Bab60 Jhon Mose terkekeh, melihat perubahan kulit Aluna Welas yang memerah. "Mengapa tampilanmu mendadak berubah seperti udang rebus?" ejek Jhon Mose. "Lepaskan anak- anakku, sebelum kalian semua mati hari ini," ancam Aluna Welas. Wiliam berkali- kali menyeka keringatnya, merasakan hawa teramat panas berada di dekat Aluna. Jhon Mose tertawa keras. "Aku ingin melihat kalian menderita dan kehilangan." "Lepaskan mereka!" titah lelaki itu kemudian. "No ...." Aluna Welas berteriak. Namun kedua anak itu mereka lepaskan begitu saja. Secepat kilat, Aluna berlari dan melompat dari balkon itu untuk menangkap kedua anaknya. Lompatan wanita itu melesat sangat cepat, kemudian memeluk kedua anaknya dan mendarat dengan posisi berdiri tepat di depan Don Lee yang berdiri di bawah balkon. "Tembak mereka!" titah Jhon Mose lagi. Wiliam mengeluarkan senjata apinya dan menembak kedua lelaki yang menjatuhkan anaknya tadi. Kini tersisa Jhon Mose yang terdiam, ketika senjata api Wiliam, mengarah ke
Bab61 Dengan penuh perhatian, Wiliam mengurus Aluna seorang diri. Jeremy dan Case, tidak mau dan tidak berani bertemu ibunya saat ini. Kedua anak itu masih sangat syok, ketika melihat wujud lain dari Ibunya. "Ibu jelma'an monster," kata Case, ketika Jeremy mempertanyakan, mengapa Ibunya bisa bermata merah dan bertubuh secara tiba- tiba. "Jika Ibu jelma'an monster, berarti kalian anak monster dong," sahut Wiliam, yang tiba- tiba datang dari arah belakang. Kedua pengasuh yang mengurus Jeremy dan Case pun memberi salam hormat pada Wiliam. Wiliam hanya merespon dengan senyuman, dan meminta mereka tetap bersikap santai, tidak perlu tegang dengan kedatangannya. "Ayah," seru kedua anak itu, kemudian bersama- sama, berlari ke arahnya. Wiliam memeluk sayang anak- anaknya dan memberikan ciuman kepada keduanya. "Apakah hari ini baik untuk kalian?" tanya Wiliam. "Tidak, Jeremy kangen Ibu!" ungkap Jeremy. Ada kesedihan di wajah anaknya itu. "Ih, Case nggak mau ketemu Ibu, sepertinya dia b
Bab62 Ketukan di pintu kamar terdengar, Wiliam dan Aluna menoleh ke arah pintu. "Beristirahatlah, aku akan keluar," kata Wiliam pada Aluna. Wanita itu mengangguk dan menurut saja, apapun yang Wiliam katakan. Saat ini, kondisi pikiran Aluna Welas tidak stabil, sehingga membuatnya memilih untuk tidak banyak bicara. Wiliam bangkit dan melangkah menuju kamar, kemudian membuka daun pintu. Pelayan laki- laki berdiri di depannya. "Tuan, di depan ada nyonya Tones datang berkunjung," kata lelaki itu. "Nyonya Tones? Ada keperluan apa?" "Maaf Tuan, tidak di jelaskan apapun. Hanya dia mengatakan, ada urusan penting, yang mengharuskan Anda menemuinya," jelas pelayan itu. "Hhhmm, baiklah, aku akan segera pergi menemuinya, pintalah dia untuk duduk terlebih dahulu menungguku." "Baik Tuan." Lelaki itu memberi hormat kembali, kemudian bergegas pergi dari hadapan Wiliam. "Untuk apa nyonya tua itu menemuiku," desah Wiliam tak senang. Lelaki itu keluar sembari menutup pintu kamar, dan berjalan me
Bab63 Sedari tadi, Aluna Welas mendengar semua percakapan antara keluarga Tones dan suaminya di ruang tamu. Sampai kini Wiliam berada di ruangan kecil itu, Aluna perlahan pun membuka ruangan, yang lupa Wiliam kunci. Wanita itu terkejut, ketika melihat seluruh dinding ruangan, di penuhi oleh foto- foto wajah Jeremy yang dulu, dengan Esmeralda. "Kau ...." Wiliam terkejut, ketika melihat sosok Aluna, berdiri tegak di depan pintu, dengan tatapan penuh kekecewaan. "Apa maksudnya ini semua?" "Mengapa kamu kemari? Ini ruangan privasiku! Tidak ada satupun, yang boleh datang kemari, tanpa seizinku." "Meskipun istrimu sendiri?" "Ya! Ini privasi, kau harus menjaga batasanmu," tegas Wiliam. Lelaki itu, perasaannya saat ini, sedang tidak baik- baik saja. Ingin sekali dia memarahi Aluna saat ini, karena lancang membuka ruangan privasinya. Tapi sekuat tenaga, Wiliam menahan diri. "Pergilah, aku tidak ingin berdebat." Aluna menarik napas, dan langsung pergi begitu saja, meninggalkan ruanga
