Zein tak mengatakan apapun, memilih beranjak dari sana. Tetapi sebelum itu, dia memberi isyarat pada Marcus supaya mengusir Belle dari rumahnya. Setelah Zein pergi ke lantai atas, Marcus langsung melaksanakan tugas dari Zein. Dia segera menyuruh Belle untuk pergi. Sayangnya, karena Belle tak bersedia pergi, Marcus pada akhirnya menyuruh bodyguard untuk membantunya mengusir Belle. "Marcus, kamu hanya pesuruh Zein. Rendahan sepertimu tidak pantas mengusirku. Lihat saja jika aku sudah menjadi istri Zein, kamu orang pertama yang akan kusingkirkan!" pekik Belle menggila, tak sadar jika Yolanda masih di sana dan sedang memperhatikan sikapnya.Ketika Belle sadar, dia panik lalu berupaya menjelaskan maksud ucapannya tersebut pada Yolanda. "Ta-tante, Marcus orang yang membantu Zahra untuk menjebak Zein tiga tahun yang lalu. Karena itu a-aku membenci Marcus, Tante."Yolanda tak mengatakan apa-apa, hanya diam dan bersuara memahami sesuatu. ***Setelah merasa lebih baik, Zahra kembali bekerja.
Plak'Dengan kesal dan cukup kuat, Zahra melayangkan tamparan ke pipi Zein. "Aku tidak tahu kamu ingin mencari bukti seperti apa. Tapi … setidaknya pikirkan perasaanku, Zein! Aku kehilangan anakku karena dia, dan kamu-- kamu masih memberinya tempat di sini?!"Bukannya marah dan tersulut emosi setelah ditampar oleh Zahra, Zein diam-diam malah tersenyum tipis. Dia bersedekap dengan cool, sembari memperhatikan Zahra yang sedang marah secara intens. Tatapan begitu dalam, tertarik dengan bibir Zahra yang sedang mencerocos memarahinya. Tamparan ini adalah tamparan kecemburuan. So-- untuk apa Zein marah?! Bahkan Zein senang. Cemburu pertanda cinta! "Aku benar-benar tidak habis pikir padamu, Pak Zein yang terhormat. Kesannya kamu sulit melepaskan Belle, tetapi kamu bersikap seolah ingin menyingkirkannya. Kamu hanya ingin mempertahankan Belle, bukan mencari bukti."Senyuman Zein kini jauh lebih nyata, membuat Zahra yang marah seketika terdiam. "Istriku sedang cemburu. Menggemaskan," ucap Z
"Tuan, ini kalung Nyonya Zahra." Marcus meletakkan sebuah kalung dengan bandul berlian yang indah ke hadapan Zein. Zein berada di rumahnya, lebih tepatnya ruang kerja. Semenjak pulang dari kantor, Zein mengurung diri di sana. Dia terus memikirkan kedekatan Zahra dengan Raka, di mana semakin hari Raka terlihat jauh lebih dekat dengan Zahra. Pria itu selalu berusaha merebut perhatian Zahra, bersikap manis dan berupaya gentleman di hadapan Zahra. Zein tidak bisa membiarkan ini, dia harus cepat-cepat mendapatkan Zahra kembali. Raka sangat mengancam, terlebih pria berusia empat puluh dua tahun tersebut tinggal dengan keluarga Zahra. Zein meraih kalung Zahra, mengamati benda tersebut secara saksama. "Saya mendapat kalung itu pada dokter keluarga anda, Tuan. Selama ini Belle bekerja sama dengan dokter keluarga anda, mencoba menipu anda lewat kondisi kehamilan Belle yang kadang diklaim lemah lalu kadang dinyatakan baik-baik saja. Kalung Nyonya dirampas oleh Belle karena untuk membayar jasa
