Vella perlahan menatap Samudera lembut, senyumnya tertarik samar kemudian bertanya, "Kamu yang melakukan semua ini?"
Samudera menatap Vella sejenak, memang iya, dia yang mengatur semua kesialan yang menimpa Andin saat ini. Sejak awal dia sudah curiga bahwa Andin akan berulah sebelum olimpiade panahan dimulai agar Vella didiskualifikasi seperti saat perlombaan fashion show dulu.Karena itu Samudera terus mengawasi Andin, dia juga yang menukar jus jeruk yang mengandung afrosidiak saat Andin terpesona dengan ketampanannya. Hingga jus jeruk yang dibumbui obat cinta itu Andin minum sendiri pada akhirnya.Samudera juga mengatur seseorang untuk memberikan mawar essens di kamar nomor 202 dan menukar nomor tersebut dengan 201. Barulah ketika laki-laki hidung belang itu masuk ke dalam kamar Andin. Nomor itu dikembalikan ke tempat semula.Setelah itu Samudera memanggil adik-adiknya untuk bermain poker di kamar Vella. Mengejutkan gadisnya yang baru saja tiba.Asap putih mengepul dari mesin mobil. Dengungan yang menyakiti telinga masih Vella rasakan di pendengaran.Di depan, Virgon langsung menoleh dan bertanya, "Tuan, bagaimana keadaan Anda?"Samudera hanya menggeleng samar, sabuk pengaman yang digunakan dengan benar memang sangat menguntungkan.Ia menoleh ke samping melihat Vella yang masih syok dan pucat. Ia melepas sabuk pengamannya sendiri, lantas memeluk gadisnya."Kamu tidak apa-apa 'kan?"Belum sempat Vella menjawab, tiba-tiba suara rentetan tembak terdengar, ini menunjukkan bahwa kecelakaan ini tidak alami. Mereka diserang.Samudera langsung tahu apa yang harus ia lakukan. Melepas sabuk pengaman Vella dengan cepat dan berkata, "Kamu tidak takut 'kan? Ayo kita keluar!""Um …." Vella mengangguk dengan binar wajah pucat yang belum hilang.Sesungguhnya kaki Vella mati rasa lantaran tabrakan tadi, hingga ia langsung jatuh ketika hendak berjalan keluar mobil."Vella ….""Aku tidak apa-apa, hanya sedikit kram, ayo!" Vella kembali bangkit
Vella yang sudah bangun mencoba membantu Samudera untuk duduk, kali ini air mata bercucuran, kala menarik Samudera bersembunyi di tempat yang aman dari tembakan.Wajah tampan dan lelah Samudera sudah mulai pucat seiring darah yang terus mengalir dari lukanya.Vella juga berusaha menekan luka Samudera dan berkata, "Sam, kamu masih kuat 'kan? Ayo kita pergi dari sini!"Tangan Samudera yang berlumuran darah menyentuh pipi Vella dengan gemetaran dan berkata di sela napas yang tersengal. "Vella, dengar aku baik-baik. Tidak ada waktu lagi. Kamu harus pergi dari sini sekarang!""Tidak mau! Aku tidak akan meninggalkanmu!""Aku akan baik-baik saja, Vella. Aku akan menyusulmu!""Aku tidak mau! Pergi bersama atau, emph …."Vella terbungkam dengan ciuman mendadak dan menekan.Sampai ciuman itu terlepas sebuah bisikan terdengar. "Aku tidak akan mati dengan status simpanan!"Vella termenung sejenak menatap keseriusan di wajah Samudera."Kamu berutang pengakuan bahwa aku adalah milikmu, Vella. Pergi
Decit mobil berseru kencang di tempat parkir rumah sakit. Vella segera keluar meninggalkan mobil ringsek dengan kaca retak akibat menabrak gerbang.Langkahnya cepat berjalan menuju lift ingin menemui Samudera di bangsal VVIP sesuai pesan yang dikirim Samuel.Wajahnya memerah menahan emosi juga air mata agar tidak keluar. Vella ingin mencoba tegar, meski rasanya sesak.Semakin sesak ketika melihat sosok cantik dengan balutan pakaian mewah yang sangat luar biasa.Sandra, ternyata ada di kota Zaden. Keberadaannya di rumah sakit ini sudah pasti untuk Samudera.Vella terlalu malas untuk berurusan dengan gadis itu. Ingin melewatinya saja dan masuk ke dalam lift, namun segera ia tersentak ketika Sandra menarik tangannya dengan tangan kiri."Kamu mau ke mana, ha?" tanya gadis itu sinis.Saat ini Vella tidak mempunyai kesabaran untuk menanggapi. Dikibaskannya tangan gadis tersebut, lantas mencengkeram lehernya dengan kuat dan menekannya ke belakang hingga tubuh Sandra membentur dinding.Tapi a