Bab64 Bab71 "Bercerai? Jangan mimpi, kecuali kamu mau keluar dari istana ini, tanpa anak- anak!" tegas Wiliam. "Apakah aku harus keluar seorang diri? Ingat Wiliam, jika tidak ada aku di villa Anggur saat itu, mereka pasti telah mati, seperti lelaki tua yang jahat itu," sahut Aluna dengan tatapan dingin. "Aku malas berdebat, aku butuh ketenangan!" seru Wiliam. "Aku juga butuh ketenangan, kupikir hidup denganmu jalan bahagia, untukku, untuk anak- anakku. Nyatanya? Entahlah, rasanya sakit sekali, hidup bersama lelaki yang raganya milikku, tapi hatinya bersama wanita lain?" cibir Aluna. "Kamu tidak tahu apa- apa dengan perasaanku." "Aku tahu." "Apa?" "Kamu lelaki egois yang sangat bedebah Tuan Wiliam ...." "Tidurlah, kamu butuh istirahat dan ketenangan bukan? Pergilah untuk tidur, Luna." Aluna Welas mendengkus. "Rupanya kamu ingin bermain- main dengan kesabaranku Tuan Wiliam. Baiklah, jangan sampai kamu menyesal." Usai berkata, Aluna Welas pergi begitu saja. Wiliam terdiam, mer
Bab65"Kakek, Nenek! Perusahaan Giant Company Group, bisa saja membantu dana.""Benarkah? Terimakasih," pekik Nenek Rose, dengan mata berbinar terang."Dengan syarat, Jeremy akan membeli, 50% saham Tones enterprise. Dan nanti, Esmeralda yang akan memiliki saham itu.""50% .... apakah itu tidak terlalu berlebihan?""Itu keputusanku. Jika kalian menolak, aku yakin, Tones enterprise dilanda krisis berat.""Tapi ...." Nenek Rose dan Mike Tones saling pandang."Silahkan! Itu sudah menjadi keputusanku. Aku bahkan berani mengeluarkan 2 miliar dollar. Asalkan, saham Tones enterprise 50%, milik Esmeralda.""Baiklah!" sahut Mike Tones, dengan wajah yang sedikit murung."Di dunia ini, tidak ada uang, kita akan ditendang. Betulkan, kek?" cibir Esmeralda._____Dorista kembali ke Monarki, dan membiarkan Zabo Coa, mengurus perusahaan di kota Yuzong.Zabo Coa begitu berat, untuk tetap di kota Yuzong. pikirannya selal
Bab66"Tuan, Mapala enterprise, mengajukan proyek kerjasama!" kata Debara, sembari meraih kursi, dan duduk berhadapan dengan Jeremy Mose.Lelaki itu tengah sibuk memeriksa file yang menumpuk."Seperti pernah dengar, nama perusahaan itu.""Debara, rating perusahaannya seperti apa?""Level empat Tuan muda! Nyaris setara dengan Giant Company Group.""Baiklah! Buat jadwal pertemuan minggu depan," kata Jeremy."Baik, Tuan." Debara pun keluar ruangan.___Di depan komputer, degub jantung Dorista berdebar kencang. Foto kenangan masa lalu, semasa menempuh pendidikan di kota Monarki.Membuat hatinya nyeri, ketika melihat dengan jelas, wajah lelaki di foto usang itu."Ada apa? Kenapa kamu memandangi foto culun itu seperti itu?" tanya Ibu dari Dorista.Dorista terkekeh. "Asal Ibu tahu, lelaki di foto ini, adalah keluarga kita."Ibu Dorista memicingkan mata, dia pun mendekati komputer dengan lebih dekat
Bab67"Dorista, ada apa?" tanya Alin, ibunda Dorista.Alin membuka pintu, dia bingung, melihat rambut Dorista yang acak-acakkan.Kamarnya begitu berantakan, dengan buku yang berhamburan di bawah ranjang, tempat dia tidur.Begitu juga dengan meja riasnya, yang semua make up, serta parfume dan lainya. Kini, jatuh berserakan di lantai.Alin menggeleng, melihat Dorista, yang terus menangis terisak."Ada apa? Kamu dapat masalah di kantor?" tanya Alin lagi, masih dengan suara lembut.Dorista menjawab dengan gelengan. "Tidak, aku hanya merasa malu dengan diriku.""Malu kenapa? Ayo kataka padaku!" pinta Alin."Aku sudah tua, Bu. Tapi, hingga detik ini, aku tidak siap untuk menikahi lelaki manapun."Alin tersenyum, sembari duduk di samping anaknya."Berdoa dan memintalah pada Tuhan.""Bu, bagaimana orang ketiga menurut Ibu?""Orang ketiga yang bagaimana dulu?""Misalnya, Ibu menjadi selingkuhan
