Beranda / Pernikahan / Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi / Chapter 46 Beban yang Tak Terlihat

Share

Chapter 46 Beban yang Tak Terlihat

Penulis: Sya Reefah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Malam hari di kafe yang tenang, Eva dan Samuel duduk berhadapan, secangkir kopi hangat di depan mereka. Meskipun suasana santai, wajah Eva tampak serius. Dia mengaduk kopinya tanpa henti, berpikir mengenai apa yang akan dia katakan.

“Samuel, aku ingin bicara tentang pekerjaan sampingan milik Temanmu waktu itu. Apa pekerjaan itu masih berlaku?” tanya Eva pelan, menatap Samuel dengan penuh harapan.

Samuel mengerutkan keningnya sejenak, tak lama kemudian dia teringat. “Ah, pekerjaan itu? Tentu, Temanku masih membutuhkan orang untuk membantu pekerjaannya.”

Eva berkata dengan ragu-ragu, “Bolehkah aku mengambilnya kembali? Aku berpikir, mengenai semua biaya yang harus aku tanggung, aku harus mengumpulkan uang lebih cepat.”

“Apa terjadi sesuatu? Berapa jumlah uang yang kau butuhkan?” tanya Samuel, memastikan. “Mungkin aku bisa membantumu jika itu mendesak.”

Dia memandang Eva dengan perasaan khawatir.

“Aku butuh 50 juta dollar,” kata Eva pelan.

Samuel membulatkan kedua matanya lebar-lebar.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sya Reefah
hehehe, sudah update lagi ya kak. maaf kemarin ambil libur untuk belajar memperbaiki penulisan lagi.
goodnovel comment avatar
Rina Mariana
kok tak apdet juga sih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 47 Ketekunan Eva

    Martin mencondongkan tubuhnya ke depan sambil memijat keningnya pelan. Lima menit yang lalu, dia mendengar kabar dari orang-orang suruhannya bahwa Henry telah kembali dari Maldives lebih cepat dari yang dijadwalkan.Semua rencana liburan yang telah dia siapkan kini terasa sia-sia. Rasa geram meluap dalam dirinya saat memikirkan alasan di balik kepulangan Henry.“Jadi, dia memilih kembali hanya karena Julia,” gumam Martin, tak percaya. Rasa kesal ini semakin membara saat dia membayangkan betapa bodohnya pola pikir putranya.“Sepertinya yang jadi masalah di sini bukanlah Julia, tapi Henry juga.” Martin berdesis pelan, kemudian melanjutkan, “Apa karena alasan ini Eva mengajukan gugatan cerai?”Dia menjadi teringat dengan pengajuan gugatan cerai Eva pada Henry. Setelah dipikir-pikir, tidak mungkin Eva mengajukan perceraian tanpa alasan yang jelas.“Aku tidak akan membiarkan ini, mereka tidak akan berpisah.”Martin berusaha meredakan emosi dan mencari seribu cara agar Eva dan Henry tidak m

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 48 Tinggi tapi Bukan Harapan

    Henry menambah kecepatan langkah kakinya berniat mengejar Eva.Namun, Eva semakin jauh dari jangkauannya. Henry menatap punggung Eva yang semakin lama semakin menjauh.Dia berpikir apakah Eva tahu jika dia berada di rumah sakit ini? Dan apa yang dilakukan Eva di sini.Pandangannya beralih memandang ke ruangan yang baru saja didatangi oleh Eva. Keningnya kembali berkerut, ternyata ruangan itu spesialis dokter mata. Dia berbalik, kakinya menuju ke ruang pemeriksaan yang beberapa waktu lalu didatangi oleh Eva. Henry menatap gagang pintu yang dingin dengan ekspresi penuh tanya. Saat tangannya terangkat hendak meraih gagang pintu, poselnya berdering. Dia menurunkan tangannya yang masih mengambang di udara. Pandangan matanya menuju ke layar ponsel, nama Julia terpampang di sana. “Halo.” Suaranya terdengar halus.Suara Julia terdengar di ujung telepon, “Kapan kau kembali, Henry? Aku sudah lama menunggumu. Dokter juga di sini menunggumu datang sebelum aku benar-benar pulang.”Henry tersad

