisi Eva. Mungkin benar yang dikatakan Eva. Semua harus dipersiapkan, biaya perawatan mata itu pasti sangat mahal.“Aku mengerti, Eva.” Luna menyentuh pundak Eva. “Uang 50 juta dollar memang sangat banyak, tapi jika untuk kesehatanmu itu sangat wajar.”Eva bernapas lega. Namun kebohongan yang dia lakukan tetap saja membebaninya. Sementara di rumah sakit, Julia tampak duduk di brankar terseny

    Last Updated : 2024-09-25
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 46 Beban yang Tak Terlihat

    Malam hari di kafe yang tenang, Eva dan Samuel duduk berhadapan, secangkir kopi hangat di depan mereka. Meskipun suasana santai, wajah Eva tampak serius. Dia mengaduk kopinya tanpa henti, berpikir mengenai apa yang akan dia katakan.“Samuel, aku ingin bicara tentang pekerjaan sampingan milik Temanmu waktu itu. Apa pekerjaan itu masih berlaku?” tanya Eva pelan, menatap Samuel dengan penuh harapan. Samuel mengerutkan keningnya sejenak, tak lama kemudian dia teringat. “Ah, pekerjaan itu? Tentu, Temanku masih membutuhkan orang untuk membantu pekerjaannya.”Eva berkata dengan ragu-ragu, “Bolehkah aku mengambilnya kembali? Aku berpikir, mengenai semua biaya yang harus aku tanggung, aku harus mengumpulkan uang lebih cepat.”“Apa terjadi sesuatu? Berapa jumlah uang yang kau butuhkan?” tanya Samuel, memastikan. “Mungkin aku bisa membantumu jika itu mendesak.”Dia memandang Eva dengan perasaan khawatir. “Aku butuh 50 juta dollar,” kata Eva pelan.Samuel membulatkan kedua matanya lebar-lebar.

    Last Updated : 2024-09-27
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 47 Ketekunan Eva

    Martin mencondongkan tubuhnya ke depan sambil memijat keningnya pelan. Lima menit yang lalu, dia mendengar kabar dari orang-orang suruhannya bahwa Henry telah kembali dari Maldives lebih cepat dari yang dijadwalkan.Semua rencana liburan yang telah dia siapkan kini terasa sia-sia. Rasa geram meluap dalam dirinya saat memikirkan alasan di balik kepulangan Henry.“Jadi, dia memilih kembali hanya karena Julia,” gumam Martin, tak percaya. Rasa kesal ini semakin membara saat dia membayangkan betapa bodohnya pola pikir putranya.“Sepertinya yang jadi masalah di sini bukanlah Julia, tapi Henry juga.” Martin berdesis pelan, kemudian melanjutkan, “Apa karena alasan ini Eva mengajukan gugatan cerai?”Dia menjadi teringat dengan pengajuan gugatan cerai Eva pada Henry. Setelah dipikir-pikir, tidak mungkin Eva mengajukan perceraian tanpa alasan yang jelas.“Aku tidak akan membiarkan ini, mereka tidak akan berpisah.”Martin berusaha meredakan emosi dan mencari seribu cara agar Eva dan Henry tidak m

    Last Updated : 2024-10-01
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 48 Tinggi tapi Bukan Harapan

    Henry menambah kecepatan langkah kakinya berniat mengejar Eva.Namun, Eva semakin jauh dari jangkauannya. Henry menatap punggung Eva yang semakin lama semakin menjauh.Dia berpikir apakah Eva tahu jika dia berada di rumah sakit ini? Dan apa yang dilakukan Eva di sini.Pandangannya beralih memandang ke ruangan yang baru saja didatangi oleh Eva. Keningnya kembali berkerut, ternyata ruangan itu spesialis dokter mata. Dia berbalik, kakinya menuju ke ruang pemeriksaan yang beberapa waktu lalu didatangi oleh Eva. Henry menatap gagang pintu yang dingin dengan ekspresi penuh tanya. Saat tangannya terangkat hendak meraih gagang pintu, poselnya berdering. Dia menurunkan tangannya yang masih mengambang di udara. Pandangan matanya menuju ke layar ponsel, nama Julia terpampang di sana. “Halo.” Suaranya terdengar halus.Suara Julia terdengar di ujung telepon, “Kapan kau kembali, Henry? Aku sudah lama menunggumu. Dokter juga di sini menunggumu datang sebelum aku benar-benar pulang.”Henry tersad

    Last Updated : 2024-10-02
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 49 Kesepakatan Tercapai