Bab147 "Karena apa?" tanya Angela. "Karena aku memberi kesempatan, untuk kalian melakukan apapun, kepada wanita ini." Angela dan Merlin mengernyit. "Apa kau berniat menghasut kami? Untuk memukulinya?" tuduh Angela. Wiliam terkekeh. "Kau harus tahu ini," tunjuk Wiliam ke layar lebar, yang tersedia di ruangannya. Video mesum Angela pun berputar liar, membuat Merlin dan Angela memekik. "Kalian tahu, ini siapa yang merekamnya?" "Siapa?" tanya Angela. "Tolong matikan," pintanya mengiba. "Nikmatilah dulu, jangan buru-buru." Wiliam kembali terkekeh, membuat Angela terisak, menahan malu laksana duri yang menelanjangi tubuhnya. "Juana merekam semuanya. Demi apa? Mari kita dengarkan rekaman ini." Wiliam memutar rekaman suara. "Bagus. Aku yakin, jika kita sudah memperalat Merlin dan Angela, maka langkah balas dendam akan mulus tanpa hambatan. Dan setelah itu, gunakan video ini, untuk mengancam mereka, agar ma
Bab146 "Lepaskan aku!" Suara teriakkan wanita itu, membuat mereka yang berada di dalam ruangan, menoleh ke arahnya. "Jonas," seru Amira. Wanita paru baya itu sangat terkejut, melihat anaknya babak belur. Amira mendekati Jonas. "Apa yang terjadi?" tanya Amira, menatap cemas pada Jonas yang wajahnya di penuhi lebam. Seseorang berperawakan besar, menggunakan pakaian kulit serba hitam, mendekati Wiliam. "Misi telah selesai, Bos." Lelaki itu melapor dan memberikan benda berukuran kecil berwarna hitam. "Bukti dari rencana jahat Juana Zambora dan Jonas pada perusahaan. Dan rekaman penyiksaan mendiang Esmeralda." "Ada rekaman mendiang istri saya?" "Ya Bos! Penyiksaan disertai pemerkosaan sadis, semua terekam jelas di sana. Maafkan saya, bukan saya yang melihat semua adegan dalam video, ada rekan perempuan yang bertugas khusus untuk pengecekkannya, agar tidak keliru." "Baiklah." Wiliam menatap ke arah Juana Zambora, yang juga sa
Bab145"Aluna," panggil Wiliam. Namun Aluna tetap melangkah dengan cepat, sembari memegangi tangan kedua anaknya.Saat langkah Aluna semakin lebar. Dia berhenti, ketika sosok yang sangat dia kenali, berdiri di depan pintu utama."Tante Merlin," gumam Aluna.Merlin bersikap, seolah tidak mengenali Aluna. Dia pun berbincang hangat dengan Amira yang menyambut kedatangannya."Merlin, mana anakmu?" tanya Amira dengan ceria."Tuh, yang lagi jalan menuju kesini," tunjuk Merlin ke arah luar."Wah, cantik sekali," ucap Amira dengan sedikit keras."Hallo Tante, aku Angela, anak semata wayang Ibu," kata Angela memperkenalkan diri.Aluna Welas semakin terkejut, melihat sosok wanita itu.Wiliam pun berjalan pelan, dan berdiri di belakang Aluna Welas."Bawa anak-anak ke dalam. Aku ada urusan penting hari ini, dan jangan biarkan mereka melihat semua yang terjadi," bisik Wiliam pelan, tepat di samping telinga A
Bab144"Ya, kenapa?" tantang Aluna Welas. "Mau menampar lagi?" lanjutnya."Aluna Welas hentikan sikap burukmu ini. Hal ini tidak baik di saksikan anak-anak," tegur Wiliam, yang masih berusaha tenang."Sudah terlanjur basah. Biarkan saja, biar anak-anakku tahu. Bahwa wanita tua bermulut sampah ini, pantas untuk dibenci. Sekalipun, dia kau panggil Ibu.""Apa? Kurang ajar sekali wanita ini. Berani sekali wanita murahan ini menghinaku," teriak Amira dan berusaha menampar Aluna Welas kembali.Namun dengan gerakkan cepat, Wiliam menahan tangan Ibunya."Sudah cukup, Bu. Seharusnya Ibu minta maaf pada anak-anak. Bukannya terus memancing masalah menjadi besar," terang Wiliam.Amira menatap kecewa pada Wiliam."Ibu tidak salah. Untuk apa minta maaf? Apakah kamu mau Ibu merendahkan diri di depan Aluna? Jangan mimpi," ucap Amira dengan kesal, sembari menarik kasar tangannya."Bu. Seharusnya Ibu malu berucap begini. Aku dengan jelas