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 49 Kesepakatan Tercapai

    Henry berdiri tegak di depan jendela besar kantornya, dia memandangi pemandangan kota yang sibuk di bawah sana. Suara klakson dan hiruk-pikuk kota bergema hingga ke atas, namun Henry tenggelam dalam pikirannya sendiri.Pikirannya kembali pada Eva dan Samuel. Kedekatan mereka begitu jelas di depan matanya, setiap tawa mereka, setiap percakapan hangat yang mereka bagi. Henry merasa seolah ada dinding tak kasat mata yang memisahkannya. Dia sadar jika dirinya tidak mencintai Eva, tidak seharusnya merasa seperti ini, rasa tidak terima itu terus menghantui hatinya. Setiap kali dia melihat Eva tersenyum pada Samuel, ada rasa tidak terima yang menyelimuti hatinya.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan emosi yang terus mengganggu. “Kenapa aku harus peduli?” gumamnya pelan, bertanya pada dirinya sendiri. Namun seberapa keras pun dia mencoba menyangkal, rasa tidak terima itu sudah berakar kuat. Matahari siang yang menyengat hanya menambah panas di hatinya, membuat perasaannya sema

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 50 Makan Malam

    Henry melangkah masuk ke restoran, alisnya terangkat saat melihat suasana romantis di sana. Lampu-lampu redup dan lilin-lilin menyala lembut menciptakan suasana hangat.Restoran itu juga tampak sepi, semua kursi kosong seolah semuanya sudah diatur. “Kenapa seperti ini?” pikirnya, kedua matanya menyusuri setiap sudut. Dia melirik ke arah Ryan, berharap mendapat penjelasan. Namun Ryan hanya nyengir kuda di hadapannya. Henry memutar kedua matanya malas, sudah dia duga jika semua suasana romantis di sana adalah ulah Ryan.Ryan beralibi, “Saya hanya menjalankan tugas dari Tuan Besar, Tuan.”Tuan Besar? Kening Henry berkerut bingung, antara percaya dan tidak. Henry menatap Ryan dengan tatapan tajam. “Kau mengatakannya pada Papa?”Ryan mengangguk, tetapi anggukan kepala berubah menjadi gelengan dalam waktu singkat. “Sebenarnya Tuanmu itu siapa? Kenapa kau menuruti ucapan Papa?” Henry berkata dengan sedikit ketus.“Di atas Tuan ‘kan masih ada Tuan Besar. Siapa tahu kalau nanti saya mend

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 51 Siapa yang Salah?

    Henry duduk menyandarkan punggungnya pada kursi dengan gaya angkuhnya, jari-jemarinya mengetuk meja. Kedua matanya memerhatikan Eva yang bergerak secara perlahan.Sepanjang makan malam, istrinya terlihat diam, tidak banyak berbicara. Bahkan kedua mata itu tidak pernah memandang ke arahnya. Dalam hati, dia berharap bisa melihat senyum di wajah Eva, tetapi yang terlihat hanya raut serius dan canggung yang semakin menambah ketegangan di antara mereka.Dia tak bisa menyembunyikan rasa iri yang menggerogoti hatinya. Kenapa senyuman itu hanya untuk Samuel? Tidak untuknya, yang notebene suami sahnya.Interaksi antara Eva dan Samuel masih teringat jelas dalam pikirannya. Tawa yang tulus, tatapan yang hangat, dan bahasa tubuh yang penuh keakraban. Henry merasa terasingkan, seperti bayangan yang tak ingin terlihat. Dia bertanya-tanya, apa yang membuat Eva begitu hidup saat bersama Samuel? Sementara bersamanya, istrinya terlihat seperti patung yang terperangkap dalam kesunyian. Bahkan selama

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 52 Makanya, Jangan Kegedean Ego dan Gengsi!

