'Aku katakan saja jika aku mengidam ingin mengenakan gaun buatan Zahra. Pasti Zein luluh.' batin Belle, menyunggingkan senyuman culas–merasa jika rencananya akan berhasil. Belle tiba-tiba berdiri, ketika Zahra masih menjelaskan tentang makna rancangan dari gaunnya. Semua orang menatap ke arah Belle, mendadak perempuan itu menjadi pusat perhatian. Termasuk Zahra yang menatap pada Belle. "Kurasa aku pantas mengenakan gaun rancangan Direktur Zahra Aurelia. Gaun tersebut sangat sesuai dengan proporsi tubuhku, dan kurasa jika aku yang memakainya gaun itu akan semakin indah," ucap Belle penuh kepercayaan diri, tak lupa senyuman anggun supaya orang-orang dalam pertemuan tersebut setuju padanya. Zahra memperlihatkan senyuman tipis pada Belle, sebuah senyuman yang sebenarnya indah tetepi entah kenapa membuat Belle takut serta cemas. "Sebelumnya, maaf, Nona Belle Grace. Pertama, perusahaan ku sudah memiliki modal untuk perwakilan pada acara Fashion besar ini. Karmilla," ucap Zahra, perempua
"Zahra Aurelia Melviano," ucap Zein, mendekat ke arah istrinya dan orang-orang dari perusahaan istrinya tersebut. Zahra menoleh padanya tetapi cepat-cepat memalingkan wajah. Raut muka Zahra datar, sejujurnya menahan cemburu karena Belle keluar dari ruangan suaminya. 'Ini yang dia katakan ingin membuatku luluh? Dengan cara berduaan bersama Belle di ruangannya?' "Zein," panggil Belle lembut, mengalungkan tangan di lengan Zein–sengaja untuk memanas manasi Zahra. Saat Zahra menatap ke arahnya, Belle memasang senyuman culas–mengejek Zahra yang tak bisa seperti dirinya, bermesraan sembari memeluk Zein. Namun, senyuman Belle tersebut langsung lenyap ketika Zein menepis kasar tangannya. Zein melayangkan tatapan tajam pada Belle lalu segera menghampiri Zahra. Dia mendorong pundak Raka untuk menyingkir dari hadapan Zahra. Bug'"Apa-apaan kau, Zein?!" geram Raka, marah pada Zein yang semena-mena. "Zein, jaga sikapmu pada Paman!" tegur Zahra, akan tetapi sama sekali tak dipedulikan oleh Zei
Zein memaksa Zahra untuk masuk dalam mobil. Sedangkan Zahra, dia menolak ikut dengan Zein. Zahra berupaya bebas, melihat Zein sedang memutari mobil–ingin masuk lewat pintu lain, Zahra memanfaatkan itu untuk kabur. Dia membuka pintu mobil dengan cepat kemudian kabur dari sana–tanpa menggunakan alas kaki. "ZAHRA!" teriak Zein marah, mengepalkan tangan sekuat tenaga sembari menatap Zahra yang sedang berlari–berhasil kabur darinya. Zahra menyempatkan diri untuk menoleh pada Zein. Dia berhenti sejenak, tersenyum cerah lalu menjulurkan lidah untuk memanas-manasi serta mengejek Zein. Setelah itu, Zahra segera berlari dari sana–takut jika Zein mengejarnya. Sedangkan Zein, kemarahannya langsung hilang. Luluh hanya karena melihat senyuman cerah Zahra tadi padanya. "Cih." Zein berdecis pelan, geli dan diam-diam tersipu oleh senyuman semanis madu tadi. "Zahra Aurelia Melviano," gumam Zein tiba-tiba, duduk pada bagian depan mobil sembari menatap Zahra yang tengah berlari di depannya. Zein be
Berhasil mencelakai Zein, Zahra buru-buru kabur. Sayangnya, pintu telah terkunci. Zahra tidak bisa kemana-mana. "Sudah kukatakan, kau tidak bisa kemana-mana, Sweetheart," ucap Zein penuh kemenangan, berjalan mendekati Zahra lalu menarik perempuan itu untuk kembali ke ranjang. "Ck, aku tidak mau, Zein. Aku tidak--" Zahra memberontak, berupaya mendorong Zein yang saat ini sedang menindih tubuhnya. "Aku bukan wanita pelampiasan nafsu bejadmu! Menyingkir!" jerit Zahra, menitihkan air mata sebab dia tidak suka cara Zein yang sangat kasar dan memaksakan kehendak. "Kau sangat suka ketika Si Bajingan Raka memperlakukanmu manis, heh?!" Zein mengabaikan jeritan dan tangisan Zahra, melakukan aktivitas atas kemarahan dan kecemburuannya. Zahra membela Raka saat Zein mendorong pria itu. Zahra juga menerima kebaikan Raka. Sedangkan Zahra padanya, Zahra sinis dan terkesan menghindar. Zein cemburu! Zein tidak suka melihat Zahra tersenyum pada Raka, Zein marah ketika Zahra menerima kebaikan R
