"Ti-tidak perlu, Nyonya dan Tuan. Aku …-""Nggak apa-apa, Alana. Sini," ucap Zahra, menarik Alana untuk segera duduk dan bergabung dengan mereka. Alana begitu kikuk, terlebih Zein terlihat kusut dan kesal. Pasti Alana sangat mengganggu momen antara keduanya. Ah ya Tuhan! 'Apa aku hubungi Tuan Raka saja yah? Dengan begitu aku bisa pulang bersamanya dan aku punya alasan ingin berkencan dengan Tuan Raka. Kasihan Tuan Zein, sudah murung seperti anak kecil tak dikasih permen.' batin Alana, diam-diam mengirim pesan supaya Raka secepatnya menjemputnya. "Kamu darimana, Alana?" tanya Zahra dengan nada ceria. Zahra sangat senang karena Zein membawanya keluar rumah, ini pertama kalinya Zein membawanya jalan-jalan secara sederhana di kota mereka. Zahra lebih suka momen-momen seperti ini. Sangat berkesan bagi Zahra!"Aku sehabis membeli buah-buahan dengan rasa yang masam. Nyonya mau?" tawar Alana–Zahra menganggukkan kepala antusias. Zein memijit pangkal hidung, memperhatikan istrinya yang kini
Alana tertegun mendengar perkataan Raka, dia terdiam dan hanya menatap terkejut pada Raka. Pria ini memikirkannya bahkan merasa bersalah karena terlalu sibuk selama beberapa hari ini. Cara Raka yang seperti ini membuat Alana merasa dirinya sedang dicintai secara luar biasa oleh Raka. Namun, bukankah ini hanya ilusi semata? Raka tidak mencintainya dan di hati pria ini masih ada Zahra. 'Bagaimana jika aku memperjuangan cintaku? Apakah aku mampu menggantikan posisi Nyonya di hati Tuan Raka?' batin Alana, masih diam karena tertegun oleh Raka. "Bagaimana? Kau ingin ke mana jadinya?" tanya Raka. Alana tersentak, reflek mengerjab beberapa kali kemudian memilih menghadap lurus ke depan. Meskipun Raka menawarkan dan ini peluang untuk Alana berduaan dengan Raka, tetapi Alana tak akan mengambil kesempatan ini. Suaminya jelas terlihat lelah. "Aku tidak ingin kemana-mana, kita pulang saja, Raka," jawab Alana dengan nada pelan. "Baiklah, kita ke pantai," jawab Raka tiba-tiba, menyalakan mesin
"Tolong jangan datang kemari, Tuan. Aku sedang tidak ingin dekat-dekat denganmu," ucap Alana dengan nada halus dan terkesan lembut, berhasil menghentikan langkah Raka serta menyinggung ego pria itu. Raka sangat tidak suka dengan sikap Alana yang seolah anti padanya. Mereka sudah menikah dan Alana juga tengah mengandung anaknya! Bukannya semakin lengket dengannya, Alana punya banyak cara untuk menciptakan jarak. Seolah Raka adalah kuman! Raka yang sempat berhenti kembali melanjutkan langkah, tak peduli dengan penolakan Alana. "Ini kamarku, terserah aku ingin kemana," jawab Raka setelah berada di sebelah Alana. "Kau sepertinya ada masalah denganku, katakan ada apa?" Alana mengerjap beberapa kali, tertohok oleh ucapan Raka yang menyebut 'ini kamarku. Memang! Ini adalah kamar Raka, tetapi Alana istrinya dan Alana berhak. 'Ah, aku sepertinya terbawa hormon kehamilan. Rasanya aku mudah sakit hati dengan sikap Tuan Raka. Aku sangat baperan. Hanya masalah kata 'kamarku' yang Tuan ucapkan
"Mengenai aku menikahimu karena bayi di perutmu, kau salah," ucap Raka, menatap Alana dengan tampang muka serius. Matanya memancar dan sama sekali tak ada kebohongan di sana. Alana terdiam beberapa saat, tertegun mendengar perkataan Raka. Dia membalas tatapan pria itu, menatap Raka berat dan teliti. Dia ingin melihat kebohongan di sana, akan tetapi Alana tak menemukan. Benarkah dia dinikahi bukan karena bayi di perutnya? Lalu jika memang tidak, kenapa perhatian Raka hanya ditunjukkan pada bayi ini. Sungguh! Alana adalah wanita kejam karena sempat iri pada bayi dalam perutnya sendiri. Bayi ini hadir atas sebuah kesalahan, akan tetapi dia sangat dinantikan dan diharapkan. Sedangkan Alana?! "Lalu kenapa Tuan menikahiku? Dan pertanyaanku yang lain … kenapa anda menyentuhku saat itu? Aku melakukan kesalahan apa?" tanya Alana pelan, spontan begitu saja. Entah kenapa sebuah keberanian muncul dalam dirinya, mendorong Alana supaya menanyakan hal-hal tersebut.Namun, dia memang sudah lama pe