    Ryan berdiri di luar Restoran, suasana malam yang tenang mengelilinginya. Dia menunggu dengan perasaan penuh harap, mengamati mobil berlalu lalang dan lampu-lampu kota yang berkelap-kelip.Tiba-tiba pintu Restoran terbuka, dan sosok familiar muncul dari dalam, yaitu Eva.Ryan terkejut, dia mengira jika makan malam itu lebih lama. Baru satu jam tuan dan nyonya-nya menikmati makan malam bersama, ternyata Eva sudah keluar lebih dulu. Perasaannya merasa ada yang tidak beres selama makan malam di dalam sana.“Nyonya?” Wajahnya mulai panik, sesekali Ryan menoleh ke dalam Restoran memastikan apakah Henry juga akan keluar. “Anda sudah keluar? A-apa ada yang bisa saya bantu, Nyonya?”Eva menatapnya dengan tersenyum hangat, seolah tidak ada yang terjadi di dalam Restoran. “Terima kasih atas perhatiannya, Asisten Ryan. Anda bisa masuk, saya rasa saya harus kembali, sepertinya malam sudah larut.”“Eh, Nyonya?” Ryan menanggapi dengan kebingungan, seolah kata-kata itu baru saja menghantamnya. “Apa

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 53 Dua Orang Tidak Sadar Diri

    Julia duduk di sofa sambil menimang-nimang ponselnya, pikirannya terus berputar mencari cara untuk menarik perhatian Henry. Dia menatap layar ponsel yang kosong, jari-jarinya dengan lembut menekan layar ponsel, membiarkan menyala dan mati berkali-kali. Karena baru saja keluar dari rumah sakit karena sakit pura-puranya itu, Henry melarangnya bekerja dua hari ke depan. Tak bertemu dengan Henry tentu saja membuatnya terasa hampa.Sakit pura-puranya sudah cukup untuk menarik perhatian Henry, tetapi sekarang dia ingin lebih dari itu. Dia ingin membuatnya merasa bahwa dia adalah satu-satunya.Dia berdesis pelan, berbicara pada dirinya sendiri. “Kalau aku memintanya datang, apa dia akan datang?”“Hmm … dia pasti tidak akan menolak, bukan? Aku akan membuat dia hanya mengingatku.” Julia tersenyum sinis penuh dengan percaya diri. Dengan cepat Julia mengetik pesan di ponselnya memulai basa-basi : “Henry, bolehkah aku besok bekerja? Aku merasa sangat kesepian dan bosan di apartemen. Please … ak

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 54 Rencana Tersembunyi

    Eva meregangkan semua otot-ototnya setelah seharian full bekerja hingga tengah malam. Tubuhnya terasa pegal-pegal, setiap gerakan menimbulkan rasa nyeri yang menyengat. Dia menghela napas, berusaha mengusir kelelahan yang menyelimuti. Hari-hari belakangan ini terasa begitu berat, dan dia tahu sudah saatnya untuk mengambil sedikit waktu untuk dirinya sendiri.Dengan langkah lambat, Eva menuju kamar mandi. Dia mulai menanggalkan satu per satu pakaian lalu menyalakan shower, air dingin mulai membasahi dirinya, membantu merelaksasi otot-ototnya yang tegang. Setelah beberapa saat, Eva keluar dari kamar mandi, merasa lebih segar. Dia mengenakan piyama yang nyaman dan menyeduh secangkir teh chamomile, yang memberi rasa tenang dari setiap aromanya.Eva membuka ponselnya, melihat jumlah uang yang ada di tabungannya. Uang sebesar 50.000 dollar tersimpan di dalamnya.Napasnya berhembus berat, uang itu masih sangat sedikit untuk mencapai jumlah 50 juta dollar. Dia harus mengumpulkan lebih banya

