Joe merasakan kecurigaan yang teramat pada Jordhy. Terlebih ketika ia berkali-kali berusaha menghubungi semua anak buahnya yang selalu hanya berbalas dengan pesan.
Kini, ia mengirimkan bala bantuan untuk mencari informasi yang sesungguhnya. Setelahnya, ia memperhatikan Sarma yang tengah memperhatikan wajah Jordhy di pajangan foto.Ia mendekat kemudian membentak gadis itu dengan nada lantang.“Ngapain?! Jangan terlalu berharap banyak! Saya nggak suka kalau kamu berharap bakal ada di pajangan foto itu. ngerti kamu? Sana, menjauhlah!”Ia bahkan secara terang-terangan mendorong tubuh anak itu menjauh.Sarma yang tengah menahan air mata segera berjalan cepat menghampiri Devi yang tengah membersihkan area dapur.Ia memeluk wanita itu dengan sangat erat. lalu menceritakan apa yang baru ia alami barusan.“Dia tidak jahat, Nak. Kamu nggak usah takut, ya?”Sarma menatap wanita di hadapannya dengan tatapan sendu. Ia masihSambil bekerja, Jordhy tetap mencari apa yang seharusnya ia cari. Senyumannya mengecut mendapati fakta jika Miko adalah salah satu orang yang dicari.Siang itu, Rein bertanya-tanya tentang siapa dia sebenarnya sebab memang dirinyalah yang membantu pria itu.“Bro, ayahku meninggal karena dibunuh, ibuku juga dilecehkan dan tidak tau di mana keberadaannya sekarang. Aku menyaksikan itu semua dengan mata kepalaku sendiri. Itu aku.”Rein terhenyak. Begitu juga dengan Alma yang sungguh tak habis pikir. Keduanya memasang wajah tidak senang. Bagaimana tidak, tujuan anak itu tak lain untuk membalas dendam. Pikiran buruk tentangnya seketika mencuat.“Om, Tante, aku datang bukan untuk balas dendam. Aku hanya ingin mencari tau.”“Jangan bilang kalau kamu ada hubungannya dengan masalah kemarin?” tanya Alma, jelas sangat meragukan pria itu.Jordhy terdiam. Ia tidak menyangka jika akan segera dicurigai dengan begitu mudahnya.
Boris pulang dengan wajah lesu. Ia dengan surat di tangannya terduduk lemas.Bunga dan Meta yang memang menyambut kedatangannya terlihat bersikap sama. Kedua wanita itu terlihat sangat sedih.“Mengirim surat ke desa juga dilarang. Maaf, Nak. Tidak ada yang bisa kulakukan.”Ucapan Boris membuat Bunga seketika sadar. Ia memang tak seharusnya bersikap seperti itu sebab membawa pengaruh yang buruk.“Tidak apa-apa, Ayah. Lain kali akan kucoba lagi.”Setelahnya wanita itu bergerak ke kebun di belakang rumah. Ia memanen tanaman yang akan dibagi-bagi ke tetangga.Tak berselang lama, anak-anak berdatangan sambil memakai topi dan jubah pelindung tubuh dari panas terik matahari.“Kalian baru pulang sekolah? Bibi nungguin dari tadi.”Terlihat jelas jika wanita itu kembali mendapatkan semangatnya.Boris yang tak kuasa pun menjauh dari sana. Ia duduk di halaman di depan rumah. Rasa kesal dan bingungnya berkecamuk.“Jangan terlalu dibebankan. Semua pasti membaik nantinya, mungkin belum waktunya saja
Di sebuah sekolah, terlihat Devi tengah mengantarkan putrinya memasuki sebuah lokasi elit di daerah itu. ia dengan bangga memperkenalkan Sarma pada teman-temannya.Walau Joe memang melarang, namun ketika pria itu tak sedang berada di sana, ia pun tak menyia-nyiakan kesempatan.Baginya, jika sudah terlanjur, maka mungkin pria itu tak akan terlalu marah lagi. Tatkala ia dan Sarma tengah berbincang hangat mengenai sekolah itu di taman, seseorang menepuk bahunya. Ia amat sangat terkejut.“Siapa, ya?” tanyanya pada pria berjenggot itu kemudian memeluk Sarma dengan erat.“Bukan orang jahat, kok. Robby. Teman kerja kamu dulu di kepoli-““Robby? Hahaha ... masih ingatlah. Apa kabar kamu sama teman-teman di sana?” balas Devi segera menangkap perkenalan itu.“Seperti yang kamu lihat. Baik-baik saja, Dev. Semuanya aman.”Devi terlihat senang dengan pertemuan itu. ia dan Robby beserta anak masing-masing ke luar bersama men
Sarah yang memang sangat suka berpetualang seolah kembali menemukan arah hidup yang sesungguhnya. Ia yang biasanya tak pernah bersemangat berada di rumah, kini mulai memperhatikan keadaan.Ia bahkan bangun lebih awal dari biasanya. Menyiapkan makanan sang ibu yang tengah sakit, dan meramu obat yang memang seharusnya dikonsumsi.“Kamu mau pergi lagi?” tanya sang ibu ketika gadis itu sudah menyiapkan mandinya di jam 6.“Iya, Mam. Jalan-jalan sebentar. Nanti sore pulangnya. Gapapa, kan?”Wanita itu diam mematung di tempatnya. Sebentar? Pulangnya sore? Apa itu masih sebentar?Begitulah isi pikirannya sekarang. Ia tak kuasa memberi jawaban dan berjalan menjauh dari tempat itu.“Mam, nggak mungkin dong, aku nggak bisa ke luar menikmati-““Iya, pergilah.” Memotong pembicaraan putrinya kemudian masuk ke kamar dan membanting pintu.“Okey. Thanks.” Sarah terlihat santai dengan sikap sang ibu lalu melanjutkan kegiatannya.