Vella syok melihat keberadaan mamanya. Saat itu Vella melihat sendiri layar elektrokardiogram menunjukkan garis lurus setelah mamanya mengembuskan napas terakhir. Dia sendiri juga melihat peti mati di masukan ke liang kubur.Tapi tiba-tiba wanita cantik yang mirip mamanya muncul dengan menyebut kata 'putriku' membuat gadis itu membeku tidak tahu apa yang harus dilakukan."Bangun, putriku tidak pantas berlutut seperti itu!" titah Vita tegas, auranya dingin, tangkas, dan terlihat cerdas seperti dulu.Vella belum sempat bereaksi, tapi kakek Baswara sudah mendengkus dingin. "Dia putrimu? Bagus, bawa dia pergi dari sini. Tingkahnya semakin tidak karuan menempel pada cucu tertuaku. Lalat kecil seperti kalian memang harus menjauh dari kami!""Lalat kecil? Kalau begitu kalian hanya kotoran yang tanpa sengaja kami injak. Cucumu hanya terlalu beruntung bisa mengenal putriku!" Hinaan Vita terdengar jelas dengan binar wajah acuh tak acuh yang elegan."Kotoran?! Berani sekali kamu menyebut kami se
Cahaya malam membias dari lampu neon di bawah plafon rumah sakit yang putih bersih. Kelopak mata Samudera bergerak lemah sembari menyesuaikan retina setelah terlelap dengan waktu yang lama."Vella …," gumamnya pelan nyaris tak terdengar.Namun, sedikit pergerakannya mengundang gadis cantik yang sejak kemarin pulang pergi untuk melihat keadaannya.Tubuh kecilnya melonjak berdiri dan berjalan cepat menuju ke arah Samudera, dan berkata, "Sam, kamu sudah sadar. Aku senang sekali."Suara yang tidak diharapkan mengembalikan kesadaran Samudera seutuhnya. Alisnya menaut rapat ketika mata kelam yang jernih terbuka sempurna.Tangannya yang diinfus bergerak cepat meraih leher Sandra dan bertanya, "Kenapa kamu?"Keterkejutan sudah pasti dirasakan Sandra, rasa sakit juga ia rasakan di lehernya. Namun, yang lebih menyakitinya sebenarnya pertanyaan Samudera."Aku adalah jodoh masa depanmu, aku di sini hanya untukmu, Sam …." Sandra membuka suara dengan susah payah. Batinnya sangat kesal, setelah kema
Dokter tampak terkejut mendengar bentakan Samudera, begitu pula dengan Samuel dan Sandra. Mereka terbengong sesaat melihat penolakan Samudera terhadap perawatan dokter.Tapi beberapa saat kemudian Sandra kembali bersuara. "Sam, biarkan dokter memeriksa keadaanmu kamu baru sadar setelah dua hari tak sadarkan diri.""Siapa yang menyuruhmu berbicara? Aku sudah menyuruhmu pergi, apa kamu benar-benar gadis tak tahu malu?" Samudera selalu bisa menyakiti Sandra dengan kata-kata hingga membuat gadis itu terhina dan berharap secara bersamaan."Aku … aku hanya ingin bersamamu, Sam," ucap Sandra berharap Samudera memberinya sedikit hati untuk tetap tinggal."Belum cukup jera ternyata, apa rasa sakit itu belum cukup untuk untuk menghentikanmu?" Pertanyaan Samudera langsung membuat Sandra merinding dan memegangi tangan kanannya yang tak bergerak.Di kota barat beberapa bulan yang lalu, rasa sakit benar-benar Sandra terima akibat mencambuk Vella di pacuan kuda.Tangannya dicambuk berkali-kali oleh