Kemudian menggaruk tengkuk salah tingkah, menutupi kecemasannya jika Zein marah dengan pengakuannya tersebut. "Yah. Kurasa," jawab Zein–melegakan bagi Marcus. Untuk Zein tidak marah padanya karena Marcus setuju dia bodoh."Dan kurasa aku memang pulang menemui Zahra." Zein berucap santai, menyender ke kursi kerja dengan aura alpha yang menyeruak dari dirinya. Tatapannya tajam dan serius, masih mencoba mengingat sesuatu dan menyambung kejadian-kejadian yang berkaitan dengan malam itu. "Kehamilan Zahra berdekatan setelah malam itu Tetapi karena ada gelang Belle di jas-ku, kupikir aku menghabiskan malam dengannya. Saat kutanya, dia mengakuinya.""Jangan-jangan …-" Zein mengetuk-ketuk jari-jari ke meja, lalu saat ketukannya berhenti Zein kembali menatap Marcus. "Cari tahu mengenai malam tiga tahun yang lalu antara aku dan Zahra. Dan cari tahu juga kenapa Belle mendadak kembali ke negara ini. Kurasa bukan karena mengincar proyek Fashion akbar tahun ini saja, tetapi ada sesuatu.""Baik, Tua
'Aku katakan saja jika aku mengidam ingin mengenakan gaun buatan Zahra. Pasti Zein luluh.' batin Belle, menyunggingkan senyuman culas–merasa jika rencananya akan berhasil. Belle tiba-tiba berdiri, ketika Zahra masih menjelaskan tentang makna rancangan dari gaunnya. Semua orang menatap ke arah Belle, mendadak perempuan itu menjadi pusat perhatian. Termasuk Zahra yang menatap pada Belle. "Kurasa aku pantas mengenakan gaun rancangan Direktur Zahra Aurelia. Gaun tersebut sangat sesuai dengan proporsi tubuhku, dan kurasa jika aku yang memakainya gaun itu akan semakin indah," ucap Belle penuh kepercayaan diri, tak lupa senyuman anggun supaya orang-orang dalam pertemuan tersebut setuju padanya. Zahra memperlihatkan senyuman tipis pada Belle, sebuah senyuman yang sebenarnya indah tetepi entah kenapa membuat Belle takut serta cemas. "Sebelumnya, maaf, Nona Belle Grace. Pertama, perusahaan ku sudah memiliki modal untuk perwakilan pada acara Fashion besar ini. Karmilla," ucap Zahra, perempua
"Zahra Aurelia Melviano," ucap Zein, mendekat ke arah istrinya dan orang-orang dari perusahaan istrinya tersebut. Zahra menoleh padanya tetapi cepat-cepat memalingkan wajah. Raut muka Zahra datar, sejujurnya menahan cemburu karena Belle keluar dari ruangan suaminya. 'Ini yang dia katakan ingin membuatku luluh? Dengan cara berduaan bersama Belle di ruangannya?' "Zein," panggil Belle lembut, mengalungkan tangan di lengan Zein–sengaja untuk memanas manasi Zahra. Saat Zahra menatap ke arahnya, Belle memasang senyuman culas–mengejek Zahra yang tak bisa seperti dirinya, bermesraan sembari memeluk Zein. Namun, senyuman Belle tersebut langsung lenyap ketika Zein menepis kasar tangannya. Zein melayangkan tatapan tajam pada Belle lalu segera menghampiri Zahra. Dia mendorong pundak Raka untuk menyingkir dari hadapan Zahra. Bug'"Apa-apaan kau, Zein?!" geram Raka, marah pada Zein yang semena-mena. "Zein, jaga sikapmu pada Paman!" tegur Zahra, akan tetapi sama sekali tak dipedulikan oleh Zei
Zein memaksa Zahra untuk masuk dalam mobil. Sedangkan Zahra, dia menolak ikut dengan Zein. Zahra berupaya bebas, melihat Zein sedang memutari mobil–ingin masuk lewat pintu lain, Zahra memanfaatkan itu untuk kabur. Dia membuka pintu mobil dengan cepat kemudian kabur dari sana–tanpa menggunakan alas kaki. "ZAHRA!" teriak Zein marah, mengepalkan tangan sekuat tenaga sembari menatap Zahra yang sedang berlari–berhasil kabur darinya. Zahra menyempatkan diri untuk menoleh pada Zein. Dia berhenti sejenak, tersenyum cerah lalu menjulurkan lidah untuk memanas-manasi serta mengejek Zein. Setelah itu, Zahra segera berlari dari sana–takut jika Zein mengejarnya. Sedangkan Zein, kemarahannya langsung hilang. Luluh hanya karena melihat senyuman cerah Zahra tadi padanya. "Cih." Zein berdecis pelan, geli dan diam-diam tersipu oleh senyuman semanis madu tadi. "Zahra Aurelia Melviano," gumam Zein tiba-tiba, duduk pada bagian depan mobil sembari menatap Zahra yang tengah berlari di depannya. Zein be