Bab terbaru

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 76 Penolakan

    Harrison Realty Partners.Julia melangkah penuh percaya diri menuju ruangan Henry dengan setumpuk berkas di tangannya. Pekerjaannya sebagai sekertaris tentu memudahkannya untuk keluar masuk ke ruangan itu.Hari itu, seperti biasa suasana kantor terlihat sibuk. Semua mondar-mandir dengan pekerjaan masing-masing. Namun semua pekerjaan itu terasa enteng untuk Julia.Kaki jenjangnya mulai memasuki ruangan Henry, dengan bibir yang membentuk lengkungan ke atas. Dengan lembut dia meletakkan berkas itu di meja Henry.“Ini rangkuman berkas di minggu kemarin, Henry,” suarany dibuat selembut mungkin.Henry mengangguk pelan, kedua matanya menatap layar komputer tanpa menunjukkan minat pada kehadiran Julia. “Ya, terima kasih,” nada suaranya terdengar singkat dan cuek.Senyumnya yang dulu ramah seakan menghilang begitu saja, digantikan oleh sikap yang semakin cuek. Julia yang melihat itu mengepalkan tangan di samping tubuhnya.Apa yang terjadi dengan Henry? Kenapa setelah pesta itu, dia terlihat m

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 75 Merasakan Keanehan

    “Eva …,” panggilnya, suaranya menunjukkan nada khawatir dan cemas karena tidak ada sahutan dari Eva sama sekali. Dalam hatinya selalu berdoa agar wanita itu baik-baik saja. Samuel dengan sabar menunggu pintu tua itu terbuka. Tak lama terdengar suara knop pintu terbuka, ada sedikit perasaan lega jika Eva ada di apartemen itu.Pintu perlahan terbuka, memperlihatkan sosok Eva yang berdiri di tengahnya. Wajahnya terlihat sayu, dan matanya yang basah oleh sisa-sisa air mata. Eva menampilkan senyum cerahnya meski bayangan wajah pria di hadapannya itu tidak bisa lagi dia lihat. Dia mencoba untuk bersikap seperti biasanya, dan semoga Samuel tidak menyadari kondisi matanya. “Samuel?” Samuel bertanya, “Kau baik-baik saja?” Nada suaranya terdengar cemas. Eva terdiam sejenak, senyumnya sedikit memudar. Namun, dia segera mengangguk pelan, seolah ingin meyakinkan Samuel. “Aku baik-baik saja.”Samuel menatapnya dengan ragu, memperhatikan setiap gerak tubuh Eva. Dia merasakan ada sesuatu yang d

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 74 Redupnya Dunia Eva

    Ryan berdiri di luar gedung apartemen, dengan ponsel Eva di tangannya karena tertinggal di hotel saat pesta, dia menunggu kedatangan sang Nyonya untuk mengembalikannya. Sudah satu jam lebih dia menunggu, berharap Eva segera muncul. Namun, tak ada tanda-tanda kemunculannya. Pikiran Ryan masih dipenuhi dengan pesta kemarin, ditambah lagi dengan sikap Henry yang terlihat tidak suka dengan gaun yang dia pilihkan untuk Eva. “Apa Nyonya masih bekerja sampai hampir larut begini, ya?” gumamnya, berkali-kali memandang ke arah jalan bergantian ke arah apartemen tua itu. “Kasihan sekali.”Wajah cemasnya tidak bisa disembunyikan. Tanpa disadari, Eva kini sedang berada di rumah sakit, jauh dari ponselnya, dia tidak bisa mencari tahu kabarnya. Dia terus menunggu, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.Berbagai alasan yang Eva berikan, akhirnya membuat Dokter Tom menyerah. Dengan raut ragu, dokter itu setuju dia keluar tanpa rawat inap, namun mengingatkan untuk segera datang jika terjadi sesuatu