Di atas bukit, sebuah vila megah memancarkan cahaya terang yang gemerlap dari kejauhan. Seorang gadis tampak duduk termenung di depan dinding kaca menatap kegelapan danau di bawah sana. Samar-samar matanya menangkap pergerakan daun willow di seberang, mengingatkannya pada wajah tampan yang rambutnya bergerak-gerak karena tiupan angin saat tubuhnya bersandar di pagar pengaman pinggir jalan. Itu memang tempat yang asik untuk melepas penat, kala jenuh dengan suasana apartemen dan hinggar binggar kota. Vella dan Samudera sering kali mengunjunginya sembari meniup botol dan menekan piano digital dari ponsel. Sangat tenang dan indah, menciptakan lengkungan senyum di bibir Vella yang bernostalgia, namun itu tak bertahan lama manakala ketenangan itu berubah menjadi kesunyian saat ingat dua hari ini Vella tak tahu bagaimana kabar Samudera. Sekelebat matanya melihat Sian Roster miliknya melintas pada jalanan dan berhenti di depan gerbang untuk menjalani pemeriksaan. Vella mengembuskan napas
'Tidak cukup tenaga' kata itu terdengar sangat ironi ketika apa yang terjadi setelahnya bukanlah kegiatan seorang pasien lemah.Mendung, badai, dan hujan lebat bergelut di ruangan feminim milik Vella. Menerbangkan helaian pakaian di udara yang kemudian jatuh tak berdaya.Melelahkan penghuni di ranjang princess warna merah muda yang kemudian mengundang Vella mencibir di pagi harinya."Tidak cukup tenaga apa? Kamu ini pasien apa bandit sialan?" rutuk Vella sembari membuka plester perban di dada dan pinggang Samudera yang kembali berdarah akibat gerakan yang tidak terkendali tadi malam.Sementara yang dirawat saat ini terus bergeming sembari memejamkan mata, ia sama sekali tak berniat untuk bangun atau menimpali ucapan Vella.Vella juga tidak ingin memaksa, saat ini Samudera memang seharusnya banyak beristirahat. Jadi usai membubuhkan obat dan membalut lukanya dengan plester perban yang baru, Vella kembali menarik selimut dan membiarkan laki-laki itu kembali tidur dengan nyaman.Lantas
'Tidak cukup tenaga' kata itu terdengar sangat ironi ketika apa yang terjadi setelahnya bukanlah kegiatan seorang pasien lemah.Mendung, badai, dan hujan lebat bergelut di ruangan feminim milik Vella. Menerbangkan helaian pakaian di udara yang kemudian jatuh tak berdaya.Melelahkan penghuni di ranjang princess warna merah muda yang kemudian mengundang Vella mencibir di pagi harinya."Tidak cukup tenaga apa? Kamu ini pasien apa bandit sialan?" rutuk Vella sembari membuka plester perban di dada dan pinggang Samudera yang kembali berdarah akibat gerakan yang tidak terkendali tadi malam.Sementara yang dirawat saat ini terus bergeming sembari memejamkan mata, ia sama sekali tak berniat untuk bangun atau menimpali ucapan Vella.Vella juga tidak ingin memaksa, saat ini Samudera memang seharusnya banyak beristirahat. Jadi usai membubuhkan obat dan membalut lukanya dengan plester perban yang baru, Vella kembali menarik selimut dan membiarkan laki-laki itu kembali tidur dengan nyaman.Lantas
Di atas bukit, sebuah vila megah memancarkan cahaya terang yang gemerlap dari kejauhan. Seorang gadis tampak duduk termenung di depan dinding kaca menatap kegelapan danau di bawah sana. Samar-samar matanya menangkap pergerakan daun willow di seberang, mengingatkannya pada wajah tampan yang rambutnya bergerak-gerak karena tiupan angin saat tubuhnya bersandar di pagar pengaman pinggir jalan. Itu memang tempat yang asik untuk melepas penat, kala jenuh dengan suasana apartemen dan hinggar binggar kota. Vella dan Samudera sering kali mengunjunginya sembari meniup botol dan menekan piano digital dari ponsel. Sangat tenang dan indah, menciptakan lengkungan senyum di bibir Vella yang bernostalgia, namun itu tak bertahan lama manakala ketenangan itu berubah menjadi kesunyian saat ingat dua hari ini Vella tak tahu bagaimana kabar Samudera. Sekelebat matanya melihat Sian Roster miliknya melintas pada jalanan dan berhenti di depan gerbang untuk menjalani pemeriksaan. Vella mengembuskan napas