Berhasil mencelakai Zein, Zahra buru-buru kabur. Sayangnya, pintu telah terkunci. Zahra tidak bisa kemana-mana. "Sudah kukatakan, kau tidak bisa kemana-mana, Sweetheart," ucap Zein penuh kemenangan, berjalan mendekati Zahra lalu menarik perempuan itu untuk kembali ke ranjang. "Ck, aku tidak mau, Zein. Aku tidak--" Zahra memberontak, berupaya mendorong Zein yang saat ini sedang menindih tubuhnya. "Aku bukan wanita pelampiasan nafsu bejadmu! Menyingkir!" jerit Zahra, menitihkan air mata sebab dia tidak suka cara Zein yang sangat kasar dan memaksakan kehendak. "Kau sangat suka ketika Si Bajingan Raka memperlakukanmu manis, heh?!" Zein mengabaikan jeritan dan tangisan Zahra, melakukan aktivitas atas kemarahan dan kecemburuannya. Zahra membela Raka saat Zein mendorong pria itu. Zahra juga menerima kebaikan Raka. Sedangkan Zahra padanya, Zahra sinis dan terkesan menghindar. Zein cemburu! Zein tidak suka melihat Zahra tersenyum pada Raka, Zein marah ketika Zahra menerima kebaikan R
"Bagaimana, Wife? Kau suka?" tanya Marc, menoleh pada istrinya dengan senyuman lembut. Alis Marc menaikkan sebelah, terkekeh pelan melihat reaksi istrinya. Belum apa-apa tetapi Kiana sudah membeku di tempat. Cih, bahkan dia belum mengutarakan cintanya pada sang istri. Kiana mematung di tempat, punggungnya terasa panas tetapi tangannya dingin. Masih dibagian sini tetapi Kiana sudah sangat gugup. Ya Tuhan! Kiana tak percaya jika Marc biasa menyiapkan tempat se indah ini. "Ekhem." Suara deheman tersebut membuat Kiana menoleh pada Marc. Matanya membelalak lebar, tak percaya dan terkejut pada Marc yang sudah bertekuk lutut dihadapannya. Pria itu memegang kotak hitam mewah, di mana ketika dibuka isinya adalah … kosong. "Ko-kosong?" bingung Kiana, gugup dan berdebar tak karuan. Marc mendapat kotak dan ternyata benar, kotak tersebut kosong. Dia berdecak pelan kemudian berdiri. Wajah Marc terlihat kesal, dingin secara bersamaan. "Ti-tidak apa-apa, Kak Marc. Tanpa cincin jug
"MARC!" jerit Disha antara syok dan horor. Akan tetapi yang dia panggil malah terlihat santai. Disha geleng-geleng kepala, sudah menangis karena melihat kejahatan putranya. Disha sangat lega suaminya tak ada di sini akan tetapi dia lupa juga titisan suaminya ada di sini. Marc dan Damon, sama saja! "Penjaga!" Daniel memangil penjaga, kemudian menyuruh mereka untuk membereskan kekacauan yang Marc lakukan, "bawa mayat perempuan ini, buang ketengah hutan. Jangan sampai ada jejak yang tertinggal." "Baik, Tuan." Para penjaga melaksanakan perintah, langsung membawa mayat Sofia dari sana. "Masalah sudah selesai. Dan … Marc, lain kali jangan seperti tadi. Kasihan orang-orang rumah yang tak terbiasa dengan suara tembakan, Nak. Apalagi istrimu," tegur Daniel kemudian pada cucunya. Dia geleng-geleng kepala karena Marc dan Damon sangat persis. Untung daddy dari cucunya tak ada di sini. Karena jika Damon di sini, tentu Damon akan membenarkan tindakan Marc dan bahkan bisa memarahi siapapun