    Henry berdiri tegak di depan jendela besar kantornya, dia memandangi pemandangan kota yang sibuk di bawah sana. Suara klakson dan hiruk-pikuk kota bergema hingga ke atas, namun Henry tenggelam dalam pikirannya sendiri.Pikirannya kembali pada Eva dan Samuel. Kedekatan mereka begitu jelas di depan matanya, setiap tawa mereka, setiap percakapan hangat yang mereka bagi. Henry merasa seolah ada dinding tak kasat mata yang memisahkannya. Dia sadar jika dirinya tidak mencintai Eva, tidak seharusnya merasa seperti ini, rasa tidak terima itu terus menghantui hatinya. Setiap kali dia melihat Eva tersenyum pada Samuel, ada rasa tidak terima yang menyelimuti hatinya.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan emosi yang terus mengganggu. “Kenapa aku harus peduli?” gumamnya pelan, bertanya pada dirinya sendiri. Namun seberapa keras pun dia mencoba menyangkal, rasa tidak terima itu sudah berakar kuat. Matahari siang yang menyengat hanya menambah panas di hatinya, membuat perasaannya sema

    Last Updated : 2024-10-04
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 50 Makan Malam

    Henry melangkah masuk ke restoran, alisnya terangkat saat melihat suasana romantis di sana. Lampu-lampu redup dan lilin-lilin menyala lembut menciptakan suasana hangat.Restoran itu juga tampak sepi, semua kursi kosong seolah semuanya sudah diatur. “Kenapa seperti ini?” pikirnya, kedua matanya menyusuri setiap sudut. Dia melirik ke arah Ryan, berharap mendapat penjelasan. Namun Ryan hanya nyengir kuda di hadapannya. Henry memutar kedua matanya malas, sudah dia duga jika semua suasana romantis di sana adalah ulah Ryan.Ryan beralibi, “Saya hanya menjalankan tugas dari Tuan Besar, Tuan.”Tuan Besar? Kening Henry berkerut bingung, antara percaya dan tidak. Henry menatap Ryan dengan tatapan tajam. “Kau mengatakannya pada Papa?”Ryan mengangguk, tetapi anggukan kepala berubah menjadi gelengan dalam waktu singkat. “Sebenarnya Tuanmu itu siapa? Kenapa kau menuruti ucapan Papa?” Henry berkata dengan sedikit ketus.“Di atas Tuan ‘kan masih ada Tuan Besar. Siapa tahu kalau nanti saya mend

    Last Updated : 2024-10-05

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 128 Kembali ke Penthouse

    2 hari kemudian. Mobil berjenis marcedes itu telah terparkir rapi di basement, berjejer dengan mobil mewah lainnya. Suasana di sana cukup hening, hanya terdengar suara pelan mesin ventilasi yang berputar. Eva menoleh ke arah kursi pengemudi, di sana terdapat Henry yang baru saja mematikan mesin mobilnya. Wajahnya menunjukkan ketidaksetujuan. “Aku ingin pulang, kenapa kau membawaku ke sini?” Keningnya berkerut, hingga alianya itu hampir menyatu. Henry melepas sabuk pengaman, menatap ke arah Eva sekilas. “Bukankah ini rumahmu?” jawabnya dengan santai.Henry tahu, bahwa Eva pasti akan menolak kembali ke penthouse, tempat tinggal mereka berdua sebelumnya. Dia memang sengaja membawa Eva kembali ke penthouse untuk memulai kehidupan mereka setelah drama perceraian. Eva menegang di tempat duduknya, jari-jarinya mengepal di atas pangkuan. "Aku sudah bilang, aku tidak akan kembali ke sini," ucapnya dengan suara rendah, nyaris bergetar.Henry tersenyum kecil, bukan senyum yang hangat, mela

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 127

    Henry tertawa ringan, tapi ada nada ejekan di dalamnya. “Heh, Samuel?” gumamnya, menatap Eva yang masih duduk di brankar.Ada perasaan aneh saat Eva menyebutkan nama Samuel di depannya. Rasa seperti tak dihargai. Tapi dia tak bisa menyalahkan Eva, karena dia juga yang menutupinya. Eva mengerutkan kening, bingung dengan ekspresi di wajah suaminya. “Kenapa tertawa?” tanyanya. Henry melipat tangannya, menyandarkannya di atas brankar milik Eva, posturnya tegak, tapi tetap santai. Kedua matanya menatap Eva, seperti menyimpan sesuatu yang sulit dibaca. “Jadi, kau pikir operasi ini semua karena inisiatif Samuel?” katanya, suaranya terdengar datar namun tajam.Eva menatapnya, perlahan mulai memahami arah pembicaraan ini. “Bukankah begitu?”Henry mendengus kecil, lalu tersenyum miring. “Sebenarnya, semuanya terjadi atas perintahku.”Eva terdiam, menatap Henry lekat-lekat, mencoba memastikan apakah dia serius. “Maksudmu…?”Henry mengangkat bahu, seolah itu bukan hal besar. “Aku yang mengur