Oleh karena rasa penasaran yang teramat, Jordhy membuka surat itu secara perlahan di kamarnya. Sesaat ia terdiam dengan nama si pengirim. Hal itu berhasil membuat detak jantungnya berdenyut begitu kencang. suara detaknya bahkan bisa ia dengar walau di luar sana ada kegiatan yang cukup berisik.Membaca surat secara perlahan membuat perasaannya tak bisa tenang. Ia menangis sekarang. Ia benar-benar mengeluarkan air mata penuh haru itu.Terlebih ketika mendapatkan foto masa kecilnya dengan sang ibu yang wajahnya disamarkan. Ia sadar jika hal itu adalah usaha untuk menjauhkan dirinya dari ancaman.Kini, ia segera tau jika ibunya benar-benar masih ada. Ia hanya perlu waktu seperti yang disarankan pengirim surat untuk saling bertemu.“A big-el. Abigael,” ucapnya memperbaiki tulisan itu semakin menangis.Ia memejamkan matanya lalu meminta dalam hati agar segera bertemu kembali dengan sang ibu.Tok! Tok! Tok!Suara ketu
Setelah investigasi yang cukup panjang, Jordhy akhirnya sampai di titik tau segalanya. Ia mendapatkan informasi yang sangat akurat setelah melakukan penyelidikan panjang bersama Rein.Miko adalah bagian dari komplotan itu. Komplotan dari lima orang penjahat yang telah menghancurkan keluarganya.Kini, ia telah berada di sel untuk menemui Miko yang terlihat sangat santai dan menyambutnya. Namun, bukan dengan sambutan baik.Cuih! Iya, Miko meludahi wajah Jordhy yang tampak santai menghadapinya.“Kamu kan bagian dari penjahat tidak punya hati itu?”Miko kembali tertawa sambil menatap angkuh ke arah Jordhy. Ia mengacungkan jari tengahnya kali ini.“Jadi, kau keturunan dari keluarga tidak beruntung itu?”Pernyataan yang sebenarnya sangat membuat Jordhy murka. Namun, sebisanya ia tahan dan tetap bersikap tenang.“Kenapa hanya diam? Kalau tidak mau bicara lagi. Aku pergi nih sekarang,” kata Miko melanjutkan kata-katanya.Jordhy tetap diam sampai akhirnya Miko benar-benar pergi dari hadapannya
Bunga yang sudah tidak tahan ingin bertemu putranya, pun memberanikan diri untuk bergerak sendiri. Sesungguhnya, ada rasa takut yang amat besar mendera.Namun, rasa cintanya pada sang putra masih lebih besar. Ia dengan segala keberaniannya, pun menyamar menjadi pedagang.“Aku baru sadar kalau desa ini sudah seperti desa berhantu saja,” gumamnya yang tak sengaja didengar oleh orang-orang di sana.“Hush! Jangan begitu, Bunga. Jika niatmu hanya ingin jalan-jalan, maka niatkan saja dirimu untuk itu. Jangan membahayakan semua orang hanya karena nekatmu yang tak berarti,” sahut teman seperjuangannya.Bunga menutup mulutnya rapar-rapat, sungguhlah ia merasa takut sekarang. tak sedikit pula yang akhirnya menatap aneh padanya.Singkatnya, ia sudah berada di pasar bersama orang-orang itu sekarang. dengan segala usaha dan tekad, ia pun berhasil menjajakan dagangannya.“Masih ada waktu dua jam sebelum kita kembali, kamu boleh jalan-jalan,” kata seorang ibu yang sebelumnya memberi peringatan padan
Joe memasuki sebuah bar yang lumayan private dan tertutup dari khalayak umum. Memang itulah yang menjadi tempat perkumpulan bagi mereka yang berurusan di dunia gelap.Pria itu mengerahkan cukup banyak anak buah untuk menjaga mereka dari gangguan. Terlihat jelas jika beberapa orang mendatangi tempat itu sekarang.“Ada apa memanggilku kemari? Langsung saja,” kata pria itu dengan cepat.“Jangan buru-buru, tenang saja. Duduklah dulu. Tidak akan ada polisi yang datang ke sini,” terang pria itu.“Rahasia kelam 14 tahun yang lalu, masih tersimpan rapi, kan?” tanyanya lagi.Pria itu menatap ke segala arah, memastikan tidak ada alat perekam. Untuk berjaga-jaga sebab ia dan Joe sudah memiliki jalannya masing-masing.Mereka memanglah teman, tapi itu dulu.“Hei, jawab!” titah Joe berbisik namun dengan nada yang penuh dengan penekanan.“Iya, aman. Semua masih aman.”Joe menganggukkan kepalanya. Ia sungguh merasa senang sekarang. namun, segera saja ia melanjutkan menerangkan tujuan sebenarnya menga