"Bisa saja kamu membuat surat palsu," elak Sofia. "Masalah di rumah Kakek Nenekku, bukannya kamu yang lebih dulu menuduhku yang bukan-bukan?! Kamu menuduhku gembel dan berniat mengacaukan pesta, kamu mengusirku dari rumah Nenek dan Kakekku sendiri. Dan wajar bukan jika aku menyuruh maid di rumah Kakek Nenekku mengawasimu karena … seorang tamu tidak dikenal bisa-bisanya ada di ruang keluarga kami. Padahal ruangan itu area terlarang untuk para tamu. Pertanyaannya, kenapa kamu bisa di sana? Pasti berniat macam-macam bukan?" "Aku bukan pencuri!" marah Sofia, berteriak kesal karena tak tahan dengan tuduhan Kiana. Yang membuatnya semakin kesal adalah semua orang diam dan mendengarkan perkataan Kiana. "Kenapa marah? Aku saja tidak marah saat kamu mengusirku dari rumahku sendiri." Sofia memucat, menggelengkan kepala pada Audi. Dia berharap Audi tak percaya pada perkataan Kiana. "A-aku tidak mengusirnya, Nenek. A-aku bertujuan baik. Saat itu-- dia mengenakan pakaian santai. Sedangkan a
"Kenapa kalian memenjarakan Sofia, Marc?" tanya Audi, menatap Marc dengan ekspresi tak enak kemudian menatap satu persatu anggota keluarga yang lain– yang telah ia suruh berkumpul di kediaman Lucas. Sofia juga ada di sana, sudah ia bebaskan dari penjara. Sofia menghubunginya, mengatakan jika Marc telah memenjarakannya karena kesalah pahaman. "Aku tidak memenjarakannya, Nek," jawab Marc, "dan aku juga tak mungkin memenjarakannya," lanjut Marc, seketika membuat Sofia tersenyum manis–merasa jika Marc memiliki perasaan padanya oleh sebab itu Marc tak ingin menjebloskannya dalam penjara. Audi juga terlihat senang mendengarkan penuturan Marc, ternyata Marc tak ingin menjebloskan Sofia dalam penjara. "Hukuman di penjara terlalu ringan untuk wanita itu. Kejahatan yang dia perbuat sudah sangat banyak," lanjut Marc, seketika membuat senyuman Audi hilang. Begitu juga dengan Sofia yang langsung memucat. "Penjara terlalu enak baginya," tambahnya yang semakin membuat Sofia ketakutan. "Marc
Kiana menatap gambarnya yang salah coret, menganga sedikit lalu menoleh pada suaminya. Pria satu ini! Sangat-sangat tak aman untuk kesehatan jantung Kiana. Hell! Dari tadi, Marc sudah bagus hanya diam dan tak bersuara. Tetapi kenapa dia tiba-tiba mengeluarkan suara? See?! Sekalinya Marc berbicara, gambar Kiana rusak. Bencana! "Jawab." Marc bangkit dari kursi lalu menghampiri Kiana, dia berdiri di belakang istrinya–menatap sejenak pada gambar desain Kiana yang tergores pencil, cukup dalam dan parah. Melihat itu, Marc menarik salah satu sudut bibir ke atas–membentuk sebuah smirk tipis, geli melihat gambar istrinya. Jadi perempuan ini tadi kaget dan salah coret? Cih, menggemaskan. "Kau mencintaiku, Wife?" tanya Marc, membungkuk ke arah Kiana. Satu tangannya memegang sandaran kursi Kiana, satu lagi bertopang pada sisi meja istrinya. Kiana yang sedang menghapus bagian yang salah pada desain, menjadi kikuk lalu berakhir salah hapus. Marc berdecis geli, menarik penghapus dari tangan i
Ceklek' Marc menoleh ke arah pintu, mendapati istrinya di sana. Kiana terlihat kaget, mungkin tak mengira jika Marc telah datang. Kiana masuk dalam kamar, menutupi pintu sembari berjalan menghampiri suaminya. Dia tersenyum manis, senang karena Marc akhirnya kembali. Ada banyak hal yang ingin Kiana ceritakan pada Marc, salah satunya niatan Gebara untuk melamar Kinara–kakaknya. Karena jika Gebara ingin melamar Kinara, pasti mereka akan ke negara Kiana. Itu yang membuat Kiana sangat senang, dia bisa pulang lalu bertemu dengan keluarganya. Tak bisa dipungkiri, Kiana sangat rindu pada keluarganya. "Kak Marc kapan pulang?" tanya Kiana, masih tersenyum manis pada Marc. Pria itu menaikkan sebelah alis, menampilkan raut muka dingin dan tatapan yang cukup mengintimidasi. "Baru saja." Kiana cengar cengir, mendudukkan diri di pinggir ranjang. "Kau sepertinya terlihat sangat senang." Kiana menganggukkan kepala. "Kak Gebara sudah memantapkan niatannya untuk melamar Kak Kinara. Minggu