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 126

    Bukan hanya Eva, rasa lega terpancar dari wajah para dokter itu. Operasi ini berhasil, dan dengan itu, karir mereka tetap utuh. Tak henti-hentinya mereka mengucapkan rasa syukur. Eva tersenyum penuh haru, air matanya mulai menggenang. Pandangannya mengedar ke seluruh ruangan, memerhatikan satu per satu dari mereka. Matanya berhenti pada sosok Henry yang berdiri tak jauh dari jangkauan para dokter. Wajahnya tampak tegas, tapi menunjukkan kelegaan dalam hatinya. Namun tiba-tiba saja senyum di wajah Eva perlahan luntur. Hatinya merasa sesak ketika orang yang selalu ada untuknya tak berada di sana. Pada momen bahagia ini, seharusnya Samuel berada di sana, turut merayakan kebahagiaan yang ada. Namun, di sisi lain, ia teringat bahwa Samuel memang membutuhkan waktu untuk beristirahat, agar kesehatannya kembali pulih. Meskipun hati ingin sekali bersama, kesadaran akan pentingnya istirahat membuatnya merelakan ketidakhadiran Samuel di momen tersebut."Senang sekali mendengar Anda bisa me

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 125 Hari Penentuan

    Eva terdiam, merasa setiap kata yang hendak keluar dari mulutnya seperti terjebak di tenggorokannya. Dia ingin menjawab setiap ucapan Henry, tetapi tak tahu harus berkata apa.Ada perasaan bingung yang menghimpit, seolah semua pikiran bercampur aduk. Dia ingin menjelaskan bahwa dia tidak merasa terganggu dengan kehadiran Henry, tapi kata-kata itu terasa begitu sulit untuk diungkapkan.Di satu sisi, Eva tahu bahwa Samuel masih membutuhkan perhatian, dan Henry hanya melakukan apa yang menurutnya benar. Harusnya dia memang menyadarinya, Samuel sudah berkorban banyak hingga membuatnya selalu dalam masalah. Namun, di sisi lain, ada rasa kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa dia hanya dianggap sebagai tanggung jawab, bukan seorang istri yang benar-benar dibutuhkan dan dianggap.Tapi semenjak dia berada di rumah sakit, dia bisa merasakan perubahan drastis dari sikap Henry. Eva masih terdiam, perasaan bingung dan tak percaya menguasainya. Apakah perubahan sikap Henry ini benar-benar da

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 124

    Kring!Di dalam ruangan yang hening itu, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Pandangan mata Henry mengikuti bunyi ponselnya. Tak perlu waktu lama, dia pun bangkit dan segera mengambil ponsel miliknya. Takut jika suara itu mengganggu waktu tidur Eva. Sebelum menekan tombol hijau, Henry melihat nama kontak yang tertera di layar. Dia memandang Eva sejenak, setelah itu melangkah menjauh dan menekan tombol hijau itu sekali tekan. “Halo.” Suaranya terdengar semakin menjauh. Langkah kakinya semakin dekat dengan pintu keluar. Tanpa dia ketahui, di belakang sana, kening Eva berkerut. Itu adalah tanda bahwa dia baru saja terbangun dari tidurnya, meski kedua matanya tetap terpejam rapat, seolah berusaha menahan rasa kantuk yang masih melingkupi dirinya.Akan tetapi samar-samar telinganya mendengar suara yang begitu dia kenali. Sayangnya suara itu akhirnya hilang di balik pintu yang kembali tertutup. Apa dia ada di sini?Uhuk!Pikirannya itu teralihkan dengan rasa haus yang dia derita kali