Paginya, setelah menyiapkan pakaian kerja untuk Raka, Alana memutuskan keluar dari kamar. Dia ingin menyiapkan bekal juga pada suaminya. Meskipun pernikahan ini masih membingungkan bagi Alana, akan tetapi dia memilih menikmati. Alana ingin serius dengan pernikahan ini, Raka adalah pria yang dia cintai dan menjadi istri pria itu pernah menjadi mimpinya.Alana menghentikan langkah saat melewati kamarnya, pekerja masuk ke sana–seperti sedang pindah-pindah. Karena penasaran dan takut kamarnya diotak-atik, Alana memilih masuk ke dalam. "Ya Tuhan." Alana memekik pelan, memegang kedua sisi kepala dengan ekspresi kaget. Betapa terkejutnya dia saat melihat kamar yang telah dirombak. Tak ada ranjangnya lagi di sana! Dan saat ini pekerja sedang sibuk memasang sebuah rak besar. "Kalian--" Alana setengah memekik dan menjerit, berusaha menghentikan para pekerja. "Apa yang kalian lakukan pada kamarku?! Berhenti!" pekik Alana. Para pekerja itu berhenti, menatap Alana dengan tampang muka tak enak
Raka memang memperhatikannya tetapi bukan karena semata-mata untuknya. Dan lelaki soft serta perhatian? Yah, tetapi itu hanya berlaku untuk Zahra. Raka tidak demi kian padanya. Tak lama makanan datang, Alana dan Zahra makan bersama sembari mengobrol. Setelah itu mereka lanjut berbelanja bersama. Mereka tidak menelusuri semua bagian dari pusat perbelanjaan, hanya sedikit yang mereka kunjungi. Kedua wanita ini sedang hamil! "Aku ingin ke toko sebelah, apa Nyonya tidak masalah kutinggal sebentar? Barangnya incaranku dan aku takut diambil orang. Maaf …," pinta Alana pada Zahra, dia sangat ingin ke toko sebelah. Ada sebuah tas cantik berwarna putih tulang yang menarik perhatian Alana, brand Seliza dan dirancang oleh idola Alana. Yah, sang Nyonya. Zahra Aurelia Melviano!Sebagai bentuk dukungan pada karya sang nyonya, tentu Alana harus membeli dan bukan meminta-minta supaya diberi. Alana sudah mengincar lama, tetapi sulit mendapatkannya karena termasuk sangat mahal baginya. Sekarang tabu
"Kamu sedang bekerja, aku tidak mungkin mengganggu," jawab Alana, melepas paksa pelukan Raka. Dia tersenyum tipis pada pria itu, seolah tak merasakan apapun–menutupi perih di hatinya kemudian meraih tas yang jatuh di lantai. Alana mengembalikan tas itu pada pelayan. "Bagian ujung Scarf-nya rusak, Kak. Mungkin terkena anting atau gelang adiknya saat jatuh tadi," ucap Alana lembut, memperlihatkan bagian Scarf yang rusak. Tas tersebut memang memiliki Scarf yang diikat di pegangan tas. Bisa dicopot apabila pemiliknya ingin tampilan tas yang lebih elegan. "Ah, bagaimana ini? Scarf-nya juga mahal," gumam pelayan tersebut, terlihat panik dan gunda secara bersamaan. 'Alana terlihat tak cemburu dan dia sangat tenang.' batin Raka, mengepalkan tangan karena melihat betapa santainya Alana saat sekarang. Dia bahkan sangat khawatir pada Alana, takut perempuan ini salah paham dan cemburu karena Raka datang bersama Enda. Namun, rasanya kekhawatiran Raka tak berlandaskan. Alana sama sekali tak p
Alana terdiam, merasakan dadanya yang sesak dan sakit. Hampir saja dia menitihkan air mata, namun …-"Kenapa hanya diam?! Ambil tasmu dan berhenti melamun," tegur Raka, mengerutkan kening pada istrinya. Sejak tadi pelayan toko terus memanggil Alana akan tetapi istrinya sama sekali tak menyahut, hanya diam bak manekin. Sial, jangan-jangan istrinya kelelahan. Alana sedang hamil, dan dari yang Raka tahu wanita yang sedang hamil sangat mudah lelah dan jenuh. Alana tersentak, menoleh ke arah sebelah lalu buru-buru mengambil tas yang sudah dikemas rapi tersebut. Alana tersenyum kikuk pada pelayan, merasa malu dengan kebodohannya sendiri. Dia mengira Raka memanggilnya untuk menyerahkan tas ini pada Raisa. Ya Tuhan! Ternyata karena Alana bengong dan tak sadar jika peyalan sedang memanggilnya. "Aku sudah selesai jadi aku duluan, Raka," ucap Alana selanjutnya pada Raka, "terimakasih untuk tasnya," lanjut Alana sembari tersenyum tipis, lalu segera beranjak dari sana. Sebelum benar-benar pe