Bab55 Aluna Welas memalingkan wajahnya. "Jangan berusaha mengurung hatiku lagi, jika pada akhirnya, kau tidak memberi keadilan dan keputusan yang baik." "Mengapa bicara sedalam itu?" "Aku terlalu lelah untuk berharap, aku juga sudah banyak kehilangan tenaga untuk bersabar, dan aku telah kehilangan akal untuk berjuang." "Luna, apakah cintamu sedalam itu?" Aluna Welas kembali menoleh Wiliam. "Menurut kamu bagaimana? Apakah aku seperti wanita penggoda, yang hanya suka dengan uang, uang dan uang." Wiliam terkekeh. "Kamu wanita penggoda di mataku, wanita yang selalu ingin aku sentuh." Wajah Aluna Welas memerah. "Dasar lelaki mesum," desisnya kesal. Wiliam semakin terkekeh. "Jika aku tidak mesum, maka kedua bocah kembar itu tidak akan ada di dunia kita. Bukankah mesumku ini bermanfaat untukmu." "Kau gila," tukas Aluna Welas semakin kesal. "Dan kau suka," sahut Wiliam dengan mengedipkan satu matanya pada Aluna. "Enyalah, kau menghilangkan semangat pagiku." Aluna berkata sembari me
Bab56 "Mengapa menatapku seperti itu?" tanya Wiliam, yang tidak senang dengan tatapan dingin Aluna Welas. Wanita itu hanya mendengkus, kemudian menegak minumannya hingga tandas. "Ayah sama Ibu selalu saja bertengkar, padahal kalau kita yang bertengkar, Ibu selalu bilang tidak boleh," celoteh Case. "Iya," timpal Jeremy. Angela meninggalkan kediaman istana Wiliam dengan perasaan yang sulit dia jabarkan. Perasaan gundah, yang mengganggu ketenangan hatinya kini. "Bu, kapan kita jalan- jalan? Sudah lama Case pengen," rengek anak perempuan itu. "Oke! Case mau jalan kemana? Ayah akan bawa kalian?" "Ibu nggak ikut!" sahut Aluna ketus. "Baiklah, jika Ibu kalian tidak ikut, Ayah akan ajak tante Angela, agar ikut dengan kita jalan- jalan," seru Wiliam, membuat Aluna Welas melotot. "Ibu ikut! Nggak usah ajak Angela," sahut Aluna Welas, membuat Wiliam tersenyum kecil. "Dasar wanita," gumam Wiliam terkekeh pelan, sedangkan Aluna Welas memasang wajah datar dan bersikap santai. Keempat
Bab57 "Mengapa tidak langsung kamu bunuh saja lelaki itu?" Angela menoleh ke arah Dorista Joni. "Tidak mungkin kubunuh dia! Tubuhnya harus dalam keadaan hidup, untuk di jadikan uji coba pada hasil penemuan baru di keluarga Catwalk." "Semenjak kematian Alberto Mose, kakek Jhon Mose belum memunculkan dirinya sama sekali," desah Dorista kecewa. "Kau yakin bukan lelaki tua itu yang telah mati?" "Tentu saja aku yakin, yang mereka bunuh itu adalah kakekku. Maka dari itu aku menyusun semua ini, Welas juga terlibat paling utama, hingga membuatku sangat dendam pada anak keturunannya." "Katamu mereka kembar! Jadi Jhon Mose juga kakekmu!!" sahut Angela, menatap heran pada pemikiran Dorista. "Ah, aku tidak akan mengakui penjahat sepertinya, brengsek!" maki Dorista pelan, kemarahan kembali berkobar di benaknya. "Aku akan menyusup ke keluarga Jeremy!" lanjut Dorista. "Kamu nekat sekali, yakin?" Angela bertanya dengan raut kekhawatiran di wajahnya. "Yakin!" Dorista menjawab mantap. "Jika
Bab58 "Kamu ...." Wiliam berdiri dari duduknya dan segera menghubungi orang- orang kepercayaannya, untuk mencari kedua anaknya. "Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa mereka bisa menghilang?" tanya Wiliam. "Aku juga tidam tahu, ketika aku datang ke sekolah mereka, Case dan Jeremy sudah tidak ada di sana. Kata petugas keamanan sekolah, mereka di bawa kakeknya pulang," jelas Aluna terisak. "Kakeknya?" Wiliam mengernyit dan berpikir keras. Kemudian panggilan telepon tanpa nama, masuk ke ponsel Wiliam. Lelaki berbadan tegap itu langsung menjawab. "Ayah ..., Ayah ...." Terdengar suara teriakkan Jeremy. Wiliam terkejut. "Jeremy ...." Wiliam bersuara berat. Aluna tersentak dari tangisannya, mendengar Wiliam menyebut nama Jeremy. "Kau dengar itu!" seru suara berat di sebrang telepon Wiliam. "Siapa kamu! Mengapa kamu membawa anak- anakku!" tanya Wiliam dengan dingin. Suara terkekeh menyambutnya. "Kamu sudah lupa dengan suaraku?" Wiliam mengingat suara yang tidak asing lagi di telin