Dokter tampak terkejut mendengar bentakan Samudera, begitu pula dengan Samuel dan Sandra. Mereka terbengong sesaat melihat penolakan Samudera terhadap perawatan dokter.Tapi beberapa saat kemudian Sandra kembali bersuara. "Sam, biarkan dokter memeriksa keadaanmu kamu baru sadar setelah dua hari tak sadarkan diri.""Siapa yang menyuruhmu berbicara? Aku sudah menyuruhmu pergi, apa kamu benar-benar gadis tak tahu malu?" Samudera selalu bisa menyakiti Sandra dengan kata-kata hingga membuat gadis itu terhina dan berharap secara bersamaan."Aku … aku hanya ingin bersamamu, Sam," ucap Sandra berharap Samudera memberinya sedikit hati untuk tetap tinggal."Belum cukup jera ternyata, apa rasa sakit itu belum cukup untuk untuk menghentikanmu?" Pertanyaan Samudera langsung membuat Sandra merinding dan memegangi tangan kanannya yang tak bergerak.Di kota barat beberapa bulan yang lalu, rasa sakit benar-benar Sandra terima akibat mencambuk Vella di pacuan kuda.Tangannya dicambuk berkali-kali oleh
Cahaya malam membias dari lampu neon di bawah plafon rumah sakit yang putih bersih. Kelopak mata Samudera bergerak lemah sembari menyesuaikan retina setelah terlelap dengan waktu yang lama."Vella …," gumamnya pelan nyaris tak terdengar.Namun, sedikit pergerakannya mengundang gadis cantik yang sejak kemarin pulang pergi untuk melihat keadaannya.Tubuh kecilnya melonjak berdiri dan berjalan cepat menuju ke arah Samudera, dan berkata, "Sam, kamu sudah sadar. Aku senang sekali."Suara yang tidak diharapkan mengembalikan kesadaran Samudera seutuhnya. Alisnya menaut rapat ketika mata kelam yang jernih terbuka sempurna.Tangannya yang diinfus bergerak cepat meraih leher Sandra dan bertanya, "Kenapa kamu?"Keterkejutan sudah pasti dirasakan Sandra, rasa sakit juga ia rasakan di lehernya. Namun, yang lebih menyakitinya sebenarnya pertanyaan Samudera."Aku adalah jodoh masa depanmu, aku di sini hanya untukmu, Sam …." Sandra membuka suara dengan susah payah. Batinnya sangat kesal, setelah kema
Vella syok melihat keberadaan mamanya. Saat itu Vella melihat sendiri layar elektrokardiogram menunjukkan garis lurus setelah mamanya mengembuskan napas terakhir. Dia sendiri juga melihat peti mati di masukan ke liang kubur.Tapi tiba-tiba wanita cantik yang mirip mamanya muncul dengan menyebut kata 'putriku' membuat gadis itu membeku tidak tahu apa yang harus dilakukan."Bangun, putriku tidak pantas berlutut seperti itu!" titah Vita tegas, auranya dingin, tangkas, dan terlihat cerdas seperti dulu.Vella belum sempat bereaksi, tapi kakek Baswara sudah mendengkus dingin. "Dia putrimu? Bagus, bawa dia pergi dari sini. Tingkahnya semakin tidak karuan menempel pada cucu tertuaku. Lalat kecil seperti kalian memang harus menjauh dari kami!""Lalat kecil? Kalau begitu kalian hanya kotoran yang tanpa sengaja kami injak. Cucumu hanya terlalu beruntung bisa mengenal putriku!" Hinaan Vita terdengar jelas dengan binar wajah acuh tak acuh yang elegan."Kotoran?! Berani sekali kamu menyebut kami se