Sofia! "Untuk apa kamu datang ke sini?" sinis Kiana, menatap Sofia kesal secara terang-terangan. "Tuan meninggalkan laporan penting dan aku datang untuk menjemputnya," ucap Sofia dengan nada angkuh, berniat masuk akan tetapi Kiana dengan cepat mendorong pundaknya. "Jangan menginjakkan kaki kotormu ke dalam kamarku dan Kak Marc." Tak mau kalah, Kiana memperlihatkan keangkuhan yang sesungguhnya pada Sofia, "makhluk rendahan sepertimu bisa mencemari kamar kami," lanjut Kiana. Sofia mengepalkan tangan, menatap begitu marah pada Kiana. "Kiana! Jaga ucapanmu, ini bukan keluarga Melviano! Mungkin di keluargamu, kamu adalah nona muda yang selalu dihormati dan dimanja. Tetapi di sini …-" Kiana langsung memotong, berkata santai dengan bersedekap di dada, "nyonya Lucas. Aku malah naik jabatan di sini. Dari Lady Melviano, menjadi Nyonya Lucas. Iri, Remahan Biskuit?" ejek Kiana di akhir kalimat. Sofia semakin marah mendengar ucapan Kiana. Dia sangat tak terima, apalagi bagian Kiana meny
"A-aku memang kecelakaan, Tante. A-aku bahkan hampir mati." pekik Sofia, menangis dengan air mata yang terus meluruh. Disha menghela napas, tak ingin berdebat lagi dengan perempuan tersebut. "Kalau begitu biarkan Arseno memeriksa kakimu," ucap Disha dengan nada tegas. Sofia memucat, gugup dan terlihat panik. Kakinya tidak sakit ataupun patah. Meski Arseno bukan dokter ortopedi, tetapi dia yakin kalau Arseno akan tahu kebohongannya. Namun, jika dia keukeuh menolak, Disha akan lebih curiga padanya. Disha memanggil beberapa maid untuk membawa Sofia ke dalam, setelah itu dia menyuruh keponakannya untuk memeriksa kaki Sofia. ***Cup' Marc mencium bibir Kiana, melumatnya cukup kasar dan penuh penuntutan. Saat ini mereka sudah dalam kamar, membuat Marc leluasa untuk mencium istrinya. "Ummff--" Kiana memberontak, cukup kaget karena Marc tiba-tiba menciumnya. Dia juga ingin mengatakan sesuatu pada Marc, oleh sebab itu dia berupaya menghentikan Marc. "Kau menolak ciumanku?" ucap Marc, me
Setelah berbicara pada Eliza, Kiana menemui mama mertuanya. Dia tak enak hati melihat sang mama mertua yang sibuk ikut membantu persiapan pesta untuk nanti malam. Karena tidak tahu harus membantu apa, Kiana mendekati mama mertuanya untuk bertanya. Akan tetapi, sang mama mertua malah menyuruh Kiana istirahat–menyuruh Yoona supaya mengantar Kiana ke kamar. Yoona berbeda dengan Eliza, perempuan ini sangat santai dan juga ramah. Yoona memiliki seorang kakak bernama Gerald De Lucas, dan dia ternyata bekerja di DSL. Hanya saja karena Kiana tak memperhatikan dan Gerald tak terlalu menonjol orangnya, Kiana tak tahu jika Gerald adalah sepupu Marc. Suaminya juga punya satu sepupu laki-laki lainnya. Namanya Arseno De Lucas (anak dari Ando dan Aulia) di mana Ando adalah paman tertua Marc. Arseno sendiri memilih berbeda, menjadi seorang dokter bedah yang sudah terkenal keahliannya di negara ini. "Yoona, aku akan membantumu. Katakan apa yang bisa ku lakukan?" ucap Kiana, menolak masuk dalam ka