Bab143"Kamu tahu, pengalaman mengajarkan aku. Lalai adalah hal yang bisa membuat celaka.""Maksudmu?"Wiliam menghela napas."Dulu aku terlalu santai dan tidak terlalu waspada. Sehingga, banyak yang menjadi korban, termasuk aku sendiri."Aluna Welas terdiam."Terkadang. Musuh yang paling kejam dan mengerikan itu, bukanlah orang yang membenci kita. Melainkan, bisa jadi, orang yang paling dekat dengan kita. Maka dari itu, waspada itu perlu.""Kamu tidak lagi menyindirku kan?" tanya Aluna, membuat Wiliam tersenyum."Itu bukan sindiran. Hanya ungkapan.""Hhhmmm."Mobil memasuki halaman istana Wiliam yang semakin megah. Sebab setiap harinya, Amira selalu ingin istana megah mereka diberikan perawatan dengan baik.Aluna Welas menggandeng lengan Wiliam, memasuki rumah. Baru selangkah mereka memasuki pintu utama, sudah terdengar teriakkan suara Amira dari dapur."Dasar anak haram. Jangan pernah kamu bermimpi
Bab142 "Bagaimana dengan bisnisku Tan? Bukankah dulu Tante CEO GCG. Bagaimana ceritanya, jadi lelaki itu, yang kini jadi CEO." "Iya Juana, bagaimana bisnis Angela? Apakah kita harus tetap diam, ketika semua bisnis anakku dia bekukan di gedung itu." Juana Zambora menatap Angela dengan lekat. Kemudian, dia beralih ke Merlin, Ibu dari Angela. "Ada apa?" tanya Merlin dengan heran, melihat tatapan Juana. "Apakah kamu melakukan sesuatu, yang aku tidak tahu?" "Maksud kamu apa?" "Aku yakin terjadi sesuatu. Wiliam bukan orang sembarangan, dia tidak mungkin menutup bisnis Angela semuanya tanpa sebab," papar Juana dengan menatap tajam wajah Merlin. "Aaakkku ...." Merlin gugup. Dia teringat masa dipemakaman Welas, terjadi keributan antara dia, Aluna dan Wiliam. "Itu karena tiga karyawanku menyerang Aluna Welas. Mereka menghina penampilan Aluna saat itu." "Tidak mungkin cuma karena itu. Apalagi semua tokomu yan
Bab141 Sepuluh menit kemudian, seorang wanita berjalan cepat menuju konter MOSKAO. Dengan mengenakan pakaian formal, seperti baru pulang dari kantor. "Bos, ini Tuan Wiliam, yang menyegel konter kita," terang Manager. Plakk .... satu tamparan keras, wanita yang di panggil Bos tadi layangkan, ke pipi kanan Manager. Hingga Manager wanita itu meringis kesakitan. "Apa yang telah kamu lakukan, sehingga semua bisa terjadi?" "Bos, ini hanya salah paham," timpal Eliza. "Kami hanya melarang dia," tunjuk Eliza ke arah Aluna Welas. "Pakaian yang dia gunakan, membuat kami melarangnya masuk. Tidak sesuai dengan standar orang kaya," papar Eliza. Wanita itu menatap Aluna. "Tuan, apakah ini tidak berlebihan? Menyegel konter kami yang beromset besar di gedung ini, hanya karena salah paham." "Saya tidak perduli," sahut Wiliam dengan tenang. Dia memasukkan kedua tangannya, ke dalam kantong celana. Gaya coo
Bab140 "Kamu mau berbelanja?" tanya Manager wanita itu. "Mungkin," sahut Aluna. "Kamu yakin mampu bayar?" tanya wanita itu dengan angkuh juga. Aluna kini mengerti. Mengapa seorang karyawan toko baju branded ini begitu angkuh dan memandang remeh dirinya. Sebab Manager nya pun sama, jadi tidak heran. "Pakaian model dari pemakaman begini, mau masuk ke konter kami. Huh, yang ada bau bangkai nanti di dalam," ejek Eliza, sang karyawan toko. Dan ucapan wanita itu, disambut kekehan oleh sang Manager. "Kamu betul sekali. Yang ada ruangan kita bau bangkai," seru Manager, sembari terkekeh. "Bau bangkai? Siapa?" tanya Wiliam sembari mendekat, membuat ketiga wanita yang berdiri di depan pintu konter itu terkejut. Melihat kehadiran Wiliam, kedua waanita yang meremehkan Aluna itu tersenyum ramah dan menyapa Wiliam. "Hallo Tuan, ada yang Anda butuhkan?kami siap melayani dengan sepenuh hati," ucap Eliza. "Hhhm. Saya tadi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe