Zein membawa Zahra ke rumah sakit. Zein begitu khawatir karena Zahra mengeluarkan banyak darah. Saat ini dia sudah pasrah jika semisal dia dan Zahra harus kehilangan bayinya. Yang terpenting Zahra selamat dan tidak dalam kondisi berbahaya. Tiba-tiba saja Raka dan Lucas datang, di mana dengan marah Lucas langsung memukul Zein. Jika bukan karena dokter yang datang, Lucas tak mungkin berhenti memukul Zein. Dokter memberitahu informasi kondisi Zahra, bayinya dan bisa diselamatkan dan Zahra dalam kondisi lemah untuk saat ini. Lucas begitu sedih, marah bercampur iba pada putrinya. Harapan putrinya telah pergi meninggalkan mereka, sosok yang putrinya tunggu-tunggu untuk hadir di dunia ini telah tiada. Setelah dokter pergi, Lucas langsung mencengkeram kerah kemeja yang Zein kenakan. "Kau puas?!" marah Lucas, mengatupkan rahang dengan melayangkan tatapan membunuh pada Zein. Namun, sebulir kristal berhasil jatuh dari pelupuk. Dia tak bisa untuk tak menangis, Lucas kasihan pada nasib putriny
"Jika aku bilang Belle mendorongku dari tangga, kamu akan percaya?" ucap Zahra tiba-tiba, mengabaikan permintaan maaf Zein padanya. Nadanya tegas untuk menyembunyikan luka di hati, tetapi tetap saja kesedihan kentara terasa dari nada bicaranya. Zein seketika melonggarkan pelukannya, langsung menunduk untuk menatap wajah Zahra secara lekat. Tatapannya serius, dalam dan menyelami manik indah Zahra. Zahra mendorong Zein kemudian mengambil posisi duduk, dia menyender ke kepala ranjang tetapi posisi membelakangi Zein yang juga telah duduk. Air mata Zahra jatuh, melintasi pipi dan memberikan kesan hangat di sana. Dadanya begitu sesak, sakit seperti ada ribuan jarum yang menusuk dari dalam. Lagi-lagi Zein lebih percaya pada Belle dibandingkan dirinya. "Harusnya aku tidak menanyakan hal tadi, kamu sudah pernah menjawabnya." Zahra berkata pelan dan lemah, menyingkirkan tangan Zein di pundaknya. Dia ingat sekali ketika Belle memfitnahnya menumpahkan kopi, Zein sangat marah pada Zahra–tanpa
"Kudengar Zahra keguguran, Tante. Dan … sudah tidak bisa hamil lagi karena kecelakaan itu membuat rahimnya tidak akan kuat untuk mengandung lagi," tutur Bela, bernada manis dan menunjukkan wajah prihatin. Seolah dia merasakan kesedihan yang sedang menimpa Zahra. "Tetapi itu sepertinya karma atas perbuatan Zahra deh, Tante. Pernikahannya dengan Zein kan karena jebakan yang dia perbuat. Kurasa dia hamil juga karena menjebak …-"Plak'Dengan marah, Zein langsung melayangkan tamparan kuat ke wajah Belle, menimbulkan suara nyaring dan renyah. Jika bukan karena tubuhnya ditahan oleh Yolanda, mungkin Belle sudah terjatuh ke lantai–akibat tamparan kasar Zein tersebut. "Ze-Zein," ucap Belle yang sudah hampir menangis, tak percaya jika Zein akan kasar padanya. Zein menamparnya? "Aku bisa bertindak lebih keji dari ini jika kau tidak bisa menjaga ucapanmu!" geram Zein dingin, melayangkan tatapan membunuh ke arah Belle. "Zein, apa aku salah berbicara? A--aku hanya mengatakan fakta. Aku ke rumah
Zein tak mengatakan apapun, memilih beranjak dari sana. Tetapi sebelum itu, dia memberi isyarat pada Marcus supaya mengusir Belle dari rumahnya. Setelah Zein pergi ke lantai atas, Marcus langsung melaksanakan tugas dari Zein. Dia segera menyuruh Belle untuk pergi. Sayangnya, karena Belle tak bersedia pergi, Marcus pada akhirnya menyuruh bodyguard untuk membantunya mengusir Belle. "Marcus, kamu hanya pesuruh Zein. Rendahan sepertimu tidak pantas mengusirku. Lihat saja jika aku sudah menjadi istri Zein, kamu orang pertama yang akan kusingkirkan!" pekik Belle menggila, tak sadar jika Yolanda masih di sana dan sedang memperhatikan sikapnya.Ketika Belle sadar, dia panik lalu berupaya menjelaskan maksud ucapannya tersebut pada Yolanda. "Ta-tante, Marcus orang yang membantu Zahra untuk menjebak Zein tiga tahun yang lalu. Karena itu a-aku membenci Marcus, Tante."Yolanda tak mengatakan apa-apa, hanya diam dan bersuara memahami sesuatu. ***Setelah merasa lebih baik, Zahra kembali bekerja.