"Kenapa dia mendadak manis?" gumam Zahra, menatap kepergian Zein dengan tampang muka bingung. Zahra menatap tubuhnya yang sedang memakai kemeja Zein, kali pertamanya dia mengenakan baju suaminya. Bagi Zahra ini adalah hal manis, pipinya kini bahkan memerah–blushing karena tersipu malu dirinya mengenakan kemeja Zein tadi. "Wife, kau ingin segera mandi atau istirahat dulu?" Zahra tersentak sangat kaget mendengar suara Zein. Dia takut ketahuan oleh Zein sedang tersipu malu. Dengan panik, Zahra menatap Zein–berupaya memperlihatkan wajah datar, tetapi gagal menyembunyikan semburan merah di pipinya. "Kau ingin mandi?" tanya Zein mengulangi, saat sudah di dekat istrinya. Dia sudah menyiapkan air pemandian, dia sangat Zahra akan mandi bersama–jika istrinya bersedia segera mandi. Jika Zahra ingin istirahat, Zein akan menunggu. Zahra mengerjap beberapa kali, pipinya semakin panas saat Zein mendekat ke arahnya. Dia baru menyadari jika Zein tak mengenakan atasan, bertelanjang dada sehing
Zein memangut pelan. "Aku tahu." Lalu tiba-tiba menyunggingkan smirk tipis di bibir. "Oleh sebab itu aku dengan berusaha menghamili istriku sendiri. Kau ingin cucu yang lucu, tampan atau cantik?" santai Zein, berkata tanpa beban sedikitpun. "Brengsek!" marah Lucas. "Kau tidak tahu malu, Hah?! Setelah membuat putriku menderita lalu keguguran, kau masih …-" Brak' Zein memukul meja secara kuat, membuat Lucas terdiam seketika. "Kau pikir hanya Zahra saja yang kehilangan? Aku juga kehilangan. Bayi yang Zahra kandung adalah darah dagingku! Aku baru merasakan senang dan bahagia karena sebentar lagi akan mempunyai anak dari wanita yang kucintai. Tetapi semuanya hancur dan gelap! Kau pikir aku tidak sedih?! Katakan, ayah mana yang tidak sedih bayinya tiada?! Kau pernah meninggalkan Zahra dan wanita yang kau cintai, seharusnya kau tahu bagaimana rasa sakitnya!" amuk Zein, meluapkan perasaan sedih yang ia pendam sebulan ini. Orang mungkin berpikir jika Zein biasa saja setelah kehilangan ba
Raka menganggukkan kepala. "Satu ayah berbeda ibu," jawab Raka pelan. "Apa Zein memiliki masalah dengan keluarga Melviano? Seperti kau yang bermasalah dengan ayahmu karena telah menyerahkan perusahaan pada Zein." Lucas kembali bertanya. "Tuan, sebenarnya tidak ada yang boleh mengetahui rahasia ini," ucap Raka setelah sebelumnya menyuruh bodyguard dan Alana keluar dari ruangan tersebut, sehingga hanya dia dan Lucas lah yang berada di ruangan ini. "Tetapi karena saya mempercayaimu melebihi apapun, saya akan memberitahumu.""Sebenernya Arlond Melviano, Kakakku dijebak oleh keluarga Yolanda untuk bisa menjadikan Yolanda sebagai menantu keluarga Melviano. Saat itu Yolanda sedang hamil muda, anak dari kekasihnya yang telah meninggal dunia sebelum menikahi Yolanda. Lalu Yolanda dan Arlond yang bersahabat dijebak untuk tidur bersama. Keluarga Yolanda mengatakan anak itu adalah anak Arlond, akhirnya mereka menikah. Arlond tahu jika anak itu bukan miliknya, tetapi dia tetap bersikap baik pada
"Baik. Cukup katakan jika kau masih mencintaiku maka kau boleh ikut denganku ke kantor."Deg Sempat terdiam karena gugup mendengar ucapan Zein tersebut, tetapi setelah dipikir kembali Zahra menggelengkan kepala. Zahra menggelengkan kepala, membantah jika dia masih mencintai Zein. "Dulu aku pernah mencintaimu, Zein. Aku berjuang supaya kamu melihat ke arahku. Tiga tahun-- itu bukan waktu yang sebentar, tetapi hanya kesia-siaan yang kudapat. Wanita itu kembali lalu kamu dengan mudah mengabaikanku. Jika sekarang kamu menuntut cinta dariku, maaf … aku tidak mencintaimu lagi. Aku pernah sangat bodoh menyakiti diriku sendiri dengan cara mencintaimu, sekarang aku ingin bebas dari kebodohan itu. Daripada mencintaimu lagi, lebih baik aku belajar mencintai diriku sendiri," jawab Zahra, melepas pelukan Zein di pinggangnya. Zein termenung sesaat mendengar penuturan istrinya. Benarkah dia sangat keji dan jahat pada Zahra dahulu sehingga Zahra sampai menganggap jika mencintainya adalah sebuah ke