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 73 Di Ujung Batas

    Henry menarik napas panjang, merasa kesal dengan sikap Eva yang dianggapnya terlalu berlebihan. Dia tidak bisa mengerti kenapa perempuan itu bisa begitu sulit diajak bicara, padahal dia sudah mencoba menunjukkan niat baiknya. Matanya menatap lurus ke jalan, meskipun pikirannya sama sekali tidak fokus pada rute yang diambil saat ini. Tangannya memukul setir mobil dengan sedikit keras. “Memangnya apa salahku kali ini?” katanya frustasi. “Dia tadi merasa kesakitan bukan? Memangnya apa salahku jika aku memerhatikannya?”“Tidak peduli, salah. Peduli, salah. Maunya apa sih?” Sepanjang perjalanan itu Henry tidak henti-hentinya mendumel kesal, merasa apa yang dia lakukan serba salah di mata Eva.Namun di selah-selah rasa kesalnya itu, perasaannya merasa seperti ada yang tidak beres. Akan tetapi dia tidak tahu apa yang sedang terjadi.Tiba-tiba, dia mengambil keputusan. Gesekan ban mobil terdengar berdecit di aspal, Henry memutar setirnya, berbelok kembali ke arah yang tadi sempat dia tingga

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 73 Kepedulian yang Tak Diinginkan Lagi

    Eva memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan diri. Namun, kebencian terlanjur memenuhi hatinya. Dia menatap suaminya, dengan tatapan tajam yang penuh pertanyaan dan amarah yang tak bisa disembunyikan.“Apa sih sebenarnya tujuanmu, Henry?” suaranya bergetar, tapi dia mencoba menahannya. “Kenapa kau membeli restoran tempatku bekerja? Apa kau merasa punya kendali atas segalanya, termasuk hidupku?” Eva menarik napas, mencoba mengendalikan diri, tapi tetap saja emosinya keluar begitu saja. “Kau pikir kau bisa mengatur segala hal dalam hidupku, bahkan tempatku bekerja? Apa kau ingin menjadikan semuanya milikmu, termasuk orang-orang yang ada di dalamnya? Tangannya mengepal semakin kuat di bawah meja, menahan diri untuk tidak meledak lebih jauh. “Kenapa? Apa yang sebenarnya kau cari, Hen? Aku tidak habis pikir lagi apa yang ada di pikiranmu itu! Atau ini hanya caramu untuk mengganggu hidupku lebih jauh?" Dengan suara yang lebih rendah tapi penuh emosi, Eva kembali bertanya, “Apa yang s

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 71 Benci

    Tak mau berlama-lama, Eva berbalik dan berjalan cepat, menghindari tatapan Henry. Tak ada niat untuk mendekat ke mejanya. Dia memilih menghindar, sengaja menjauh agar tidak menimbulkan keributan.Hatinya berdebar, tapi dia berusaha menjaga langkahnya tetap terjaga. Tanpa melihat lagi, dia melangkah ke belakang, mencoba untuk tidak terbawa perasaan yang semakin kacau.Setelah sampai di dapur, Eva dengan cepat memberikan order slip kepada staf yang sedang sibuk menyiapkan pesanan. Dia berharap bisa segera kembali ke area depan dan melanjutkan pekerjaannya tanpa gangguan. Namun, dia tampak ragu setelah melihat keberadaan Henry di Restoran itu.Tak biasanya Henry akan datang ke Restoran kecil seperti ini. Eva merasa bahwa Henry memang sengaja datang untuk mengganggu ketenangannya.Eva menarik napas panjang dan berbalik, berniat melanjutkan pekerjaannya. Meski dia tidak ingin berhadapan dengan Henry, tapi dia harus profesional dalam menjalankan pekerjaan.Akan tetapi baru saja ia berbalik