Plak'Dengan kesal dan cukup kuat, Zahra melayangkan tamparan ke pipi Zein. "Aku tidak tahu kamu ingin mencari bukti seperti apa. Tapi … setidaknya pikirkan perasaanku, Zein! Aku kehilangan anakku karena dia, dan kamu-- kamu masih memberinya tempat di sini?!"Bukannya marah dan tersulut emosi setelah ditampar oleh Zahra, Zein diam-diam malah tersenyum tipis. Dia bersedekap dengan cool, sembari memperhatikan Zahra yang sedang marah secara intens. Tatapan begitu dalam, tertarik dengan bibir Zahra yang sedang mencerocos memarahinya. Tamparan ini adalah tamparan kecemburuan. So-- untuk apa Zein marah?! Bahkan Zein senang. Cemburu pertanda cinta! "Aku benar-benar tidak habis pikir padamu, Pak Zein yang terhormat. Kesannya kamu sulit melepaskan Belle, tetapi kamu bersikap seolah ingin menyingkirkannya. Kamu hanya ingin mempertahankan Belle, bukan mencari bukti."Senyuman Zein kini jauh lebih nyata, membuat Zahra yang marah seketika terdiam. "Istriku sedang cemburu. Menggemaskan," ucap Z
"Tuan, ini kalung Nyonya Zahra." Marcus meletakkan sebuah kalung dengan bandul berlian yang indah ke hadapan Zein. Zein berada di rumahnya, lebih tepatnya ruang kerja. Semenjak pulang dari kantor, Zein mengurung diri di sana. Dia terus memikirkan kedekatan Zahra dengan Raka, di mana semakin hari Raka terlihat jauh lebih dekat dengan Zahra. Pria itu selalu berusaha merebut perhatian Zahra, bersikap manis dan berupaya gentleman di hadapan Zahra. Zein tidak bisa membiarkan ini, dia harus cepat-cepat mendapatkan Zahra kembali. Raka sangat mengancam, terlebih pria berusia empat puluh dua tahun tersebut tinggal dengan keluarga Zahra. Zein meraih kalung Zahra, mengamati benda tersebut secara saksama. "Saya mendapat kalung itu pada dokter keluarga anda, Tuan. Selama ini Belle bekerja sama dengan dokter keluarga anda, mencoba menipu anda lewat kondisi kehamilan Belle yang kadang diklaim lemah lalu kadang dinyatakan baik-baik saja. Kalung Nyonya dirampas oleh Belle karena untuk membayar jasa
Kemudian menggaruk tengkuk salah tingkah, menutupi kecemasannya jika Zein marah dengan pengakuannya tersebut. "Yah. Kurasa," jawab Zein–melegakan bagi Marcus. Untuk Zein tidak marah padanya karena Marcus setuju dia bodoh."Dan kurasa aku memang pulang menemui Zahra." Zein berucap santai, menyender ke kursi kerja dengan aura alpha yang menyeruak dari dirinya. Tatapannya tajam dan serius, masih mencoba mengingat sesuatu dan menyambung kejadian-kejadian yang berkaitan dengan malam itu. "Kehamilan Zahra berdekatan setelah malam itu Tetapi karena ada gelang Belle di jas-ku, kupikir aku menghabiskan malam dengannya. Saat kutanya, dia mengakuinya.""Jangan-jangan …-" Zein mengetuk-ketuk jari-jari ke meja, lalu saat ketukannya berhenti Zein kembali menatap Marcus. "Cari tahu mengenai malam tiga tahun yang lalu antara aku dan Zahra. Dan cari tahu juga kenapa Belle mendadak kembali ke negara ini. Kurasa bukan karena mengincar proyek Fashion akbar tahun ini saja, tetapi ada sesuatu.""Baik, Tua
'Aku katakan saja jika aku mengidam ingin mengenakan gaun buatan Zahra. Pasti Zein luluh.' batin Belle, menyunggingkan senyuman culas–merasa jika rencananya akan berhasil. Belle tiba-tiba berdiri, ketika Zahra masih menjelaskan tentang makna rancangan dari gaunnya. Semua orang menatap ke arah Belle, mendadak perempuan itu menjadi pusat perhatian. Termasuk Zahra yang menatap pada Belle. "Kurasa aku pantas mengenakan gaun rancangan Direktur Zahra Aurelia. Gaun tersebut sangat sesuai dengan proporsi tubuhku, dan kurasa jika aku yang memakainya gaun itu akan semakin indah," ucap Belle penuh kepercayaan diri, tak lupa senyuman anggun supaya orang-orang dalam pertemuan tersebut setuju padanya. Zahra memperlihatkan senyuman tipis pada Belle, sebuah senyuman yang sebenarnya indah tetepi entah kenapa membuat Belle takut serta cemas. "Sebelumnya, maaf, Nona Belle Grace. Pertama, perusahaan ku sudah memiliki modal untuk perwakilan pada acara Fashion besar ini. Karmilla," ucap Zahra, perempua