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 123 Luluhnya Hati

    Matahari mulai menampakkan diri, langit perlahan berubah warna, menunjukkan gradasi lembut dari biru gelap menuju keemasan yang membentang di cakrawala. Setelah hujan, udara terasa segar dan menenangkan. Udara yang masih basah itu terasa sejuk dan menyegarkan, seolah bumi bernapas lega setelah hujan mengguyurnya. Genangan air di jalanan menjadi cermin, memantulkan bayang-bayang kota dan langit biru yang mulai cerah. Tetesan air yang berjatuhan dari dedaunan dan atap rumah seperti irama yang menenangkan hati. Sama halnya seperti dua insan manusia yang saat ini masih tertidur pulas di dalam satu ruangan yang sama. Keduanya tampak pulas, tanpa terusik sedikitpun. Perlahan pintu terbuka, ujung dari sepatu pantofel itu terlihat di celah-celah pintu. Pintu pun terbuka sepenuhnya, ternyata dia adalah Ryan. Namun pergerakannya terhenti saat di ambang pintu. Kedua matanya tertuju pada dua insan yang tengah tertidur pulas di dalam sana.Eva yang masih berbaring di atas brankar, masih dalam

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 122 Pov Henry dan Samuel

    Jarum jam semakin bergerak ke arah kanan, menandakan waktu terus berjalan. Meski waktu menunjukkan dini hari, kedua mata Samuel masih terjaga. Dia menatap ke arah langit-langit di kamarnya. Matanya tampak kosong, seperti merasakan beban berat di pundaknya. Merasa pikirannya penuh, dia pun bangun dari tidurnya, menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. Perlahan, Samuel menurunkan kakinya, menyentuh lantai marmer yang terasa dingin. Dengan langkah hati-hati dia melangkah menuju balkon yang ada di kamarnya. Saat pintu kaca itu terbuka, angin malam menyapu wajah tampannya. Meski waktu sudah begitu larut, tetapi kota itu masih terlihat ramai. Benar. Dia memutuskan mempercepat kepulangannya seusai Eva melakukan operasi. Alasannya sudah sangat jelas. Dia menepati janjinya yang sudah dia katakan pada Henry tempo hari. Walau Henry tiba-tiba berubah pikiran, tetapi dia tetap memenuhi ucapannya. Sebagai laki-laki, dia tidak ingin ingkar dengan janji yang sudah dia ucapkan sendiri. Lagipu

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 121

    Bandara. Pesawat perlahan mulai merendah, roda-rodanya menyentuh landasan dengan lembut, diiringi getaran halus yang merambat ke seluruh kabin. Suara gesekan roda dengan aspal terdengar samar, disusul rem yang perlahan memperlambat laju pesawat. Dari jendela, lampu-lampu bandara berkilauan di bawah langit malam, menyambut para penumpang yang bersiap untuk kembali ke darat.Dini hari waktu Manhattan, Henry tiba dengan selamat. Semua pertemuan dengan klien dia percepat. Tanpa berlama-lama lagi, Henry segera menuruni pesawat diikuti Christian. Dengan langkah terburu-buru mereka memasuki terminal khusus. “Kau bisa pulang dan istirahat,” ujar Henry dengan tegas. Christian mengangguk, mengiyakan. “Baik, Tuan. Saya permisi dulu. Selamat beristirahat.” Dia membungkukkan badan kemudian melangkah menuju taksi yang ada di sana.“Tunggu!”Langkah kaki Christian terhenti. Dia kembali menoleh kebelakang, dan bertanya, “Apa ada yang harus saya bantu, Tuan?”“Besok ambillah bonusmu di keuangan,

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 120

    Liliana merogoh ponsel di dalam tasnya. Jari-jemarinya mulai menggulir layar ponselnya.Namun aktivitasnya terhenti saat Samuel mulai mengatakan sesuatu, “Tidak perlu, Ma. Henry sedang ada urusan penting di Chicago. Ini hanya sebentar, tidak apa-apa untuk Samuel.”Liliana mengangkat kepalanya, menatap ke arah putranya. Ada kilatan amarah di dalam bola matanya. “Itu urusan Henry! Harusnya dia yang ada di sini, bukan kamu. Sudah tahu kalau Istrinya dalam masa pengobatan, kenapa dia lebih mementingkan pekerjaannya dan tidak bertanggung jawab dengan Istrinya sendiri!” Amarahnya tidak bisa ditutupi. Di dalam hatinya seperti ada sekumpulan api yang menyebar dengan cepat. Tetapi amarah itu tidak dia tujukan pada Samuel, melainkan pada Henry. Yang menjadi tanggung jawab Eva adalah dirinya, bukan putranya. Terletak di mana hati dan pikirannya saat ini? Istrinya tengah berada di antara hidup dan mati, sementara dia tidak berada di sana. Sikap tanggung jawab Henry itu sama saja dengan mamany

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status