Bab59 Di kota Yuzong, Wiliam menggunakan helikopter menuju perbukitan kota Yuzong. Karena menurut Afkar Savire, di bukit Yuzong itu ada pendaratan untuk helikopter, kemudian baru menggunakan mobil, itu mempermudah mereka menuju vila Anggur yang sangat besar, megah dan terkenal mewah. Sayangnya, tak satupun yang tahu pemiliknya. Wiliam dan Aluna Welas lebih dulu sampai di depan pintu gerbang vila Anggur. Kedatangan mereka di sambut 2 penjaga pintu gerbang dan mempersilahkan mobil mereka memasuki halaman vila. Di halaman depan, seorang lelaki berbadan gendut dan hitam menunggu. Wiliam sedikit terkejut melihat lelaki yang sangat dia kenali itu. "Don Lee," lirih Wiliam. "Kamu mengenalnya?" tanya Aluna pelan. Wiliam mengangguk. "Tangan kanan kakek Jhon Mose. Sepertinya ada yang tidak benar," ungkap Wiliam. Aluna mengernyit. Namun wanita itu kembali fokus, ketika mobil mereka telah sampai terparkir di dekat lelaki yang berdiri itu. Wiliam dan Aluna Welas keluar. "Selamat datang,
Bab60 Jhon Mose terkekeh, melihat perubahan kulit Aluna Welas yang memerah. "Mengapa tampilanmu mendadak berubah seperti udang rebus?" ejek Jhon Mose. "Lepaskan anak- anakku, sebelum kalian semua mati hari ini," ancam Aluna Welas. Wiliam berkali- kali menyeka keringatnya, merasakan hawa teramat panas berada di dekat Aluna. Jhon Mose tertawa keras. "Aku ingin melihat kalian menderita dan kehilangan." "Lepaskan mereka!" titah lelaki itu kemudian. "No ...." Aluna Welas berteriak. Namun kedua anak itu mereka lepaskan begitu saja. Secepat kilat, Aluna berlari dan melompat dari balkon itu untuk menangkap kedua anaknya. Lompatan wanita itu melesat sangat cepat, kemudian memeluk kedua anaknya dan mendarat dengan posisi berdiri tepat di depan Don Lee yang berdiri di bawah balkon. "Tembak mereka!" titah Jhon Mose lagi. Wiliam mengeluarkan senjata apinya dan menembak kedua lelaki yang menjatuhkan anaknya tadi. Kini tersisa Jhon Mose yang terdiam, ketika senjata api Wiliam, mengarah ke
Bab61 Dengan penuh perhatian, Wiliam mengurus Aluna seorang diri. Jeremy dan Case, tidak mau dan tidak berani bertemu ibunya saat ini. Kedua anak itu masih sangat syok, ketika melihat wujud lain dari Ibunya. "Ibu jelma'an monster," kata Case, ketika Jeremy mempertanyakan, mengapa Ibunya bisa bermata merah dan bertubuh secara tiba- tiba. "Jika Ibu jelma'an monster, berarti kalian anak monster dong," sahut Wiliam, yang tiba- tiba datang dari arah belakang. Kedua pengasuh yang mengurus Jeremy dan Case pun memberi salam hormat pada Wiliam. Wiliam hanya merespon dengan senyuman, dan meminta mereka tetap bersikap santai, tidak perlu tegang dengan kedatangannya. "Ayah," seru kedua anak itu, kemudian bersama- sama, berlari ke arahnya. Wiliam memeluk sayang anak- anaknya dan memberikan ciuman kepada keduanya. "Apakah hari ini baik untuk kalian?" tanya Wiliam. "Tidak, Jeremy kangen Ibu!" ungkap Jeremy. Ada kesedihan di wajah anaknya itu. "Ih, Case nggak mau ketemu Ibu, sepertinya dia b
Bab62 Ketukan di pintu kamar terdengar, Wiliam dan Aluna menoleh ke arah pintu. "Beristirahatlah, aku akan keluar," kata Wiliam pada Aluna. Wanita itu mengangguk dan menurut saja, apapun yang Wiliam katakan. Saat ini, kondisi pikiran Aluna Welas tidak stabil, sehingga membuatnya memilih untuk tidak banyak bicara. Wiliam bangkit dan melangkah menuju kamar, kemudian membuka daun pintu. Pelayan laki- laki berdiri di depannya. "Tuan, di depan ada nyonya Tones datang berkunjung," kata lelaki itu. "Nyonya Tones? Ada keperluan apa?" "Maaf Tuan, tidak di jelaskan apapun. Hanya dia mengatakan, ada urusan penting, yang mengharuskan Anda menemuinya," jelas pelayan itu. "Hhhmm, baiklah, aku akan segera pergi menemuinya, pintalah dia untuk duduk terlebih dahulu menungguku." "Baik Tuan." Lelaki itu memberi hormat kembali, kemudian bergegas pergi dari hadapan Wiliam. "Untuk apa nyonya tua itu menemuiku," desah Wiliam tak senang. Lelaki itu keluar sembari menutup pintu kamar, dan berjalan me