Decit mobil berseru kencang di tempat parkir rumah sakit. Vella segera keluar meninggalkan mobil ringsek dengan kaca retak akibat menabrak gerbang.Langkahnya cepat berjalan menuju lift ingin menemui Samudera di bangsal VVIP sesuai pesan yang dikirim Samuel.Wajahnya memerah menahan emosi juga air mata agar tidak keluar. Vella ingin mencoba tegar, meski rasanya sesak.Semakin sesak ketika melihat sosok cantik dengan balutan pakaian mewah yang sangat luar biasa.Sandra, ternyata ada di kota Zaden. Keberadaannya di rumah sakit ini sudah pasti untuk Samudera.Vella terlalu malas untuk berurusan dengan gadis itu. Ingin melewatinya saja dan masuk ke dalam lift, namun segera ia tersentak ketika Sandra menarik tangannya dengan tangan kiri."Kamu mau ke mana, ha?" tanya gadis itu sinis.Saat ini Vella tidak mempunyai kesabaran untuk menanggapi. Dikibaskannya tangan gadis tersebut, lantas mencengkeram lehernya dengan kuat dan menekannya ke belakang hingga tubuh Sandra membentur dinding.Tapi a
Vella yang sudah bangun mencoba membantu Samudera untuk duduk, kali ini air mata bercucuran, kala menarik Samudera bersembunyi di tempat yang aman dari tembakan.Wajah tampan dan lelah Samudera sudah mulai pucat seiring darah yang terus mengalir dari lukanya.Vella juga berusaha menekan luka Samudera dan berkata, "Sam, kamu masih kuat 'kan? Ayo kita pergi dari sini!"Tangan Samudera yang berlumuran darah menyentuh pipi Vella dengan gemetaran dan berkata di sela napas yang tersengal. "Vella, dengar aku baik-baik. Tidak ada waktu lagi. Kamu harus pergi dari sini sekarang!""Tidak mau! Aku tidak akan meninggalkanmu!""Aku akan baik-baik saja, Vella. Aku akan menyusulmu!""Aku tidak mau! Pergi bersama atau, emph …."Vella terbungkam dengan ciuman mendadak dan menekan.Sampai ciuman itu terlepas sebuah bisikan terdengar. "Aku tidak akan mati dengan status simpanan!"Vella termenung sejenak menatap keseriusan di wajah Samudera."Kamu berutang pengakuan bahwa aku adalah milikmu, Vella. Pergi
Asap putih mengepul dari mesin mobil. Dengungan yang menyakiti telinga masih Vella rasakan di pendengaran.Di depan, Virgon langsung menoleh dan bertanya, "Tuan, bagaimana keadaan Anda?"Samudera hanya menggeleng samar, sabuk pengaman yang digunakan dengan benar memang sangat menguntungkan.Ia menoleh ke samping melihat Vella yang masih syok dan pucat. Ia melepas sabuk pengamannya sendiri, lantas memeluk gadisnya."Kamu tidak apa-apa 'kan?"Belum sempat Vella menjawab, tiba-tiba suara rentetan tembak terdengar, ini menunjukkan bahwa kecelakaan ini tidak alami. Mereka diserang.Samudera langsung tahu apa yang harus ia lakukan. Melepas sabuk pengaman Vella dengan cepat dan berkata, "Kamu tidak takut 'kan? Ayo kita keluar!""Um …." Vella mengangguk dengan binar wajah pucat yang belum hilang.Sesungguhnya kaki Vella mati rasa lantaran tabrakan tadi, hingga ia langsung jatuh ketika hendak berjalan keluar mobil."Vella ….""Aku tidak apa-apa, hanya sedikit kram, ayo!" Vella kembali bangkit
Vella perlahan menatap Samudera lembut, senyumnya tertarik samar kemudian bertanya, "Kamu yang melakukan semua ini?"Samudera menatap Vella sejenak, memang iya, dia yang mengatur semua kesialan yang menimpa Andin saat ini. Sejak awal dia sudah curiga bahwa Andin akan berulah sebelum olimpiade panahan dimulai agar Vella didiskualifikasi seperti saat perlombaan fashion show dulu.Karena itu Samudera terus mengawasi Andin, dia juga yang menukar jus jeruk yang mengandung afrosidiak saat Andin terpesona dengan ketampanannya. Hingga jus jeruk yang dibumbui obat cinta itu Andin minum sendiri pada akhirnya.Samudera juga mengatur seseorang untuk memberikan mawar essens di kamar nomor 202 dan menukar nomor tersebut dengan 201. Barulah ketika laki-laki hidung belang itu masuk ke dalam kamar Andin. Nomor itu dikembalikan ke tempat semula.Setelah itu Samudera memanggil adik-adiknya untuk bermain poker di kamar Vella. Mengejutkan gadisnya yang baru saja tiba.