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 70

    Sehari setelah pesta, wajah Henry tampak merengut. Tatapannya hanya tertuju pada layar komputer di depannya. Wajahnya terlihat tegang, membuat Ryan berkeringat dingin melihatnya. Dia bisa merasakan gelombang ketegangan di ruangan itu. Itu pasti efek dari kericuhan yang terjadi saat acara pesta ulang tahun Elise yang melibatkannya langsung dan Samuel. “Ini laporan yang Anda minta, Tuan.” Ryan meletakkan berkas di atas meja Henry dengan hati-hati. Jantungnya tiba-tiba saja berdetak kencang, tetapi dia berusaha untuk tetap bersikap tenang.Perlahan wajah Henry terangkat, menatap ke arahnya tajam. “Kau sengaja memilihkan baju itu untuk Eva?”Ryan meneguk ludahnya dengan susah payah. Dia berpikir, mencoba mencari kata-kata untuk menjawab Henry dengan tepat. “Emm … gaun itu adalah rekomendasi terbaik di sana, Tuan. Ryan memutar otaknya untuk menghindari kemarahan itu. Dia merasa bahwa gaun itu justru memicu emosi atasannya. Padahal niatnya agar bosnya itu lebih tertarik dengan istrinya

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 69 Luapan Emosi

    Di lorong sepi, suasana tak kalah mencekam. Eva dan Henry berdiri saling berhadapan, jauh dari keramaian aula. Eva menatap Henry dengan tajam, sementara Henry mengalihkan pandangannya acuh. Eva merasakan geram dan kesal dengan sikap Henry yang selalu dirasa seenaknya sendiri. “Apa yang kau lakukan pada Samuel?” Suara Eva terdengar sedikit meninggi, tapi tertahan.Rahang Henry mengeras, tidak terima dengan pembelaan Eva untuk Samuel. “Kau membelanya? Dia pantas mendapatkannya! Dia hanya seorang pengganggu yang tidak tahu diri!” jawabnya, nada suaranya datar dan penuh penekanan. “Dia tidak bersalah, Henry!” Ekspresi wajah Eva terlihat merah, menahan amarah. “Kapan kau bisa berpikir dan bertindak waras?”Eva merasa frustasi, cukup lelah menghadapi sikap Henry. Kali ini apa lagi yang ada dipikiran suaminya hingga memukul Samuel di hadapan para tamu. Bahkan dia sendiri tidak tahu jelas alasannya kenapa tiba-tiba saja Samuel mendapatkan pukulan itu. Henry melangkah maju, mendekatkan waj

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 68 Momen yang Terusik

    Di saat pikiran Eva berkecamuk, tanpa dia tahu jika suasana di dalam aula itu sedikit riuh, sebab tindakan Henry memukul Samuel tiba-tiba.Tak sedikit dari tamu undangan terkejut melihatnya. Dalam hati mereka bertanya-tanya, apa yang terjadi? Bukankah mereka masih saudara?Keluarga besar dari Henry dan Samuel pun tak kalah terkejut. Dengan panik kedua orang tua Samuel mendekat.Vivian, mama Samuel, memandang ke arah Henry dengan ekspresi kesal bercampur cemas. “Apa yang kau lakukan pada Putraku, Henry?” Nada kesalnya sedikit tertahan.Meski situasi sedikit memanas, Samuel tetap berusaha bersikap tenang tanpa terpancing emosi. Tangannya mengelap sudut bibirnya yang berdarah, matanya menatap ke arah sepupunya dengan sorot tajam.Samuel mengatur napasnya, mencoba menangkan diri meski merasakan sakit di bibirnya. “Aku baik-baik saja, Ma. Jangan khawatir.”Vivian mengalihkan pandangannya dari Henry ke sudut bibir Samuel yang terluka. Dia tampak tidak terima, tapi harus tetap bersikap tenang

DMCA.com Protection Status